PENGARUH PELATIHAN “TEAM BUILDING” TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA-SISWI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI I DEPOK YOGYAKARTA

  PENGARUH PELATIHAN “TEAM BUILDING” TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA-SISWI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI I DEPOK YOGYAKARTA

  S k r i p s i Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Disusun oleh : R. Andhika Mahardhika

  029114140

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  

SKRIPSI

PENGARUH PELATIHAN “ TEAM BUILDING” TERHADAP PERILAKU

  

AGRESIF SISWA-SISWI KELAS XI IPS 3 SMU NEGERI 1 DEPOK

YOGYAKARTA

  S k r i p s i Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh R. Andhika Mahardhika

  NIM: 029114140

  

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  i

  • --------5 cm --------

    Life is like riding a bycycle

    To keep your balance, you must keep moving

  • --------Albert Einstein --------

    Tidak ada sebuah Kesempurnaan,,,

    Jadi mari kita lakukan apa yang ingin kita lakukan...

  • -------- Andhika --------

  iv

  

Motto

Taruhlah semua mimpi-mimpimu mengambang 5cm didepan matamu,

sehingga kau tak kan pernah kehilangan mimpi itu...

  v

  PERSEMBAHAN Skripsi yang sederhana ini aku persembahkan untuk..............

  Kedua Orang Tuaku yang Tercinta, Ayahanda R. Yususf Sudarmono dan Ibunda Hindarti Wiludjeng,

  Tiga Adikku yang Ku Sayangi....Bagonk, Cungkrink,dan Genyol

  

PENGARUH PELATIHAN “TEAM BULDING” TERHADAP PERILAKU

AGRESIF SISWA-SISWI KELAS XI IPS 3 SMU NEGERI 1 DEPOK

YOGYAKARTA

  

R. Andhika Mahardhika

ABSTRAK

  Pelatihan “Team Building” adalah suatu model pelatihan yang dimaksudkan untuk

membangun semangat kebersamaan dan kekompakan kelomok/team. Pelatihan “Team Building

ini menggunakan metode belajar aktif dan efektif yaitu belajar dari pengalaman atau experiental

learning

  . Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI IPS3 SMU Negeri 1 Depok

Yogyakarta yang berjumlah 36 orang dimana dari 36 orang siswa-siwi tersebut terdapat 19 orang

laki-laki dan 17 orang perempuan yang berusia antara 15 sampai dengan 18 tahun. Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan skala perilaku agresif dari Buss yang didalamnya terdapat

dua dimensi yaitu dimensi fisik dan dimensi verbal. Dalam uji coba yang dilakukan pada skala

perilaku agresif, diperoleh 54 item yang sahih. Indeks kesahihan item bergerak antara -0,020

sampai dengan 0,628, dengan estimasi reliabilitas sebesar 0,938. Penelitian ini menggunakan

metode analisis data Paired Sample T-test. Hasil dari analisis Paired Sample T-test yang dilakukan

untuk dimensi fisik adalah sebesar t = 10,381 dengan taraf signifikan p = 0,000, dan untuk dimensi

verbal adalah t = -0,247 dengan taraf signifikan p = 0,807. Dengan hasil ini dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh dari pelatihan “Team Building” terhadap perilaku agresif yang berdimensi

fisik.

  Kata kunci: Pelatihan “Team Building”, Siswa-siswi SMU, Perilaku Agresif

  vii

  

THE EFFECT OF "TEAM BUILDING"TRAINING TOWARDS

AGGRESSIVE BEHAVIORS OF GRADE XI STUDENTS OF IPS 3 SMU

NEGERI 1 DEPOK YOGYAKARTA

  

R. Andhika Mahardhika

ABSTRACT

"Team Building" Training is a training model which aimed to build a spirit of

togetherness and cohesion of a team. This "Team Building" Training use active and effective

learning methods in which the participants of the training learn from the experiences they had or

we used to call it experiential learning. Subjects in this study were 36 grade XI students of IPS3

SMU Negeri 1 Depok Yogyakarta, consists of 19 male and 17 female students between 15 to 18

years in age. Data were collected using Buss’ scale of aggressive behavior. In that scale, there are

two dimensions, physical and verbal dimensions. From the experiments performed in the scale of

aggressive behavior, there are 54 valid items obtained. Items validity index ranged between -0.020

up to 0.628, with estimated reliability values at 0.938. This research use Paired Sample T-test data

analysis method. Results from Paired Sample T-test analysis conducted for the physical dimension

is = 10,381 with significance level of p = 0.000, while for the verbal dimensions is t = -0.247 with

significance level of p = 0.807. From these results, we can conclude that there was an effect of

"Team Building" training towards the aggressive behavior on the physical dimension. Keywords: "Team Building "Training, High School Students, Aggressive Behavior

  viii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dipanjatkan penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan jalan terbaiknya dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis diberikan kemudahan dan dapat menyelesaikannya.

  Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban dan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk menyelesaikan studi di Fakaultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan memperoleh gelar sarjana psikologi. Dalam rangka memenuhi kewajiban dan syarat tersebut, maka penulis mengangkat judul “ PENGARUH PELATIHAN “TEAM BUILDING” TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA SISWA-SISWI KELAS XI IPS 3 SMU NEGERI 1 DEPOK YOGYAKARTA”.

  Judul tersebut dilatar belakangi dari perhatian penulis yang melihat banyaknya kasus bullying yang terjadi pada saat ini, khususnya yang terjadi pada remaja disekolah-sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas/umum.

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, karya tulis ini tidak akan berhasil sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Gusti Allah SWT buat semua yang diberikan dalam hidupku.

  2. Ibu Dr.Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji skripsi. x

  3. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi selaku dosen penguji skripsi.

  4. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S, S.Psi., M.A. selaku pembimbing skripsi atas waktu dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

  5. Ibu Titik Kristiyanti, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  6. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.si atas waktu dan bantuannya dalam masalah akademik, terimakasih bu sylvi.

  7. Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni, Mbak Nanik, serta Pak Gik atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis.

  8. Seluruh siswa-siswi kelas XI IPS3 SMU Negeri 1 Depok Yogyakarta yang sudah berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai subjek.

  9. Ibu Wahyu selaku guru BK di SMU Negeri 1 Depok atas waktu dan informasi yang penulis butuhkan.

  10. Sembah Sujudku kepada kedua Orang Tuaku, R. Yusuf Sudarmono dan Hindarti Wiludjeng atas segala doa yang engkau panjatkan, semangat yang engkau teriakkan dalam hatiku, serta kesabaran yang engkau berikan dalam mengiringi langkah hidupku.

  11. Ketiga adikku bagonk, cunkrink, dan genyol atas kecerian yang selalu menghiasi kejenuhanku.

  12. Teman-temanku di psikologi angkatan 2002, Windra, Dhoni, Barjo, Yanuar, Arba, Chinghe, Ardhi, Ian, Siti, Dimas dan semua yang tidak dapat aku sebutkan. xi xii

  13. Temen-temenku di Tumindak Ngiwo, Koped, Kowok, Klowor, Ayu, Aconk, Sapi, Sari, Sisir, Suko, Tina dan masih banyak lagi yang belum disebutkan oleh penulis, “matur nuwun sedoyo kagem sumringahe

  ndonyo ”.

  14. Buat Broti atas pelajaran singkat tentang SPSS dan Statistiknya

  15. Buat Lichik Club, Windra, Dhoni, Nana, Barjo, dan Lichik Club junior Ivano Wasesadewa, mari kita berpetualang lagi kawan.

  16. Semua yang pernah masuk dan keluar dalam hidupku, terima kasih atas kenangan yang indah maupun yang sedih. Keep fight!

  17. Dan semua pihak yang tidak sempat terucapkan, semua cerita yang pernah kita buat percayalah masi tersimpan dalam hatiku.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam penulisan skripsi ini, tetapi semoga tulisan ini dapat menambah wacana dan bermanfaat bagi semua.

  Yogyakarta, 27 September 2010 Penulis

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii HALAMAN MOTTO ........................................................................... ` iv HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................. vi ABSTRAK .............................................................................................. vii

  

ABSTRACT .............................................................................................. viii

  HALAMAN PUBLIKASI ...................................................................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................ x DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah .........................................................

  1 B. Rumusan Masalah ..................................................................

  4 C. Tujuan Penelitian ....................................................................

  4 D. Manfaat Penelitian..................................................................

  4 BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................

  5 A. Perilaku Agresif......................................................................

  5 1. Pengertian Perilaku Agresif ................................................

  5 2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif .........................................

  6 3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ....................

  7 xiii

  4. Cara Menanggulangi Perilaku Agresif ...............................

  8 B. Remaja ....................................................................................

  11 1. Pengertian Remaja ..............................................................

  11 2. Ciri-ciri Remaja ..................................................................

  12 C. Pelatihan .................................................................................

  15 1. Pengertian Pelatihan ...........................................................

  15 2. Metode Pelatihan ................................................................

  16 D. Pelatihan “Team Building” .....................................................

  19 1. Pengertian Pelatihan “Team Building” ...............................

  19

  2. Pengaruh Pelatihan “Team Building” terhadap Perilaku Agresif .................................................................

  21 E. Hipotesis .................................................................................

  22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...............................................

  23 A. Jenis Penelitian .......................................................................

  23 B. Variabel Penelitian .................................................................

  23 C. Definisi Operasional ...............................................................

  23 1. Perilaku Agresif ..................................................................

  23 2. Pelatihan “Team Building” .................................................

  24 D. Subjek Penelitian ....................................................................

  25 E. Metode Pengumpulan Data.....................................................

  25 1. Skala Perilaku Agresif ........................................................

  25 2. Indikator Perilaku Agresif ..................................................

  25 3. Skala Pengukuran ...............................................................

  27 xiv

  4. Skoring................................................................................

  27 5. Susunan Kuesioner .............................................................

  27 F. Materi Pelatihan “Team Building” ..........................................

  29 G. Tahap Pelaksanaan Penelitian ................................................

  30 H. Validitas dan Reliabilitas .......................................................

  30 1. Validitas ..............................................................................

  31 2. Seleksi Item ........................................................................

  32 3. Reliabilitas ..........................................................................

  35 I. Metode Analisis Data...............................................................

  36 J. Uji Asumsi ...............................................................................

  36 1. Uji Normalitas ....................................................................

  36 K. Uji Hipotesis ...........................................................................

  37 BAB IV. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN..............................

  38 A. Pelaksanaan Penelitian ...........................................................

  38 B. Deskripsi Subjek .....................................................................

  39 C. Hasil Penelitian .......................................................................

  39 D. Pembahasan ............................................................................

  40 E. Deskripsi Data Penelitian .......................................................

  42 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................

  46 A. Kesimpulan.............................................................................

  46 B. Keterbatasan Penelitian ..........................................................

  46 C. Saran .......................................................................................

  46 xv

  DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

  48 LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini marak terjadi kasus kekerasan di lingkungan pendidikan

  (bullying), khususnya dialami oleh pelajar di tingkat menengah atas, bahkan tak terkecuali di tingkat pendidikan tinggi. Dampak yang paling ekstrim dari tindak kekerasan ini adalah dampak psikologis yaitu, rasa cemas yang berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca – trauma (post-traumatic stress disorder).

  Dampak lain dari kasus bullying yang juga dialami korban, seperti merasa hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri dengan menyilet-nyilet tangannya sendiri. Perilaku

  

bullying sebenarnya sudah sangat meluas di dunia pendidikan kita tanpa terlalu

kita sadari bentuk dan akibatnya (Riauskina dkk, 2005).

  Menurut Sears, Taylor dan Peplau (1997), perilaku agresif remaja disebabkan oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan dan frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab munculnya perilaku agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik.

  Faktor penyebab perilaku agresif selanjutnya adalah frustasi, terjadi ketika seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu.

  2 Berkowitz (1995), mengatakan adanya persaingan atau kompetisi juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja. Sedangkan Koeswara

  (1998), menyatakan bahwa faktor penyebab munculnya perilaku agresif ada bermacam-macam, yang kemudian dikelompokkan menjadi faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal (dari lingkungan).

  Kurikulum sekolah semestinya mengandung unsur pengembangan sikap prososial untuk menangani serta mencegah kasus bullying. Sekolah sebaiknya memberikan penguatan pada penerapan dari pengembangan sikap prososial yang kemudian menyediakan akses pengaduan atau forum dialog, sehingga dapat memberikan aturan dan sanksi yang tegas terhadap kasus bullying (Cegah bullying sejak dini. Diunduh 21 September, 2009, dari http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2008/10/10/05334528/).

  Pengembangan sikap disini bisa berupa program pelatihan yang dapat diikuti oleh setiap siswa-siswi. Menurut Nitisemito (1996), pelatihan itu sendiri adalah suatu kegiatan yang bermaksud memperbaiki dan mengembangkan sikap, merubah tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan. Pelatihan merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan perilaku sosial yang didalamnya terkandung unsur belajar (Cascio, 1987).

  Salah satu model pelatihan yang bisa diberikan untuk mengembangkan sikap,merubah tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan adalah pelatihan team building. Pelatihan team building digunakan untuk membawa keluar kemampuan yang terbaik dari sebuah kelompok dalam hal pengembangan diri, komunikasi positif, keterampilan kepemimpinan dan kemampuan untuk bekerja sama bersama

  3 sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah (Cohn, Khurana, & Reeves, 2005).

  Pelatihan team building ini juga bisa digunakan untuk mengatasi sebuah konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain.

  Konflik itu sendiri meliputi konflik interpersonal, konflik individu dengan kelompok, dan konflik kelompok dengan kelompok (Aamodt, 2010).

  4

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu masalah, yaitu Apakah ada pengaruh pelatihan ”team building” terhadap perilaku agresif remaja? C.

   Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui pengaruh dari pelatihan ”Team Building” terhadap perilaku agresif remaja.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Manfaat Teoritis Sebagai penyajian fakta-fakta dan pengetahuan serta sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan, Psikologi Perkembangan dan Psikologi Kepribadian.

  2. Manfaat Praktis Sebagai wacana dan bahan dasar program pelatihan yang bertujuan dalam perkembangan remaja khususnya dalam hal perilaku agresif serta sebagai acuan dan informasi bagi peneliti yang lain yang membahas permasalahan di bidang yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresif 1. Pengertian Perilaku Agresif Dalam bahasa Indonesia, kata agresif merupakan peleburan dari kata agresi dan

  akhiran -if. Akhiran –if berasal dari bahasa Belanda, -ief, yang menyatakan memiliki sifat, misalnya dalam kata sportif, komunikatif, otomotif (Pateda dan Palubuhu, 1987). Kata agresi itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu

  “aggredi”

  yang berarti “menyerang” (Pearce, 1990). Agresi dalam bahasa Inggris, “aggression” memiliki makna penyerangan. Sedangkan dalam bahasa Belanda, “agressief” berarti bersifat penyerang, atau bernafsu menyerang.

  Pengertian tersebut memperkuat pendapat Pearce (1990) yang menyebutkan bahwa kata agresif menyiratkan arti bahwa orang siap untuk memaksakan kehendaknya sendiri atas orang lain atau benda walaupun ini menimbulkan kerusakan fisik atau psikologis sebagai akibatnya.

  Dari beberapa pengertian perilaku agresif di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku agresif adalah sekumpulan perilaku yang suka menyerang karena didorong rasa marah atau kecewa kepada pihak lain yang dianggap menghambat atu menghalangi keinginannya dan biasanya menimbulkan rasa sakit, keresahan, luka atau kerusakan harta benda. Perilaku agresif memiliki beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut antara lain perilaku menyerang, perasaan marah/kecewa dan mempertahankan diri.

  5

  6

2. Bentuk – bentuk Perilaku Agresif

  Buss (1973) menggolongkan perilaku agresif ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan verbal:

a. Dimensi Fisik

  1) Perilaku agresif fisik-aktif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara aktif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti memukul atau menyerang orang lain.

  2) Perilaku agresif fisik-aktif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara aktif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti membuat jebakkan untuk mencelakakan orang lain.

  3) Perilaku agresif fisik-pasif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara pasif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menghalangi orang yang mau lewat.

  4) Perilaku agresif fisik-pasif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara pasif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menolak mengerjakan sesuatu yang diminta orang lain.

  7

b. Dimensi Verbal

  1) Perilaku agresif verbal-aktif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara aktif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti memaki orang lain.

  2) Perilaku agresif verbal-aktif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara aktif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menyebarkan gossip.

  3) Perilaku agresif verbal-pasif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara pasif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menolak berbicara atau tidak mau menjawab pertanyaan orang lain.

  4) Perilaku agresif verbal-pasif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara pasif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menggerutu.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

  Menurut Koeswara (1998), faktor penyebab remaja berperilaku agresif dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

  Menurut Davidoff (dalam Koeswara, 1998), faktor internal yang mempengaruhi perilaku agresif adalah:

  8 a. Gen

  Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif.

  b. Sistem otak Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit netral yang mengendalikan agresi.

  c. Kimia darah Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresif.

  Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu :

  a. Kemiskinan Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresif mereka secara alami mengalami penguatan.

  b. Anoniomitas Jika individu merasa anonim, maka iundividu tersebut cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati dengan orang lain.

  c. Suhu udara yang panas Suhu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan perilaku agresif.

4. Cara Menanggulangi Perilaku Agresif

  Berikut ini cara-cara atau langkah-langkah yang ditawarkan oleh Singer (1987) untuk menanggulangi perilaku agresif:

  9 a. Menjalin hubungan baik.

  Saling mengenal secara pribadi akan mengurangi kemungkinan timbulnya tendensi yang agresif. Semakin dekat kita mengenal diri seseorang, semakin berat pula rasanya untuk bersikap agresif kepadanya.

  b. Menelaah perilaku agresif.

  Menekan perilaku agresif akan berakibat buruk bila dibandingkan jika kita menelaahnya. Perilaku agresif perlu ditelaah atau diolah, seperti mencari keterangan yang ada mengapa perilaku agresif tersebut sampai terjadi. Jika perilaku agresif ditekan, sewaktu-waktu dapat meledak dan dapat menimbulkan akibat yang lebih buruk.

  c. Menerima individu yang agresif dan mencoba mengintegrasikannya dalam kelompok belajar/bermain.

  Menerima kehadiran seseorang yang agresif berarti juga menerimanya dengan mempertimbangkan segi-segi positif yang ada pada dirinya. Yang dimaksud dengan segi positif adalah kemampuan, keahlian atau ketrampilan khusus yang dimiliki oleh yang bersangkutan.

  d. Memberikan peluang bagi kegiatan-kegiatan agresif dan motoris Perilaku agresif sering timbul karena tidak tersalurkannya impuls agresif secara sehat. Untuk itu, diperlukan suatu kegiatan yang aktif, agresif dan motoris sebagai penyalurannya, seperti olah raga tinju.

  e. Pengalaman untuk mengetahui letak batas Biasanya, anak-anak yang agresif tidak pernah mengalami di mana letak batas-batas mereka perlukan sebagai patokan orientasi. Maksudnya,

  10 mereka seringkali menjadi bingung menentukan luas ruang gerak mereka tanpa merugikan kepentingan orang lain. Semakin tidak jelas letak batas- batas yang digariskan orang dewasa, semakin sering pula anak tersebut melakukan pelangggaran-pelanggaran.

  f. Menanggapi perilaku agresif dengan sungguh-sungguh Pendidik sebaiknya menanggapi perilaku agresif dengan sungguh- sungguh dan menghindari perbuatan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, atau meremehkan perilaku tersebut. Jika demikian, perilaku agresif tersebut dapat semakin menjadi-jadi. Sebaiknya pendidik selalu menunjukkan siap siaga menghadapi tantangan, tanpa membalas balik tantangan tersebut dengan perilaku agresif juga.

  g. Agresi pendidik yang terkendali Peserta didik cenderung untuk meniru. Sikap pendidik yang agresif lama- kelamaan tanpa sadar akan diserap oleh peserta didik. Oleh karena itulah, agresi yang dilancarkan oleh pendidik sebaiknya terkendali dan dilaksanakan pada saat yang tepat.

  h. Memberikan peluang bagi peserta didik untuk mengkritik pendidik Hal ini ditujukan supaya peserta didik dapat mengungkapkan keberatannya, saran-sarannya, atau ketidaksetujuannya lewat cara yang lebih asertif dan memperlihatkan bahwa kritikan dan pertentangan pendapat memiliki arti yang konstruktif bila dibahas bersama-sama.

  11

i. Proses belajar melalui peluang bertindak yang aktif

  Keagresifan timbul karena peserta didik tidak mendapat peluang untuk dapat melakukan sesuatu secara mandiri. Kebosanan karena terlalu lama didikte, dapat membuat peserta didik mengambil suatu lompatan tindakan yang lebih menantang atau agresif. Maka kadang-kadang pendidik juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan kegiatan dengan daya kreatifitas mereka sendiri.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

  Remaja ditinjau dari sudut kematangan fisik adalah suatu tahap perkembangan dimana organ-organ manusia mencapai kematangan dan dapat berfungsi menuju sempurna (Sarwono, 1989). Pandangan sosial ekonomi remaja yang diungkapkan oleh Maugman (dalam Sarwono, 1989) didefinisikan sebagai masa peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

  Remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dimana manusia mengalami perkembangan psikologis, selain perkembangan fisik yang ditandai dengan perkembangan organ-organ, dan juga berkembangannya aspek-aspek biologis dalam diri manusia tersebut.

  Monks (1989) mengemukakan bahwa masa remaja secara global berlangsung antara umur 12 sampai dengan umur 21 tahun dengan pembagian sebagai berikut:

  12 a. 12 sampai umur 15 tahun, termasuk sebagai remaja awal.

  b. 15 sampai dengan umur 18 tahun, termasuk sebagai remaja pertengahan.

  c. 18 sampai dengan umur 21 tahun, termasuk masa remaja akhir.

2. Ciri – ciri Remaja

  Untuk lebih jelasnya, berikut ini dijelaskan terlebih dahulu ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1980): a. Masa remaja merupakan periode yang penting

  Masa remaja menjadi penting karena terjadi perkembangan fisik dan mental yang cepat/pesat, sehingga diperlukan penyesuaian.

  b. Masa remaja sebagai masa peralihan Masa remaja adalah masa untuk mencoba-coba gaya hidup yang berbeda dan menemukan yang paling sesuai, sekaligus menentukan perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai untuknya.

  c. Masa remaja sebagai masa perubahan Terdapat lima perubahan yang umumnya terjadi pada masa remaja, yaitu:

  1) Meningginya emosi. 2) Perubahan tubuh dan minat. 3) Perubahan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. 4) Perubahan nilai-nilai sebagai akibat perubahan minat dan pola perilaku.

  5) Remaja bersikap ambisius terhadap perubahan; di satu sisi mereka menginginkan kebebasan dan di sisi lain, mereka sering merasa

  13 takut bertanggung jawab dan meragukan kemampuan mereka dalam mempertanggungjawabkan akibatnya.

  d. Masa remaja sebagai usia bermasalah / storm & stress Masalah-masalah yang dialami remaja seringkali menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Ada dua alasan yang ditawarkan mengenai hal tersebut, yaitu:

  1) Pada waktu anak-anak, sebagian besar masalah mereka diselesaikan oleh orang tua mereka, sehingga mereka tidak cukup memiliki pengalaman untuk mengatasi suatu masalah ketika beranjak remaja.

  2) Para remaja merasa diri sudah dewasa dan mandiri sehingga mereka ingin menunjukkan kedewasaan dan kemandirian mereka dengan mengatasi masalah mereka sendiri dan menolak bantuan dari orang lain.

  e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Di awal masa remaja, penyesuaian diri dengan standar kelompok merupakan hal yang sangat penting bagi mereka, terutama untuk mendapatkan pengakuan bahwa mereka bagian dari kelompok tersebut. Tetapi lambat laun kemudian, mereka mulai mendambakan diri sesuatu yang berbeda untuk ditonjolkan, yakni identitas diri mereka sendiri dan merasa tidak puas lagi hanya menjadi sama seperti yang lainnya.

  14 f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

  Anggapan stereotip budaya yang menyebutkan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi mereka. Dapat dikatakan, orang dewasa cenderung memiliki pandangan yang negatif pada remaja. Stereotip ini mempengaruhi konsep diri pada remaja dan masa selanjutnya. Maka, tak heran bila pada masa ini terjadi banyak pertentangan antara orang dewasa dan remaja, yang membuat jarak bagi remaja untuk meminta bantuan kepada orang dewasa dalam mengatasi masalahnya.

  g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita- cita. Tetapi, semakin pengalaman bertambah, mereka akan semakin relistik.

  h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang berkaitan dengan satatus dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perbuatan-perbuatan tersebut memberikan citra dewasa bagi mereka.

  Dari uraian ciri-ciri masa remaja dan hal-hal yang dialami remaja di atas, maka dapat dilihat bahwa keadaan siswa kelas XI sebagai remaja menengah masih sangat labil dalam hal emosi, mulai banyak menghadapi tuntutan-tuntutan dari

  15 keluarga dan masyarakat dan harus membiasakan diri untuk menghadapi/mengatasi masalah-masalah yang tidak terjadi sewaktu mereka masih anak-anak. Mereka juga mulai mempunyai pemikiran tersendiri mengenai bagaimana seseorang seharusnya berperilaku atau bagaimana sesuatu hal yang seharusnya terjadi, tetapi seringkali apa yang ada dipikiran mereka sangat jauh berbeda dengan apa yang ada di kenyataan.

  Dengan kondisi emosi yang sangat labil dan banyaknya tuntutan yang mereka hadapi, mereka merasa tertekan dan ingin merasakan kebebasan dengan cara menentang atau bahkan menunjukkan perilaku agresif. Hal ini menimbulkan kemarahan dan akibatnya mereka cenderung berpikir untuk membalasnya dengan sikap-sikap yang agresif, bahkan mengarah pada tindakan kriminal. Oleh karena itulah, perilaku agresif sering terlihat pada kalangan mereka.

C. Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

  Menurut Cascio (1987) pelatihan merupakan suatu metode untuk perubahan keterampilan, pengetahuan, dan perilaku sosial yang didalamnya terkandung unsur belajar. Berry dan Houston (1993) mendefinisikan pelatihan sebagai suatu kumpulan rencana yang teratur dari pengalaman belajar untuk memodifikasi beberapa karakter, misalnya dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan merubah sikap atau pendirian.

  Sementara itu, Noe (1998) menjelaskan pelatihan sebagai usaha terencana yang memfasilitasi pekerja untuk mempelajari kompetensi-kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaanya. Hardjana (2001) menambahkan pelatihan

  16 berlangsung dalam jangka waktu pendek, antara 2 sampai 3 hari hingga 2 sampai 3 bulan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah usaha terencana dan sistematis yang berlangsung dalam waktu pendek, didalamnya terkandung unsur belajar sehingga dapat memfasilitasi perubahan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku.

2. Metode Pelatihan

  Dalam penelitian ini, pelatihan dilaksanakan dengan metode belajar

  experiential learning (pembelajaran berbasis pengalaman) dengan model

structured experiences (pengalaman berstruktur). Menurut Supratiknya (2008)

experiential learning

  pada dasarnya merupakan student centered learning (pembelajaran berpusat pada siswa). Model structured-experiences merupakan proses induktif, dimana peserta melalui siklus experiential learning, diajak untuk mengalami sebuah pengalaman, kemudian melakukan internalisasi nilai-nilai dari pengalaman tersebut dan hasilnya terjadi perubahan perilaku dan pola pikir, sebagai efek dari perumusan kesimpulan-kesimpulan (Pfeiffer&Ballew, 1988). Berikut ini adalah siklus experiential learning (Pfeiffer&Ballew, 1988 ; Supratiknya, 2008).

  17 Tabel 1. Experiential Learning Cycle

  

Experiencing

(activity phase)

  Applying Publishing (Planning how to use the learning)

  (Sharing reaction and observasions) Generalizing Processing

  (Developing principles) (Discussing pattern and dinamics)

  

Experiencing : tahap ini bertujuan untuk memunculkan data, caranya dengan

  melibatkan peserta pada aktifitas tertentu, baik secara individu, berpasangan, kelompok kecil atau kelompok besar. Intinya peserta menciptakan data.

  Publishing : tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan data. Pengalaman-

  pengalaman individu atau kelompok dibagikan agar dapat diketahui oleh semua peserta. Intinya peserta melaporkan data.

  Processing

  : tahap ini merupakan pengujian yang sistematis, biasanya share pengalaman melibatkan seluruh peserta. Peserta diminta untuk melihat ulang pola-pola dan hubungan-hubungan dari hasil sharing yang telah mereka laporkan. Intinya peserta menafsirkan data.

  Generalizing : pada tahap ini peserta diminta untuk dapat mengambil kesimpulan

  yang mereka dapatkan dari hasil processing. Peserta dipimpin untuk fokus pada kesadaran personal atau lingkungannya sesuai

  18 dengan aktifitas yang mereka alami. Intinya peserta membuat kesimpulan.

  Applying: pada tahap ini fasilitator membantu untuk menerapkan kesimpulan- kesimpulan yang didapatkan pada tahap sebelumnya dalam situasi aktual yang mereka alami sehari-hari. Jika tahap ini diabaikan maka kesempatan untuk mempraktekkan hasil belajar akan hilang.

  Pfeiffer dan Bellew (1988) serta Supratiknya (2008) mengungkap bahwa

  

structured experiences (pengalaman berstruktur) didasarkan pada prinsip-prinsip

  belajar orang dewasa (andragogi). Andragogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu aner: orang dewasa; agogus: pemimpin. Jadi andragogi diartikan sebagai seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar (Rekadesa, 2005). Rekadesa (2005) dan Tjia (2006) memaparkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Orang dewasa memiliki sembilan prinsip, yang disingkat dengan istilah RAMP 2 FAME, yang berarti jalan menuju kesuksesan. Prinsip-prinsip tersebut bisa diterapkan dalam pelatihan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

  a. R (recency): bagian yang dipelajari paling terakhir adalah bagian yang paling mudah diingat peserta.

  b. A (appropriateness): semua metode, materi, alat bantu, dan bahan pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan peserta.

  c. M (motivation): peserta harus memiliki keinginan, kesiapan, dan punya alasan untuk belajar.

  d. P (primacy): kesan pertama adalah hal yang mudah diingat dan dipelajari peserta.

  19 e. 2 (2-way communication): proses belajar dalam pelatihan melibatkan komunikasi dengan peserta bukan kepada peserta.

  f. F (feedback) : dalam proses belajar yang efektif, fasilitator dan peserta saling memberikan umpan balik.

  g. A (active learning): peserta akan belajar lebih cepat dan efektif jika mereka terlibat secara aktif dalam proses belajar itu sendiri.

  h. M (multiple-sense learning): proses belajar yang melibatkan lebih dari satu indera akan lebih efektif daripada yang hanya melibatkan satu indera saja. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan DePorter&Hernacki (2006) bahwa kombinasi audiotori, visual dan kinesthetik merupakan modal untuk memaksimalkan hasil belajar.

i. E (excercise): apa yang dipelajari akan semakin dikuasai dan diingat jika dilatih dan dipelajari berulang kali secara teratur.

D. Pelatihan ”Team Building” 1. Pengertian Pelatihan ”Team Building”

  Pelatihan team building adalah suatu kegiatan yang diberikan baik didalam maupun diluar ruangan, dimana kegiatan tersebut berupa permainan yang memiliki makna dan arti tersendiri dalam setiap permainannya. Pelatihan team

  

building ini dapat disajikan untuk bisnis, sekolah, tim olahraga, keagamaan atau

  sebuah organisasi. Pelatihan team building digunakan untuk membawa keluar kemampuan yang terbaik dari sebuah kelompok dalam hal pengembangan diri, komunikasi positif, keterampilan kepemimpinan dan kemampuan untuk bekerja

  20 sama bersama sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah (Cohn, Khurana, & Reeves, 2005).

  Menurut Lovoly (2010), Pelatihan team building adalah sebuah kegiatan yang dilakukan sekelompok individu yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil dan melakukan sebuah interaksi yang terstruktur untuk mendapatkan sebuah hasil yang diinginkan. Pelatihan team building menekankan kegiatan dari sebuah kelompok yang bekerjasama untuk meningkatkan kualitas hubungan antara anggota dalam kelompok, kemampuan bersosialisasi antara anggota dalam kelompok maupun dengan kelompok lain, dan kemampuan kelompok untuk beradaptasi konflik-konflik yang terjadi (Aamodt, 2010).

  Konflik-konflik yang sering terjadi dalam sebuah kelompok maupun yang terjadi pada individu menurut Aamodt (2010) adalah sebagai berikut: a. Konflik interpersonal

  Adalah sebuah konflik yang terjadi antara dua individu yang diakibatkan oleh berbedanya kebutuhan atau tujuan.

  b. Konflik antara individu dengan kelompok Adalah sebuah konflik yang terjadi antara individu dengan sebuah kelompok yang diakibatkan oleh perbedaan kebutuhan atau tujuan dari individu dengan kebutuhan atau tujuan dari sebuah kelompok.

  c. Konflik antara kelompok dengan kelompok Sebuah konflik yang terjadi antara kelompok dengan kelompok lain yang diakibatkan oleh perbedaan kebutuhan atau tujuan.

  21 konflik-konflik tersebut juga yang mengakibatkan munculnya masalah yang muncul dari dalam diri individu maupun dari sebuah kelompok.

  Permasalahan yang sering muncul adalah keinginan untuk memaksakan kebutuhan, dan hasil yang ingin dituju oleh individu maupun oleh kelompok.

2. Pengaruh Pelatihan ”Team Building” Terhadap Perilaku Agresif

  Pelatihan team building digunakan untuk membawa keluar kemampuan yang terbaik dari sebuah kelompok dalam hal pengembangan diri, komunikasi positif, keterampilan kepemimpinan dan kemampuan untuk bekerja sama bersama sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah (Cohn, Khurana, & Reeves, 2005). Pelatihan team building yang dirancang dengan menggunakan metode

  

experiential learning, dimana kelompok diajak untuk mengalami pengalaman

  yang diarahkan pada situasi -situasi kongkret hingga menyimpulkan dan hasilnya akan tampak pada perilakunya.

  Pengaruh dari pelatihan team building terhadap perilaku agresif adalah pelatihan ini dapat digunakan untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi antara individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompoknya, maupun antara kelompok satu dengan kelompok lainnya(Aamodt,2010). Hasil atau pengaruh dari pelatihan team building ini adalah dengan memberikan sebuah usaha terencana dan sistematis yang berlangsung dalam waktu pendek, didalamnya terkandung unsur belajar sehingga dapat memfasilitasi perubahan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku (Hardjana, 2001).

  22 Dibawah ini adalah skema atau bagan pelatihan team building

  Ada pengaruh , jika perilaku agresif menurun

  Manipul asi Remaja Pretest (Pelatiha

  Evaluasi n Team ) Posttest Building

  Tidak ada pengaruh , jika perilaku agresif tidak menurun

  Tabel 2. Skema pelatihan team building pada siswa/siswi kelas XI IPS 3 SMAN 1 Depok

  Yogyakarta E.

   Hipotesis

  Berdasarkan uraian dari landasan teori yang telah dijelaskan diatas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis: Adanya pengaruh dari pelatihan team building terhadap perilaku agresif pada siswa/siswi kelas XI IPS 3 SMU Negeri 1 Depok Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang digunakan untuk melihat

  apakah ada pengaruh dari sebuah pelatihan "Team Building" terhadap perilaku agresif. Sedangkan desain penelitian adalah one group pretest-posttest design, yaitu rancangan penelitian satu kelompok dengan melakukan pengukuran ulang pada variabel independen (Bernardin & Russel, 1993).

B. Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : Perilaku Agresif.

2. Veriabel bebas : Pelatihan "Team Building" C.

   Definisi Operasional

  Berikut ini dirumuskan definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan agar diperoleh pengertian yang jelas mengenai variabel-variabel dalam penelitian ini. Definisi variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Perilaku Agresif

  Perilaku agresif adalah perilaku suka menyerang karena didorong oleh rasa kecewa, marah terhadap pihak lain yang dianggap menghambat atau menghalangi keinginan dari seorang individu (Buss, 1973).