1 PENGARUH INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KEYAKINAN DIRI TERHADAP HASIL PERILAKU PSIKOMOTORIK SISWA DALAM PELAJARAN FIQIH KELAS VII MTS SUNAN AMPEL JETIS, JATIREJO, MOJOKERTO TAHUN PELAJARAN 20172018

  

PENGARUH INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KEYAKINAN DIRI

TERHADAP HASIL PERILAKU PSIKOMOTORIK SISWA DALAM

PELAJARAN FIQIH KELAS VII MTS SUNAN AMPEL JETIS, JATIREJO,

MOJOKERTO TAHUN PELAJARAN 2017/2018

  

SKRIPSI

OLEH

AFRIDA KHUDRIATUSSHOLIKHAH

NIM: 210314055

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

JULI 2018

  

ABSTRAK

Khudriatussholikhah, Afrida. 2018. Pengaruh Interaksi Teman Sebaya dan

Keyakinan Diri terhadap Hasil Perilaku Psikomotorik Siswa Dalam Pelajaran Fiqih Kelas VII MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto.

  Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing, Dr. Ju’subaidi, M.Ag.

  

Kata Kunci: Interaksi Teman Sebaya, Keyakinan Diri, Perilaku Psikomotorik

  Sasaran pendidikan pada umumnya terdiri dari tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik. Hasil belajar kognitif dan

  

afektif akan menjadi hasil belajar psikomotorik apabila peserta didik telah menunjukkan

prilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif

dan afektifnya . Interaksi teman sebaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

prilaku psikomotorik, seperti yang kita tahu bahwa interaksi dengan teman-teman

  sebaya memberikan dampak luar biasa bagi perkembangan anak. Selain itu keyakinan diri yang kurang terhadap kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku dapat mempengaruhi hasil belajar siswa termasuk pada prilaku psikomotoriknya.

  Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh interaksi teman sebaya terhadap hasil perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih. 2) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh keyakinan diri terhadap hasil perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih. 3) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh interaksi teman sebaya dan keyakinan diri terhadap hasil perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun sumber data diperoleh populasi yang berjumlah 50 siswa dan semuanya dijadikan sampel. Pengumpulan data dengan angket dan dokumentasi. Analisis data utamanya menggunakan rumus regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for windows.

  Berdasarkan hasil analisis data ditemukan: 1) ada pengaruh antara interaksi teman sebaya dan hasil perilaku psikomotorik siswa kelas VII pada mata pelajaran Fiqih di MTs Sunan Ampel Jetis dengan hasil 20,962, 2) ada pengaruh antara keyakinan diri dan hasil perilaku psikomotorik siswa kelas VII pada mata pelajaran Fiqih di MTs Sunan Ampel Jetis dengan hasil 13,589 3) ada pengaruh yang signifikan antara interaksi teman sebaya dan keyakinan diri terhadap hasil perilaku psikomotorik denggan hasil 11,008. Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (R²) didapatkan sebesar 0,319 yang mengandung pengertian bahwa pengaruh interaksi teman sebaya dan keyakinan diri terhadap hasil perilaku psikomotorik siswa kelas VII MTs Sunan Ampel Jetis Jatirejo Mojokerto adalah sebesar 31,9% sedang sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lainnya yang tidak masuk dalam penelitian ini. Sehingga H a diterima dan H o ditolak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah bagian dari lingkungan yang sangat penting perannya

  dalam membantu anak mengembangkan kemampuan dan potensinya. Agar bermanfaat bagi kehidupan baik secara perseorangan maupun sebagai anggota masyarakat, serta kehidupannya sehari-hari pada saat sekarang ataupun untuk

  1 persiapan kehidupannya yang akan datang.

  Dalam Undang-Undang RI nomor 20 Tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Tujuannya agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

  2 serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

  Pendidikan tidak terlepas dari proses belajar mengajar, keberhasilan pendidikan disekolah dapat dilihat dari seberapa jauh tujuan pembelajaran itu dapat terealisasikan. Secara umum, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh peserta didik dari sekolah itu sendiri dalam setiap periodenya. Hasil 1 2 Suryosubroto, Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: RinekaCipta, 2010), 9.

  Undang- Undang dan peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Tahun 2006 belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui suatu pembelajaran. Dari proses belajar mengajar, diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang baik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan penguasaan yang diperoleh siswa setelah belajar mengajar, baik dalam segi

  3 pengetahuan, sikap, mauapun keterampilan.

  Dalam dunia pendidikan, untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berprestasi tinggi, siswa harus memiliki hasil belajar yang baik. Hasil belajar yang dicapai oleh setiap peserta didik merupakan gambaran tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan komponen penting untuk menentukan arah proses kegiatan pendidikan.

  Hasil belajar bukan hanya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi juga kecakapan dan keterampilan dalam melihat, menganalisis dan memecahkan masalah, membuat rencana dan mengadakan pembagian kerja. Dengan demikian aktivitas dan produk yang dihasilkan dari aktivitas belajar ini mendapatkan penilaian. Penilaian tidak hanya dilakukan secara tertulis, tetapi

  4 juga secara lisan dan perbuatan.

  3 Tohirin, PsikologiPembelajaran Agama Islam , (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2008), 158- 160. 4 Nana Syaodih Sukadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 179.

  Kurikulum 2013 dalam penilaiannya terdapat 3 (tiga) ranah yang menjadi

penilaian utamanya, yakni: ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotorik. Ketiga ranah tersebut merupakan suatu yang fatal yang harus

terpenuhi terutama dalam pencapaian kompetensi dan merupakan ukuran

standar kompetensi lulusan. Didalam ranah kognitif ini sebagian besar

diberikan dan dikembangkan kepada peserta didik bahkan dari kurikulum

terdahulu yang diutamakan adalah ranah kognitif. Kemudian ranah afektif ini

difokuskan untuk bagaimana materi yang telah diterima oleh peserta didik

dapat diambil nilai-nilai luhurnya, menghayati apa yang terkandung dalam

materi tersebut. Sedangkan ranah psikomotorik, dalam ranah ini peserta didik

dituntut untuk bukan hanya mengetahui tapi juga mampu mengembangkan dan

  5 menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam pendidikan.

  Hasil ranah psikomotorik ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill)

dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotorik ini sebenarnya

merupakan kelanjutan dari hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam

bentuk kecenderungan- kecenderungan untuk berprilaku) dan kognitif

(memahami sesuatu). Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil

belajar psikomotorik apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau

perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif

  6 dan afektifnya.

  Dalam pembelajaran dan hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal mencakup (kondisi fisik,

kondisi panca indra, psikologi (bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan

  5 6 Muhibin Syah, Pikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 125.

  Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 57-58. kemampuan kognitif). Sedangkan faktor eksternal lingkungan (alam, sosial),

  7 instrumental (kurikulum atau bahan ajar guru, saran dan fasilitas, manajemen).

  Salah satu yang mempengaruhi perilaku psikomotorik adalah interaksi teman sebaya . Sebagian besar remaja menghabiskan waktunya untuk

  berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya remaja yang didasarkan pada hubungan persahabatan, hubungan tersebu t dapat memberikan pola dalam pergaulan remaja.

  Owens mengatakan bahwa anak-anak belajar dari interaksi teman sebayanya perihal bagaimana mengendalikan dan mengatur perilaku mereka.

  Selain itu, teman sebaya mungkin memperkuat perilaku atau sikap-sikap yang sudah ada, sekaligus membantu anak-anak membentuk perilaku dan sikap- sikap yang baru atau memperlemah keduanya yang saling bersebrangan dengan

  8 nilai kelompok teman sebaya.

  Kita tahu bahwa interaksi dengan teman-teman sebaya memberikan dampak luar biasa bagi perkembangan anak. Meskipun kita pada umumnya membayangkan pengaruh teman sebaya dalam kaitannya dengan lingkup sosial, namun interaksi dengan teman sebaya juga tidak kalah pentingnya dalam arena kognitif, afektif maupun psikomotorik. Salah satu metode pengajaran yang berdasarkan teori Vygotsky adalah bahwa kerjasama dengan 7 8 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 107.

  Kathryn Geldard dan David Geldard, Mengangani Anak dalam Kelompok (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 62. teman sebaya, dimana pendidik mendorong agar anak-anak yang tidak tahu atau harus tahu bekerja dengan teman sebayanya yang tahu. Teman-teman sebaya yang tahu ini bisa menjadi pendidik, mereka bisa memberikan perancah yang diperlukan sampai anak yang harus tahu itu berhasil mempelajari apa

  9 yang harus diketahui.

  Bukan hanya interaksi teman sebaya, dalam perilaku psikomotorik juga

dipengaruhi oleh faktor internal salah satunya self efficacy (keyakinan diri).

  

Efikasi diri adalah “penilaian diri terdapat kemampuan diri untuk mengatur dan

melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

ditetapkan”. Efikasi diri memberikan dasar bagi motivasi manusia,

kesejahteraan dan prestasi pribadi. Hal ini terjadi karena mereka percaya

bahwa tindakan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diinginkan,

meskipun memiliki sedikit insentif untuk bertindak atau untuk bertahan dalam

menghadapi kesulitan.

  Kepercayaan diri pada individu akan membantu mencapai keberhasilan. Orang yang percaya diri terhadap kemampuan akademiknya akan mengharapkan nilai tinggi pada ujian dan mengharapkan mendapatkan pekerjaan yang baik, sehigga mencapai kesejahteraan secara pribadi maupun profesional. Sebaliknya, orang yang kurang percaya diri terhadap kemampuan

9 Neil J. Salkind, Teori-Teori Perkembangan Manusia (Bandung: Nusa Media, 2009), 380.

  akademiknya akan membayangkan mendapatkan nilai rendah sebelum mereka

  10 memulai ujian.

  Sebagaimana hasil pengamatan awal yang dilakukan di MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto diketahui berdasarkan hasil praktik sholat berjama’ah siswa pada mata pelajaran Fiqih kelas VII cenderung kurang. Hal ini dapat diketahui pada waktu diadakan praktik psikomotorik mereka kurang serius dalam mengikuti pembelajaran.

  Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, diantaranya yaitu kurangnya dukungan dari teman sebaya. Dukungan tersebut dapat berupa komunikasi atau interaksi, dimana individu menggunakan pengalaman dan pemahamannya untuk membantu permasalahan individu lain, sehingga dapat membantu keluar dari permasalahannya dan mencapai tujuan yang diinginkan. Kenyataannya ketika diadakan praktik sebagaian kecil yang mau berinteraksi dengan temannya untuk bertanya mengenai hal-hal yang kurang dimengerti.

  Begitupun dengan keyakinan diri atau self efficacy siswa, pada waktu praktik mereka kurang yakin akan kemampuannya sendiri, mereka juga cenderung ragu-ragu untuk mencoba dan kurang memiliki keberanian, sehingga mereka merasa tidak nyaman dan tidak optimal dalam mengembangkan diri mereka, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil praktik psikomotorik siswa. 10 Dede Rahmat Hidayat, Psikologi Keperibadian dan konseling (Bogor: Ghalia Indonesia,

  2011), 156

  Dari uraian dan berdasarkan realitas di atas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh

  Interaksi Teman Sebaya dan Keyakinan Diri Terhadap Hasil PerilakuPsikomotorikSiswa dalam Pelajaran Fiqih Kelas VII MTS Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018” B. Batasan Masalah

  Banyak faktor atau variabel yang dapat ditindak lanjut dalam pembahasan ini. Untuk itu agar tidak melebar, penelitian ini dibatasi oleh permasalahan yang berkaitan dengan interaksi teman sebaya, keyakinan diri dan hasil perilaku psikomotorik pada tahap peniruan (imitasi) materi sholat berjama’ah mata pelajaran Fiqih siswa kelas VII di MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto pada tahun pelajaran 2017/2018.

C. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana pengaruh interaksi teman sebaya terhadap perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih kelas VII di MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018?

  2. Bagaimana pengaruh keyakinan diri terhadap perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih kelas VII di MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018? 3. Adakah pengaruh interaksi teman sebaya dan keyakinan diri terhadap perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih kelas VII di MTs

  Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018? D.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

  1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh interaksi teman sebaya terhadap perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih kelas VII di MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh keyakinan diri terhadap perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih kelas VII di MTs Sunan Ampel

  Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh interaksi teman sebaya dan keyakinan diri terhadap perilaku psikomotorik siswa dalam pelajaran Fiqih kelas VII di MTs Sunan Ampel Jetis, Jatirejo, Mojokerto Tahun Pelajaran 2017/2018

E. Manfaat Penelitian

  Dalam melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

  1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan memberikan kontribusi dalam interaksi teman sebaya, keyakinan diri dan perilaku psikomotorik. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi atau pandangan dalam pelaksanaan penelitian di masa yang akan datang.

  2. Manfaat Praktis a.

  Bagi Guru Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada guru agar lebih memberikan perhatian pada siswa terkait dengan interaksi teman sebaya maupun keyakinan diri.

  b.

  Bagi Siswa Dengan mengetahui bagaimana pentingnya berinteraksi dengan teman sebaya dan keyakinan diri maka siswa dapat belajar dengan efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan perilaku psikomotorik siswa dan berprestasi dalam bidang akademik.

F. Sistematika Pembahasan

  Sistematika penyusunan laporan hasil penelitian kuantitatif ini nantinya akan dibagi bagian utama, yaitu awal, inti dan akhir.Untuk memudahkan dalam penulisan, maka pembahasan dalam laporan penelitian penulis kelompokkan menjadi lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab yang berkaitan.

  Sistematika pembahasan ini adalah: Bab pertama, adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

  Bab kedua, berisi landasan teori dan atau telaah penelitian terdahulu, kerangka berfikir, dan pengajuan hipotesis.

  Bab ketiga adalah metode penelitian yang berisi rancangan penelitian, populasi, sampel, intrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

  Bab keempat adalah hasil penelitian yang berisi gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi data, analisis data (pengajuan hipotesis), interprestasi dan pembahasan.

  Bab kelima adalah penutupan yang berisi kesimpulan dan penelitian dan saran. Bab ini mempermudah pembaca dalam mengambil inti sari dari penelitian.

BAB II TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu ditemukan beberapa judul

  diantaranya: 1.

  Penelitian dari Nika Nurfita Andayani dengan judul Pengaruh Teman

  Sebaya dan Perilaku Sopan Santun Siswa Kepada Guru Terhadap Hasil Belajar Akidah Akhlak pada Kelas VIII MTs Ma’arif 1 Ponorogo pada

  tahun 2017, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut agama Islam Negeri Ponorogo. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, populasi penelitiannya adalah siswa kelas VIII MTs Ma’arif 1 Ponorogo yang berjumlah 43, dengan menggunakan rumus Cochran dengan taraf signifikansi 5%, maka sampel yang diperoleh adalah 39 siswa. pengumpulan data menggunakan angket, tes, dan non tes. Analisis data menggunakan regresi linier berganda.

  Dari hasil penelitian ini bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Teman sebaya berpengaruh terhadap hasil belajar akidah akhlak siswa kelas VIII adalah kategori cukup dengan prosentase 17, 70%. 2) Perilaku sopan santun siswa kepada guru berpengaruh terhadap hasil belajar akidah akhlak adalah rendah dengan prosentase sebesar 16,60%. 3) variabel teman sebaya dan perilaku sopan santun siswa kepada guru berpengaruh secara signifikansi terhadap hasil belajar akidah akhlak siswa kelas VIII di MTs Ma’arif 1 Ponorogo dengan prosentase 61,19%, nilai tersebut dikonsultasikan dengan interprestasi koefisien korelasi berada pada interval 0,600-0,800 dengan kategori cukup.

  Melihat dari judul di atas mempunyai persamaan dengan variabel yang dibahas dalam penelitian ini yakni terkait dengan teman sebaya, akan tetapi pada penelitian tersebut membahas pengaruh teman sebaya dan perilaku sopan santun siswa kepada guru terhadap hasil belajar, sedangkan pada penelitian ini akan membahas pengaruh interaksi teman sebaya dan

  self efficacy terhadap prilaku psikomotorik, sehingga akan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

2. Penelitian dari Samsul Arifin, dengan judul Upaya Sekolah dalam

  Pengembangan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Ranah Psikomotorik di Kelas VIII SMPN 1 Kalasan Sleman Yogyakarta

  pada tahun 2013, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan mengambil latar SMPN 1 Klaosan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dnegan menggunakan triangulasi sumber. Analisis data dilakukan dengan lebih dahulu menfokuskan pada data kemudian disajikan dalam teks yang bersifat deskriptif-analitik, dan ditarik kesimpulan dengan memaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) upaya sekolah dalam pengembangan mata pelajaran PAI berbasis Psikomotorik pada kelas

  VIII di SMPN 1 Klaosan dilaksanakan melalui dua cara yaitu: Pertama, pembinaan keagamaan yang dimulai dari menciptakan lingkungan yang kondusif, melakukan pembinaan keagamaan melalui pembelajaran, melakukan pembinaan keagamaan melalui kegiatan ekstrakulikuler. Kedua, penggunaan metode yang efektif (2) program kegiatan pembelajaran PAI berbasis Psikomotor yang ada di SMPN 1 Klaosan meliputi doa bersama, tadarus al- qur’n, sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah, sholat jum’at, infaq jumat, buka bersama, pesantren ramadhan dan peringatan hari besar Islam. (3) faktor pendukung dan penghambat sekolah dalam upaya pengembangan Mata pelajaran PAI berbasis psikomotorik, meliputi : a. Faktor pendukung, yaitu tersedianya sarana prasarana yang presentatif, b. Faktor penghambat, yaitu kondisi kondisi peserta didik yang sudah lelah setelah mengikuti kegiatan, adanya pengaruh negatif dari dunia luar.

  Melihat dari judul di atas mempunyai pebedaan dan persamaan. Perbedaannya adalah penelitian dari Samsul Arifin ini menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Sedangkan persamaannya adalah variabel yang dibahas dalam penelitian ini yakni terkait dengan prilaku psikomotorik, akan tetapi pada penelitian tersebut membahas Upaya Sekolah dalam Pengembangan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Ranah Psikomotorik sedangkan pada penelitian ini akan membahas pengaruh interaksi teman sebaya dan self efficacy terhadap prilaku psikomotorik, sehingga akan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

B. Landasan Teori 1. Interaksi Teman Sebaya a.

  Pengertian Interaksi Teman Sebaya Menurut Thibaut dan Kelley, interaksi adalah peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi, dalam setiap kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan memengaruhi individu lain. Chaplin juga mendefinisikan bahwa interaksi merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami yang individu-individu itu saling memengaruhi satu

  11 sama lain.

  Interaksi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Di lingkungan sekolah kemampuan peserta didik dalam melakukan interaksi sosial antara peserta didik yang satu dengan yang lain tidak sama, karena ada yang usianya lebih muda ada juga yang lebih dewasa.

  Dalam kamus bahasa Indonesia, teman sebaya atau teman pergaulan diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Teman sebaya adalah kelompok orang-orang yang seumuran dan mempunyai kelompok sosial yang sama seperti teman

  12 sekolah, teman bermain, teman bekerja.

  Interaksi teman sebaya (Pierre) adalah hubungan individu pada suatu kelompok kecil dengan rata-rata usia yang hampir sama atau sepadan. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kemampuan yang berbeda-beda. Mereka menggambarkan beberapa cara yanng

  13 berbeda untuk memahami satu sama lainnya dengan bertukar pendapat.

  Owens mengatakan bahwa anak-anak belajar dari interaksi teman 11 sebayanya perihal bagaimana mengendalikan dan mengatur prilaku

  Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), 87-88. 12 Tim Penyusun Kamus Pusat Jakarta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1164. 13 Andin, “Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Prilaku Konsumtif pada Siswa Kelas XI di SMA N 6 Yogyakarta,” E-jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 2 (2016), 43. mereka. Selain itu, teman sebaya mungkin memperkuat prilaku atau sikap-sikap yang sudah ada, sekaligus membantu anak-anak membentuk prilaku dan sikap-sikap yang baru atau memperlemah keduanya yang

  14 saling bersebrangan dengan nilai kelompok teman sebaya.

  Kita tahu bahwa interaksi dengan teman-teman sebaya memberikan dampak luar biasa bagi perkembangan anak. Meskipun kita pada umumnya membayangkan pengaruh teman sebaya dalam kaitannya dengan lingkup sosial, namun interaksi dengan teman sebaya juga tidak kalah pentingnya dalam arena kognitif. Salah satu metode pengajaran yang berdasarkan teori Vygotsky adalah bahwa kerjasama dengan teman sebaya, dimana pendidik mendorong agar anak-anak yang tidak tahu atau harus tahu bekerja dengan teman sebayanya yang tahu. Teman-teman sebaya yang tahu ini bisa menjadi pendidik, mereka bisa memberikan perancah yang diperlukan sampai anak yang harus tahu itu berhasil

  15 mempelajari apa yang harus diketahui.

  Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi teman sebaya adalah interaksi atau komunikasi yang dilakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang 14 kurang lebih sama, yang mana mereka akan saling membutuhkan, saling

  Kathryn Geldard dan David Geldard, Mengangani Anak dalam Kelompok (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 62. 15 Neil J. Salkind, Teori-Teori Perkembangan Manusia (Bandung: Nusa Media, 2009), 380.

  bertukar pendapat maupun bercerita apa saja yang mereka alami atau yang terjadi pada dirinya. Dalam hal interaksi tersebut terjadi proses saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan yang lainnya.

  b.

  Karakteristik Hubungan Remaja dengan Teman Sebaya Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka.

  Sebagian besar waktunya di habiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka.

  Berbeda halnya dengan masa kanak-kanak, hubungan teman sebaya remaja lebih didasarkan pada hubungan persahabatan. Pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting

  16 bagi kehidupan remaja.

  Kelly dan Hansen menyebutkan enam fungsi positif dari teman

  17

  sebaya yaitu:

  a) Mengontrol implus-implus agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung.

  b) Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih 16 independen. Teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk

  Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010), 230. 17 Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarrya, 2008), 220 mengambil peran dan tanggung jawab mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka.

  c) Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran dan belajar untuk mengekspresikan perasaan- perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah.

  d) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya.

  e) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang- orang dewasa mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang benar dan apa yang salah. Dalam kelompok teman sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri.

  f) Meningkatkan harga diri (Self-Esteem). Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya. c.

  Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Teman Sebaya Terjadinya interaksi sosial teman sebaya terdapat beberapa hal yang mempengaruhi suatu interaksi, hal tersebut akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu interaksi sosial pada teman sebaya. Desmita mengemukakan faktor-faktor yang memungkinkan akan mempengaruhi

  18

  terbentuknya interaksi teman sebaya adalah sebagai berikut:

  a) Pentingnya aktivitas bersama-sama, adapun aktivitas bersama itu meliputi berbicara, keluyuran, berjalan ke sekolah, belajar kelompok dan juga senda gurau. Aktivitas ini dilakukan agar mereka mudah diterima dalam kelompoknya.

  b) Tinggal di lingkungan yang sama, biasanya kelompok teman sebaya merupakan individu yang tinggal di daerah yang sama sehingga menjadi teman sepermainan. Karena tinggal di lingkungan yang sama, biasanya mempunyai hubungan dalam kelompok juga dekat sebab intensitas untuk berkumpul lebih banyak. Bersekolah di sekolah yang sama, kelompok teman sebaya juga akan mudah terbentuk di lingkungan sekolahan. Kontak sosial, interaksi serta komunikasi teman sebaya akan mudah terbentuk.

18 Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2116), 35.

  c) Berpartisipasi dalam organisasi masyarakat yang sama, organisasi masyarakat juga akan mempermudah untuk melakukan interaksi dengan teman sebayanya di lingkungan masyarakat.

  Sedangkan menurut Abu Ahmadi faktor yang mendasari

  19

  berlangsungnya interaksi sosial adalah:

  a) Imitasi

  Imitasi adalah proses belajar dengan meniru atau mengikuti perilaku orang lain. Imitasi dapat bersifat positif dan bersifat negatif.

  Bersifat positif apabila yang ditiru adalah hal-hal positif yang memenuhi kaidah dan nilai namun dapat bersifat negatif apabila yang ditiru adalah perilaku-perilaku menyimpang. Peranan dalam interaksi sosial biasanya terjadi pada awal-awal perkembangan anak.

  b) Sugesti

  Sugesti merupakan pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun dari orang lain yang pada umumnya diterima apa adanya tanpa adanya kritik.

  c) Identifikasi

  Identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.

19 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), 32.

  d) Simpati

  Simpati adalah perasaan tertarik pada diri seseorang yang membuatnya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. Dalam proses simpati terkadang berjalan tidak atas dasar logis yang rasional melainkan berdasarkan perasaan.

  d.

  Aspek-Aspek Interaksi Teman Sebaya Interaksi sosial merupakan dasar hubungan sosial, dalam melakukan interaksi sosial harus ada hubungan karena tanpa adanya hubungan antara individu satu dengan individu lain maka interaksi sosial

  20

  tidak akan terjadi. Aspek-aspek interaksi teman sebaya sebagai berikut:

  a) Keterbukaan individu dalam kelompok di mana individu dapat menjalin hubungan akrab, mendapatkan dukungan, penerimaan serta individu dapat terbuka terhadap kelompoknya.

  b) Kerjasama individu dalam kelompok, individu akan terlibat dalam berbagai kegiatan kelompok dan saling berbagi pikiran serta ide untuk kemajuan kelompoknya serta saling berbicara dalam hubungan yang erat.

20 Ika Rahmawati, Skripsi Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Motivasi Belajar

  

Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Dinoyo 10 Malang , Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri Malang, 2016, 32. c) Frekuensi hubungan individu dalam kelompok, yaitu intensitas individu dalam bertemu anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat.

  Dalam aspek interaksi teman sebaya terdapat individu yang melakukan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi, adanya frekuensi hubungan dan kerjasama dalam mencapai tujuan.

2. Keyakinan Diri (Self Efficacy) a.

  Pengertian keyakinan diri (self efficacy) Menurut Alwiso, keyakinan (self efficacy) adalah presepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan diri bahwa memilliki kemampuan melakukan tindakan yang diiharapkan. Menurut Bandura self

  efficacy ini merupakan keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap

  kemampuan kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil yang diharapkan.

  Menurut Bandura, dari semua pemikiran yang mempengaruhi fungsi manusia, dan merupakan bagian paling inti dari teori kognitif sosial adalah efikasi diri atau keyakinan diri

  . Efikasi diri adalah “penilaian diri terhadap kemampuan diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang ditetapkan.” Efikasi diri memberikan dasar bagi motivasi manusia, kesejahteraan, dan pretasi pribadi. Hal ini terjadi karena mereka percaya bahwa tindakan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diinginkan, meskipun memiliki sedikit insentif untuk bertindak atau untuk bertahan dalam menghadapi

  21 kesulitan.

  Seseorang dengan keyakinan diri yang tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan keyakinan diri yang rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan keyakinan diri yang rendah cenderung menyerah, sementara orang yang dengan keyakinan diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk

  22 mengatasi tantangan yang ada.

  Dalam kehidupan sehari-hari, keyakinan diri (self efficacy) memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. keyakinan diri (self

  efficacy) merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri yang paling

  berpengaruh dala kehidupan manusia sehari-hari karena keyakinan diri 21 yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan

  Syamsul Yusuf dan Juantika Nurikhsan, Teori Kepribadian (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) 133-135. 22 Nur Ghufron dan Rini Risnawati, Teori-Teori Psikologi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 75-76.

  yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan terhadap tangtangan yang akan dihadapi.23 Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa self efficacy

  (keyakinan diri) adalah sebuah bentuk keyakinan diri seseorang dalam melakukan berbagai hal salah satunya yaitu ketika seorang siswa mengerjakan tugas di kelas maka siswa tersebut harus memiliki keyakinan diri agar dapat mengerjakan tugas dengan baik di kelas.

  b.

  Sumber keyakinan diri (self efficacy) Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya dalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah

  24

  satu kombinasi empat sumber: 1)

  Pengalaman performasi Pengalaman performasi adalah pengalaman yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performasi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang palng kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi. Sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan

  23 Nur Ghufron, Rini Risnawati, Teori-Teori Psikologi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 76-77. 24 Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2014), 288-289. memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya.

  a) Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi b)

  Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain c)

  Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.

  d) Kegagalan dalam suasana emosional atau stress, dampoaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.

  e) Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belm kuat.

  f) Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.

  2) Pengalaman virkulasi

  Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebalinya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu lama. 3)

  Persuasi sosial Efikasi juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat memengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

  4) Keadaan emosi

  Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi dibidang itu. Emosi yanh kuat, takut, cemas, strees, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikai diri.

  Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah respirokal antara lingkungan, tingkah laku dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadipenentu tingkah laku mendatang yang penting. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda, tegantung pada:

  1) Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu,

  2) Kehadiran orang lain,

  3) Keadaan fisiologis dan emosional, kelelahan, kecemasan, apatis,

  25 dan murung.

  c.

  Aspek-Aspek Efikasi Diri Menurut Bandura, efikasi diri pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga

  26

  dimensi, yaitu: 1)

  Tingkat kesulitan tugas (Magnitude) Aspek ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri individu mungkin terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang dan tugas-tugas yang sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berbeda di luar batas kemampuan yang 25 dirasakan. 26 Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2014), 290.

  M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, Teori-Teori Psikologi (Yogyakarta: Ruzz Media, 2010), 88 .

  2) Luas bidang tugas (Generality)

  Aspek ini berhubungan luas bidang tugas tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.

  3) Tingkat kemantapan, keyakinan, kekuatan (Strength)

  Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan atau keyakinan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman- pengalaman yang tidak mendukung, sedangkan pengharapan atau keyakinan yang mantap mendorong individu untuk tetap bertahan dalam melakukan dan meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya. Aspek ini biasanya berkaitan langsung dengan aspek level, yaitu semakin tinggi taraf kesulitan tugas, semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

3. Prilaku Psikomotorik a.

  Pengertian prilaku psikomotorik Keterampilan atau psikomotorik adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerak motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

  Disamping itu, menurut Rober, keterampilan psikomotorik adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik

  27 melainkan juga fungsi mental yang bersifat kognitif.

  Gerakan-gerakan tubuh yang dimotori dengan kerjasama antara otot, otak, dan saraf-saraf kita namakan motorik. Yang dimaksud dengan motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan- gerakan tubuh. Dalam perkembangan motoris, unsur-unsur yang menentukan adalah otot, saraf, dan otak. Ketiga unsur itu melaksanakan masing-masing peranannya secara interaksi positif, artinya unsur-unsur yang saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Selain mengandalkan kemampuan otot, rupanya

27 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 119.

  kesempurnaan otak juga menentukan keadaan anak yang mengalami

  28 gangguan otak tampak kurang terampil menggerak-gerakkan tubuhnya.

  Perilaku motorik adalah segala perilaku individu yang diwujudkan dalam bentuk gerakan atau perbuatan jasmaniah seperti berjalan, berlari, duduk, melompat, menari, menulis, dan sebagainya. Perilaku motorik ini pada umumnya dapat diamati dengan segera karena nampak secara fisik.

  Perilaku motorik ada yang disadari dan ada yang tidak disadari. Perilaku motorik yang disadari terjadi apabila berada dalam kendali pusat kesadaran melalui syaraf-syaraf motorik, adapun perilaku motorik yang tidak disadari disebut reflex yang terjadi di luar kendali pusat kesadaran

  29 atau tidak dalam perintah otak.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku psikomotorik adalah kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak dengan melibatkan anggota badan berupa gerak fisik (motorik) setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.

  b.

  Perkembangan Prilaku Psikomotorik Perilaku psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fugsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis 28 (kognitif, afektif, dan konatif). Ada dua macam perilaku psikomotorik 29 Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2006), 31.

Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMA N 1 TANJUNG BINTANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 16 105

PENGARUH METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 3 METRO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

1 26 71

HUBUNGAN ANTARA KOHESIVITAS TEMAN SEBAYA DAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN

0 1 11

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI MATERI MENGHINDARI PERILAKU TERCELA DENGAN METODE JIGSAW PADA SISWA KELAS VIII A SMP ISLAM SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20172018

0 3 128

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI MATERI AKHLAK TERPUJI DENGAN METODE TALKING STICK PADA SISWA SEMESTER I KELAS VII A SMP ISLAM SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20172018 SKRIPSI

0 1 141

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR DAN INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA AKUNTANSI SMK NEGERI 31 JAKARTA PUSAT PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 1 10

PENERAPAN PENDEKATAN RASIONAL DALAM PEMBELAJARAN FIQIH SISWA KELAS VII DI MTS NU TBS KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 21

PENERAPAN PENDEKATAN RASIONAL DALAM PEMBELAJARAN FIQIH SISWA KELAS VII DI MTS NU TBS KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 7

PENERAPAN PENDEKATAN RASIONAL DALAM PEMBELAJARAN FIQIH SISWA KELAS VII DI MTS NU TBS KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - STAIN Kudus Repository

0 3 27

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI (SELF ESTEEM) DAN PERGAULAN TEMAN SEBAYA DENGAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 16