HUKUM Pidana Sihol Marito Manalu 085
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ilmu hukum merupakan ilmu yang mempelajari keterkaitan antar individu
satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu kesepakatan yang
secara nyata dan kesinambungan akan membentuk tata kehidupan
tersendiri yang menyebabkan kesepakatan yang tadi dibentuk menjadi suatu
perjanjian yang akan di taati secara bersama dalam kurun waktu yang relatif
lama.
Setelah sekian lama aturan itu berlaku pasti ditengah suatu kesepakatan
terdapat keganjelan-keganjelan yang menyebabkan hal itu menjadi suatu
keributan atau kekakuan dalam tindakan sehingga menimbulkan suatu
permasalahan-permasalahan yang timbul. Karena hanya mengatur suatu
sistem dimana kesepakatan itu belaku tetapi tidak mengatur bagaimana
apabila kesepakatan tersebut dilanggar maka hal tersebut menjadi tabu
dalam menyelesaikanya.
Dalam hal ini lalu dibuatlah suatu kesepakatan adanya hukum pidana
dimana diadakan guna memenuhi suatu ketabuan dalam kesepakatan hal ini
dinilai dapat membuat kesepakatan dapat terjalin sempurna kembali,
setidaknya kesepakatan dapat ditaati sebagaimana mestinya dikarenakan
didalam hukum pidana terdapat sanksi-sanksi pidana apabila yang
melanggar suatu aturan atau kesepakatan dapat dipidanakan.
I.2 Rumusan Masalah
a. Jelaskan penggolongan bentuk-bentuk kejahatan pidana?
b. Jelaskan alasan penghapus pidana?
1
I.3 Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi latar belakang, rumusan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi definisi hukum pidana menurut
beberapa pakar hukum, pembagian hukum pidana,
tujuan hukum pidana, peristiwa hukum pidana,
sistematika hukum pidana, asas-asas dalam hukum
pidana, jenis-jenis hukuman dalam pidana, ruang
lingkup berlakunya hukum pidana, penggolongan
bentuk kejahatan tindak pidana, alasan penghapus
tindak pidana.
BAB III
PENUTUP
Dalam bab ini, berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber yang didapat untuk
memenuhi dan menyelesaikan makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI HUKUM PIDANA MENURUT BEBERAPA PAKAR HUKUM
Beberapa pendapat pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai Hukum
Pidana, antara lain sebagai berikut:
1.
POMPE, menyatakan bahwa hukum pidana adalah kesseluruhan
aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan yang dapat dihukum
dan aturan pidananya.1
2. SIMONS, Hukum pidana dibagi menjadi hukum pidana objektif
atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti
subjektif atau strafrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam
arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga
disebut
sebagai
hukum
positif
atau ius
poenale.
Simons
merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai:
1.
Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara
diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak
ditaati;
2.
Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat
untuk penjatuhan pidana, dan;
3.
Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk
penjatuhan dan penerapan pidana.
Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan
secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:
Dalam arti luas:
Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan
atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;
Dalam arti sempit:
Hak
untuk
menuntut
perkara-perkara
pidana,
menjatuhkan
dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang
dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan peradilan. Jadi ius puniendi
adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius
1 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 4
3
puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan
alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan
melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan
dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana. Dengan kata
lain, ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.
3. W.F.C. VAN HATTUM, Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari
asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu
masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai
pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya
tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan
pelanggaran
terhadap
peraturan-peraturannya
dengan
suatu
penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.
Beberapa pendapat pakar hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana,
antara lain sebagai berikut:
1. R. SOESILO, Hukum Pidana adalah perasaan tidak enak / sengsara
yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada orang yang telah
melanggar UU Hukum Pidana.
2. E. MOELJATNO, Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar
dan aturan-aturan untuk :
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi
yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar
larangan tersebut
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan2
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.
3. F. WIRJONO PRODJODIKORO, hukum pidana adalah peraturan
hukum mengenai pidana. Kata
“pidana” berarti hal yang
2 Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli dari
http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal
11 Mei 2017 Pukul 19.01
4
“dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya
dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.3
Jadi, Hukum Pidana adalah keseluruhan norma-norma hukum yang
mengatur perbuatan apa yang dilarang dan sanksi apa yang di ancamkan
atas larangan tersebut.
II.2 PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut :
1. Hukum Pidana Obyektif (ius punale) dan Hukum Pidana
Subyektif (ius puniendi).
A. Hukum Pidana Obyektif (ius punale)
Hukum pidana obyektif (ius punale) adalah hukum pidana yang
dilihat dari aspek larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang
disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar
larangan tersebut. Jadi hukum pidana obyektif memiliki arti yang
sama dengan hukum pidana materiil. Sebagaimana dirumuskan
oleh Hazewinkel Suringa, ius punale adalah sejumlah peraturan
hukum yang mengandung larangan dan perintah dan keharusan
yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana bagi si
pelanggarnya.4
Hukum pidana obyektif dibagi dalam :
a. Hukum Pidana Materiil ialah semua peraturan-peraturan yang
menegaskan :
Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.
Siapa yang dapat dihukum.
Dengan hukuman apa menghukum seseorang.
Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa,
dan bagaimana orang dapat dihukum. Jadi Hukum Pidana
Materiil ialah
peraturan-peraturan
hukum
atau
perundang-
undangan yang berisi penetapan mengenai perbuatan-perbuatan
3 Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli dari
http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal
11 Mei 2017 Pukul 19.03
4 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 19.05
5
apa saja yang dilarang untuk dilakukan (perbuatan yang berupa
kejahatan/pelanggaran), siapa sajakah yang dapat dihukum,
hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku
kejahatan/pelanggaran tersebut dan dalam hal apa sajakah
terdapat pengecualian dalam penerapan hukum ini sendiri dan
sebagainya.
b. Hukum Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana ialah
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana cara
pelaksanaan/penerapan Hukum Pidana Materiil dalam praktek
hukum sehari-hari menyangkut segala hal yang berkenaan dengan
suatu perkara pidana, baik didalam maupun di luar acara sidang
pengadilan (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materiil).
Hukum Acara Pidana terkumpul atau diatur dalam Reglemen
Indonesia yang di baharui disingkat dahulu R.I.B. (Herziene
Inlandsche Reglement = H.I.R.) yang sekarang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tahun 1981.5
Secara sederhana, hukum pidana materiil dapat pula diartikan
sebagai aturan hukum yang menetapkan perbuatan-perbuatan
apakah yang pembuatnya dapat dihukum, siapa-siapakah yang
dapat dihukum, dan ancaman sanksi pidana apakah yang dapat
dijatuhkan terhadap pembuat tindak pidana, contohnya KUHP.
Adapun hukum pidana formil diartikan sebagai aturan hukum
pidana yang mengatur tentang proses peradilan pidana atau dapat
diartikan sebagi aturan hukum pidana yang dibentuk untuk
mempertahankan dan menegakkan hukum pidana materiil,
contohnya KUHAP.6
B. Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi).
Hukum pidana subyektif (ius puniendi) ialah hak dari negara
atau alat-alat
perlengkapannya
untuk
mengenakan
atau
mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu. Hukum
5 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.47
6 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus (hal. 26)
6
pidana subyektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan
dari hukum pidana obyektif terlebih dahulu.
Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan
oleh negara yang berarti bahwa tiap orang dilarang untuk
mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindak
pidana (perbuatan melanggar hukum = delik). Hukum pidana
subyektif sebagai
aspek
subyektifnya
hukum
pidana,
merupakan aturan yang berisi atau mengenai hak atau
kewenangan negara :
1. Untuk
menentukan
larangan-larangan
dalam
upaya
mencapai ketertiban umum.
2. Untuk memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana
yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si
pelanggar larangan tersebut.
3. Untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh
negara pada si pelanggar hukum pidana tadi.7
2.
Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus.
a. Hukum Pidana Umum
Hukum pidana umum ialah hukum pidana yang berlaku
terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga di
seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan. Hukum
pidana umum secara definitif dapat diartikan sebagai
perundang-undangan pidana yang berlaku umum yang
tercantum dalam KUHP serta perundangan-undangan yang
merubah dan menambah KUHP.
b. Hukum Pidana Khusus
Hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang berlaku
khusus untuk orang-orang yang tertentu. Hukum pidana
khusus sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang
memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam
perundang-undangan khusus, diluar KUHP baik perUU
7 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.53
7
Pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana
(ketentuan yang menyimpang dari KUHP).
Contoh:
Hukum
Pidana
Militer,
berlaku
khusus
untuk
anggota militer dan mereka yang dipersamakan
dengan militer.
Hukum
Pidana
Pajak,
berlaku
khusus
untuk
perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib
pajak).8
3. Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional.
a. Hukum Pidana Nasional adalah Hukum Pidana yang dibentuk
oleh Negara tertentu, yang ruang lingkup berlaunya hanya
terbatas dalam yurisdiksi negara tersebut, misalnya KUHP,
KUHAP, dan undang-undang lain yang memuat ketentuan
pidana.
b. Hukum Pidana Internasional adalah hukum pidana yang
dibentuk oleh masyarakat internasional melalui organ-organ
PBB yang berlaku secara internasional. Hukum Pidana
Internasional antara lain dapat ditemukan dalam Statuta
Roma yang dibentuk untuk mengadili pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.9
II.3 TUJUAN HUKUM PIDANA
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan
perbuatan yang tidak baik.
Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan
tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam
kehidupan lingkunganya
8 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.53
9 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus (hal. 27-28)
8
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi
individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Sebaliknya menurut
aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi
masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana
harus memerhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran
ini mendapat pengaruh dari perkembangan kriminologi.
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna
pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di
samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
II.4 PERISTIWA HUKUM PIDANA
Peristiwa Pidana atau Delik
Tindak pidana ialah suatu perbuatan / rangkaian perbuatan
yang dilakukan oleh manusia, yang bertentangan dengan kaedahkaedah Hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana. Tindak
Pidana sering juga disebut dengan perbuatan pidana / peristiwa
pidana atau dalam istilah asing, disebut dengan (Delict). Menurut
Prof.
Mulyanto,
S.H. Strafbaarfeit adalah
Perbuatan
Pidana. Strafbaarfeit yaitu perbuatan manusia yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang, yang dapat
dilakukan
oleh
seseorang
yang
dipertanggungjawabkan. Strafbaarfeit juga
merupakan
dapat
kelakuan
orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum,
yang
patut
dipidana
(strafwaardig)
dan
dilakukan
dengan
kesalahan.Suatu peristiwa hukum dapat dikatakan sebagai tindak
pidana apabila, Suatu peristiwa hukum tersebut telah memenuhi
unsur obyektif dan unsur subyektif.10
Unsur Obyektif dan Unsur Subyektif tersebut ialah:
1. Unsur obyektif, yaitu adanya suatu tindakan (perbuatan) yang
bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh
10 Peristiwa Hukum Pidana dari http://rudihendrawan93.blogspot.co.id/2013/07/makalah-peristiwahukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 20.53
9
hukum dengan ancaman pidananya. Menjadi titik utama dari
pengertian obyektif ini adalah tindakannya.
2. Unsur subyektif, yaitu adanya perbuatan seseorang atau
beberapa orang yang berakibat pada hal yang tidak dikehendaki
oleh undang-undang. Menjadi titik utama dari pengertian
subyektif ini adalah adanya seseorang atau beberapa orang
yang melakukan tindakan.
Adapun syarat yang harus dipenuhi sebagai unsur obyektif dan
subyektif dalam suatu peristiwa pidana adalah sebagai berikut:
Harus ada perbuatan orang / beberapa orang. dimana
perbuatan itu dapat dipahami orang lain sebagai sesuatu
yang merupakan peristiwa.
Perbuatan itu harus bertentangan dengan Norma Hukum
Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang disebutkan
dalam ketentuan hukum
Harus
terbukti
ada
dipertanggungjawabkan
Harus tersedia ancaman hukuman terhadap perbuatan yang
kesalahan
yang
dapat
dilakukan yang termuat dalam peraturan-peraturan hukum
yang berlaku.
II.5 SISTEMATIKA HUKUM PIDANA
Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam
sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak
yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang, hukum
pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannnya
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal
dari zaman pemerintah penjajahan Belanda.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri atas 569 pasal,
secara sistematik dibagi dalam:
Buku 1 : Memuat tentaang Ketentuan – ketentuan Umum (Algemene
Leerstrukken Bapalengen) Pasal 1-103.
Buku 2 : Mengatur tentang Kejahatan (Misdrijven) Pasal 104 - 488
10
Buku 3 : Mengatur tentang Pelanggaran (Overstrdingen) Pasal 489 –
569.
Menurut Rancangan KUHP tahun 2006, terdiri dari 2 buku:
Buku 1 : Memuat tentang Ketentuan Umum (Pasal 1 – 208).
Buku 2 : Memuat tentang Tindak Pidana (Pasal 209 – 272)11
II.6 ASAS – ASAS DALAM HUKUM PIDANA
Asas-asas Hukum Pidana menurut tempat :
1. Asas Teritorial
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang
menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan
tindak pidana didalan kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di
dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau
berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu
Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan
pidana.
2. Asas Personal (Nasionaliteit aktif)
yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-jahatan
meskipun terjadi di luar Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum
pidana Indonesia, apabila pelaku kejahatan yang hanya dapat
dikenakan hukum pidana Indonesia—-sedangkan perbuatan pidana
yang dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang telah
menghapus hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan
pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP.
11 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 18 – 19.
11
3. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)
Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa
setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya
atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya
berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu
tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang
dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
1.
Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan
negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan
barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan
Martabat kepala negara RI;
2.
Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;
3.
Keamanan perekonomian;
4.
Keamanan
uang
Negara,
nilai-nilai
dari
surat-surat
yang
dikeluarkan RI;
5.
Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan
Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap
negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau
kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa
setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak
tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang
dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
1.
Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan
negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan
barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan
Martabat kepala negara RI
2.
Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;
3.
Keamanan perekonomian
4.
Keamanan
uang
Negara,
nilai-nilai
dari
surat-surat
yang
dikeluarkan RI
5.
Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan
12
4. Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana dapat dituntut undang-undang hukum
pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk kepentingan hukum
bagi seluruh dunia. Asas ini melihat hukum pidana berlaku umum,
melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah
kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan
menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari
kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal
kejahatan ini perlu dicegah dan diberantas.
5. Asas Legalitas
Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP:
“Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan
pidana
dalam
perundang-undangan
yang
telah
ada,
sebelum
perbuatan dilakukan” Dalam bahasa Latin: ”Nullum delictum nulla
poena sine praevia legi poenali”, yang dapat diartikan harfiah dalam
bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Sering juga dipakai istilah
Latin: ”Nullum crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan:
”Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas”.
Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga
pengertian :
1.
Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan
undang-undang.
2.
Untuk
menentukan
adanya
perbuatan
pidana
tidak
boleh
digunakan analogi (kiyas).
3.
Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
6. Asas transitoir
13
Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum
pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-undang
7. Asas retroaktif
Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut.
Artinya hukum yang baru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan
pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang hukum tersebut
mengatur perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM
berat.12
II.7 JENIS-JENIS HUKUMAN DALAM PIDANA
Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat
dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dimana
hukuman yang akan dijatuhkan.13
Pidana terdiri atas:
1. Pidana Pokok:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Kurungan
d. Denda
2. Pidana Tambahan:
a. Pencabutan hak – hak tertentu
b. Perampasan barang – barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim14
12 Asas-Asas dalam Hukum Pidana dari https://masalahukum.wordpress.com/2013/09/01/asasasas-dalam-hukum-pidana/, pada tanggal 11 mei 2017 pukul 20.56
13 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 117
14 Andi Hamzah, KUHP, Edisi Revisi, 2016, hal. 6.
14
1. Pidana Pokok
a. Pidana Mati
Sejak zaman dahulu telah dikenal dengan hukuman mati, baik pada
zaman hukuman Romawi, Yunani, Jerman. Pelaksanaan hukuman mati
pada waktu tersebut adalah sangat kejam, terutama pada zaman Kaisar
Romawi, cukup terkenal sejarah zaman Nero yang ketika itu banyak
dijatuhkan pidana mati pada orang Kristen dengan cara mengikatnya
pada suatu tiang yang dibakarnya sampai mati. Adanya Pidana mati
menimbulkan pro dan kontra. Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan
ditembak sampai mati, Cara-cara pelaksanaan untuk terpidana justiabel
peradilan sipil diatur dalam pasal 2 sampai pasal 16 Undang-undang No.
2 Pnps Tahun 1964, sedang untuk terpidana yustiabel peradilan militer
diatur dalam pasal 17. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 2 Pnps
Tahun 1964, ketentuan dalam Pasal 11 KUHP sudah tidak berlaku.15
b. Pidana Penjara
Pidana Penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan
kemerdekaan. Ada beberapa sistem dalam pidana penjara, yaitu :
1. Pensylvanian System: Terpidana menurut sistem ini dimasukkan
kedalam sel-sel tersendiri, ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar
maupun sesama narapidana, ia tidak boleh bekerja di luar sel satusatunya pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan
kepadanya. Karena pelaksanaannya dilakukan di sel-sel maka disebut
juga Cellulaire System.
2. Auburn System: Pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara
tersendiri-sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan
narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara dengan Silent
System.
3. Progressive System: Cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini
adalah bertahap, biasa disebut dengan English / Ire System.
c. Pidana Kurungan
15 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 117-118
15
Pidana Kurungan ini juga merupakan salah satu bentuk pidana
perampasan kemerdekaan, akan tetapi pidana kurungan ini dalam
beberapa hal lebih ringan daripada pidana penjara. Ketentuan-ketentuan
tersebut adalah sebagai berikut
1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole. Yang artinya mereka
mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat
tidur sendiri atas biaya sendiri/ Pasal 23 KUHP.
2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan tetapi
lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/ Pasal 19 KUHP
3. Meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu tahun. Maksimum ini
boleh sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana,
karena perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52 atau Pasal 52 a
(Pasal 18 KUHP )
4, Apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana
masing-masing di situ tempat permasyarakatan, maka terpidana harus
terpisah tempatmya. (Pasal 28 KUHP)
5. Pidana
kurungan
biasanya
dilaksanakan
di
dalam
daerahnya
terpidananya sendiri /biasanya tidak di luar daerah yang bersangkutan.
d. Pidana Denda
Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang
untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya
dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana denda
adalah Rp. 0,25 x 15, meskipun tidak ditentukan secara umum melainkan
dalam pasa-pasal tindak pidana yang bersangkutan dalam Buku I dan
Buku II KUHP. Di luar KUHP biasanya ditentukan dalam pasal yang
mendahuluinya.
Jika terpidana tidak mampu untuk membayar pidana denda yang
dijatuhkan kepadanya, maka dapat diganti dengan pidana kurungan.
Pidana ini kemudian disebut pidana kurungan pengganti, maksimal
pidana kurungan pengganti adalah 6 bulan, dan boleh menjadi 8 bulan
16
dalam hal terjadi pengulangan, perbarengan atau penerapan Pasal 52
atau Pasal 52 a KUHP.
Untuk beberapa perundang-undangan hukum pidana ketentuan dalam
Pasal 30 ayat 2 KUHP tidak diterapkan. Hal ini terutama ditentukan
kepada penyelesaiannya diharapkan untuk kelancaran pengisian kas
negara (Pasal 14 Undang - undang Tindak Pidana Ekonomi).16
b. Pidana Tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
Hal
ini
diatur
dalam
pasal
35
KUHP
yang
berbunyi:
(1) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam
hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam
undang-undang umum lainnya, ialah
Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;
Masuk balai tentara;
Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan
karena undang-undang umum;
Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau
pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang
bukan ankanya sendiri;
Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya
sendiri;
Melakukan pekerjaan tertentu;
(2) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya
apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang
semata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.
2. Perampasan Barang Tertentu
Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang
yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik
terpidana yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau
barang
milik
terpidana
yang
digunakan
untuk
melaksanakan
16Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 120 - 123.
17
kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan
kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan
kejahatan,
boleh
dirampas.
(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan
tidak dengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran dapat juga
dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan
oleh
undang-undang.
(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yang
bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi
hanyalah
atas
barang
yang
telah
disita.
3. Pengumuman Putusan Hakim
Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada
khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebih
berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim
dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas
biaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusan
hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).17
II.8 RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan
peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana, dan Sikap tindak yang
dapat dihukum/dikenai sanksi .
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan
dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan.
Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempunyai arti penting bagi
penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang
berlakunya hukum pidana menurut waktu dapat dilihat dari Pasal 1 KUHP
yang berbunyi :
17 Jenis-Jenis hukum pokok dalam pasal 10 KUHP dari
http://fhunmarabit.blogspot.co.id/2010/01/jenis-jenis-hukum-pokok-pasal-10.html, pada tanggal 12
Mei 2017 pukul 20.25
18
1.
Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, melainkan atas kekuatan
ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari pada
perbuatan itu.
2.
Jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka
pada tersangka dikenakan ketetuan yang menguntungkan baginya.
Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat
mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya
hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana.
Berlakunya hukum pidana menurut tempat ini dapat dibedakan menjadi
empat asas yaitu: asas teritorialitateit, asas personaliteit, asas perlindungan
atau asas nasionaliteit pasif, dan asas universaliteit. Ketentuan tentang asas
berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai dengan
Pasal 9 KUHP.18
I. PENGGOLONGAN BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA
Penggolongan berbagai tindak pidana dalam KUHP merupakan
kehendak dari pembentuk undang-undang untuk membedakan jenis-jenis
tindak pidana yang satu dengan yang lain. Penggolongan jenis tindak pidana
tersebut dimaksudkan, mengingat begitu banyaknya jenis tindak pidana yang
merumuskan dalam KUHP. Secara prinsip, penggolongan berbagai tindak
pidana dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukum yang ingin
dilindunginya, penggolongan tindak pidana dalam KUHP selalu didasarkan
pada kepentingan hukum yang ingin diberikan perlindungan.
1. Penganiayaan
secara
umum,
tindak
pidana
terhadap
tubuh
pada
KUHP
disebut
“penganiyaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh
manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari
perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang
sedemikan rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.
Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja (penganiayaan)
dapat dibedakan menjadi 5 macam yakni:
Penganiayaan biasa (Pasal 351)
18 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana dari http://alviprofdr.blogspot.co.id/2010/11/ruang-lingkup-berlakunya-hukumpidana.html, pada tanggal 13 Mei 2017 pukul 20.41
19
Disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap
ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang
bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan. Mengamati
Pasal 351 KUHP maka ada 4 jenis penganiayaan biasa, yakni:
Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat
maupun kematian dan dihukukm dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya tiga ratus rupiah. (ayat 1)
Penganiyaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun (ayat 2)
Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun (ayat 3)
Penganiayaan berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)19
Penganiayaan Ringan (Pasal 352 KUHP)
Hal ini diatur dalam Pasal KUHP. Menurut pasal ini, penganiayaan ringan
ini ada dan diancam maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda
tiga ratus rupiah apabila tidak masuk dalam rumusan pasal 353 dan 356,
dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan
atau pekerjaan. Hukuman ini bisa ditambah dengan sepertiga bagi orang
yang melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja
padanya atau yang ada di bawah perintah. Penganiyaan tersebut dalam
Pasal 352 ayat 1 KUHP yaitu suatu penganiayaan yang tidak menjadikan
terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.
Penganiyaan Berencana (Pasal 353 KUHP)
Pada penganiayaan berencana, ada pemisahan antara timbulnya
kehendak/diambilnya keputusan untuk bebruat dengan pelaksanaan
perbuatan.
Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)
Hal ini diatur oleh pasal 354 KHUP. Perbuatan berat atau dapat disebut
juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan
sengaja oleh orang yang menganiaya.
Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)
19 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 5
20
Kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan berat dan
penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi
secara serentak/bersama. Oleh karena itu harus terpenuhi baik unsur
penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. 20
Penganiayaan Memberatkan Hukuman (Pasal 356 KUHP)
Terdapat dua hal yang dapat memberatkan berbagai penganiayaan
diatas, yaitu: kualitas korban dan cara atau modus penganiayaan.
Penganiayaan Dengan Hukuman Tambahan (Pasal 357 KUHP).
Merupakan tambahan hukuman yang diatur dalam Pasal 357 KUHP yang
menyatakan bahwa, “Pada waktu menjatuhkan hukuman terhadap
kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 353 dan 355 KUHP, dapat
dijatuhkan hukuman pencabutan hak sebagaimana Pasal 35 nomor 1
sampai dengan 4”.
Turut Serta Dalam Penyerangan Atau Perkelahian
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 358 KUHP. Jika dirinci dari
rumusan Pasal 358, unsur-unsur dari turut serta dalam penyerangan
perkelahan ini terdiri dari dua unsur yaitu unsur obyektif dan unsur
subyektif.21
2. Pembunuhan
Tindak pidana terhadap nyawa di sini, akibat yang timbul adalah
hilangnya nyawa orang atau matinya orang lain. Tindak pidana ini
dinamakan tindaka pidana pembunuhan, akibat yang timbul merupakan
syarat yang mutlak.22 Perbuatan yang dilarang adalah akibat hilangnya
nyawa orang lain, bukan cara-cara yang dilakukan seseorang untuk
menghilangkan
menganiaya,
nyawa
orang.
mencekik,
Apakah
memberi
dengan
racun
pada
cara
memukul,
minuman
dan
menenggelamkan dalam laut ataua dalam air dan lain sebagainya. Jika
akibat perbuatan yang dilakukan seseorang itu tidak menimbulkan
matinya
orang
lain,
maka
perbuatan
itu
merupakan
percobaan
pembunuhan.
20 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 5-6
21 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 9-11
22 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 15
21
Secara umum bentuk kejahatan terhadap nyawa dapat dikelompokam
menjadi tiga jenis dalam KUHP:
a. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Sengaja
Tindak Pidana Pembunuhan Biasa
Tindak Pidana Pembunuhan Disertai Perbuatan Laintindak Pidana
Pembunuhan Yang Direncanakan
Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak
Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak Yang Direncanakan
Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Anak
Tindak Pidana Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri
Tindak Pidana Menghasut Untuk Bunuh Diri
Tinda Pidana Terhadap Gugurnya Kandungan
Tindak Pidana Terhadap Gugurnya Kandungan Tanpa Izin
Tindak Pidana Gugurnya Kandungan Atas Izin Perempuan
Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Tabib
b. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Tidak Sengaja
tindak pidana ini dilaukan dengan tidak sengaja atau karena
kelalaiannya mengakibatkan matinya orang lain. Jenis tindak pidana ini
juga merupakan tindak pidana terhadap nyawa. Berbeda dengan
tindak pidana yang sengaja, terdiri dari beberapa bentuk, tindak pidana
yang dilakukan tidak dengan sengaja ini hanya ada satu bentuk.
Tindak pidana ini dikenal dengan istilah (culpa delict) yaitu karena
kelalalain atau kealpaan mengakibatkan matinya orang lain.
Karena Kelalaiannya Membuat Mati Orang Lain.
Karena Kelalaiannya Membuat Orang Luka Berat
Karena Kelalaian Dalam Jabatannya, Membuat Orang Mati.23
3. Pencurian
Tindak pidana pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda di
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari peristiwa ini sering terjadi.
Kejahatan terhadap harta benda bahkan terbesar diantara jenis-jenis
kejahatan yang mengganggu kepentingan manusia dalam menjalankan
23 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 16-37
22
aktivitasnya, bahkan menganggu ketentraman dan keamanan dalam
masyarakat.
a. Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok
Tindak pidana pencurian sebagaiamana ditelah diatur dalam Bab XXII,
Pasal 362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk pokok. Adapun
unsur-unsurnya, yaitu unsur “obyektif” ada perbuatan mengambil, yang
diambil sesuatu barang tersebut seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain. Ada “perbuatan” dan perbuatan itu dilarang oleh undangunang, apabila dilanggar akan mendapat sanksi pidana berupa
penjara. Sedangkan unsur “subyektif” yaitu dengan maksud untuk
memiliki secara melawan hukum.
b. Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan
pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP,
prinsip unsur-unsur yang terkandung pasa ini sama dengan unsurunsur dalam pasal 362 pencurian pokok. Dalam pasal ini ada unsur
pemberatan, yang ancaman hukuman lebih berat yaitu penjara
selama-lamanya 7 tahun.
c. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan
Tindak pidana Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365.
Unsur-unsur dalama Pasal 365, yaitu semua unsur yang telah
diuraikan dalam pasal 363 ayat 1, kecuali unsur di jalan umum, di
dalam kereta api atau term yang sedang berjalan.
d. Tindak Pidana Pencurian Dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP)24
4. Pemerasan Dan Pengancaman
Tindak pidana pemerasan dan oengancaman suatau tindakan oleh pelaku
yang disertai kekerasan dan ancaman terhadap seseorang dengan maksud
agar seseorang yang menguasai barang dengan mudah untuk menyerahkan
sesuatu barang yang dikuasai dibawah kekerasan dan ancaman, seseorang
menyerahkan barang tidak ada jalan lain kecuali untuk menyerahkan
sesuatu barang kepada pelaku kekerasan dan dengan disertai ancaman.
24 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 39-46
23
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diatur dalam Bab
XXII, Pasal 368-371 KUHP).25
5. Penggelapan
Tindak pidana penggelapan telah diatur dalam bab XXIV (Buku II) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 372 – 377 KUHP). Selain
diatur dalam Bab XXI, terdapat rumusan penggelapan, yaitu pasal 415 dan
417 yang merupakan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang sudah
dimassukkan ke dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Oleh
karenanya dimuat dalam bab tentang kejahatan dalam jabatan (Bab XXVIII).
Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bentuk Pokok
Tindak Pidana Penggelapan Ringan
Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan
Tindak Pidana Penggelapan Berkaitan Dengan Wasiat26
6. Penipuan
Tindak pidana penipuan telah diatur Bab XXV Buku II Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) memuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan
dalam 20 Pasal. Di antara bentuk-bentuk penipuan itu memiliki nama sendiri
yang khusus. Yang dikenal sebagai penipuan adalah kejahatan yang
dirumuskan di dalam Pasal 378 s/d 395.27
J. ALASAN PENGHAPUS PIDANA
Ketika kita membicarakan masalah tindak pidana dalam bab
sebelumnya, seorang pelaku delik dapat dijatuhi jika terdapat hubungan
antara perbuatan criminal pidana (criminal act) tanpa alasan pembenar
dan pertanggungjawaban kriminal/pidana tanpa alasan pemaaf.28
1. Alasan Pembenar
Alasan pembenar ini bersifat mengahapuskan sifat melawan hukum dan
perbuatan yang di dalam KUHP dinyatakan sebagai dilarang. Karena sifat
melawan hukumnya dihapuskan, maka perbuatan yang semula melawan
25 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 47
26 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 51
27 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 57
28 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 125
24
hukum itu menjadi dapat dibenarkan, dengan demikian pelakunya tidak
dipidana. Alasan pembenar ini kita jumpai di dalam:
Perbuatan yang merupakan pembelaan darurat (Pasal 49 ayat 1
KUHP)
Perbuatan untuk melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50
KUHP).
Perbuatan melaksanakan perintah jabatan dari penguasa yang sah
(Pasal 51 ayat 1 KUHP)
2. Alasan Pemaaf
Alasan pemaaf ini menyangkut pertanggungjawaban seseorang terhadap
perbuatan pidana yang telah dilakukannya atau criminal responbility.
Alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik
atas dasar beberapa hal. Alasan ini dapat kita jumpai di dalam hal orang
itu melakukan perbuatan dalam keadaan:
Tidak dipertanggungjawabkan (ontoerekeningsvaatbaar)
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess)
Daya paksa (overmacht)
3. Alasan Penghapus Tuntutan
Kecuali
adanya alasan pembenar yang menghilangkan sifat melawan
hukumnya
perbuatan
dan
alasan
pemaaf
yang
menghilangkan
pertanggungjawaban pidana pelaku yang dengan demikian menghapus
pemidanaan terhadap pelaku, terdapat pula alasan yang mendahului
alasan penghapus pidana tersebut. Jika alasan ini dapat diterima maka
jaksa tidak dapat melakukan penuntutan.
Alasan-alasan itu adalah : Alasan dengan tempat belakunya KUHP (locus
delicti). Ini menjawab pertanyaan apakah perbuatan yang dilakukan oleh
tersangka berada di dalam ruang lingkup kawasan KUHP. Kita harus
mengingat Pasal 2 - 8 KUHP. Jika memang perbuatan itu dilakukan dalam
pasal tersebut di atas, maka penuntutan tidak dapat dilakukan.
4. Alasan Penghapus Pidana
M.v.t menyebutkan dua alasan pidana, yaitu:
Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak
pada
diri
orang
itu
(inwendig).
Alasan
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan seseorang yang melakukan tindak pidana
yang terletak pada diri orang, soal ini diatur dalam Pasal 44 KUHP,
25
dan menurut pasal ini seseorang tidak dapat dihukum, karena
jiwanya dihinggapi oleh suatu penyakit atau jiwanya tidak tumbuh
dengan sempurna.
Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak
di luar orang itu (uitwendig).
Dalam
hal
ini,
sebab-sebab
seseorang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya itu terletak di luar pelaku.
Hal-hal ini diatur dalam:
a. Pasal 48 KUHP (overmacht)
b. Pasal 49 KUHP (Noodwer)
c. Pasal 50 KUHP: Menjelaskan Undang-Undang.
d. Pasal 51 KUHP: Menjalankan perintah jabatan.
Alasan penghapus pidana yang khusus, ini hanya berlaku terhadap
beberapa delik tertentu, misalnya adalah seperti yang tercantum dalam:
a. Pasal 166 KUHP
b. Pasal 221 KUHP29
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hukum Pidana adalah keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur
perbuatan apa yang dilarang dan sanksi apa yang diancamkan atas
larangan tersebut. Hukum Pidana memiliki pembagian yaitu Hukum Pidana
Obyektif (ius punale) dan Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi), Hukum
29 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 126-131
26
Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus, Hukum Pidana Nasional dan
Hukum Pidana Internasional. Tujuan Hukum Pidana salah satunya adalah
untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan
yang tidak baik. Peristiwa Hukum Pidana adalah suatu perbuatan / rangkaian
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yang bertentangan dengan kaedahkaedah Hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana. Juga terdapat
sistematika hukum pidana, asas-asas dalam hukum pidana, Jenis-jenis
hukuman yang ada dalam pidana terdapat Pasal 10 KUHP yaitu Pidana
Mati, Penjara, Kurungan, dan Denda. Adapun ruang lingkup berlakunya
hukum pidana yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik
ataupun tindak pidana, dan sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi.
Penggolongan bentuk kejahatan tindak pidana adalah penganiayaan,
pembunuhan, pencurian, dll. Serta, alasan menghapus tindak pidana yaitu
adanya alasan pembenar, alasan pemaaf, alasan penghapus tuntutan,
alasan penghapus pidana.
III.2 Saran
Saran saya sebagai penulis dalam menyelesaikan makalah ini adalah bahwa
didalam hukum pidana sangatlah luas, dari pengertian hukum pidana sampai
kepada alasan penghapus pidana, yang menjelaskan bahwa hukum di
Indonesia
ini
penerapannya
masihlah
belum
harus
banyak
maksimal,
yang
banyak
harus
diperbaiki
ketidakrataan
dan
dalam
pelaksanaannya. Alangkah baiknya kita menjadikan hukum di indonesia kita
ini lebih baik lagi khususnya hukum pidana. Terlebih lagi jika kita sendiri yang
turut ambil bagian. Mencapai tujuan dari Hukum pidana itu sendiri. Dimana
keadilan dan kepastian hukum tetap mengikuti, sekian makalah saya kritik
dan saran saya terima.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Prasetyo Teguh (2013), Hukum Pidana Edisi Revisi, Yogyakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Gunadi Ismu, Efendi Jonaedi, Yahman (2011), Cepat & Mudah
Memahami Hukum Pidana, Surabaya: Prestasi Pustaka.
Renggong Ruslan (2016), Hukum Pidana Khusus, Jakarta:
Prenadamedia Group.
27
2. PERUNDANG – UNDANGAN
Hamzah Andi (2016). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta: Rineka Cipta.
3. SUMBER ELEKTRONIK
Dwi Keyen, Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para
Ahli
http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-
pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017
Anang Setiyo Wibowo, Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil,
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-
pidana-materiil-dan-formil.html, Pada tanggal 11 Mei 2017
Rudi
Hendrawan,
Peristiwa
Hukum
Pidana,
http://rudihendrawan93.blogspot.co.id/2013/07/makalah-peristiwa-
hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017
Masalah
Hukum,
Asas-Asas
dalam
Hukum
Pidana,
https://masalahukum.wordpress.com/2013/09/01/asas-asas
dalam-hukum-pidana/, pada tanggal 11 mei 2017
Fahun Marabit, Jenis-Jenis hukum pokok dalam pasal 10 KUHP
http://fhunmarabit.blogspot.co.id/2010/01/jenis-jenis-hukumpokok-pasal-10.html, pada tanggal 12 Mei 2017
Alvin,
Ruang
Lingkup
Berlakunya
Hukum
Pidana
http://alviprofdr.blogspot.co.id/2010/11/ruang-lingkup-berlakunya-hukumpidana.html, pada tanggal 13 Mei 2017
MAKALAH
TEMA : HUKUM PIDANA
28
NAMA
: SIHOL MARITO MANALU
NIM
: 1610611085
MATA KULIAH : HUKUM PIDANA 1
DOSEN
: Dr. M. Ali Zaidan, SH., M. Hum
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang bertema ”Hukum pidana” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. M. Ali
Zaidan, SH., M. Hum selaku dosen dan Dinda Dinanti S.H., M.H selaku
asisten dosen mata kuliah Hukum pidana 1 UPNVJ dan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah
wawasan
serta
pengetahuan
kami.
Kami
juga
menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
29
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.
Jakarta, Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
I.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................1
I.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
I.3 Sistematika Penulisan................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
II.1 Definisi Hukum Pidana menurut beberapa Pakar Hukum.........................3
II.2 Pembagian Hukum Pidana........................................................................5
30
II.3 Tujuan Hukum Pidana...............................................................................8
II.4 Peristiwa Hukum Pidana...........................................................................9
II.5 Sistematika Hukum Pidana.....................................................................10
II.6 Asas-Asas Dalam Hukum Pidana............................................................11
II.7 Jenis-Jenis Hukuman Dalam Pidana.......................................................14
II.8 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana.............................................18
II.9 Penggolongan Bentuk Kejahatan Tindak Pidana....................................19
II.10 Alasan Penghapus Tindak Pidana.....
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ilmu hukum merupakan ilmu yang mempelajari keterkaitan antar individu
satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu kesepakatan yang
secara nyata dan kesinambungan akan membentuk tata kehidupan
tersendiri yang menyebabkan kesepakatan yang tadi dibentuk menjadi suatu
perjanjian yang akan di taati secara bersama dalam kurun waktu yang relatif
lama.
Setelah sekian lama aturan itu berlaku pasti ditengah suatu kesepakatan
terdapat keganjelan-keganjelan yang menyebabkan hal itu menjadi suatu
keributan atau kekakuan dalam tindakan sehingga menimbulkan suatu
permasalahan-permasalahan yang timbul. Karena hanya mengatur suatu
sistem dimana kesepakatan itu belaku tetapi tidak mengatur bagaimana
apabila kesepakatan tersebut dilanggar maka hal tersebut menjadi tabu
dalam menyelesaikanya.
Dalam hal ini lalu dibuatlah suatu kesepakatan adanya hukum pidana
dimana diadakan guna memenuhi suatu ketabuan dalam kesepakatan hal ini
dinilai dapat membuat kesepakatan dapat terjalin sempurna kembali,
setidaknya kesepakatan dapat ditaati sebagaimana mestinya dikarenakan
didalam hukum pidana terdapat sanksi-sanksi pidana apabila yang
melanggar suatu aturan atau kesepakatan dapat dipidanakan.
I.2 Rumusan Masalah
a. Jelaskan penggolongan bentuk-bentuk kejahatan pidana?
b. Jelaskan alasan penghapus pidana?
1
I.3 Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi latar belakang, rumusan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi definisi hukum pidana menurut
beberapa pakar hukum, pembagian hukum pidana,
tujuan hukum pidana, peristiwa hukum pidana,
sistematika hukum pidana, asas-asas dalam hukum
pidana, jenis-jenis hukuman dalam pidana, ruang
lingkup berlakunya hukum pidana, penggolongan
bentuk kejahatan tindak pidana, alasan penghapus
tindak pidana.
BAB III
PENUTUP
Dalam bab ini, berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber yang didapat untuk
memenuhi dan menyelesaikan makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI HUKUM PIDANA MENURUT BEBERAPA PAKAR HUKUM
Beberapa pendapat pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai Hukum
Pidana, antara lain sebagai berikut:
1.
POMPE, menyatakan bahwa hukum pidana adalah kesseluruhan
aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan yang dapat dihukum
dan aturan pidananya.1
2. SIMONS, Hukum pidana dibagi menjadi hukum pidana objektif
atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti
subjektif atau strafrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam
arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga
disebut
sebagai
hukum
positif
atau ius
poenale.
Simons
merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai:
1.
Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara
diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak
ditaati;
2.
Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat
untuk penjatuhan pidana, dan;
3.
Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk
penjatuhan dan penerapan pidana.
Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan
secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:
Dalam arti luas:
Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan
atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;
Dalam arti sempit:
Hak
untuk
menuntut
perkara-perkara
pidana,
menjatuhkan
dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang
dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan peradilan. Jadi ius puniendi
adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius
1 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 4
3
puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan
alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan
melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan
dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana. Dengan kata
lain, ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.
3. W.F.C. VAN HATTUM, Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari
asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu
masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai
pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya
tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan
pelanggaran
terhadap
peraturan-peraturannya
dengan
suatu
penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.
Beberapa pendapat pakar hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana,
antara lain sebagai berikut:
1. R. SOESILO, Hukum Pidana adalah perasaan tidak enak / sengsara
yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada orang yang telah
melanggar UU Hukum Pidana.
2. E. MOELJATNO, Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar
dan aturan-aturan untuk :
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi
yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar
larangan tersebut
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan2
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.
3. F. WIRJONO PRODJODIKORO, hukum pidana adalah peraturan
hukum mengenai pidana. Kata
“pidana” berarti hal yang
2 Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli dari
http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal
11 Mei 2017 Pukul 19.01
4
“dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya
dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.3
Jadi, Hukum Pidana adalah keseluruhan norma-norma hukum yang
mengatur perbuatan apa yang dilarang dan sanksi apa yang di ancamkan
atas larangan tersebut.
II.2 PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut :
1. Hukum Pidana Obyektif (ius punale) dan Hukum Pidana
Subyektif (ius puniendi).
A. Hukum Pidana Obyektif (ius punale)
Hukum pidana obyektif (ius punale) adalah hukum pidana yang
dilihat dari aspek larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang
disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar
larangan tersebut. Jadi hukum pidana obyektif memiliki arti yang
sama dengan hukum pidana materiil. Sebagaimana dirumuskan
oleh Hazewinkel Suringa, ius punale adalah sejumlah peraturan
hukum yang mengandung larangan dan perintah dan keharusan
yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana bagi si
pelanggarnya.4
Hukum pidana obyektif dibagi dalam :
a. Hukum Pidana Materiil ialah semua peraturan-peraturan yang
menegaskan :
Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.
Siapa yang dapat dihukum.
Dengan hukuman apa menghukum seseorang.
Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa,
dan bagaimana orang dapat dihukum. Jadi Hukum Pidana
Materiil ialah
peraturan-peraturan
hukum
atau
perundang-
undangan yang berisi penetapan mengenai perbuatan-perbuatan
3 Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli dari
http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal
11 Mei 2017 Pukul 19.03
4 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 19.05
5
apa saja yang dilarang untuk dilakukan (perbuatan yang berupa
kejahatan/pelanggaran), siapa sajakah yang dapat dihukum,
hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku
kejahatan/pelanggaran tersebut dan dalam hal apa sajakah
terdapat pengecualian dalam penerapan hukum ini sendiri dan
sebagainya.
b. Hukum Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana ialah
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana cara
pelaksanaan/penerapan Hukum Pidana Materiil dalam praktek
hukum sehari-hari menyangkut segala hal yang berkenaan dengan
suatu perkara pidana, baik didalam maupun di luar acara sidang
pengadilan (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materiil).
Hukum Acara Pidana terkumpul atau diatur dalam Reglemen
Indonesia yang di baharui disingkat dahulu R.I.B. (Herziene
Inlandsche Reglement = H.I.R.) yang sekarang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tahun 1981.5
Secara sederhana, hukum pidana materiil dapat pula diartikan
sebagai aturan hukum yang menetapkan perbuatan-perbuatan
apakah yang pembuatnya dapat dihukum, siapa-siapakah yang
dapat dihukum, dan ancaman sanksi pidana apakah yang dapat
dijatuhkan terhadap pembuat tindak pidana, contohnya KUHP.
Adapun hukum pidana formil diartikan sebagai aturan hukum
pidana yang mengatur tentang proses peradilan pidana atau dapat
diartikan sebagi aturan hukum pidana yang dibentuk untuk
mempertahankan dan menegakkan hukum pidana materiil,
contohnya KUHAP.6
B. Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi).
Hukum pidana subyektif (ius puniendi) ialah hak dari negara
atau alat-alat
perlengkapannya
untuk
mengenakan
atau
mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu. Hukum
5 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.47
6 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus (hal. 26)
6
pidana subyektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan
dari hukum pidana obyektif terlebih dahulu.
Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan
oleh negara yang berarti bahwa tiap orang dilarang untuk
mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindak
pidana (perbuatan melanggar hukum = delik). Hukum pidana
subyektif sebagai
aspek
subyektifnya
hukum
pidana,
merupakan aturan yang berisi atau mengenai hak atau
kewenangan negara :
1. Untuk
menentukan
larangan-larangan
dalam
upaya
mencapai ketertiban umum.
2. Untuk memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana
yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si
pelanggar larangan tersebut.
3. Untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh
negara pada si pelanggar hukum pidana tadi.7
2.
Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus.
a. Hukum Pidana Umum
Hukum pidana umum ialah hukum pidana yang berlaku
terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga di
seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan. Hukum
pidana umum secara definitif dapat diartikan sebagai
perundang-undangan pidana yang berlaku umum yang
tercantum dalam KUHP serta perundangan-undangan yang
merubah dan menambah KUHP.
b. Hukum Pidana Khusus
Hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang berlaku
khusus untuk orang-orang yang tertentu. Hukum pidana
khusus sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang
memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam
perundang-undangan khusus, diluar KUHP baik perUU
7 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.53
7
Pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana
(ketentuan yang menyimpang dari KUHP).
Contoh:
Hukum
Pidana
Militer,
berlaku
khusus
untuk
anggota militer dan mereka yang dipersamakan
dengan militer.
Hukum
Pidana
Pajak,
berlaku
khusus
untuk
perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib
pajak).8
3. Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional.
a. Hukum Pidana Nasional adalah Hukum Pidana yang dibentuk
oleh Negara tertentu, yang ruang lingkup berlaunya hanya
terbatas dalam yurisdiksi negara tersebut, misalnya KUHP,
KUHAP, dan undang-undang lain yang memuat ketentuan
pidana.
b. Hukum Pidana Internasional adalah hukum pidana yang
dibentuk oleh masyarakat internasional melalui organ-organ
PBB yang berlaku secara internasional. Hukum Pidana
Internasional antara lain dapat ditemukan dalam Statuta
Roma yang dibentuk untuk mengadili pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.9
II.3 TUJUAN HUKUM PIDANA
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan
perbuatan yang tidak baik.
Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan
tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam
kehidupan lingkunganya
8 Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html,
Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.53
9 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus (hal. 27-28)
8
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi
individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Sebaliknya menurut
aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi
masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana
harus memerhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran
ini mendapat pengaruh dari perkembangan kriminologi.
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna
pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di
samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
II.4 PERISTIWA HUKUM PIDANA
Peristiwa Pidana atau Delik
Tindak pidana ialah suatu perbuatan / rangkaian perbuatan
yang dilakukan oleh manusia, yang bertentangan dengan kaedahkaedah Hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana. Tindak
Pidana sering juga disebut dengan perbuatan pidana / peristiwa
pidana atau dalam istilah asing, disebut dengan (Delict). Menurut
Prof.
Mulyanto,
S.H. Strafbaarfeit adalah
Perbuatan
Pidana. Strafbaarfeit yaitu perbuatan manusia yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang, yang dapat
dilakukan
oleh
seseorang
yang
dipertanggungjawabkan. Strafbaarfeit juga
merupakan
dapat
kelakuan
orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum,
yang
patut
dipidana
(strafwaardig)
dan
dilakukan
dengan
kesalahan.Suatu peristiwa hukum dapat dikatakan sebagai tindak
pidana apabila, Suatu peristiwa hukum tersebut telah memenuhi
unsur obyektif dan unsur subyektif.10
Unsur Obyektif dan Unsur Subyektif tersebut ialah:
1. Unsur obyektif, yaitu adanya suatu tindakan (perbuatan) yang
bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh
10 Peristiwa Hukum Pidana dari http://rudihendrawan93.blogspot.co.id/2013/07/makalah-peristiwahukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 20.53
9
hukum dengan ancaman pidananya. Menjadi titik utama dari
pengertian obyektif ini adalah tindakannya.
2. Unsur subyektif, yaitu adanya perbuatan seseorang atau
beberapa orang yang berakibat pada hal yang tidak dikehendaki
oleh undang-undang. Menjadi titik utama dari pengertian
subyektif ini adalah adanya seseorang atau beberapa orang
yang melakukan tindakan.
Adapun syarat yang harus dipenuhi sebagai unsur obyektif dan
subyektif dalam suatu peristiwa pidana adalah sebagai berikut:
Harus ada perbuatan orang / beberapa orang. dimana
perbuatan itu dapat dipahami orang lain sebagai sesuatu
yang merupakan peristiwa.
Perbuatan itu harus bertentangan dengan Norma Hukum
Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang disebutkan
dalam ketentuan hukum
Harus
terbukti
ada
dipertanggungjawabkan
Harus tersedia ancaman hukuman terhadap perbuatan yang
kesalahan
yang
dapat
dilakukan yang termuat dalam peraturan-peraturan hukum
yang berlaku.
II.5 SISTEMATIKA HUKUM PIDANA
Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam
sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak
yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang, hukum
pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannnya
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal
dari zaman pemerintah penjajahan Belanda.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri atas 569 pasal,
secara sistematik dibagi dalam:
Buku 1 : Memuat tentaang Ketentuan – ketentuan Umum (Algemene
Leerstrukken Bapalengen) Pasal 1-103.
Buku 2 : Mengatur tentang Kejahatan (Misdrijven) Pasal 104 - 488
10
Buku 3 : Mengatur tentang Pelanggaran (Overstrdingen) Pasal 489 –
569.
Menurut Rancangan KUHP tahun 2006, terdiri dari 2 buku:
Buku 1 : Memuat tentang Ketentuan Umum (Pasal 1 – 208).
Buku 2 : Memuat tentang Tindak Pidana (Pasal 209 – 272)11
II.6 ASAS – ASAS DALAM HUKUM PIDANA
Asas-asas Hukum Pidana menurut tempat :
1. Asas Teritorial
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang
menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan
tindak pidana didalan kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di
dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau
berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu
Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan
pidana.
2. Asas Personal (Nasionaliteit aktif)
yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-jahatan
meskipun terjadi di luar Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum
pidana Indonesia, apabila pelaku kejahatan yang hanya dapat
dikenakan hukum pidana Indonesia—-sedangkan perbuatan pidana
yang dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang telah
menghapus hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan
pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP.
11 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 18 – 19.
11
3. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)
Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa
setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya
atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya
berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu
tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang
dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
1.
Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan
negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan
barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan
Martabat kepala negara RI;
2.
Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;
3.
Keamanan perekonomian;
4.
Keamanan
uang
Negara,
nilai-nilai
dari
surat-surat
yang
dikeluarkan RI;
5.
Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan
Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap
negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau
kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa
setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak
tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang
dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
1.
Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan
negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan
barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan
Martabat kepala negara RI
2.
Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;
3.
Keamanan perekonomian
4.
Keamanan
uang
Negara,
nilai-nilai
dari
surat-surat
yang
dikeluarkan RI
5.
Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan
12
4. Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana dapat dituntut undang-undang hukum
pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk kepentingan hukum
bagi seluruh dunia. Asas ini melihat hukum pidana berlaku umum,
melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah
kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan
menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari
kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal
kejahatan ini perlu dicegah dan diberantas.
5. Asas Legalitas
Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP:
“Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan
pidana
dalam
perundang-undangan
yang
telah
ada,
sebelum
perbuatan dilakukan” Dalam bahasa Latin: ”Nullum delictum nulla
poena sine praevia legi poenali”, yang dapat diartikan harfiah dalam
bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Sering juga dipakai istilah
Latin: ”Nullum crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan:
”Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas”.
Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga
pengertian :
1.
Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan
undang-undang.
2.
Untuk
menentukan
adanya
perbuatan
pidana
tidak
boleh
digunakan analogi (kiyas).
3.
Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
6. Asas transitoir
13
Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum
pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-undang
7. Asas retroaktif
Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut.
Artinya hukum yang baru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan
pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang hukum tersebut
mengatur perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM
berat.12
II.7 JENIS-JENIS HUKUMAN DALAM PIDANA
Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat
dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dimana
hukuman yang akan dijatuhkan.13
Pidana terdiri atas:
1. Pidana Pokok:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Kurungan
d. Denda
2. Pidana Tambahan:
a. Pencabutan hak – hak tertentu
b. Perampasan barang – barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim14
12 Asas-Asas dalam Hukum Pidana dari https://masalahukum.wordpress.com/2013/09/01/asasasas-dalam-hukum-pidana/, pada tanggal 11 mei 2017 pukul 20.56
13 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 117
14 Andi Hamzah, KUHP, Edisi Revisi, 2016, hal. 6.
14
1. Pidana Pokok
a. Pidana Mati
Sejak zaman dahulu telah dikenal dengan hukuman mati, baik pada
zaman hukuman Romawi, Yunani, Jerman. Pelaksanaan hukuman mati
pada waktu tersebut adalah sangat kejam, terutama pada zaman Kaisar
Romawi, cukup terkenal sejarah zaman Nero yang ketika itu banyak
dijatuhkan pidana mati pada orang Kristen dengan cara mengikatnya
pada suatu tiang yang dibakarnya sampai mati. Adanya Pidana mati
menimbulkan pro dan kontra. Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan
ditembak sampai mati, Cara-cara pelaksanaan untuk terpidana justiabel
peradilan sipil diatur dalam pasal 2 sampai pasal 16 Undang-undang No.
2 Pnps Tahun 1964, sedang untuk terpidana yustiabel peradilan militer
diatur dalam pasal 17. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 2 Pnps
Tahun 1964, ketentuan dalam Pasal 11 KUHP sudah tidak berlaku.15
b. Pidana Penjara
Pidana Penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan
kemerdekaan. Ada beberapa sistem dalam pidana penjara, yaitu :
1. Pensylvanian System: Terpidana menurut sistem ini dimasukkan
kedalam sel-sel tersendiri, ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar
maupun sesama narapidana, ia tidak boleh bekerja di luar sel satusatunya pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan
kepadanya. Karena pelaksanaannya dilakukan di sel-sel maka disebut
juga Cellulaire System.
2. Auburn System: Pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara
tersendiri-sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan
narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara dengan Silent
System.
3. Progressive System: Cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini
adalah bertahap, biasa disebut dengan English / Ire System.
c. Pidana Kurungan
15 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 117-118
15
Pidana Kurungan ini juga merupakan salah satu bentuk pidana
perampasan kemerdekaan, akan tetapi pidana kurungan ini dalam
beberapa hal lebih ringan daripada pidana penjara. Ketentuan-ketentuan
tersebut adalah sebagai berikut
1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole. Yang artinya mereka
mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat
tidur sendiri atas biaya sendiri/ Pasal 23 KUHP.
2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan tetapi
lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/ Pasal 19 KUHP
3. Meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu tahun. Maksimum ini
boleh sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana,
karena perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52 atau Pasal 52 a
(Pasal 18 KUHP )
4, Apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana
masing-masing di situ tempat permasyarakatan, maka terpidana harus
terpisah tempatmya. (Pasal 28 KUHP)
5. Pidana
kurungan
biasanya
dilaksanakan
di
dalam
daerahnya
terpidananya sendiri /biasanya tidak di luar daerah yang bersangkutan.
d. Pidana Denda
Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang
untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya
dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana denda
adalah Rp. 0,25 x 15, meskipun tidak ditentukan secara umum melainkan
dalam pasa-pasal tindak pidana yang bersangkutan dalam Buku I dan
Buku II KUHP. Di luar KUHP biasanya ditentukan dalam pasal yang
mendahuluinya.
Jika terpidana tidak mampu untuk membayar pidana denda yang
dijatuhkan kepadanya, maka dapat diganti dengan pidana kurungan.
Pidana ini kemudian disebut pidana kurungan pengganti, maksimal
pidana kurungan pengganti adalah 6 bulan, dan boleh menjadi 8 bulan
16
dalam hal terjadi pengulangan, perbarengan atau penerapan Pasal 52
atau Pasal 52 a KUHP.
Untuk beberapa perundang-undangan hukum pidana ketentuan dalam
Pasal 30 ayat 2 KUHP tidak diterapkan. Hal ini terutama ditentukan
kepada penyelesaiannya diharapkan untuk kelancaran pengisian kas
negara (Pasal 14 Undang - undang Tindak Pidana Ekonomi).16
b. Pidana Tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
Hal
ini
diatur
dalam
pasal
35
KUHP
yang
berbunyi:
(1) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam
hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam
undang-undang umum lainnya, ialah
Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;
Masuk balai tentara;
Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan
karena undang-undang umum;
Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau
pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang
bukan ankanya sendiri;
Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya
sendiri;
Melakukan pekerjaan tertentu;
(2) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya
apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang
semata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.
2. Perampasan Barang Tertentu
Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang
yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik
terpidana yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau
barang
milik
terpidana
yang
digunakan
untuk
melaksanakan
16Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 120 - 123.
17
kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan
kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan
kejahatan,
boleh
dirampas.
(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan
tidak dengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran dapat juga
dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan
oleh
undang-undang.
(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yang
bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi
hanyalah
atas
barang
yang
telah
disita.
3. Pengumuman Putusan Hakim
Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada
khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebih
berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim
dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas
biaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusan
hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).17
II.8 RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan
peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana, dan Sikap tindak yang
dapat dihukum/dikenai sanksi .
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan
dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan.
Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempunyai arti penting bagi
penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang
berlakunya hukum pidana menurut waktu dapat dilihat dari Pasal 1 KUHP
yang berbunyi :
17 Jenis-Jenis hukum pokok dalam pasal 10 KUHP dari
http://fhunmarabit.blogspot.co.id/2010/01/jenis-jenis-hukum-pokok-pasal-10.html, pada tanggal 12
Mei 2017 pukul 20.25
18
1.
Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, melainkan atas kekuatan
ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari pada
perbuatan itu.
2.
Jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka
pada tersangka dikenakan ketetuan yang menguntungkan baginya.
Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat
mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya
hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana.
Berlakunya hukum pidana menurut tempat ini dapat dibedakan menjadi
empat asas yaitu: asas teritorialitateit, asas personaliteit, asas perlindungan
atau asas nasionaliteit pasif, dan asas universaliteit. Ketentuan tentang asas
berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai dengan
Pasal 9 KUHP.18
I. PENGGOLONGAN BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA
Penggolongan berbagai tindak pidana dalam KUHP merupakan
kehendak dari pembentuk undang-undang untuk membedakan jenis-jenis
tindak pidana yang satu dengan yang lain. Penggolongan jenis tindak pidana
tersebut dimaksudkan, mengingat begitu banyaknya jenis tindak pidana yang
merumuskan dalam KUHP. Secara prinsip, penggolongan berbagai tindak
pidana dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukum yang ingin
dilindunginya, penggolongan tindak pidana dalam KUHP selalu didasarkan
pada kepentingan hukum yang ingin diberikan perlindungan.
1. Penganiayaan
secara
umum,
tindak
pidana
terhadap
tubuh
pada
KUHP
disebut
“penganiyaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh
manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari
perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang
sedemikan rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.
Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja (penganiayaan)
dapat dibedakan menjadi 5 macam yakni:
Penganiayaan biasa (Pasal 351)
18 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana dari http://alviprofdr.blogspot.co.id/2010/11/ruang-lingkup-berlakunya-hukumpidana.html, pada tanggal 13 Mei 2017 pukul 20.41
19
Disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap
ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang
bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan. Mengamati
Pasal 351 KUHP maka ada 4 jenis penganiayaan biasa, yakni:
Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat
maupun kematian dan dihukukm dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya tiga ratus rupiah. (ayat 1)
Penganiyaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun (ayat 2)
Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun (ayat 3)
Penganiayaan berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)19
Penganiayaan Ringan (Pasal 352 KUHP)
Hal ini diatur dalam Pasal KUHP. Menurut pasal ini, penganiayaan ringan
ini ada dan diancam maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda
tiga ratus rupiah apabila tidak masuk dalam rumusan pasal 353 dan 356,
dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan
atau pekerjaan. Hukuman ini bisa ditambah dengan sepertiga bagi orang
yang melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja
padanya atau yang ada di bawah perintah. Penganiyaan tersebut dalam
Pasal 352 ayat 1 KUHP yaitu suatu penganiayaan yang tidak menjadikan
terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.
Penganiyaan Berencana (Pasal 353 KUHP)
Pada penganiayaan berencana, ada pemisahan antara timbulnya
kehendak/diambilnya keputusan untuk bebruat dengan pelaksanaan
perbuatan.
Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)
Hal ini diatur oleh pasal 354 KHUP. Perbuatan berat atau dapat disebut
juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan
sengaja oleh orang yang menganiaya.
Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)
19 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 5
20
Kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan berat dan
penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi
secara serentak/bersama. Oleh karena itu harus terpenuhi baik unsur
penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. 20
Penganiayaan Memberatkan Hukuman (Pasal 356 KUHP)
Terdapat dua hal yang dapat memberatkan berbagai penganiayaan
diatas, yaitu: kualitas korban dan cara atau modus penganiayaan.
Penganiayaan Dengan Hukuman Tambahan (Pasal 357 KUHP).
Merupakan tambahan hukuman yang diatur dalam Pasal 357 KUHP yang
menyatakan bahwa, “Pada waktu menjatuhkan hukuman terhadap
kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 353 dan 355 KUHP, dapat
dijatuhkan hukuman pencabutan hak sebagaimana Pasal 35 nomor 1
sampai dengan 4”.
Turut Serta Dalam Penyerangan Atau Perkelahian
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 358 KUHP. Jika dirinci dari
rumusan Pasal 358, unsur-unsur dari turut serta dalam penyerangan
perkelahan ini terdiri dari dua unsur yaitu unsur obyektif dan unsur
subyektif.21
2. Pembunuhan
Tindak pidana terhadap nyawa di sini, akibat yang timbul adalah
hilangnya nyawa orang atau matinya orang lain. Tindak pidana ini
dinamakan tindaka pidana pembunuhan, akibat yang timbul merupakan
syarat yang mutlak.22 Perbuatan yang dilarang adalah akibat hilangnya
nyawa orang lain, bukan cara-cara yang dilakukan seseorang untuk
menghilangkan
menganiaya,
nyawa
orang.
mencekik,
Apakah
memberi
dengan
racun
pada
cara
memukul,
minuman
dan
menenggelamkan dalam laut ataua dalam air dan lain sebagainya. Jika
akibat perbuatan yang dilakukan seseorang itu tidak menimbulkan
matinya
orang
lain,
maka
perbuatan
itu
merupakan
percobaan
pembunuhan.
20 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 5-6
21 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 9-11
22 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 15
21
Secara umum bentuk kejahatan terhadap nyawa dapat dikelompokam
menjadi tiga jenis dalam KUHP:
a. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Sengaja
Tindak Pidana Pembunuhan Biasa
Tindak Pidana Pembunuhan Disertai Perbuatan Laintindak Pidana
Pembunuhan Yang Direncanakan
Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak
Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak Yang Direncanakan
Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Anak
Tindak Pidana Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri
Tindak Pidana Menghasut Untuk Bunuh Diri
Tinda Pidana Terhadap Gugurnya Kandungan
Tindak Pidana Terhadap Gugurnya Kandungan Tanpa Izin
Tindak Pidana Gugurnya Kandungan Atas Izin Perempuan
Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Tabib
b. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Tidak Sengaja
tindak pidana ini dilaukan dengan tidak sengaja atau karena
kelalaiannya mengakibatkan matinya orang lain. Jenis tindak pidana ini
juga merupakan tindak pidana terhadap nyawa. Berbeda dengan
tindak pidana yang sengaja, terdiri dari beberapa bentuk, tindak pidana
yang dilakukan tidak dengan sengaja ini hanya ada satu bentuk.
Tindak pidana ini dikenal dengan istilah (culpa delict) yaitu karena
kelalalain atau kealpaan mengakibatkan matinya orang lain.
Karena Kelalaiannya Membuat Mati Orang Lain.
Karena Kelalaiannya Membuat Orang Luka Berat
Karena Kelalaian Dalam Jabatannya, Membuat Orang Mati.23
3. Pencurian
Tindak pidana pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda di
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari peristiwa ini sering terjadi.
Kejahatan terhadap harta benda bahkan terbesar diantara jenis-jenis
kejahatan yang mengganggu kepentingan manusia dalam menjalankan
23 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 16-37
22
aktivitasnya, bahkan menganggu ketentraman dan keamanan dalam
masyarakat.
a. Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok
Tindak pidana pencurian sebagaiamana ditelah diatur dalam Bab XXII,
Pasal 362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk pokok. Adapun
unsur-unsurnya, yaitu unsur “obyektif” ada perbuatan mengambil, yang
diambil sesuatu barang tersebut seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain. Ada “perbuatan” dan perbuatan itu dilarang oleh undangunang, apabila dilanggar akan mendapat sanksi pidana berupa
penjara. Sedangkan unsur “subyektif” yaitu dengan maksud untuk
memiliki secara melawan hukum.
b. Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan
pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP,
prinsip unsur-unsur yang terkandung pasa ini sama dengan unsurunsur dalam pasal 362 pencurian pokok. Dalam pasal ini ada unsur
pemberatan, yang ancaman hukuman lebih berat yaitu penjara
selama-lamanya 7 tahun.
c. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan
Tindak pidana Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365.
Unsur-unsur dalama Pasal 365, yaitu semua unsur yang telah
diuraikan dalam pasal 363 ayat 1, kecuali unsur di jalan umum, di
dalam kereta api atau term yang sedang berjalan.
d. Tindak Pidana Pencurian Dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP)24
4. Pemerasan Dan Pengancaman
Tindak pidana pemerasan dan oengancaman suatau tindakan oleh pelaku
yang disertai kekerasan dan ancaman terhadap seseorang dengan maksud
agar seseorang yang menguasai barang dengan mudah untuk menyerahkan
sesuatu barang yang dikuasai dibawah kekerasan dan ancaman, seseorang
menyerahkan barang tidak ada jalan lain kecuali untuk menyerahkan
sesuatu barang kepada pelaku kekerasan dan dengan disertai ancaman.
24 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 39-46
23
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diatur dalam Bab
XXII, Pasal 368-371 KUHP).25
5. Penggelapan
Tindak pidana penggelapan telah diatur dalam bab XXIV (Buku II) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 372 – 377 KUHP). Selain
diatur dalam Bab XXI, terdapat rumusan penggelapan, yaitu pasal 415 dan
417 yang merupakan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang sudah
dimassukkan ke dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Oleh
karenanya dimuat dalam bab tentang kejahatan dalam jabatan (Bab XXVIII).
Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bentuk Pokok
Tindak Pidana Penggelapan Ringan
Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan
Tindak Pidana Penggelapan Berkaitan Dengan Wasiat26
6. Penipuan
Tindak pidana penipuan telah diatur Bab XXV Buku II Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) memuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan
dalam 20 Pasal. Di antara bentuk-bentuk penipuan itu memiliki nama sendiri
yang khusus. Yang dikenal sebagai penipuan adalah kejahatan yang
dirumuskan di dalam Pasal 378 s/d 395.27
J. ALASAN PENGHAPUS PIDANA
Ketika kita membicarakan masalah tindak pidana dalam bab
sebelumnya, seorang pelaku delik dapat dijatuhi jika terdapat hubungan
antara perbuatan criminal pidana (criminal act) tanpa alasan pembenar
dan pertanggungjawaban kriminal/pidana tanpa alasan pemaaf.28
1. Alasan Pembenar
Alasan pembenar ini bersifat mengahapuskan sifat melawan hukum dan
perbuatan yang di dalam KUHP dinyatakan sebagai dilarang. Karena sifat
melawan hukumnya dihapuskan, maka perbuatan yang semula melawan
25 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 47
26 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 51
27 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2,
Surabaya, hal. 57
28 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 125
24
hukum itu menjadi dapat dibenarkan, dengan demikian pelakunya tidak
dipidana. Alasan pembenar ini kita jumpai di dalam:
Perbuatan yang merupakan pembelaan darurat (Pasal 49 ayat 1
KUHP)
Perbuatan untuk melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50
KUHP).
Perbuatan melaksanakan perintah jabatan dari penguasa yang sah
(Pasal 51 ayat 1 KUHP)
2. Alasan Pemaaf
Alasan pemaaf ini menyangkut pertanggungjawaban seseorang terhadap
perbuatan pidana yang telah dilakukannya atau criminal responbility.
Alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik
atas dasar beberapa hal. Alasan ini dapat kita jumpai di dalam hal orang
itu melakukan perbuatan dalam keadaan:
Tidak dipertanggungjawabkan (ontoerekeningsvaatbaar)
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess)
Daya paksa (overmacht)
3. Alasan Penghapus Tuntutan
Kecuali
adanya alasan pembenar yang menghilangkan sifat melawan
hukumnya
perbuatan
dan
alasan
pemaaf
yang
menghilangkan
pertanggungjawaban pidana pelaku yang dengan demikian menghapus
pemidanaan terhadap pelaku, terdapat pula alasan yang mendahului
alasan penghapus pidana tersebut. Jika alasan ini dapat diterima maka
jaksa tidak dapat melakukan penuntutan.
Alasan-alasan itu adalah : Alasan dengan tempat belakunya KUHP (locus
delicti). Ini menjawab pertanyaan apakah perbuatan yang dilakukan oleh
tersangka berada di dalam ruang lingkup kawasan KUHP. Kita harus
mengingat Pasal 2 - 8 KUHP. Jika memang perbuatan itu dilakukan dalam
pasal tersebut di atas, maka penuntutan tidak dapat dilakukan.
4. Alasan Penghapus Pidana
M.v.t menyebutkan dua alasan pidana, yaitu:
Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak
pada
diri
orang
itu
(inwendig).
Alasan
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan seseorang yang melakukan tindak pidana
yang terletak pada diri orang, soal ini diatur dalam Pasal 44 KUHP,
25
dan menurut pasal ini seseorang tidak dapat dihukum, karena
jiwanya dihinggapi oleh suatu penyakit atau jiwanya tidak tumbuh
dengan sempurna.
Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak
di luar orang itu (uitwendig).
Dalam
hal
ini,
sebab-sebab
seseorang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya itu terletak di luar pelaku.
Hal-hal ini diatur dalam:
a. Pasal 48 KUHP (overmacht)
b. Pasal 49 KUHP (Noodwer)
c. Pasal 50 KUHP: Menjelaskan Undang-Undang.
d. Pasal 51 KUHP: Menjalankan perintah jabatan.
Alasan penghapus pidana yang khusus, ini hanya berlaku terhadap
beberapa delik tertentu, misalnya adalah seperti yang tercantum dalam:
a. Pasal 166 KUHP
b. Pasal 221 KUHP29
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hukum Pidana adalah keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur
perbuatan apa yang dilarang dan sanksi apa yang diancamkan atas
larangan tersebut. Hukum Pidana memiliki pembagian yaitu Hukum Pidana
Obyektif (ius punale) dan Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi), Hukum
29 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta, 2013, Edisi Revisi, hal. 126-131
26
Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus, Hukum Pidana Nasional dan
Hukum Pidana Internasional. Tujuan Hukum Pidana salah satunya adalah
untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan
yang tidak baik. Peristiwa Hukum Pidana adalah suatu perbuatan / rangkaian
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yang bertentangan dengan kaedahkaedah Hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana. Juga terdapat
sistematika hukum pidana, asas-asas dalam hukum pidana, Jenis-jenis
hukuman yang ada dalam pidana terdapat Pasal 10 KUHP yaitu Pidana
Mati, Penjara, Kurungan, dan Denda. Adapun ruang lingkup berlakunya
hukum pidana yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik
ataupun tindak pidana, dan sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi.
Penggolongan bentuk kejahatan tindak pidana adalah penganiayaan,
pembunuhan, pencurian, dll. Serta, alasan menghapus tindak pidana yaitu
adanya alasan pembenar, alasan pemaaf, alasan penghapus tuntutan,
alasan penghapus pidana.
III.2 Saran
Saran saya sebagai penulis dalam menyelesaikan makalah ini adalah bahwa
didalam hukum pidana sangatlah luas, dari pengertian hukum pidana sampai
kepada alasan penghapus pidana, yang menjelaskan bahwa hukum di
Indonesia
ini
penerapannya
masihlah
belum
harus
banyak
maksimal,
yang
banyak
harus
diperbaiki
ketidakrataan
dan
dalam
pelaksanaannya. Alangkah baiknya kita menjadikan hukum di indonesia kita
ini lebih baik lagi khususnya hukum pidana. Terlebih lagi jika kita sendiri yang
turut ambil bagian. Mencapai tujuan dari Hukum pidana itu sendiri. Dimana
keadilan dan kepastian hukum tetap mengikuti, sekian makalah saya kritik
dan saran saya terima.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Prasetyo Teguh (2013), Hukum Pidana Edisi Revisi, Yogyakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Gunadi Ismu, Efendi Jonaedi, Yahman (2011), Cepat & Mudah
Memahami Hukum Pidana, Surabaya: Prestasi Pustaka.
Renggong Ruslan (2016), Hukum Pidana Khusus, Jakarta:
Prenadamedia Group.
27
2. PERUNDANG – UNDANGAN
Hamzah Andi (2016). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta: Rineka Cipta.
3. SUMBER ELEKTRONIK
Dwi Keyen, Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para
Ahli
http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-
pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017
Anang Setiyo Wibowo, Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil,
http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-
pidana-materiil-dan-formil.html, Pada tanggal 11 Mei 2017
Rudi
Hendrawan,
Peristiwa
Hukum
Pidana,
http://rudihendrawan93.blogspot.co.id/2013/07/makalah-peristiwa-
hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017
Masalah
Hukum,
Asas-Asas
dalam
Hukum
Pidana,
https://masalahukum.wordpress.com/2013/09/01/asas-asas
dalam-hukum-pidana/, pada tanggal 11 mei 2017
Fahun Marabit, Jenis-Jenis hukum pokok dalam pasal 10 KUHP
http://fhunmarabit.blogspot.co.id/2010/01/jenis-jenis-hukumpokok-pasal-10.html, pada tanggal 12 Mei 2017
Alvin,
Ruang
Lingkup
Berlakunya
Hukum
Pidana
http://alviprofdr.blogspot.co.id/2010/11/ruang-lingkup-berlakunya-hukumpidana.html, pada tanggal 13 Mei 2017
MAKALAH
TEMA : HUKUM PIDANA
28
NAMA
: SIHOL MARITO MANALU
NIM
: 1610611085
MATA KULIAH : HUKUM PIDANA 1
DOSEN
: Dr. M. Ali Zaidan, SH., M. Hum
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang bertema ”Hukum pidana” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. M. Ali
Zaidan, SH., M. Hum selaku dosen dan Dinda Dinanti S.H., M.H selaku
asisten dosen mata kuliah Hukum pidana 1 UPNVJ dan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah
wawasan
serta
pengetahuan
kami.
Kami
juga
menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
29
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.
Jakarta, Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
I.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................1
I.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
I.3 Sistematika Penulisan................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
II.1 Definisi Hukum Pidana menurut beberapa Pakar Hukum.........................3
II.2 Pembagian Hukum Pidana........................................................................5
30
II.3 Tujuan Hukum Pidana...............................................................................8
II.4 Peristiwa Hukum Pidana...........................................................................9
II.5 Sistematika Hukum Pidana.....................................................................10
II.6 Asas-Asas Dalam Hukum Pidana............................................................11
II.7 Jenis-Jenis Hukuman Dalam Pidana.......................................................14
II.8 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana.............................................18
II.9 Penggolongan Bentuk Kejahatan Tindak Pidana....................................19
II.10 Alasan Penghapus Tindak Pidana.....