PENGADAAN TANAH UNTUK PROYEK PPP

PENGADAAN TANAH UNTUK PROYEK PPP
Oleh: Devri Radistya
Kelas 8D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Bintaro
email: devri.app@gmail.com
Abstrak – Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public
Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari
20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Permasalahan umum dari
tertundanya proyek-proyek KPS yang dilaksanakan di Indonesia adalah masalah kelembagaan, pengadaan
lahan, biaya, dan peraturan. Pengadaan lahan menjadi krusial apabila dilihat dari mayoritas proyek-proyek
KPS tertunda karena sulitnya melakukan pembebasan lahan. UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang mulai tahun 2013 diimplementasikan merupakan
terobosan pemerintah dalam menghilangkan bottleneck dalam pengadaan lahan.
Kata Kunci: pemerintah, public private partnership, KPS, pengadaan tanah
1.
2.
3.

PENDAHULUAN
4.

5.


1.1 Latar Belakang Masalah
Master Plan Percepatan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai
bagian
dari
inisiatif
ekonomi
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
dibuat karena melihat potensi Indonesia
sebagai salah satu kekuatan ekonomi
dunia. Salah satu indikatornya adalah
peningkatan PDB sekitar 5-6% per tahun
selama tiga tahun terakhir. Namun, proyek
- proyek MP3EI yang besar ternyata tidak
semua dibiayai oleh pemerintah, hanya
sekitar 30% dari pendanaan proyek
tersebut yang berasal dari pemerintah dari
proyek - proyek MP3EI yang bernilai Rp.
4.600 triliun (US $400 miliar) sampai

dengan tahun 2025. Sisanya dibiayai dari
BUMN ataupun campuran BUMNPemerintah
serta
melalui
skema
Kerjasama Pemerintah Swasta (Public
Private Partnership).
Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat
KPS atau dalam bahasa Inggris disebut
sebagai Public Private Partnership atau
disingkat PPP atau P3 adalah bentuk
perjanjian jangka panjang (biasanya lebih
dari 20 tahun) antara pemerintah, baik
pusat ataupun daerah dengan mitra swasta.
Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset
dari kedua belah pihak (pemerintah dan
swasta) bekerjasama dalam menyediakan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam
melakukan kerjasama ini risiko dan
manfaat potensial dalam menyediakan

pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi
kepada pemerintah dan swasta. Proyekproyek KPS yang ditawarkan oleh
pemerintah Indonesia kepada sektor

6.

swasta (baik pihak asing maupun lokal)
melalui Bappenas (Badan Perencanaan
dan
Pembangunan
Nasional)
dan
Kementerian Ekonomi. Hal yang penting
dari tujuan pemerintah Indonesia untuk
menjadi salah satu dari sepuluh negara
dengan ekonomi terbesar pada tahun 2025
sesuai dengan Masterplan Percepatan dan
Perluasan
Pembangunan
Ekonomi

Indonesia (MP3EI). Rencana besar yang
baru diluncurkan ini mencakup program
jangka panjang yang melibatkan kerja
sama antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah, badan usaha milik negara
(BUMN), dan sektor swasta. Sektor
swasta memiliki peran yang sangat
penting
karena
diharapkan
untuk
membiayai sebagian besar pertumbuhan
ekonomi Indonesia melalui proyek-proyek
KPS tersebut. Namun, sampai saat ini
kerangka
proyek
KPS
belum
menunjukkan hasil yang memuaskan
karena

terdapat
berbagai
macam
permasalahan.
Permasalahan
ini
disebabkan berbagai faktor, hal yang
penting adalah untuk membangun track
record yang baik yang menunjukkan
kemampuan untuk mewujudkan dan
mengelola proyek-proyek KPS sehingga
sektor
swasta
akan
mempunyai
kepercayaan terhadap proyek KPS di
Indonesia.
Pendekatan Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (KPS) sudah banyak dilakukan
dalam

membiayai
pembangunan
infrastruktur di berbagai negara seperti di
Lesotho, Filipina, Puerto Rico, dan
beberapa negara lainnya. Pada dasarnya
KPS dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan spesifik dari proyek. Beberapa

varian definisi KPS, antara lain, adalah
(Bult-Spiering and Dewulf, 2006):
7.
1. KPS sebagai reformasi
manajemen ketika fungsi pemerintahan
dan birokrasi mengalami perubahan dan
pencerahan dari interaksinya dengan
manajemen profesional yang biasanya
dimiliki oleh sektor swasta.
8.
2. KPS adalah kerjasama yang
melembaga dari sektor publik dan sektor

swasta yang bekerja bersama untuk
mencapai target tertentu ketika kedua
belah pihak menerima risiko investasi atas
dasar pembagian keuntungan dan biaya
yang dipikulnya.
9.
3. KPS adalah kerjasama antara
pemerintah dan swasta yang menghasilkan
produk atau jasa dengan risiko, biaya, dan
keuntungan
ditanggung
bersama
berdasarkan
nilai
tambah
yang
diciptakannya.
10. Laporan United Nations Development
Program
(2004),

United
Nations
Economic Commission for Europe (2008),
dan Asian Development Bank (2008), para
pihak KPS dapat dikategorikan menjadi 3
unsur, yaitu:
11.
1. Negara; berfungsi menciptakan
lingkungan politik dan hukum yang
kondusif.
12.
2.
Swasta;
mendorong
terciptanya lapangan pekerjaan dan
peningkatan pendapatan masyarakat.
13.
3.
Masyarakat;
mewadahi

interaksi sosial politik, memobilisasi
kelompok dalam masyarakat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi
sosial dan politik.
14. KPS di Indonesia bukan tanpa masalah,
terdapat beberapa ketentuan dan peraturan
pemerintah yang mengatur beberapa
aspek, seperti halnya penanaman modal
asing, pelestarian lingkungan hidup serta
penggunaan dan pembebasan tanah yang
masih belum mendukung iklim investasi
terutama pada pengadaan lahan. Proyek –
proyek yang tertunda karena pengadaan
lahan yang sulit antara lain pembangunan
PLTU 2x1.000 MegaWatt (MW) di
Kabupaten Batang, proyek kerjasama
pemerintah swasta (KPS) CikampekPalimanan, jalan tol Medan-Kualanamu,
dan proyek lainnya.
15. Pengadaan tanah merupakan perbuatan
pemerintah

untuk
mewujudkan
tersedianya tanah untuk digunakan dalam
berbagai kepentingan bagi pembangunan
untuk kepentingan umum. Prinsip dasar

dalam pengadaan tanah, demokratis, adil,
transparan, menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia, serta mengedepankan asas
musyawarah. Peradilan adalah pintu
terakhir dalam menghadapi kebuntuan
dalam musyawarah antara pemerintah
yang
memerlukan
tanah
dengan
masyarakat pemilik tanah. Pembangunan
untuk kepentingan umum menjadi salah
satu dasar bagi pemerintah untuk
melegitimasi dalam rangka melaksanakan

pengadaan tanah, karena pemerintah
memerlukan tanah untuk mewujudkan
pembangunan di segala bidang dan
ternyata dalam praktek di lapangan
ketersediaan tanah semakin terbatas,
akibatnya pengadaan tanah menjadi
terhambat dan pembangunan fisiknya
tidak dapat dilakukan sesuai jadwal yang
telah di tetapkan, dengan demikian
pemerintah dapat menderita kerugian yang
besar karena proyek yang akan dibangun
tertunda pengoperasiannya. Keuntungan
dan kerugian menjadi faktor utama bagi
pihak swasta dalam berinvestasi atau
mengerjakan suatu proyek dengan skema
KPS, track record yang kurang baik dalam
pengadaan lahan untuk proyek dengan
skema KPS ini membuat investor perlu
pertimbangan yang sulit dalam investasi
atau pengerjaan proyek ini.
16. KPS bertujuan agar dapat melayani
masyarakat dan demi kepentingan umum.
Doktrin kepentingan umum (Public
Purpose Doctrine) disampaikan oleh
Michael G Kitay.1 Beliau mengemukakan
bahwa untuk menentukan kepentingan
umum dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara, yaitu melalui penyusunan pedoman
umum (General Guide) dan ketentuanketentuan daftar (list provision). Dalam
model “General Guide”, Negara hanya
menyatakan bahwa pengadaan tanah
dibutuhkan untuk kepentingan umum.
Negara tidak perlu secara eksplisit
mengatur dan atau menentukan dalam
peraturan perundangundangannya tentang
bidang kegiatan apakah yang disebut
dengan kepentingan umum. Penentuan
apakah kegiatan itu terkualifikasi sebagai
kepentingan umum atau tidak menjadi
kewenangan pengadilan. Pengadilanlah
yang akan memutus secara kasuistis
apakah kegiatan itu masuk sebagai
kegiatan (pengadaan tanah) untuk
1

Michael G. Kitay, dalam Oloan Sitorus dan Dayat Limbong,
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan Pertama,
Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, h. 8.

kepentingan umum, tentunya dengan
mempertimbangkan seluruh aspek yang
terkait tidak saja kepentingan pemegang
hak atas tanah, tapi juga kepentingan
pemohon. Negara yang menggunakan
model “General Guide” ini adalah India
dan Amerika Serikat. Di India, kegiatankegiatan yang telah ditetapkan oleh
putusan pengadilan sebagai bidang-bidang
kegiatan pembangunan untuk kepentingan
umum, seperti yang dikemukakan oleh
Prakash Anggarwala, antara lain, misal
quarter for municipal servant (pusat-pusat
bagi pegawai pemerintah dan pusat
pendidikan
dan
latihan),
“seed
multiplication farm (ladang pembibitan),
roads (jalan-jalan), house sites for poor
people (tapak rumah untuk orang miskin),
serta house for government people
(rumah-rumah
untuk
pegawai
pemerintah).2 Model yang kedua (list
provision) yaitu model dimana Negara
mengidentifikasi dan menentukan dalam
peraturan perundangannya kegiatan kegiatan
apa
saja
yang
dapat
dikategorikan sebagai kepentingan umum.
Dalam praktik, kedua cara itu sering
ditempuh secara bersamaan.3 Negara
dalam peraturan perundangannya selain
menyatakan bahwa pengadaan tanah itu
dibutuhkan untuk kepentingan umum,
juga kemudian menyusun daftar bidang bidang kegiatan (list provision) yang dapat
dimasukkan dalam lingkup kepentingan
umum. Penyusunan list provision ini dapat
dilakukan secara luas (boarder), sempit
(narrower), dan campuran (composite).
Penyusunan secara luas jika dalam
bidang-bidang
kegiatan
tersebut
ditentukan dalam peraturan perundangan
secara garis besar, tanpa rincian, sehingga
memungkinkan setiap orang melakukan
interpretasi bahwa kegiatannya masuk
kategori kepentingan umum (Pasal 18
UUPA). Penyusunan secara sempit
dilakukan, jika bidang - bidang kegiatan
untuk kepentingan umum tersebut sudah
diatur sedemikian rinci, sehingga tidak
memungkinkan adanya interpretasi atau
munculnya bidang kegiatan baru sebagai
bidang kepentingan umum di luar yang
sudah ditentukan dalam peraturan
perundangan (lihat Perpres No. 65 Tahun
2006 jo Perpres No. 36 Tahun 2005).
2 Ibid.
3 Mohammad Hatta, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif
Negara Kesatuan, Media Abadi, Yogyakarta, 2005, h. 156.

Sedangkan model campuran dilakukan
apabila setelah rincian bidang-bidang
kegiatan kepentingan umum diatur dalam
peraturan perundangan, masih membuka
kemungkinan munculnya rumusan baru
tentang bidang kegiatan kepentingan
umum melalui penetapan dan atau
keputusan penguasa/Pemerintah (Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) Keppres No. 55
Tahun 1993).
17.
18.
1.2 Maksud dan Tujuan
 Untuk
mengetahui
bagaimana
permasalahan pengadaan lahan menghambat
KPS secara keseluruhan
19.
20. LANDASAN TEORI

21.
21.1Metode penelitian
22. Kajian mengenai pengadaan lahan
dilakukan dengan metode kepustakaan dan internet.
23.
24. 2.2 Landasan hukum
25. Landasan hukum yang digunakan undangundang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, Perpres No. 13 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67
Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur,
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
26.
27. HASIL DAN PEMBAHASAN
28.
29.
3.1. Permasalahan Umum
30. Permasalahan umum dari proyek-proyek
KPS yang dilaksanakan di Indonesia
adalah sebagai berikut:
31. 1.
Masalah
Pembebasan
Lahan
menghadapi
beberapa
permasalahan
yakni:
32.
-Masyarakat pemilik tanah,
33.
-Pemda baik Camat, Lurah, RW,
RT dan masyarakat adat serta pemimpin
adat.
34.
-Terdapat kepentingan politis
tertentu
di
daerah
tempat
akan
dibangunnya infrastruktur
35.
-Lahan-lahan yang dikuasai oleh
pemegang HPH (Hak Pengelolaan Hutan)
dan lahan yang dikuasai pemegang KP
(Kuasa Penambangan)
36.
-Lokasi yang belum dapat
dipastikan sehingga dapat menambah
biaya yang dikeluarkan oleh pengembang
diantaranya untuk biaya Amdal (Analisa

Dampak Lingkungan).
37. 2.Biaya;
pendanaan
khusus
yang
dialokasikan oleh Pemerintah untuk
pembebasan lahan bagi proyek-proyek
KPS
tidak
memadai
karena
perencanaannya tidak melihat pada situasi
aktual di lapangan. Beberapa negara asia
sasaran investasi seperti di Cina, India dan
Malaysia, pemerintah masing-masing
secara penuh menanggung biaya dari
pembebasan lahan dan menyiapkan lahan
bagi
proyek-proyek
infrastruktur
dinegaranya kemudian ditawarkan kepada
investor, sehingga investor dan kontraktor
hanya
mengurus
pembangunan
infrastruktur tanpa harus terlibat dalam
masalah pembebasan lahan. Sedangkan di
Indonesia permasalahan lahan harus
ditangani sendiri oleh investor apabila
dibandingkan dengan negara tetangga, hal
ini
menjadi
ketidakunggulan bagi
Indonesia.
38. 3. Peraturan: Perpres No. 13 Tahun 2010
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur menyatakan
bahwa seluruh tender pemerintah yang
diikuti dan dimenangkan oleh swasta
harus dilaporkan ke DPRD serta harus
diproses dan selesai oleh DPR selambatlambatnya 15 hari kerja, namun apabila
dilihat dari sisi di lapangan, dibutuhkan
sekurang-kurangnya 6 bulan untuk
menyelesaikan dan melaporkan proses
tender ke DPRD dan persetujuan untuk
proyek yang bersangkutan. Hal yang
terkait dengan permasalahan di peraturan
adalah
mengenai
Lelang
barang
pemerintah yang diikuti oleh BUMN atau
instansi pemerintah. Hal ini diatur melalui
Keppres No. 80 Tahun 2003, sedangkan
tender yang diikuti dan sebagian didanai
oleh swasta diatur melalui Perpres No. 13
Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan
Usaha
dalam
Penyediaan
Infrastruktur. Tender dalam rangka KPS
yang dilakukan baik oleh BUMN dan
swasta mitranya harus dilakukan pada saat
yang bersamaan, walaupun apabila
melihat kondisi di lapangan sulit untuk
mengatur agar waktu pelaksanaan tender
yang bersamaan karena kedua tender
diatur dalam aturan hukum yang berbeda.
39. 4. Masalah Kelembagaan; tidak ada
lembaga khusus yang dapat menjembatani

kepentingan termasuk perizinan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah maupun
dengan swasta serta antara instansi terkait
di Pusat dan Daerah sendiri. Proyekproyek dipilih yang mana yang patut
memperoleh
prioritas
kemudian
dilaksanakan oleh para developer dibawah
koordinasi Tim atau pun lembaga yang
akan dibentuk nantinya.
40.
41.
3.2. Reformasi UU pengadaan
tanah
42. Reformasi UU pengadaan tanah dilakukan
sejak Undang-Undang (UU) Nomor 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria atau UUPA
menggantikan UU pertanahan Belanda.
Undang-undang terkait pengadaan tanah
sendiri saat ini terdapat pada UU Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.
Perubahan-perubahan
yang
terdapat pada UU no 2 tahun 2012 ini
adalah pengadaan tanah dilakukan dalam
4 (empat) tahapan yaitu :
43. 1) Perencanaan;
44. 2) Persiapan;
45. 3) Pelaksanaan;
46. 4) Penyerahan Hasil.
47.
Tahapan yang diatur dalam
Undang-undang ini tidak diatur dalam
peraturan-peraturan terdahulu.
48. Peraturan Pengadaan Tanah untuk
kepentingan umum dalam undang-undang
pengadaan tanah telah terjadi reformasi
yang sangat fundamental dalam kegiatan
pengadaan tanah dan diharapkan undangundang ini mampu mengatasi persoalan
sosial yang terjadi selama ini, hal ini dapat
dimaknai dan dilihat dari aspek substansi
dari undang-undang nomor 2 tahun 2012
diantaranya :
1) Bahwa undang-undang No. 2 Tahun 2012
menetapkan 4 (empat) tahapan, sehingga
memberikan kejelasan pihak yang bertanggung
jawab dalam setiap tahapan, kegiatan-kegiatan
dalam setiap tahapan outputnya terukur, waktu
pelaksanaannya jelas, dengan demikian kegiatan
pengadaan tanah akan lebih terarah, terukur dan
memberikan kepastian yang lebih jelas.
2) Prinsip dasar pengadaan tanah adalah
musyawarah.
3) Keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan
dijamin keberadaannya.
4) Masyarakat dijamin untuk mendapatkan akses
informasi rencana pembangunan.
5) Adanya kesetaraan hukum bagi masyarakat
pemilik tanah.

6) Ploting
lokasi
pembangunan
haruslah
didasarkan atas kesepakatan masyarakat pemilik
tanah.
7) Objek pengadaan tanah terukur dan ada
kepastian hukum yang jelas.
8) Pemerintah tidak dapat campur tangan dalam
menetapkan besarnya nilai ganti rugi.
9) Hak keberatan pada tataran penetapan lokasi
dan penentuan besaran ganti rugi dijamin undangundang.
10)Putusan akhir lokasi pembangunan dan besaran
nilai ganti rugi berada pada badan peradilan.
11)Pengadaan tanah dilakukan pemerintah dan
dimiliki pemerintah, pembangunannya dapat
dilakukan oleh pihak swasta (KPS).
12)Adapun pembangunan yang dapat dilakukan
oleh pihak swasta meliputi :
a) Jalan Umum, Jalan Tol, Terowongan, Jalur
Kereta Api, dan Fasilitas Operasi Kereta Api.
b) Waduk, Bendungan, Bendung, Irigasi, Saluran
Air Minum, Saluran Pembuangan Air dan Sanitasi,
dan Bangunan Pengairan Lainnya.
c) Pelabuhan, Bandar Udara, dan Terminal.
d) Infrastruktur Minyak, Gas, dan Panas Bumi.
e) Pembangkit, Transmisi, Gardu, Jaringan, dan
Distribusi Tenaga Listrik.
f) Jaringan Telekomunikasi dan Informatika
Pemerintah.
g) Tempat Pembuangan dan Pengolahan Sampah.
h) Rumah Sakit Pemerintah atau Pemerintah
Daerah.
i) Fasilitas Keselamatan Umum
j) Tempat Pemakaman Umum Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
k) Fasilitas Sosial, Fasilitas Umum, dan Ruang
Terbuka Hijau Publik.
l) Cagar Alam dan Cagar Budaya.
m) Kantor Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
n) Penataan Pemukiman Kumuh Perkotaan atau
Konsolidasi Tanah, Serta Perumahan Untuk
Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dengan Status
Sewa.
o) Prasarana Pendidikan atau Sekolah Pemerintah
dan Pemerintah daerah.
p) Prasarana Olahraga Pemerintah atau Pemerintah
Daerah.
q) Pasar Umum dan Lapangan Parkir Umum.
49. Penerbitan UU no 2 tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah ini disusul oleh
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah
Bagi
Pembangunan
Untuk
Kepentingan Umum (“Perpres Pengadaan
Tanah”) pada tanggal 7 Agustus 2012.
Perpres Pengadaan Tanah tersebut berlaku
sejak tanggal ditetapkan. Selain itu,
Perpres mencabut Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah
Bagi
Pembangunan
Untuk
Kepentingan Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor
65 Tahun
2006
serta
peraturan
pelaksanaannya, kecuali untuk proses
pengadaan tanah. Kategori pengadaan
tanah selain untuk kepentingan umum
yang dilakukan dengan jual beli
sebagaimana
disebutkan
aturan
sebelumnya, merujuk pada Perpres No 65
tahun 2006 tidak ditemukan dalam UU no
2 Tahun 2012
50.
51.
3.3. UU Pengadaan Tanah Baru
vs Lama
52. Awalnya
pengadaan
tanah
untuk
kepentingan umum diatur oleh strata
perundangan yang lebih rendah yaitu,
Keppres 55 tahun 1994, Perpres 36 thn
2005 dan perubahannya, Perpres No. 65
tahn 2006. Pada tahun 2012 awal bulan
Januari, telah disahkan UU No. 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
yang mengatur secara lebih mendalam
mengenai hal tersebut. Terdapat perbedaan
yang cukup mendasar antara ketentuan
perundangan yang lama dan yang baru
(undang-undang). Perbedaan paling nyata
terdapat pada proses penetapan lokasi
hingga pemberian ganti kerugian.
Pengadaan tanah dilakukan dalam
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. perencanaan - Instansi yang memerlukan tanah
membuat perencanaan Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan
Umum
menurut
ketentuan
peraturan perundang-undangan. Perencanaan
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan prioritas pembangunan yang
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja
Pemerintah Instansi yang bersangkutan (yang
memerlukan tanah). Perencanaan Pengadaan
Tanah untuk Kepentingan Umum disusun dalam
bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah,
yang paling sedikit memuat: maksud dan tujuan
rencana pembangunan, kesesuaian dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Pembangunan Nasional dan Daerah, letak tanah,
luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum
status tanah, perkiraan waktu pelaksanaan
Pengadaan Tanah, perkiraan jangka waktu
pelaksanaan pembangunan, perkiraan nilai tanah;
dan
rencana
penganggaran.
Dokumen
perencanaan
Pengadaan
Tanah
disusun
berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, ditetapkan oleh Instansi yang
memerlukan tanah.diserahkan kepada pemerintah
provinsi.
b. persiapan Instansi yang memerlukan tanah
bersama pemerintah provinsi, berdasarkan
dokumen perencanaan Pengadaan Tanah
melaksanakan:
53. -Pemberitahuan rencana pembangunan
disampaikan kepada masyarakat pada rencana
lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum,
baik langsung maupun tidak langsung.
54. -Pendataan
awal
lokasi
rencana
pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan
data awal Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah dilaksanakan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil
pendataan awal lokasi rencana pembangunan
digunakan sebagai data untuk pelaksanaan
konsultasi publik rencana pembangunan.
55. -Konsultasi publik rencana pembangunan,
dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan
lokasi rencana pembangunan dari pihak yang
berhak. Konsultasi publik dilakukan dengan
melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat
yang terkena dampak serta dilaksanakan di
tempat rencana pembangunan kepentingan
umum atau di tempat yang disepakati. Pelibatan
pihak yang berhak dapat dilakukan melalui
perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh
pihak yang berhak atas lokasi rencana
pembangunan. Kesepakatan dituangkan dalam
bentuk berita acara kesepakatan. Atas dasar
kesepakatan, instansi yang memerlukan tanah
mengajukan permohonan penetapan lokasi
kepada gubernur. Gubernur menetapkan lokasi
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan
permohonan penetapan oleh Instansi yang
memerlukan tanah. Konsultasi publik rencana
pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari kerja. Apabila sampai
dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja
pelaksanaan
konsultasi
publik
rencana
pembangunan terdapat pihak yang keberatan
mengenai
rencana
lokasi
pembangunan,
dilaksanakan Konsultasi publik ulang dengan
pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja.
56. Apabila dalam konsultasi publik ulang
masih terdapat pihak yang keberatan mengenai
rencana lokasi pembangunan, instansi yang
memerlukan tanah melaporkan keberatan kepada
gubernur setempat. Gubernur membentuk tim
untuk melakukan kajian atas keberatan rencana
lokasi pembangunan. Tim terdiri atas:
57. a. Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat
yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;

58. b. Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan
Nasional
sebagai
sekretaris
merangkap anggota;
59. c. Instansi yang menangani urusan di
bidang perencanaan pembangunan daerah
sebagai anggota;
60. d. Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;
61. e. Bupati/wali kota atau pejabat yang
ditunjuk sebagai anggota; dan
62. f. Akademisi sebagai anggota.
63. Hasil kajian tim berupa rekomendasi
diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi
pembangunan dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya
permohonan
oleh
gubernur.
Gubernur,
berdasarkan
rekomendasi
tim
mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya
keberatan atas rencana lokasi pembangunan.
Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana
lokasi pembangunan, gubernur menetapkan
lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya
keberatan atas rencana lokasi pembangunan,
gubernur memberitahukan kepada Instansi yang
memerlukan tanah untuk mengajukan rencana
lokasi pembangunan di tempat lain. Setelah
penetapan lokasi pembangunan masih terdapat
keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan
lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya
penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara
memutus diterima atau ditolaknya gugatan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan
terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja dapat mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
64. Mahkamah Agung wajib memberikan
putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
Putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan
atau
tidaknya
pengadaan
tanah
bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.
Penetapan
lokasi
pembangunan
untuk
kepentingan umum diberikan dalam waktu 2
(dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1
(satu) tahun. Jika dalam jangka waktu penetapan
lokasi pembangunan untuk kepentingan umum
tidak terpenuhi, maka penetapan lokasi
pembangunan
untuk
kepentingan
umum
dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah
yang belum selesai pengadaannya.
65. Setelah penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum ditetapkan, Gubernur
bersama instansi yang memerlukan tanah

mengumumkan penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum. Pengumuman
dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada
masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan
dilaksanakan pembangunan untuk kepentingan
umum.
66. Bersamaan dengan telah diumumkannya
penetapan
lokasi
pembangunan
untuk
kepentingan umum, Pihak yang berhak hanya
dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada
instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga
pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan
memberikan ganti kerugian yang nilainya
ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan
lokasi
c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Berdasarkan
penetapan
lokasi
pembangunan
untuk
kepentingan umum yang telah ditetapkan,,
instansi yang memerlukan tanah mengajukan
pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga
pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah
meliputi:
67. a.
inventarisasi
dan
identifikasi
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah;
68. b. penilaian ganti kerugian;
69. c. musyawarah penetapan ganti kerugian;
70. d. pemberian ganti kerugian; dan
71. e. pelepasan tanah Instansi.
72. Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan,
Pemilikan,
Penggunaan,
serta
Pemanfaatan Tanah Inventarisasi dan
identifikasi
penguasaan,
pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah
dilaksanakan dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja, meliputi kegiatan:
73. - pengukuran dan pemetaan bidang per
bidang tanah;
74. - pengumpulan data pihak yang berhak
dan objek pengadaan tanah. Hasil
inventarisasi dan identifikasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah wajib diumumkan di kantor
desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan
tempat pengadaan tanah dilakukan dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja secara bertahap, parsial, atau
keseluruhan. meliputi subjek hak, luas,
letak, dan peta bidang tanah objek
pengadaan tanah.
75. Jika tidak menerima hasil inventarisasi,
Pihak yang berhak dapat mengajukan
keberatan kepada Lembaga Pertanahan
dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil
inventarisasi. Keberatan atas hasil
inventarisasi, dilakukan verifikasi dan
perbaikan dalam waktu paling lama 14

(empat belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya pengajuan keberatan atas
hasil inventarisasi.
76. Hasil pengumuman atau verifikasi dan
perbaikan ditetapkan oleh Lembaga
Pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar
penentuan Pihak yang Berhak dalam
pemberian ganti kerugian.
77.
78.
3.4. Kelemahan
79.
Kelemahan UU No. 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah terdapat pada
UU ini telah menghilangkan hak warga
negara untuk menentukan jenis-jenis
pembangunan untuk kepentingan umum
dan mana yang untuk selain kepentingan
umum. Hal ini dikarenakan UU
Pengadaan Tanah ini telah mendefinisikan
sendiri dan menentukan jenis-jenis
pembangunan yang dikategorikan untuk
kepentingan umum. Contoh kasus pada
jalan tol yang dimasukkan kepada
golongan kepentingan umum, padahal
apabila ditelisik lebih lanjut pembangunan
jalan tol bukan proyek kepentingan umum
karena penggunaan jalan tol telah
mendiskriminasi pengguna jalan dengan
pengenaan
tarif.
Besaran
tarifnya
memperhitungkan perolehan keuntungan
bagi perusahaan dan investor. Target
keuntungan juga direncanakan untuk
melakukan ekspansi usaha jalan tol. Ini
menunjukan jalan tol bukan prasarana
yang murni untuk kepentingan umum.
Walaupun terdapat pandangan yang
berbeda seperti jalan tol dan pelabuhan itu
akan menciptakan efek berganda dalam
bidang ekonomi dan perdagangan,
sehingga
dapat
meningkatkan
kesejahteraan rakyat
80. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Pasal 2 huruf g, Pasal 9 ayat (1),
Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1), Pasal
23 ayat (1), Pasal 40, dan Pasal 42 UU
Pengadaan Tanah bertentangan dengan
UUD 1945. Pasal-pasal tersebut dinilai
melegalkan perampasan tanah dengan
dalih kepentingan umum karena lebih
berorientasi pada kepentingan bisnis
seperti membangun usaha perkebunan,
pertambangan, jalan tol, dan pelabuhan
yang bukan ditujukan untuk kemakmuran
rakyat. Pembangunan jenis usaha itu tidak
tepat dikategorikan sebagai kepentingan
umum karena UU Pengadaan ini tidak
ditemukan definisi kepentingan umum dan
kepentingan pembangunan. Padahal, Pasal
9 UU tersebut menyebutkan pengadaan

tanah
harus
memperhatikan
atau
menyeimbangkan
kepentingan
pembangunan
dan
kepentingan
masyarakat atau umum.
81.
82.
3.5. Kelebihan
83. Sifat represif yang terdapat pada Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 maupun
Perpres Nomor 71 Tahun 2012 sebagai
peraturan pelaksananya memang menjadi
kelemahan yang utama, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa terdapat perbaikan yang
signifikan dari peraturan sebelumnya yaitu
Perpres Nomor 65 Tahun 2006 . Sebagai
contoh, ketentuan Pasal 35 yang
menyatakan apabila dalam hal bidang
tanah tertentu yang terkena Pengadaan
Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat
difungsikan sesuai dengan peruntukan dan
penggunaannya, pihak yang berhak dapat
meminta penggantian secara utuh atas
bidang tanahnya. Bunyi pasal ini belum
pernah muncul di peraturan peraturan
sebelumnya dan tujuan dari pasal ini
muncul adalah dalam rangka mewujudkan
pengadaan tanah yang adil. Setelah
penetapan lokasi pembangunan pihak
yang berhak hanya dapat mengalihkan hak
atas tanahnya kepada Instansi yang
memerlukan tanah melalui Lembaga
Pertanahan. Hal ini untuk menghindari
“calo” dan spekulan tanah, pembatasan ini
belum pernah muncul pada peraturan
perundang - undangan sebelumnya
84.
85. KESIMPULAN
86. Pembangunan infrastruktur di
Indonesia
melalui
skema
KPS

membutuhkan
percepatan
dalam
penyelesaian proyek-proyek tersebut.
Pemerintah sebaiknya belajar dari negaranegara yang telah sukses dalam
melaksanakan skema ini, apalagi bila
dikaitkan dengan permasalahan utama
proyek KPS ini yaitu pengadaan tanah.
Usaha pemerintah menghadirkan UU baru
agar mempercepat proses pengadaan lahan
dan pembebasan lahan merupakan langkah
yang sangat maju dari pemerintah,
walaupun masih terdapat banyak kritik
terhadap aturan ini. Kehadiran Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 beserta
peraturan pelaksananya ditetapkan untuk
menjamin
perolehan
tanah
untuk
pelaksanaan
pembangunan
dengan
mengedepankan prinsip kemanusiaan,
demokratis, dan adil sebagaimana
diamanatkan dalam sila kedua, keempat
dan kelima Pancasila. Pancasila dijadi kan
sebagai dasar filosofi penyusunan Undang
- Undang Nomor 2 Tahun 2012 ini
sebagaimana halnya dengan penyusunan
UUPA. Lahirnya peraturan ini juga dalam
rangka
memberikan
solusi
atas
permasalahan mendasar dalam proses
pengadaan tanah selama ini yang belum d
iatur peraturan - peraturan perundangan
sebelumnya,
walaupun
dalam
implementasinya ma sih terdapat beberapa
ketentuan yang dianggap represif oleh
beberapa elemen masyarakat.perannya di
perekonomian negara secara keseluruhan.
Pelaksanaan aturan yang dimulai sejak
tahun 2013 masih terdapat kekurangan di
banyak hal karena UU ini menekankan
pada proses yang ketat dan disiplin dalam
pembebasan dan pengadaan lahannya.

89.
90.
91.
92.
93.
94.

95.
96.
97.

87.
88. DAFTAR REFERENSI
[1] Republik Indonesia, “Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok
Agararia”.
[2] Republik Indonesia, “Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum”.
[3] Republik Indonesia, “Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum”.
[4] Susantono, B. 2011. Manajemen Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: UIPress.
[5] Sufriadi, Yanto. 2011. Penyebab Sengketa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus
Sengketa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Bengkulu).Jakarta: Jurnal Hukum
[6] Badan Pertanahan Nasional RI, Mandat Politik, Konstitusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan
Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, REFORMA AGRARIA, 2007.
[7] Tinjauan atas Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan UU no 2
tahun 2012,
http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2013/04/Tulisan-Hukum-Pengadaan-TanahKepentingan-Umum-Revisi.pdf/ (28 Januari 2014)
[8] Asian Development Bank. 2008. Public-Private Partnership (PPP) Handbook, (Online),
(http://www.adb.org/sites/default/files/pub/2008/Public-Private-Partnership.pdf).