RUMAH TRADISIONAL NIAS PASCA GEMPA BUMI

RUMAH TRADISIONAL NIAS PASCA GEMPA BUMI 2005
STUDI KASUS : DESA BAWOMATALUO, NIAS SELATAN
NIAS TRADITIONAL HOUSES AFTER THE GREAT EARTHQUAKE 2005
CASE STUDY : BAWOMATALUO VILLAGE OF SOUTH NIAS

Isnen Fitri*
Basaria Thalarosa
*Department of Architecture, Faculty of Engineering,
University of Sumatera Utara, Indonesia
Jl. Perpustakaan Gedung D
Medan 20155, North Sumatra, Indonesia
e-mail: isnen@usu.ac.id
ABSTRACT
Nias is small island 120 km west offshore the Indonesian archipelago of Sumatra. The Nias
traditional houses which are famous with its uniqueness in form and dimension representing one
of Indonesian cultural property. The resistance of traditional houses to earthquake had been retested on big earthquake measuring 8.7 on Richter scale at the end of March 2005. At this
moment, it effects to damage of the houses particularly the traditional houses in Southern part of
Nias Island. The Nias traditional house has been renowned as earthquake house resistant for a
long time ago. Therefore, it is necessary to inventories the damage of the houses and to reveal
the aspect which influences its damage as well. The inventory intends to contribute to the
reconstruction of the traditional housing of Nias mainly in the southern part of the island after

the earthquake 2005.
Based on the observation on Omo sebua (the chief house) in Bawomataluo village, it is
clear that the damage to traditional houses in Nias after the earthquake was triggered by the
decaying wood materials. In addition, the damage is also predicted by the weakness of the
system of this building structure itself mainly at the middle structure. It seems that the diagonal
post shaping V at the substructure is unable to rigid the mid-structure when the earthquake
occurs. Therefore, it influenced the stiffness of the roof structure as well. However, it needs
further investigation to prove it.
In conclusion, the condition of Omo hada (house for ordinary people ) in Bawomataluo
village after the earthquake is better than other traditional village in southern part of Nias such as
Hilisimaetano village. The house-form maintaining as the earlier type (detached house) has
comprehensively supported the stiffness of the house structure during the earthquake. However,
likewise the Omo sebua, it has been found out the weakness of the Omo hada structure;
therefore, it is necessary to improve its structure for future development.
ABSTRAK
Nias adalah sebuah pulau kecil terletak 120 km dari pantai barat pulau Sumatra. Rumah
tradisional Nias yang terkenal dengan keunikan bentuknya merupakan salah satu aset kekayan
budaya Indonesia. Ketahanan bangunan tradisional terhadap gempa kembali diuji pada gempa
besar yang berkekuatan 8.7 skala richter yang terjadi pada Maret 2005. Pada gempa kali ini
terdapat beberapa kerusakan yang dialami oleh rumah-rumah tradisional Nias terutama di Nias


1

Selatan. Selama ini, rumah tradisional Nias dikenal sebagai rumah tahan gempa. Oleh karena itu,
perlu dilakukan inventori untuk mengetahui penyebab dan tingkat kerusakan rumah-rumah
tersebut. Hasil inventori ini diharapkan dapat berkontribusi dalam proses rekonstruksi dan
rehabilitasi desa dan rumah di Nias Selatan setelah gempa bumi 2005.
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap rumah bangsawan/raja (Omo Sebua) di
kampung Bawomataluo dapat disimpulkan bahwa penurunan kualitas material kayu bangunan
menyebabkan rusaknya dan miringnya bangunan. Selain itu, ditemukan bahwa kerusakan juga
disebabkan oleh kelemahan struktur rumah Nias itu sendiri, terutama pada struktur bagian tengah
bangunan. Batang diagonal berbentuk V sebagai pengaku bagian bawah bangunan tidak mampu
menahan goncangan pada bagian tengah bangunan. Hal ini juga akan berpengaruh pada struktur
atap bangunan. Namun hal ini tentu saja memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
membuktikannya
Seara umum, dapat disimpulkan bahwa kondisi Omo hada di desa Bawomataluo lebih baik
daripada desa lain yang setipe, seperti halnya desa Hilisimaetano. Susunan rumah yang masih
dipertahankan seperti tipe awalnya, sangat mendukung kekakuan struktur bangunan rumahrumah secara keseluruhan. Namun, seperti halnya Omo sebua, ditemukan beberapa kelemahan
struktur rumah Omo hada sehingga diperlukan perbaikan strukturnya untuk pengembangannya di
masa mendatang.

1. PENDAHULUAN
Gempa hebat berkekuatan 8.7 skala richer yang terjadi di Pulau Nias akhir bulan Maret
2005 telah mengakibatkan kurang lebih 10.000 jiwa meninggal dan ribuan unit bangunan dan
fasilitas umum rusak bahkan runtuh. Jumlah total rumah dan fasilitas bisnis yang rusak berat,
rusak ringan dan rusak total 9177 unit. Kemudian puluhan gedung pemerintahan, sekolah, tempat
ibadah, jembatan dan jalan rusak. Beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian bencana
gempa yang melanda pulau Nias dan sekitarnya salah satu adalah kearifan lokal (local wisdom)
dari bangunan tradisional dalam ketahanan terhadap akibat gempa. Seperti yang dilihat di televisi
dan media massa bahwa umumnya sebagian penduduk yang merupakan korban reruntuhan dari
rumah tinggal mereka yang menggunakan konstruksi bangunan modern (menggunakan teknik
konstruksi batu bata). Namun demikian, tidak semua rumah tradisional bertahan terhadap
bencana gempa yang dahsyat ini. Beberapa rumah tradisional di desa-desa tradisional baik di
Kabupaten Nias maupun di Nias Selatan seperti Sihareo Orahili, Bawomataluo, Hilisimaetano,
Hilinawalo Mazingo, Onohondro, Botohili, juga mengalami kerusakan walaupun tingkat
kerusakan yang terjadi tidak seberat pada bangunan modern di Gunung Sitoli dan Teluk Dalam.
Dari observasi awal inventori bulan Juli 2005 pada beberapa desa tradisional di pulau
Nias, tidak banyak rumah tradisional yang rubuh, bisa dihitung dengan jari, akan tetapi
umumnya rumah-rumah tradisional ini mengalami kerusakan dan mengkuatirkan penghuni yang
tinggal di dalamnya. Oleh karena itulah inventori ini perlu dilakukan agar memperoleh data yang
lebih detail mengenai kerusakan yang dialami. Agar lebih mudah didalam upaya perbaikannya

dan pelestriannya di masa yang akan datang.

2. TUJUAN DAN MANFAAT
Inventori rumah tradisional Nias pasca bencana gempa bumi 2005 bertujuan :
 Untuk menghimpun data dan informasi mengenai rumah tradisional Nias setelah bencana
gempa bumi Maret 2005 khususnya di desa Bawomataluo di Kabupaten Nias Selatan yang
dapat menjadi langkah awal penelitian lebih lanjut.

2



Untuk mengetahui kerusakan-kerusakan, kelemahan-kelemahan, dan kekuatan yang terjadi
pada rumah tradisional di desa Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan pasca gempa bumi
2005, sehingga dengan demikian akan dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan dan
pelestariannya.
Manfaat Inventori
 Sebagai masukan kepada pihak-pihak terkait dalam upaya perbaikan (rehabilitasi) perumahan
di Nias setelah bencana gempa Maret 2005
 Sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan dan pelestarian

rumah tradisional Nias.

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metoda Pengumpulan Data
Inventori atau pendataan ini bersifat deskriptif, eksploratif dan kualitatif dengan menggunakan
beberapa metode seperti :
 Metoda Survey
Survey yang dilakukan karena jumlah responden dan pendataan yang dilakukan tersebar
secara geografis.
 Metoda Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada informan yang terpilih, baik kepada perseorangan,
misalnya ahli waris rumah, tokoh adat, agama, kepala desa dan masyarakat. Model
wawancara yang dilakukan adalah wawancara tak terpimpin artinya pertanyaan yang
diajukan secara bebas, tak berpola namun berpedoman pada tujuan inventori/penelitian.
 Metoda Pengamatan
Berdasarkan pelaksanaannya, metoda pengamatan dapat dibedakan sebagai berikut
 Metoda Pengamatan Langsung, dilakukan tanpa peralatan khusus. Peneliti mengamati
langsung dan mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam situasi nyata studi kasus
inventori.
 Metoda Pengamatan Tidak Langsung, dilakukan dengan menggunakan peralatan

tertentu, misalnya kamera, video, tape recorder.
3.2. Metoda Analisis Data
Data disusun dari pengamatan langsung dan tidak langsung kemudian distrukturkan dalam satu
database. Kemudian dilakukan studi komparasi dari terhadap rumah dari desa lain yang memiliki
tipologi yang sama dengan studi kasus. Akan tetapi sebelum studi komparasi ini telah dilakukan
diakronik analisis tentang kondisi rumah sebelum gempa dan kondisi rumah pasca gempa bumi
baik melalui literatur maupun hasil wawancara. Analisa ini bertujuan untuk mendapatkan data
perubahan fisik bangunan sebelum dan sesudah gempa bumi.
3.3. Lokasi Studi
Atas pertimbangan waktu dan dana yang tersedia, terdapat satu desa yang diamati dan
diobservasi yaitu Desa Bawomataluo. Akan tetapi, didalam analisa kerusakan rumah, akan
diperbandingkan secara umum terhadap kondisi kerusakan rumah dari desa lain yaitu
Hilisimaetano, untuk mendapatkan kecenderungan kerusakan yang terjadi, kelemahan dan
juga kekuatan rumah Nias menghadapi gempa. Hilisimaetano, masih dalam satu tipologi
desa dan rumah dengan desa Bawomataluo, keduanya berada di Kabupaten Nias Selatan

3

dan dikategorikan sebagai salah satu tipe dari kurang lebih tiga tipe dasar rumah tradisional
di pulau Nias. Alasan pemilihan desa ini adalah :

 Bawomataluo merupakan salah satu desa yang menjadi andalan wisata di Nias Selatan.
Desa ini memiliki Omo Sebua dan Omo Hada yang masih berdiri hingga kini dan
mendapat pengaruh gempa.
 Hilisimaetano juga merupakan desa tradisional yang menjadi tujuan wisata di Nias
Selatan, dan terdapat beberapa bangunan/rumah tradisional yang rubuh pasca bencana
gempa.
 Kedua desa ini memiliki prototipe bangunan yang hampir sama sehigga
memungkinkan untuk diperbandingkan.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Latar Belakang Sejarah Kampung dan Bangunan
Pada masa dahulu, sebuah desa di Nias merupakan satu bagian yang penting dalam
kehidupan masyarakat Nias. Kepemimpinan tradisional yang diturunkan dari generasi ke
generasi telah menjadikan sebuah desa menjadi satu pemerintahan kecil yang berdiri sendiri.
Akan tetapi, kepemimpinan ini sejak pemerintah kolonial Belanda masuk ke Nias telah
berkurang, dan semakin berkurang setelah kemerdekaan Indonesia. Setelah itu, desa-desa di Nias
terutama di Bawomataluo berkembang menurut model administrasi pemerintahan Republik
Indonesia.
Sebuah desa di Nias sering disebut dengan Banua, yang memiliki arti sebagai desa berikut
dengan komunitas, wilayah (bumi) dan langit (dunia) yang melingkupinya. Dahulu, desa di Nias

dipagari agar terlindung dari serangan musuh. Kadang kala desa dipagari dengan barisan bambu
yang rapat dan menjulang tinggi, ada juga yang memilih lokasi desa agak jauh dan letaknya lebih
tinggi sehingga agak sulit dicapai oleh musuh.
Umumnya desa di Nias terutama di Nias Selatan, misalnya desa Bawomataluo dibentuk
oleh jalan yang lurus (linier) memanjang sepanjang beberapa ratus meter, yang dibatasi dikedua
sisinya dengan barisan rumah-rumah yang membentuk bentuk L atau T. Desa Bawomataluo
terdiri dari kurang lebih 200 rumah dan sekitar 800 jiwa penduduk. Desa ini terletak di atas bukit
yang cukup tinggi, akses ke desa melalui tangga menuju gerbang desa dan jalan utama desa
(ewali). Jalan utama ini kira-kira pada pertengahannya terdapat simpang (node) dengan jalan lain
yang posisinya tegak lurus terhadap jalan utama tersebut. Sehingga persimpangan ini berbentuk
seperti lapangan dan sering digunakan sebagai tempat pertemuan (assembly square). Rumah
pemimpin atau bangsawan (omo sebua) sering diletakan di persimpangan ini, kemudian di
depannya terdapat beberapa batu ukir (megalit) yang merupakan hasil pagelaran pesta yang telah
berlangsung di desa tersebut. Beberapa rumah telah berganti menjadi tipe rumah Melayu modern
bahkan ada yang menggunakan kontruksi batu bata seperti halnya rumah modern yang sering
ditemukan saat ini di kota-kota lain di Indonesia.
Sebuah monograph omo sebua di Bawomataluo ini telah dilakukan oleh De Boer pada
tahun 1920. Monograph ini dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia untuk
keperluan pembuatan replika rumah tradisional Nias di Jakarta (dulu Batavia). Kemudian,
penelitian terhadap hiasan-hiasan, ukiran-ukiran di dalam rumah dan kampung Bawomataluö

dilakukan oleh Feldman tahun 1977.
Rumah tradisional Nias dibangun dengan material lokal yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Pemilihan material dan cara pemasangannya telah melalui seleksi alamiah yang
berkualitas sehingga ketahanan dan keawetannya telah teruji bertahun-tahun. Material utama
bangunan terdiri dari kayu. Seperti halnya teknik konstruksi rumah Austronesia, tidak

4

menggunakan paku, sepenuhnya bertumpu pada sistem sambungan pasak. Ditinjau dari
organisasi ruangnya, semua rumah dibagi menurut depan dan belakang, dimana bagian depan
merupakan ruang untuk umum (publik) dan bagian belakang merupakan ruang privat. Rumah
untuk orang biasa (omo hada) di desa-desa Nias Selatan merupakan tipe semi detached, artinya
satu unit bangunan terdiri dari dua rumah yang dipisahkan oleh gang kecil (jalan setapak)
berfungsi sebagai jalan masuk ke masing-masing rumah. Hal ini berbeda dengan jalan akses
untuk Omo Sebua yang diletakkan dibagian bawah bangunan menuju sumbu bagian tengah
longitudinal bangunan di antara barisan tiang bangunan.
Omo sebua di kampong Bawömataluö merupakan rumah bangsawan yang paling
berkesan di seluruh pulau Nias. Rumah bangsawan di Bawomataluo diketahui dengan tepat
berdirinya tahun 1878 bersamaan dengan berdirinya Bale. Sedangkan omo hada di kampong ini
menurut penghuninya telah didirikan sekitar 5 keturunan ( 125 – 150 tahun yang lampau).
Rumah ini berdiri diatas tiang-tiang raksasa denga ketinggian total 24 meter. Bagian yang dapat

di duduki hanya seper enam dari ketinggiannya, dan atap dua per tiga dari tingginya.
4.2. Identifikasi Kerusakan akibat gempa
Desa Bawomataluo yang diambil sebagai studi kasus juga mendapat pengaruh gempa
walaupun tidak sebanyak desa Hilisimateno. Menurut penuturan penduduk setempat, terdapat
satu orang yang meninggal dunia ketika terjadi gempa bumi yang keras tersebut akhir amret
2005. Akan tetapi, korban meninggal bukan karena tertimpa oleh reruntuhan bangunan
melainkan karena shock dan mengalami serangan jantung. Berikut data kerusakan yang dialami
akibat gema bumi tersebut yaitu :
 Pelataran atau assembly square di depan Omo Sebua mengalami retak dan terbelah
 Megalit : tempat duduk raja nicholo-cholo rusak dan patah
 Hampir semua bagian belakang bangunan (extended house) yang terbuat dari konstruksi bata
mengalami retak dan rusak.
 Sekitar 10 % bangunan rumah tradisional mengalami kerusakan ringan.
 Bangunan Omo sebua mengalami kerusakan yang cukup serius.

Gbr. 1. Palataran (assembly square) yang sering
dijadikan tempat upacara dan pertemuan rekah dan
terbelah (kondisi sudah diperbaiki)

Gbr. 2. Salah satu tempat duduk raja nicholo-cholo

(ada 2 buah) rusak dan patah

Kerusakan yang dialami oleh bangunan omo sebua dapat dilihat pada struktur bagian
bawahnya. Tiang atau kolom rumah mengalami pergeseran dari alasnya yang berfungsi sebagai
pondasi. Tiang-tiang tidak ditanam di dalam tanah, akan tetapi duduk diatas pondasi batu,
sehingga dasar dari tiang-tiang lebih fleksibel bergerak dan bergeser pada saat gempa
berlangsung. Pergeseran tiang-tiang yang menyebabkan rumah tradisional Nias menjadi kuat dan
tidak destruktif ketika terjadi gempa. Jika tiang ditanam didalam tanah, akan terjadi patahan pada
tiang seperti halnya yang terjadi pada bangunan modern saat ini. Namun, sambungan pasak
antara tiang yang satu dengan lainnya mengalami perenggangan. Begitu pula dengan sambungan

5

antara tiang pengaku struktur bawah (ndriwa) Omo sebua yang berbentuk V dengan tiang-tiang
lainnya. Berdasarkan pengamatan lebih detail, ternyata sebagian besar perenggangan sambungan
ini di dominasi oleh kerusakan tiang dimana umur tiang (dalam hal ini kayu) yang sudah
mencapai hampir ratusan tahun. Bagian sambungan tiang-tiang kayu banyak yang sudah tidak
utuh lagi atau lapuk, sehingga kontrol seismik antara sambungan hilang, maka ketika terjadi
gempa, maka bagian ini merenggang dan berpengaruh kepada struktur lain yang bertumpu
kepadanya seperti struktur lantai dan dinding. Terdapat beberapa celah antara dinding dan balok
bangunan yang merupakan akibat dari pergeseran tiang-tiang struktur bawah bangunan.
Beberapa lantai bangunan juga mengalami pelapukan sehingga tidak kuat menahan beban orang
yang berada di atasnya.
Untuk struktur atap agak sulit untuk diamati karena cukup tinggi dan gelap. Secara logika,
perenggangan struktur bawah rumah akan berpengaruh juga terhadap struktur atap. Bagian
struktur tengah yang tidak memiliki pengaku akan berpengaruh pada struktur atap ketika ada
goncangan gempa.
Jika dilihat dari potongan longitudinal bangunan terlihat ketidakseimbangan struktur
rumah terutama pada bagian tengah bangunan, seperti yang terlihat pada gambar 3. Terdapat dua
buah tiang penyanggah pada balok horizontal (sich;li) di kiri dan kakan bangunan. Tidak
diketahui sejak kapan tiang penyanggah balok horizontal bagian depan rumah dipasang, akan
tetapi di asumsikan bahawa tiang tersebut adalah bagian struktur yang baru sebagai salah satu
antisipasi terhadap goncangan akibat gempa. Pendapat ini diperkuat mengamati gambar
bangunan Omo sebua yang dibuat oleh Boer 1920 bahawa tidak terdapat tiang penyanggah di
sichöli. Kedua tiang penyangga ini bertumpu pada batu sebagai pondasinya. Gempa bumi 2005
telah menyebabkan pergeseran kedua tiang penyangga tersebut dari pondasi batu. Kualitas
material kedua tiang tersebuh rendah (lapuk) sehingga tidak sanggup lagi menyanggah beban
yang ditumpukan kepadanya.(Lihat gambar 4 dan 5.)

Tidak ada batang
pengaku diagonal

Sichöli

Gbr. 3. Pergeseran tiang-tiang struktur bawah Omo sebua Bawomataluo
Sumber : digambar ulang dari sketsa Viaro, 1980

6

Tali

penyanggah
tiang

Gbr. 4. Pergeseran tiang penyanggah balok horizontal rumah
Gbr. 5. Kondisi tiang bagian bawah
bangunan Omo Sebua yang sudah lapuk

Seperti yang telah dideskripsikan pada bagian diatas bahwa sebagian omo hada di
Bawomataluo juga mengalami kerusakan. Boleh dikatakan untuk bagian depan yang merupakan
rumah induk hanya mengalami kerusakan ringan seperti bagian depan agak miring dan bagian
belakang atau rumah tambahan mengalami retak-retak pada dinding bahkan ada yang hampir
roboh. Untuk analisa kerusakan rumah bagian depan akan diambil perbandingannya dengan desa
lain yaitu Hilisimaetanö yang lebih tinggi tingkat kerusakannya daripada omo hada di
Bawomataluo.

Struktur bagian
badan (tengah )
kurang rigid

0

1

2

3m

Gbr. 6. Kelemahan struktur rumah Omo Hada terlihat pada potongan longitudinal
Sumber: Di gambar ulang dari sketsa Viaro 1980

7

Gbr. 7. Kayu Penyangga beban balok dan lantai setelah gempa 2005, omo
hada di Bawomataluo dan Hilisimaetano

Seperti halnya omo sebua, kerusakan omo hada di Bawomataluo antara lain disebabkan
usia material kayu yang digunakan dan kelemahan struktur rumah itu sendiri, yaitu pada struktur
bagian tengah bangunan tidak terdapat pengaku berupa batang diagonal sebagaimana halnya
struktur bagian bawah bangunan. Sehingga bangunan rumah cenderung miring ke bagian depan.
Seperti diketahui, bagian depan bangunan ini difungsikan sebagai tempat duduk atau ruang tamu,
dimana beban barang dan manusia yang melakukan kegiatan pada bagian tersebut cukup tinggi.
Jika dilihat dari kecenderungan kemiringannya secara logika struktur bangunan akan dapat
dijelaskan seperti pada gambar 6 dan 7.
Konsep rumah berbaris (memanjang hingga puluhan rumah) sangat menguntungkan dari
segi struktur bangunan yang tahan gempa. Hal ini disebabkan karena setiap struktur rumah akan
saling mengunci dan menguatkan satu dengan lainnya. Akan tetapi tidak demikian halnya
dengan goncangan ke bagian depan dan belakang. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pengaku
struktur bawah (ndriwa) berbentuk V tidak cukup untuk menahan goncangan pada bagian tengah
bangunan. Sehingga bagian struktur dinding yang menggantung akan cenderung collaps, tidak
sanggup menahan goncangannya. Untuk mengantisipasi kelemahan ini, secara spontan penduduk
telah memberikan perkuatan tambahan terhadap struktur bangunan rumah mereka seperti yang
terlihat pada pada gambar-gambar berikut ini. Sebenarnya hal ini telah lama dilakukan pada Omo
Sebua seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

8

Walaupun di Bawomataluo tidak semua rumah mengalaminya akan tetapi di desa
Hilisimaetano hampir semua rumah mengalami kerusakan ini. Sementara untuk pergeseran ke
samping (kiri-kanan) tidak begitu berarti, hal ini disebabkan karena rumah Nias Selatan yang
merupakan tipe semi detached atau berdempet satu dengan lainnya membentuk barisan sehingga
saling mengunci satu sama lain. Akan tetapi, beberapa rumah yang berubah menjadi rumah
modern dengan konstruksi bata maka rumah kayu yang ada disebelahnya akan terkena pengaruh
pergeseran yang cukup signifikan. Kasus ini banyak ditemukan di desa Hilisimaetano.
Peningkatan tingkat perekonomian penduduknya sering membuat penduduk setempat merubah
bangunan menjadi bangunan baru dengan konstruksi modern, tanpa memikirkan efek atau
akibatnya terhadap ketahanan rumah-rumah yang ada di sebelahnya. Masyarakat tidak
menyadari bahwa jarak rumah yang semakin renggang akibat pembangunan rumah baru tersebut
akan berpengaruh pada ketahanan rumah dalam menghadapi guncangan gempa.

Gbr.8. Ruang antar rumah penyebab rumah rubuh ketika terjadi gempa

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Omo sebua di desa Bawomataluo mengalami kerusakan secara struktur. Kerusakan ini lebih
disebabkan karena kualitas material kayunya yang mengalami penurunan atau pelapukan.
Kerusakan material kayu ini menyebabkan setiap sambungan pasak mengalami perengangan
ketika ada goncangan gempa yang kuat. Umur bangunan yang cukup tua dan kurangnya
perawatan menjadi penyebab terhadap kerusakan material kayu yang mendominasi keseluruhan
bangunan.
Selain kerusakan material, terdapat juga beberapa kelemahan struktur rumah Nias itu sendiri
menyebabkan bagian tengah bangunan bisa rusak bahkan rubuh. Batang diagonal berbentuk V
sebagai pengaku bagian bawah bangunan tidak mampu menahan goncangan pada bagian tengah
bangunan. Hal ini juga akan berpengaruh pada struktur atap bangunan.
Walaupun demikian, kondisi Omo hada di desa Bawomataluo lebih baik daripada desa lain yang
setipe, seperti halnya desa Hilisimaetano. Susunan rumah yang masih rapat, sangat mendukung
kekakuan struktur bangunan rumah-rumah secara keseluruhan. Namun, seperti halnya Omo
sebua, ditemukan beberapa kelemahan struktur rumah Omo hada.
Sebaiknya diberikan perkuatan struktur dinding bangunan omo hada (dapat dilihat dari gambar
potongan longitudinal) seperti halnya yang dilakukan pada struktur bagian bawah (sub structure)
rumah. Untuk goncangan lateral ke depan dan belakang (dilihat dari gambar potongan
transversal) atau ke kiri dan kekanan sepanjang bangunan masih mempertahankan tipe rumah
semi detached tidak akan banyak pengaruh kerusakan akibat pergeseran yang terjadi.

9

DAFTAR PUSTAKA
1.

Domenig, G., 1980, Tektonik im Primitiven Dachbau (Tectonics in Primitive Roof
Construction ), Zurich;Institut Gaudenz/ETH.
2. E Ariette, Zieglerl, 1990, Festive areas, territories and feasts in the South of Nias in Nias
Tribal Treasures, Cosmic reflection in stone, wood and gold, Volkenkundig
Museum Nusantara, Delf.
3. Feldman, Jerome Allen, 1977, The Architecture of Nias, Indonesia with special reference
to bawomataluo Village, Unpublished Dissertation, Colombia University,
4
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1995, Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta
5. M.Hämmerle, Johannes, 1986, Famatö Harimao, CV Abidin, Medan.
6. M.Hämmerle, Johannes, 1990, Omo Sebua, Medan.
7. Peter Suzuki,1958, Critical Survey of Studies On The Anthropology of Nias, Mentawei
and Enggano. M. Nijhoff.
8. S.P. Napitupulu, dkk, (1986), Arsitektur Tradisional Sumatra Utara, Jakarta,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
9. Sudrajat, Iwan, 1997, Handoout Metodolologi Penelitian Arsitektur, Program Magister
Arsitektur, Pasca Sarjana, ITB, Bandung.
10. Viaro, M.Alain, 1988, Architecturs of Indonesia: the Nias Island , Spazio e Societa,
Milano, no.57/1992: 110-121, No.58/1992: 96-109.
11 Viaro, M.Alain, 1990, The traditional architectures of Nias in Nias Tribal Treasures,
Cosmic reflections in stone, wood and gold; Volkenkundig Museum Nusantara,
Delf.
12. Zebua, Faondragö, 1996, Kota Gunung Sitoli: Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya,
Gunung Sitoli.

10