Orientasi Politik Pemilih Perempuan Pada

1

Biodata Pribadi Penulis
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Tempat, tanggal lahir
Kewarganegaraan
Agama
Profesi

:
:
:
:
:
:

Sartika Dwi Hardiyanti, S.IP. M.Si,.
Perempuan
Makassar, 10 Januari 1990
Indonesia

Islam
Dosen Tetap Jurusan Ilmu Politik
Universitas Teknologi Sulawesi (UTS) Makassar
: 0910019004
: Kodam 3 Jl. Kotipa VI No.9
: 085342858108
: [email protected]

No. NIDN
Alamat
No.Hp
E-mail
Pendidikan
» Pendidikan Akademik
1.
2.
3.
4.

1995 - 2001

2001 - 2004
2004 - 2007
2007 - 2011

5. 2014 - 2016

: SD Negeri Tamalanrea
: SMP Negeri 12 Makassar.
: SMA Negeri 15 Makassar.
: Strata Satu (S1), Sarjana Ilmu Politik (S.IP),
Universitas Hasanuddin Makassar.
: Strata Dua (S2), Magister Ilmu Politik (M.Si),
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

2

Identitas Penelitian
 Judul Jurnal Penelitian

: Orientasi Politik Pemilih Perempuan Pada

Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Kota
Makassar.

 Nama Penulis/Peneliti

: Sartika Dwi Hardiyanti, S.IP. M.Si,.

 Bidang Keahlian

: Ilmu Politik

 Jabatan Fungsional

: Tenaga Pengajar

 Jabatan Struktural

: Dosen Tetap Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu

Politik Universitas Teknologi Sulawesi
(UTS)
Makassar.
 Objek Penelitian

:

Menganalisis

orientasi

pemilih

perempuan
pada pemilihan umum legislative 2014
di Kota Makassar.
 Durasi Kajian Penelitian

: Maret 2017 – November 2017


 Hasil Yang Diperoleh

:

Penelitian

menunjukkan

bahwa

Orientasi politik politik perempuan merupakan suatu produk sosial
yang tidak hadir dengan begitu saja. Orientasi politik pemilih
perempuan
Orientasi

yakni

Kognitif

dipengaruhi


beberapa

(Pengetahuan),

aspek,

Orientasi

yakni

Afektif

pertama

(Sikap),

dan

3


Orientasi Evaluatif (Penilaian). Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014
pemilih perempuan di Kota Makassar lebih didominasi pada orientasi
Afektif

dengan

menentukan

pilihan

politiknya

pada

sikap

dan

perasaannya, pengalaman pada pemilu sebelumnya membuat pemilu

legislatif 2014 diwarnai dengan orientasi sikap pemilih perempuan
yang lebih mengutamakan kepentingannya.

4

ORIENTASI POLITIK PEMILIH PEREMPUAN PADA
PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 DI KOTA MAKASSAR
ORIENTATION POLITICS WOMEN
ELECTION LEGISLATURE IN 2014 IN MAKASSAR
Sartika Dwi Hardiyanti1
Dosen Tetap Jurusan Ilmu Politik, Universitas Teknologi Sulawesi (UTS) – Makassar
Email: [email protected]

1

ABSTRAK
Pemilih perempuan yang jumlah mayoritas di Kota Makassar lebih banyak. Penulis meneliti orientasi politik pemilih
perempuan didasarkan pada tiga yakni orientasi kognitif (pengetahuan), orientasi afektif (perasaan), orientasi
evaluatif (penilaian). Penelitian ini bertujuan mengetahui orientasi politik pemilih perempuan dalam pemilihan
umum Legislatif 2014 di Kota Makassar. Jenis penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan observasi dan

wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka. Penelitian ini disajikan secara eksploratif dan memberikan
informasi mendalam dengan gaya fenomenologi. Sumber data dalam penelitian yakni, yakni data primer dari
observasi dan wawancara mendalam serta dokumentasi lapangan dan data sekunder dari telaah pustaka yang terkait
dengan penelitian terkait, yaitu buku, foto, media massa dan sumber informasi lainnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orientasi orientasi politik pemilih perempuan di Kota Makassar pada pemilihan umum
Legislatif 2014 dari aspek orientasi kognitif pengetahuan dan kesadaran politik terhadap pemilihan umum masih
kurang memahami. Dari aspek orientasi afektif berdasarkan sikap pemilih perempuan terhadap calon kandidat yang
mereka sukai, orientasi eveluatif melihat bahwa pemilihan umum Legislatif hanya sebagai ajang pesta demokrasi
yang berguna bagi partai dan caleg yang menang saja.
Kata Kunci: Orientasi Politik, Pemilih Perempuan, Pemilihan Umum Legislatif 2014
ABSTRACT
The political orientation of the majority of the number of women voters in Makassar more.
The authors examine the political orientation of female voters is based on three orientations
namely cognitive (knowledge), the orientation of afective (feeling), evaluative orientation
(assessment). This study aims to determine the political orientation of female voters in the
2014 legislative elections in the city of Makassar. The research is a qualitative analysis of
observation and in-depth interviews with open-ended questions. This research was
presented explorative and provide in-depth information in the style of phenomenology.
Sources of data in the study, the primary data of observation and in-depth interviews and
field documentation and secondary data from the literature review related to related

research, namely books, photos, media and other information sources. The results showed
that the orientation behavior of female voters in the city of Makassar on Legislative elections
in 2014 from the aspect of cognitive orientation knowledge and political awareness of the
elections still do not understand. From the aspect of afective orientation based on the
attitudes of female voters towards candidates they prefer, orientation eveluatif see that the

5
legislative elections only as a venue for the democratic party that is useful for the party and
the winning candidate only.
Keywords: Political Orientation, Women Voters, 2014 Legislative Elections

PENDAHULUAN
Pada tanggal 9 April 2014 yang lalu, rakyat Indonesia telah melaksanakan pemilihan
pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I maupun Tingkat II yang dimana biasa disingkat Pemilu
Legislatif 2014 periode 2014-2019, secara serentak di seluruh daerah di Indonesia. Pemilu
Legislatif 2014 secara nasional diikuti oleh 12 partai yaitu Partai Nasdem, PKB, PKS, PDIP,
Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai Hanura, Partai Bulan Bintang,
dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Tidak banyak caleg maupun partai yang memperhatikan segmen pemilih perempuan.

Padahal jika kita bandingkan secara kuantitatif, pemilih perempuan lebih besar dari pemilih lakilaki, tidak jarang perbandingan jumlah ketika unit analisa kita turunkan menjadi unit pemilihan
terendah. Seperti yang terjadi pada wilayah dimana penulis melakukan penelitian ini, Kota
Makassar memiliki 14 Kecamatan, dimana setiap kecamatan tersebut Daftar Pemilih Tetap
(DPT) Kota Makasar Pemilu Legislatif 2014 jumlah pemilih perempuan unggul dari jumlah
pemilih laki-laki. Jumlah tersebut adalah sebuah segmen pemilih yang signifikan yang jika dapat
dipahami pola orientasi politik memilihnya, maka bukan hal yang mustahil suara itu akan
mengantarkan salah seorang atau kandidat menuju kursi dewan.
(Almond et al., 1990), mengajukan klasifikasi tipe- tipe orientasi politik, yaitu: orientasi
individu terhadap obyek politik dapat dipandang dari tiga hal, yaitu orientasi kognitif berupa
pengetahuan dan keyakinan, orientasi afektif yang merupakan perasaan terkait dan keterlibatan
atau sejenisnya, dan orientasi evaluatif mengenai penilaian dan opini tentang obyek politik. Oleh
karena itu seorang individu mungkin memiliki tingkat akurasi tinggi terhadap cara kerja sistem
politik, siapa pemimpinnya dan masalah-masalah dari kebijakannya. Inilah yang disebut dimensi
kognitif. Namun ia mungkin memiliki perasaan atau penolakan terhadap sistem. Mungkin

6

keluarga atau sahabatnya sudah punya sikap seperti itu. Mungkin ia tak merespon tuntutan
terhadapnya oleh sistem, Itulah yang disebut dimensi afektif.
Berkaitan dengan penelitian sebelumnya oleh Setiadji (2010) yang berjudul “Orientasi
Politik Pemilih Pemula Pada Pemilu Walikota Semarang” melihat bahwa orientasi politik
pemilih pemula melakukan aktivitas politiknya dalam pemilihan umum Walikota Semarang,
menyatakan bahwa orientasi politik sebenarnya merupakan suatu cara pandang dari suatu
golongan masyarakat dalam suatu struktur masyarakat.
Penelitian ini bertujan melihat pemilih perempuan dalam mempengaruhi segala
pendekatan-pendekatan terhadap pemilih. Penelitian ini berfokus pada pemilih di Kota Makassar
yang penduduknya yang cukup beragam dan prural. Akan tetapi seiring dengan berkembanganya
zaman ke era reformasi, bisa jadi orientasi politik pemilih sulit dibaca atau sulit ditebak. Maka
penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui orientasi politik pemilih perempuan tersebut.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Metode atau model pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan orientasi politik yang
diamati. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu
nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan
pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah Kota Makassar dengan memusatkan pada perwakilan
lima Dapil (Daerah Pemilihan) di Kota Makassar.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai dengan cara mengumpulkan
sumbersumber kepustakaan, melalui : (1) penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan
dengan cara melakukan wawancara mendalam yang bersifat terbuka maupun wawancara bebas
dengan beberapa nara sumber yang cukup memahami dan mengetahui tentang permasalahan
yang dibahas (2) penulis dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek penelitian

7

berusaha mendokumentasikan semua data dan informasi yang diperoleh dilapangan, hal ini
ditujukan untuk lebih memudahkan melihat permasalahan yang terjadi sebelumnya dengan
menganalisa data yang didokumentasikan (Rossman, 2007). Selain itu mengetahui lebih
mendalam suatu masalah berdasarkan data.

Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif ini penulis mengunakan teknik analisis deskriftif kualitatif
untuk menganalisis berbagai data dan informasi yang diperoleh dilapangan yang dilakukan
melalui tiga kegiatan dan terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan
kesimpulan (Kaelan, 1990). Penggunaan teknik analisis kualitatif ini bertujuan untuk
mengambarkan secara riil dari berbagai masalah yang terjadi.
HASIL
Orientasi politik politik adalah pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan
proses memerintah. Yang termasuk orientasi politik politik adalah tanggapan-tanggapan internal
(pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan
suara, gerak protes, lobbying, kampanye dan demontrasi).
Peran perempuan dalam bidang politik tidaklah hanya semata-mata sebagai pengaruh
melainkan harus berperan aktif dalam pengambilan keputusan politik yang menyangkut
kepentingan dan kesinambungan Negara, mempunyai hak memilih calon wakil rakyat, juga
berhak ikut serta dalam pemilihan umum (Agustino, 2009). Partisipasi politik adalah kegiatan
warga Negara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi
politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga Negara, bukan politikus ataupun pegawai
negei. Sifat partisipasi politik ini adalah sukarela bukan dimobilisasi oleh Negara ataupun partai
yang berkuasa.
Keterlibatan perempuan dalam bidang politik dianggap terlambat baik ditingkat nasional
maupun di tingkatan lokal (Budiarjo, 2008). Penempatan stigma perempuan bahwa perempuan
dalam posisi domestik dianggap sebagai salah satu hal yang mengakibatkan perempuan
terlambat berkiprah dalam ranah politik. Salah satu indikatornya dapat dicermati dari jumlah

8

perempuan yang besar dari jumlah laki-laki di Kota Makassar, hal ini menjadi menarik untuk
diteliti, bagaimana kiprah pemilih perempuan yang jumlah kuantitasnya besar dalam mengikuti
ranah politik di pemilihan umum. Peran dan posisi perempuan dewasa ini lebih di pengaruhi oleh
masa lampau, kultur, ideology, agama, dan praktek hidup sehari-hari. Hal ini menjadi kunci
bagaimana partisipasi perempuan yang telah terdaftar menjadi pemilih dalam pemilihan umum
legislative 2014.
Dari hasil penelitian, penulis mendapat temuan penelitian mengenai pengetahuan pemilih
perempuan mengenai PILEG dan kesadaran pemilih perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam
PILEG. Kedua hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut.
Pendidikan politik ini berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada
proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Dalam filosofi pendidikan, belajar
merupakan sebuah proses panjang seumur hidup artinya pendidikan politik perlu dilaksanakan
secara berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap
dunia politik yang selalu mengalami perkembangan.
Ada beberapa pemilih memang yang tidak mengenal jelas siapa kandidat yang dia pilih,
terkadang hanya memilih nomor urut dan partai calon kandidat. Dalam penelitian peneliti
mendapatkan para pemilih masih kurang dalam pendidikan politik. Pemilih perempuan kurang
paham mengenai fungsi pemilu, khususnya pemilu legilatif mereka tidak mengetahui fungsi
pemilu tersebut. Sesuai dikatakan Fitiriani Amin, mengatakan:
“saya pergi memilih pada pemilihan umum legislatif. Ini kali pertama saya memilih.
Saya masih bingung apa yang akan saya pilih. Saya kurang paham dengan pemilihan
umum legislatif, untuk apa mereka dipilih, yang saya tahu hanya mereka akan duduk
di jabatan anggota legislatif. Saya rumit pada saya rasa PILEG ini karena tidak hanya
satu pilihan yang kita tetapkan ada pilihan lain juga untuk Kota, Provinsi, Pusat, dan
perwakilan Daerah. Saya mengetahui harus ada 4 calon yang kita harus sediakan
untuk dipilih. Tapi saya tidak mengetahui apa fungsi jabatan mereka masing-masing.
Saya kemarin hanya menetapkan 2 kandidat calon saja, hanya untuk calon Legislatif
Kota Makassar. Itu adalah paman saya, saudara dari bapak saya. Selain itu saya
memilih anggota legislatif lainnya hanya berlatar pada karena saya lihat di balihobaliho dan televisi, juga saya melihat partainya yang saya sukai. Saya senang
mengikuti pemilihan umum legislatif, untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan.

Berbagai teori mengatakan bahwa tingkat kesadaran politik warga negara yang baik akan
meningkatkan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya, termasuk
memilih untuk tidak memilih karena latar belakang calon kandidat pemilu yang berkompetisi

9

dianggap tidak layak menurut perspektif pemilih tersebut. Seperti pendapat Dahlia Bandu yang
mengatakan:
“saya memilih pada saat Pemilu Legislatif 2014 kemarin karena saya adalah anggota
panitia pemungutan suara, suami saya adalah ketua dari KPPS jadi saya dipanggil
suami saya untuk jadi panitia KPPS. Saya bertugas untuk menghitung-hitung jumlah
surat suara, seandainya saya kemarin tidak jadi panitia KPPS mungkin saya tidak ikut
memilih karena saya tidak paham apa yang dimiliki calon kandidat pemilu itu.

Orientasi seseorang bisa saja berubah sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya dan
nilai-nilai yang dimilikinya. Nilai-nilai itulah yang akan mempengaruhi, dan kadang-kadang
dapat “membentuk”, keseluruhan “sikap” masyarakat terhadap suatu orientasi, itulah yang
muncul atau terpolakan keatas permukaan sebagai orientasi politik masyarakat (Sudijono, 1995).
Berdasarkan tiga tipe orientasi politik terdapat orientasi afektif yang sangat berpengaruh
dalam orientasi politik politik pemilih perempuan dalam memilih banyaknya pemilih perempuan
yang mempunyai dasar pemikiran dihubungkan dengan perasaannya, seperti: memiliki rasa suka
dan tidak suka karena penampilan caleg tersebut, berfikiran bahwa perempuan tidak pantas
masuk kedalam dunia politik, serta dalam memilih tidak rasional hal-hal tersebut dapat
ditunjukkan melalui tingkat popularitas dari masing-masing calon wakil rakyat. Seperti
wawancara Hj. Badaria, mengatakan:
“biasa saya lihat itu calon kandidat dibaliho gagahnya, bersih, berwibawa ki dilihat
orangnya. Harusnya begitu dipilih masa dipilih orang tidak kelihatan wibawanya,
terkadang orang dilihat ji berwibawa bisa mi memimpin. Laki-laki kalau berwibawa
berarti tegas ki, pintar, dan dihormati sama warganya. Kalau kita pilih yang tidak ada
pendidikannya, jelek mi, hanya pedagang nanti apa bisa dia bikin untuk rakyatnya.
Sehari-hari Cuma dagangannya dia urus mau urus pemerintahan. Pilih orang yang
pintar dan pilih orang berwibawa.”

Beberapa responden menyatakan bahwa kami ingin punya pemimpin yang ganteng dan
gagah biar tidak malu saat berada diatas panggung, responden juga beranggapan bahwa seorang
pemimpin yang gagah secara fisik melambangkan sebuah kekuatan dan kemandirian. Walaupun
alasan ini tidak terlalu signifikan, tetapi persepsi ini ternyata masih mempunyai peran dalam
membentuk dan mempengaruhi pemilih.
Berdasarkan orientasi evaluatif maka orientasi politik pemilih perempuan kota Makassar
hanya menerima pemilihan umum pada saat PEMILU saja, setelah itu pemilih tidak mengingat
tentang PEMILU. Pemilu hanya dijadikan alat legitimasi kekuasaan. Seperti wawancara yang
dilakukan kepada Ibu Ratna, mengatakan:
“saya sangat kecewa kepada pemerintah bahan-bahan pokok mahal, saya sebagai
pedagang sangat susah, sedikit sekali lapangan kerja di Kota Makassar. Untuk apa

10
ada PILEG, wakil rakyat saja saya tidak kenal siapa yang kemarin terpilih di Pemilu.
Hanya pada saat pemilu saja mereka berbondong-bondong menawari sembako,
cerita, iming-iming kepada masyarakat. Setelah itu tidak pernah lagi kita ketemu
dengan kandidat-kandidat itu. Kita perempuan hanya tahu kalau semua sudah
memasang baliho, berarti akan diadakan mi pemilihan umum. Saya memilih lebih
bagus tidak usah saja ada pemilu, pemerintah saja yang pilih langsung kita terima
saja. sebab biar kita memilih tetap saja yang naik nanti tidak mengetahui apa yang
kebutuhan masyarakat.

Partisipasi pemilih menjadi penentu keberhasilan pembangunan politik. Orientasi politik
politik pemilih merupakan cerminan dari budaya politiknya yang penuh dengan keanekaragaman
karakter sebagian dari satu kelompok dalam pergaulannya. Persoalan kemudian adalah faktorfaktor yang mempengaruhi pemilih tersebut mempunyai orientasi politik politik dalam
menentukan pilihannya. Tiga pendekatan teori yang sering digunakan untuk memahami orientasi
politik politik pemilih ialah pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan
pilihan rasional. Semua faktor tersebut akan dijelaskan lebih lanjut.
Orientasi politik politik pemilih merupakan cerminan dari budaya politiknya yang penuh
dengan keanekaragaman karakter sebagian dari satu kelompok dalam pergaulannya. Persoalan
kemudian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih tersebut mempunyai orientasi politik
politik dalam menentukan pilihannya. Dalam melihat faktor yang mempengaruhi orientasi politik
pemilih perempuan, ditinjau dari tiga pendekatan teori yang sering digunakan untuk memahami
orientasi politik politik pemilih ialah pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan
pendekatan pilihan rasional.

PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan perempuan dalam bidang politik dianggap terlambat baik
ditingkat nasional maupun di tingkatan lokal. Penempatan stigma perempuan bahwa perempuan
dalam posisi domestik dianggap sebagai salah satu hal yang mengakibatkan perempuan
terlambat berkiprah dalam ranah politik (Lovendowski, 2012). Salah satu indikatornya dapat
dicermati dari jumlah perempuan yang besar dari jumlah laki-laki di Kota Makassar, hal ini
menjadi menarik untuk diteliti, bagaimana kiprah pemilih perempuan yang jumlah kuantitasnya
besar dalam mengikuti ranah politik di pemilihan umum. Peran dan posisi perempuan dewasa ini
lebih di pengaruhi oleh masa lampau, kultur, ideology, agama, dan praktek hidup sehari-hari. Hal
ini menjadi kunci bagaimana partisipasi perempuan yang telah terdaftar menjadi pemilih dalam
pemilihan umum legislative 2014.

11

Pendidikan politik masyarakat sebagai bagian pendidikan politik yang merupakan
rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan, guna
menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan
politik juga merupakan konsep bagian dari proses perubahan-perubahan kehidupan politik yang
sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benarbenar demokratis, stabil, efektif, dan efisien (Mufti, 2012).
Oleh karena itu, memilih bukan kesadaran sendiri, tetapi mengikuti pilihan tokohnya.
Pendidikan politik ini berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses
penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Dalam filosofi pendidikan, belajar merupakan
sebuah proses panjang seumur hidup artinya pendidikan politik perlu dilaksanakan secara
berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap dunia
politik yang selalu mengalami perkembangan.
Pemikiran masyarakat mengenai pemilu legislative di Kota Makassar sangat buruk
dipandangan pemilih. Kecurangan, efek money politik, kampanye yang diadakan besar-besaran,
tidak membuat pendidikan politik dan kesadaran pemilih untuk memilih siapa yang baik sebagai
wakil rakyat di pemerintahan. Untuk itu, pemilih harus juga mengetahui tentang pemilu baik
dalam hal penyelenggaranya, teknis penyelenggaraan, atau sistem secara menyeluruh.
Pengetahuan tentang pemilu cukup penting dipahami sebelum orang memahami kandidatkandidat. Tanpa memahami sistem pemilu akan menghasilkan kesalahan dalam pemberian
hingga pengawasan terhadap suara yang terkumpul.
Orientasi seseorang bisa saja berubah sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya dan
nilai-nilai yang dimilikinya. Nilai-nilai itulah yang akan mempengaruhi, dan kadang-kadang
dapat “membentuk”, keseluruhan “sikap” masyarakat terhadap suatu orientasi, itulah yang
muncul atau terpolakan keatas permukaan sebagai orientasi politik masyarakat. Nilai-nilai itu
dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor eksteral yaitu faktor yang berasal dari
luar individu, yang dapat berupa informasi, pengetahuan, lingkungan, teman sepermainan, dan
sebagainya. Sedangkan faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, berupa
pendidikan, keluarga dan sebagainya.
Sangat penting bagi pemilih untuk menganalisis apa yang seharusnya di dapat dari proses
pemilu dan dari pesan politik terhadap kandidat dan partai politik. Persoalan kemudian adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih tersebut mempunyai orientasi politik politik dalam

12

menentukan pilihannya. Tiga pendekatan teori yang sering digunakan untuk memahami orientasi
politik politik pemilih ialah pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan
pilihan rasional (Efriza, 2012).
Dalam menggambarkan faktor sosiologis pemilih dapat kita lihat atau kita kaji dengan
melihat beberapa faktor yaitu latar belakang etnis dan karakteristik seseorang dengan lingkungan
sekitarnya. Pada faktor psikologis pemilih yang mengedepankan persoalan emosi semata,
sifatnya sangat pragmatis dan mendukung nilai-nilai yang diperjuangkan calon yang akan dipilih.
Yang penting calon bisa memberikan apa yang dibutuhkannya secara pragmatis.

KESIMPULAN DAN SARAN
Orientasi politik politik perempuan merupakan suatu produk sosial yang tidak hadir
dengan begitu saja. (1) Orientasi politik pemilih perempuan adalah dipengaruhi beberapa aspek,
yakni pertama Orientasi Kognitif (Pengetahuan) dimana pemilih perempuan di Kota Makassar
tidak mengetahui jelas mengenai pemilihan umum Legislatif, tidak mengetahui fungsi jabatan
anggota Legislatif, tidak mengetahui pentingnnnya pilihan politiknya sebagai hak memilih warga
Negara. Kedua kesadaran politik pemilih perempuan di kota Makassar sangat dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan politik pemilih perempuan terhadap pemilihan umum Legislatif 2014 dan
dorongan dari keluarga, orang tua, lingkungan, dan money politik masih mempengaruhi
kesadaran politik pemilih perempuan dalam menentukan pilihan politiknya dalam PILEG.,
Orientasi Afektif (Perasaan) pemilih perempuan Kota Makassar dalam PILEG, pemilih
perempuan memilih berdasarkan calon kandidat yang mereka sukai, mengetahui latar belakang
pribadi calon kandidat tersebut, dan balas jasa telah membantu pada saat kampanye berlangsung,
dan mempertimbangkan untung rugi terhadap pilihan politiknya sebagai pemilih., dan Orientasi
Evaluatif (Penilaian) melihat bahwa orientasi politik pemilih perempuan di Kota Makassar tidak
melihat bahwa pemilihan umum Legislatif 2014 sebagai jalan keluar dari permasalahan
perekonomian dan kesejahteraan Negara, pemilih perempuan menilai bahwa pesta PILEG hanya
bermanfaat bagi partai politik dan kandidat yang terpilih, tidak untuk pemilih hanya dibutuhkan
pada saat kampanye dan memilih di bilik suara, setelah pesta pemilihan umum legislatif selesai
tidak ada lagi yang memperhatikan keinginan pemilih perempuan dan peran-peran politik
perempuan selanjutnya. yang mempengaruhi orientasi politik seorang pemilih perempuan. (2)

13

penulis menyarankan menyarankan agar semua kandidat yang bertarung pada pemilihan umum
Legislatif selanjutnya mengedepankan asas berkompetisi dengan sehat dan Peningkatan akses
informasi dan perluasan informasi mengenai proses Pemilu Legislatif secara sistematis perlu
dilakukan untuk mampu menjangkau pemilih-pemilih perempuan,

DAFTAR PUSTAKA
Agustino L. (2009). Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiarjo M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Efriza. (2012). Political Explore; Sebuah kajian Ilmu Politik. Bandun: Alfabet.
Almond G. & Verba. (1990). Budaya politik. Tingkah laku politik dan Demokrasi di Lima
Negara. Cet, 2. Jakarta: Bumi Aksara.
Harison L. (2009). Metode Penelitian Politik. Jakarta: Alfabet.
Lovendowski J. (2012). Politik Berparas Perempuan, Bandung: Pustaka Setia.
Kaelan. (2006). Metodelogi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mufti M. (2012). Teori-Teori Politik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rossman M. (2007)). Designing Qualitative Research. London.
Setiajid. (2010). Tesis, Orientasi Orientasi politik Pemilih pada Pemilu Walikota Semarang.
Sudijono S. (1995). Orientasi Politik. Jakarta: Rajawali Press.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65