BAMBU LAMINASI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KAYU UNTUK MENDORONG EKONOMI KREATIF BERBASIS POTENSI LOKAL

  

Tema: 8 (Pengabdian Kepada Masyarakat)

BAMBU LAMINASI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KAYU

UNTUK MENDORONG EKONOMI KREATIF BERBASIS POTENSI

LOKAL

  

Oleh

Dani Nugroho Saputro

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

  

Purwokerto

Jl. Raya Dukuhwaluh PO. BOX 202 Purwokerto 53182

E-mail: daninugrohosaputro@ump.ac.id

ABSTRAK

  Sumber daya bambu yang cukup melimpah di daerah Banyumas perlu perhatian khusus agar dapat memberi dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inovasi berbasis potensi lokal. Pemanfaatan bambu saat ini masih terbatas penggunaanya. Oleh karena itu perlu ditingkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu dengan cara proses laminasi bambu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan terciptanya ekonomi yang kreatif dan inovativ dengan memanfaatkan bambu dengan proses laminasi sebagai alternatif pengganti kayu. Metode yang digunakan ada dua yaitu yaitu pendidikan masyarakat dan survey. Pendidikan masyarakat melalui ceramah, demonstrasi dan diskusi Ipteks. Analisisnya menggunakan rasio perbandingan nilai kesetujuan terhadap ketidaksetujuan responden. Nilai lebih besar dari 1,00 menunjukkan keberterimaan responden. Semakin besar nilai rasio lebih dari 1,00 maka respon masyarakat semakin positif. Masyarakat Banyumas khusunya di kecamatan Jatilawang memiliki respon positif terhadap inovasi teknologi bambu laminasi sebagai alternatif pengganti kayu. Ketertarikan terhadap bambu laminasi untuk dijadikan peluang usaha sangatlah tinggi yaitu mencapai nilai rasio 8,25. Kata kunci : bambu, laminasi, kayu, ketertarikan, survey

  ABSTRACT

  The bamboo resources in the Banyumas region need special attention in order to provide a boost to economic growth and innovation based on local potential. Utilization of bamboo is still limited its use. Therefore, it is necessary to increase the diversification of bamboo processing products by way of bamboo lamination process. The purpose of this activity is to improve the creation of a creative and innovative economy by utilizing bamboo with lamination process as an alternative to wood replacement. The method used there are two namely community education and survey. Community education through lectures, demonstrations and science discussions. The analysis used the ratio of the value of the agreement to the respondent's disagreement. A value greater than 1.00 indicates the acceptability of the respondent. The greater the ratio value of more than 1.00 then the public response is more positive. Banyumas community especially in Jatilawang sub district has a positive response to bamboo laminate technology innovation as an alternative to wood. Interest in bamboo laminate to be a business opportunity is very high that is reaching value ratio 8.25.

  Keywords: bamboo, laminate, wood, interest, survey

  PENDAHULUAN

  Perkembangan teknologi saat ini menuntut orang cenderung lebih memilih bangunan dengan desain yang menggunakan sedikit energi dalam proses produksi dengan bahan yang ramah lingkungan. Kayu merupakan alternatif terbaik untuk digunakan.akan tetapi, penggunaan material kayu yang terus menerus juga akan merusak lingkungan. Dibuktikan dengan terjadinya deforestasi hasil hutan yaitu pada tahun 1985

  • –1997 hutan Indonesia seluas 95.628.800 ha mengalami deforestasi seluas 21.562.750 ha ataupenghilangan 18% wilayahnya (Kementerian Kehutanan). Hasil hutan yangsering ditengarai sebagai penyebab utama adalah kayu. Salah satu penggunaan kayu adalah sebagai bahan bangunan. Pembangunan yang semata-mata hanya mengekspoitasi sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi akan menyisakan dampak negatif pada tatanan kehidupan manusia yang akhirnya akan menjadi bencana untuk kita semua. Pemanfaatan hutan sebagai penghasil produksi kayu untuk bahan bangunan perlu dibatasi. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif pengganti kayu sebagai bahan bangunan.

  Menururt Ratih, 2012 Konversi penggunaan bambu laminasi dari kayu untuk konstruksi adalah upaya green infrastructure. Teknologi bambu laminasi dengan bahan baku bambu, tidak boleh mengesampingkan pelestarian hutan. Pengelolaan sumber daya alam hutan tidak hanya melibatkan aspek biofisik saja, melainkan harus memperhatikan pula aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Green infrastructure (infrastruktur hijau) adalah interkoneksi jaringan ruang hijau yang melestarikan nilai-nilai dan fungsi ekosistem alami dan memberikan manfaat terkait dengan populasi manusia. Infrastruktur hijau adalah kerangka ekologi yang dibutuhkan untuk lingkungan, sosial, dan keberlanjutan ekonomi. Perencanaan berbasis infrastruktur hijau dengan perencanaan ruang terbuka secara konvensional belum mempertimbangkan nilai-nilai konservasi lahan, manajemen pertumbuhan, dan perencanaan pembangunan infrastruktur. Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan diperhatikan dalam pembangunan berkelanjutan.

  Pada pelaksanaan green infrastructure terdapat tujuh prinsip yang harus diperhatikan diantaranya adalah (1) Berfungsi dalam kerangka konservasi dan pembangunan, (2) Membuat desain dan rencana infrastruktur hijau sebelum melaksanakan pembangunan, (3) Jaringan adalah kunci, (4) Infrastruktur hijau berfungsi lintas yuridiksi dan skala yang berbeda, (5) Dilandasi ilmu pengetahuan dan peta guna lahan, (6) Infrastruktur hijau adalah investasi publik yang paling kritis, (7) Melibatkan peran swasta dan melibatkan berbagai stakeholders (Benedict and T. McMahon, 2002)

  Saat ini usaha untuk mencari alternatif bahan sebagai substitusi kayu konstruksi semakin meningkat, bahan baku kayu untuk industri pengolahan kayu di Indonesia baik dari hutan alam maupun hutan tanaman tidak mencukupi kebutuhan yang ada. Hal ini terjadi karena kecepatan pemanfaatan kayu tidak seimbang dengan kecepatan pertumbuhannya. Sementara itu kebutuhan kayu untuk mebel, konstruksi dan keperluan lain terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Bambu adalah salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai masalah pengganti kayu.

  Dari hasil pengujian mekanika yang pernah dilakukan, bambu laminasi ini layak secara fisik. Berdasarkan hasil perbandingan sifat mekanik bambu laminasi dengan nilai kuat acun sifat mekanis kayu kadar air 15 %, bambu laminasi dengan perekat polymer isocyanate memiliki nilaikarakteristik mekanika untuk MOE, F t , F c sejajardan F v di atas kode mutu E26, dan termasuk ke dalam kelas kuat kayu I (Balai PTPT Denpasar, 2010), atau dengan kata lain setara dengan kayu jati. Bambu laminasi dibuat denganmerekatkan bilah-bilah bambu dengan sistem kempa menjadi balok-balok kayu yang ukuran dan dimensinya dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan.

  Permasalahannya adalah apakah inovasi tersebut dapat diterima oleh masyarakat Banyumas pada khusunya, yang memiliki potensi hutan yang besar, begitu puladengan potensi hutan bambu. Begitu juga dengan minimnya pemanfaatan material lokal dalam meningkatkan ekonomi kreatif dan inovativ. Dengan cara mengalihfungsikan bambu melalui proses laminasi akan meningkatkan sifat mekanis dari bambu dan ketahanannya. Sumber daya bambu yang cukup melimpah di daerah Banyumas khususnya di kecamatan Jatilawang perlu perhatian khusus agar dapat memberi dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inovasi berbasis potensi lokal.

  Pemanfaatan bambu saat ini masih terbatas penggunaanya. Oleh karena itu perlu ditingkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu khususnya produk bambu yang dapat digunakan sebagai substitusi kayu konstruksi maupun bahan baku mebel dengan cara proses laminasi bambu.

  Tujuan kegiatan ini adalah untuk Memberikan pemahaman terkait budidaya dan pemanfaatan bambu. Penggunaan bambu laminasi dalam berbagai kebutuhan seperti industri mebel dan konstruksi menjadi salah satu solusi alternatif atas permasalahan semakin langkanya pasokan kayu. Bahan baku industri mebel atau konstruksi dengan bambu laminasi memiliki keunikan tersendiri yang terekspos dari serat dan ruasnya. Alur serat yang simetris menciptakan nuansa seni yang unik sehingga diharapkan akan meningkatkan ketertarikan masyarakat pada bambu. Manfaat dari kegiatan ini diharapkan akan meningkatkan terciptanya ekonomi yang kreatif dan inovativ yang berbasis potensi lokal dengan memanfaatkan bambu dengan proses laminasi sebagai alternatif pengganti kayu.

METODE PELAKSANAAN

  Metode yang digunakan ada dua yaitu pendidikan masyarakat dan survey. Pendidikan masyarakat melalui ceramah, demonstrasi dan diskusi Ipteks. Ceramah digunakan untuk memberikan pengetahuan tentang budidaya dan pemanfaatan bambu, kelebihan dan kelemahan bambu, proses pengawetan bambu sampai dengan proses pembuatan bambu laminasi. Pelaksanaan Pengabdian pada Masyarakat ini berlangsung pada bulan Mei dan April 2017 pada Kader Muhammadiyah Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas dengan jumlah responden sebanyak 35-45 orang.

  Gambar 1. Proses pembuatan bambu laminasi (Morisco, 2006) Survey dilakukan melalui mekanisme penyebaran kuesioner dalam forum diskusi terbatas. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan, kemudian didiskusikan untuk klarifikasi kepada responden.Pengisian kuesioner oleh peserta rapat menggunakan Skala Likert 1

  • –5 (skala 1 menunjukkan sangat tidak setuju dan skala 5 menunjukkan sangat setuju sekali). Data yang digunakan untuk analisis apakah masyarakat menerima terhadap inovasi teknologi bambu laminasi (pree test). Teknologi yang diterima masyarakat dan masyarakat menerima akan teknologi tersebut (Technology Acceptance Model-TAM) adalah teori sistem informasi yang memodelkan bagaimana pengguna (user) menerima dan menggunakan teknologi. Model ini menunjukkan bahwa jika masyarakat diberi suatu teknologi, beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan mereka untuk menerima dan menggunakannya. Pada kegiatan post test yaitu untuk mengetahui pengaruh penyuluhan Ipteks tentang bambu laminasi kepada masyarakat.
Pertanyaan yang diajukan pada kuesioner adalah (1) Kayu adalah bahan wajib yang digunakan dalam setiap bangunan. (2) Kayu boleh tidak digunakan sebagai bahan wajib yang digunakan dalam setiap bangunan. (3) Jika terus menerus terjadi eksploitasi kayu yang berlebih, maka di masa mendatang kayu akan habis. (4) Dengan adanya butir nomer 2, maka jika inovasi bamboo laminasi ini adalah bahan pengganti dari kayu maka saya tetap akan menggunakannya. (5) Jika saya menggunakan bambu laminasi ini, saya tidak akan mempermasalahkan nilai-nilai budaya/adat yang ada di dalam bambu laminasi ini sebagai pengganti kayu. (6) Saya tidak akan segan menggunakan bambu laminasi sebagai pengganti dari kayu. (7) Menurut saya bambu laminasi memiliki keunggulan kuat secara fisik. 8) Menurut saya bambu laminasi memiliki keunggulan murah dalam produksi. (9) Menurut saya bambu laminasi memiliki keunggulan di bidang estetika dan desain yang menarik. (10) Menurut saya bambu laminasi memiliki komponen komponen komposisi bahan dimana komponen tersebut mudah didapatkan di pasaran. (Ratih, 2012)

  Tabel 1. Respon Masyarakat terhadap Inovasi Bambu Laminasi Nomor Pertanyaan

  Rata- % Uraian Skala rata Total

  1

  2

  3

  4

  

5

  6

  7

  8

  9

  10

  1

  3

  1

  2

  2

  1

  2

  1.1

  3.14 Distribusi

  2

  3

  11

  4

  2

  2

  1

  1

  2

  1

  2.7

  7.71 Jawaban

  3

  3

  3

  5

  2

  3

  7

  4

  4

  2

  3.3

  9.43 Responden

  4

  20

  18

  18

  21

  25

  19

  20

  21

  20

  26

  20.8

  59.43

  5

  4

  3

  13

  6

  6

  14

  5

  9

  6

  5

  7.1

  20.28 Jumlah

  33

  36

  37

  36

  36

  37

  33

  34

  34

  34 35 100.00 Validasi instrumen kuesioner dilakukan dengan cara menyampaikan hasil isian kuesioner kepada responden melalui forum diskusi terbuka. Jawaban responden yang masih ragu diharapkan dapat didiskusikan, sehingga memperoleh jawaban yang valid.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Analisis dilakukan setelah pertanyaan kuesioner dinyatakan dapat diterima oleh

respondennya. Metode analisis menggunakan rasio perbandingan nilai kesetujuan terhadap

ketidaksetujuan responden. Nilai lebih besar dari 1,00 menunjukkan keberterimaan

responden. Semakin besar nilai rasio lebih dari 1,00 maka respon masyarakat semakin

positif (Ratih, 2012). Kelompok sasarannya adalah Aggota dan Pengurus Muhammadiyah

Jatilawang Kabupaten Banyumas. Pada pertemuan ini hadir 46 orang dengan berbagai

  9 15 21 6 31 9 27 5 31 4 33 8 25 4 30 8 26 3 31 5 10 15 20 25 30 35

  1 2 Jum la h R e sponde n Respon Negatif Respon Positif

  Grafik 1 menunjukkan distribusi jawaban responden.Sumbu “x” menunjukkan

nomor pernyataan, yang terdiri dari 10 pertanyaan.Sedangkan sumbu “y” menunjukkan

jumlah responden yang menjawab.

  

Grafik 1. Distribusi jawaban responden Grafik 2 menunjukkan perbandingan antara kesetujuan dan ketidaksetujuan masyarakat. Rata-rata nilai kesetujuan lebih tinggi dibandingkan nilai ketidaksetujuan. Nilai ketidaksetujuan didapat dari pertanyaan 1, 2, 5, dan 8. Pertanyaan itu antara

lain bahwa kayu adalah bahan wajib yang digunakan dalam setiap bangunan, responden

tidak setuju dengan pernyataan ini, artinya bahan bangunan kayu dapat dikonversi. Namun,

pada pernyataan kedua bahwa kayu boleh tidak digunakan sebagai bahan wajib yang

digunakan dalam setiap bangunan, responden menyatakan ketidaksetujuan.

  Pernyataan kedelapan bahwa bambu laminasi memiliki keunggulan murah dalam

produksi, memperoleh nilai ketidaksetujuan yang besar. Hal ini wajar karena saat ini harga

jual per balok bambu laminasi lebih mahal dari kayu sejenis. Respon postif dan

  • penerimaan masyarakat terhadap teknologi diukur menggunakan rasio kesetujuan

    ketidaksetujuan, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.Nilai ketidaksetujuan diperoleh dengan

    menjumlahkan jawaban skala 1
  • –3, sedangkan kesetujuan menjumlahkan skala 3–5.Nilai

    ini kemudian dibagi dengan jumlah responden agar angka yang diperoleh homogen.Angka

    rasio > 1 menunjukkan keberterimaan positif.Nilai rasio seperti yang ditunjukkan Tabel 2

    menunjukkan sebagian besar melampaui batas minimum, rasio > 1.

  Kepedulian terhadap lingkungan dapat dilihat dari pernyataan nomor 3 yaitu jika

terus menerus terjadi eksploitasi kayu yang berlebih, maka di masa mendatang kayu akan

habis. Masyarakat banyumas memiliki kepekaan lingkungan hidup yang tinggi terhadap

kelestarian alam.

  

Tabel 2.Rasio Kesetujuan dan Ketidaksetujuan Iptek

Nilai Rasio No Pertanyaan Nilai Kesetujuan Ketidaksetujuan Perbandingan

  1

  0.27

  0.73

  2.67

  2

  0.42

  0.58

  1.40

  3

  0.16

  0.84

  5.17

  4

  0.25

  0.75

  3.00

  5

  0.14

  0.86

  6.20

  6

  0.11

  0.89

  8.25

  7

  0.24

  0.76

  3.13

  8

  0.12

  0.88

  7.50

  9

  0.24

  0.76

  3.25

  10

  0.09

  0.91

  10.33 Rerata

  5.09 Gambaran responden mengenai ketertarikan terhadap bambu laminasi untuk

dijadikan peluang usaha bernilai tinggi yaitu 8,25, menunjukkan bahwa masyarakat

  

merespon secara positif adanya pengembangan iptek bambu laminasi sebagai alternatif

pengganti kayu. Untuk nilai keunggulan kuat secara fisik bambu laminasi memiliki nilai

rasio cukup yaitu 3,13 itu artinya masyarakat masih meragukan kekuatan bambu laminasi

dibandingkan dengan kayu solid. Pada point ini masyrakat perlu diberikan pemahaman

terhadap kekuatan bambu laminasi sesuai dengan penelitian yang sudah ada. Untuk hasil

aplikasi bahwa bambu laminasi memiliki keunggulan murah dalam produksi memiliki nilai

7,5. Hal ini tentunya masyarakat perlu diberikan pelatihan secara khusus tentang

pembuatan bambu laminasi, agar masyarakat mengetahui harga produksi.

  KESIMPULAN

  Masyarakat Banyumas khusunya di Kecamatan Jatilawang memiliki respon positif terhadap inovasi teknologi bambu laminasi sebagai alternatif pengganti kayu.Ketertarikan terhadap bambu laminasi untuk dijadikan peluang usaha sangatlah tinggi, untuk itu perlu adanya pelatihan yang lebih mendalam terkait inovasi teknologi bambu laminasi yang lebih aplikatif.

DAFTAR PUSTAKA

  Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar Pusat Litbang Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

  Benedict, Mark A. and T. McMahon, Edward. 2002. Green Infrastructure: Smart Conservation for st the 21 Century. Renewable Resources Journal 20(3):1217. Kementerian Kehutanan. 2010. Kondisi dan Perubahan Tutupan Hutan.

  Morisco, 2006, Pemberdayaan Bambu untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kelestarian Lingungan , Rangkuman Hasil Penelitian, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

  Morisco, 2006, Teknologi Bambu, Bahan Kuliah, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan). Ratih P.R., Keberterimaan Masyarakat Terhadap Inovasi Teknologi Bambu Laminasi, Balai

  Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman Pusat Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum, Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.4 No.1, April 2012 hal 1- 65.