KARAKTERISASI KANDUNGAN SENYAWA ORGANOSULFUR PADA MINYAK BAWANG PUTIH YANG BERASAL DARI TANAMAN VARIETAS LOKAL CIWIDEY

  

Ilmu murni: Biologi

KARAKTERISASI KANDUNGAN SENYAWA ORGANOSULFUR

PADA MINYAK BAWANG PUTIH YANG BERASAL DARI

TANAMAN VARIETAS LOKAL CIWIDEY

  

Oleh

Ayda T. Yusuf & Dwi Suci Candraningsih*

Jalan Ganesha Nomor 10 Bandung 40132 Indonesia

ayusuf@sith.itb.ac.id

ABSTRAK

  Umbi bawang putih mengandung senyawa organosulfur yang bersifat antioksidan, sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan obat, baik dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk minyak. Meskipun demikian, beberapa penelitian yang menggunakan minyak bawang putih menunjukkan hasil yang berlawanan dari yang diharapkan sebagai antioksidan. Dugaan yang dikemukakan adalah berkaitan dengan metode ekstraksi yang digunakan tidak tepat, sehingga tidak menghasilkan kadar organosulfur yang optimum untuk memunculkan sifat antioksidan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi kandungan organosulfur dari minyak bawang putih hasil dua metode ekstraksi, sehingga diperoleh metode ekstraksi yang tepat. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan destilasi air. Bawang putih yang digunakan adalah bawang putih varietas lokal Ciwidey yang memiliki aroma yang lebih tajam. Metode ekstraksi maserasi dilakukan dengan merendam homogenat bawang putih dalam etanol 70%, sedangkan metode ekstraksi destilasi air dilakukan dengan memanaskan homogenat bawang putih menggunakan alat destilasi Stahl. Karakterisasi kandungan senyawa organosulfur dari minyak bawang putih menggunakan GC-MS. Hasil analisis menunjukkan bahwa minyak bawang putih hasil ekstraksi metode maserasi memiliki kadar organosulfur sebesar 1,99mg/10mL dan kandungan senyawanya lebih didominasi oleh asam lemak rantai sedang, dengan ciri organoleptik berwarna jingga tua, bau bawang tidak tajam dan bentuknya kental. Minyak bawang putih hasil ekstraksi metode destilasi air memiliki kadar organosulfur lebih tinggi yaitu 43,28mg/10mL, dengan ciri organoleptik berwarna kuning terang, bau bawang tajam dan bentuknya cair agak kental. Berdasar hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi destilasi air merupakan metode yang tepat untuk memperoleh senyawa organosulfur yang lebih tinggi.

  

Kata kunci bawang putih, karakterisasi, metode ekstraksi, minyak bawang putih,

organosulfur ABSTRACT

Garlic bulbs contain organosulfur compounds that are antioxidants, so often used as a drug

ingredient, either consumed directly or in the form of oil. Nevertheless, some studies that use garlic

oil show opposite results than antioxidants are expected. The allegations conveyed are related to

the method of extraction used was inappropriate, so as not to produce the optimum organosulfur

content to elicit antioxidant properties. Therefore, this study was conducted to characterize the

organosulfur content of garlic oil from the two extraction methods, to obtain the appropriate

method of extraction. Extraction methods used are maceration and water distillation. Garlic used

is a local varieties from Ciwidey that has a sharper smell. The extraction method of maceration

was done by soaking garlic homogenate in ethanol 70%, while the method of water distillation was

done by heating homogenate of garlic using Stahl distillation apparatus. Characterization of

  

organosulfur compound content of garlic oil using GC-MS. The results showed that garlic oil

extracted by maceration method had organosulfur content of 1.99mg/10mL and its content was

more dominated by medium chain fatty acid, with organoleptic features as follows dark orange

colored, the garlic odor was not sharp and viscous. Garlic oil extracted by water distillation

method has a higher organosulfur content of 43.28mg/10mL, with organoleptic features as follows

bright yellow colored, a sharp garlic odor and a slightly viscous liquid. Based on these results, can

be concluded that the method of water distillation extraction is the right method to obtain higher

organosulfur compounds.

  Keyword characterization, extraction method, garlic, garlic oil, organosulfur PENDAHULUAN

  Umbi bawang putih mengandung senyawa organosulfur yang bersifat antioksidan, sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan obat, baik dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk minyak. Salah satu senyawa organosulfur dalam minyak bawang putih yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah senyawa allyl sulfide (Chung, 2006; Brewer, 2011; El-Kott et al., 2012, Ademiluyi et al., 2013). Pada beberapa penelitian, efek antioksidan minyak bawang putih tidak muncul dan justru memunculkan efek letal sebelum masa pendedahan subkronis selesai, munculnya gejala

  Parkinson’s-like syndrome pada masa pendedahan sub akut dan munculnya

  kerusakan pada tiga organ viseral yaitu lambung, hati dan usus (Yusuf&Resdiani, 2016 dan Yusuf&Selandia, 2017). Dalam penelitian tersebut, minyak bawang putih yang digunakan merupakan hasil maserasi yang merupakan ekstrak kasar sehingga muncul dugaan kadar organosulfurnya rendah dan menyebabkan tidak munculnya efek antioksidan dari minyak bawang putih.

  Kadar organosulfur dalam minyak bawang putih dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor biologi dan faktor kimia. Faktor biologi meliputi kondisi dari bahan baku, seperti identitas jenis (spesies), lokasi tumbuhan berasal, periode pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan dan umur serta bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku. Faktor kimia meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis senyawa aktif, komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif dan kadar total rata-rata senyawa aktif. Faktor eksternal meliputi metode ekstraksi, diameter dan tinggi alat ekstraksi, ukuran; kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut, kandungan logam berat dan kandungan pestisida (Ritiasa, 2000). Faktor biologi dan faktor kimia internal merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam proses ekstraksi, namun faktor kimia eksternal masih dapat dikendalikan untuk memperoleh ekstrak yang memiliki mutu baik. Salah satu faktor kimia eksternal yang dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi.

  Terdapat berbagai macam metode untuk melakukan ekstraksi. Metode yang paling memungkinkan untuk memperoleh allyl sulfide yang tinggi adalah destilasi air. Di dalam umbi bawang putih terkandung asam amino

  ɣ-glutamil-S-alk(en)il-L-sistein dan minyak atsiri S- alk(en)il-sistein sulfoksida (alliin). Asam amino ɣ-glutamil-S-alk(en)il-L-sistein merupakan senyawa yang akan diubah menjadi alliin melalui reaksi enzimatis (Zhang, 1999). Gangguan mekanis pada umbi bawang putih, seperti pemotongan atau penggerusan, akan mengaktivasi alliinase sehingga alliin diubah menjadi allicin. Allicin akan diubah menjadi berbagai turunan allyl

  

sulfide melalui proses pemanasan yang terjadi di dalam medium air (Song & Milner, 1999).

  Melalui metode destilasi air, umbi bawang putih akan dihancurkan dan dipanaskan dalam medium air sehingga akan memfasilitasi pengubahan alliin dalam umbi bawang putih menjadi berbagai senyawa turunan allyl sulfide.

  Karakterisasi senyawa organosulfur dalam minyak bawang putih dilakukan pada dua parameter, yaitu organoleptik dan kandungan kimianya. Karakterisasi melalui parameter organoleptik dilakukan untuk mengetahui karakteristik suatu ekstrak berdasar panca indera penguji. Parameter kandungan kimia menggunakan GC-MS dilakukan untuk mengetahui lebih spesifik kandungan kimia dalam minyak bawang putih yang memunculkan ciri pada parameter organoleptik tersebut (Ritiasa, 2000).

METODE PENELITIAN

  Ekstraksi Minyak Bawang Putih

  Bawang putih yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas lokal yang berasal dari lokasi penanaman Ciwidey, Jawa Barat. Bawang putih varietas lokal Ciwidey digunakan karena memiliki aroma lebih tajam. Ekstraksi bawang putih dilakukan di laboratorium farmakognosi, Sekolah Farmasi ITB. Ekstraksi bawang putih dilakukan pada dua metode yang berbeda yaitu maserasi dan destilasi air.

  Maserasi dilakukan berdasar metode standar (Handa et al., 2008 & Ritiasa, 2000) dengan merendam 40g homogenat bawang putih dalam 200mL etanol 70% selama 2-5 hari pada suhu ruang. Endapan bawang putih kemudian dipisahkan dari pelarut dengan cara disaring menggunakan kertas saring. Maserat bawang putih kemudian dipekatkan menggunakan rottary evaporator hingga etanol teruapkan seluruhnya. Destilasi air dilakukan dengan memanaskan 100g homogenat bawang putih dalam air dengan volume total 200mL selama 3 jam pemanasan utama (Skala et al., 2000).

  Karakterisasi Minyak Bawang Putih

  Karakterisasi minyak bawang putih dilakukan melalui dua parameter, yaitu ciri organoleptik dan kandungan kimia minyak. Parameter organoleptik meliputi warna, bau dan bentuk dari minyak bawang putih hasil ekstraksi (Ritiasa, 2000). Kandungan kimia minyak bawang putih hasil maserasi dan destilasi air dianalisis menggunakan GC-MS. Analisis minyak bawang putih hasil maserasi dilakukan di Puslabfor Mabes Polri Jakarta, sedangkan minyak bawang putih hasil destilasi air dilakukan di laboratorium kimia instrumentasi, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Karakterisasi minyak bawang putih varietas lokal Ciwidey dilakukan pada dua parameter, yaitu organoleptik dan kandungan kimianya. Parameter organoleptik meliputi warna, bau dan kekentalan dari minyak bawang putih. Parameter kandungan kimia yang diamati dalam penelitian ini adalah senyawa organosulfur, sebagai salah satu senyawa yang memiliki kebermanfaatan bagi kesehatan.

  

Tabel 1 Parameter organoleptik minyak bawang putih varietas lokal Ciwidey hasil maserasi dan destilasi air

Pembanding Maserasi Destilasi Air Warna Jingga tua Kuning terang Aroma Aroma bawang tidak tajam Aroma bawang tajam Kekentalan Kental Cair agak kental

Volume ekstrak 8mL (dari 40g simplisia) +-0,5mL (dari 100g simplisia)

  Parameter organoleptik minyak bawang putih hasil maserasi dan destilasi air terlihat memiliki perbedaan (Tabel 1). Minyak bawang putih hasil maserasi berwarna jingga tua, sedangkan hasil destilasi air berwarna kuning cerah. Warna tersebut menunjukkan pigmen dari umbi bawang putih lebih banyak terekstrak melalui metode maserasi dibandingkan destilasi air. Pigmen kuning tersebut terbentuk dari prekursor pigmen yang teraktivasi oleh asam piruvat saat umbi bawang putih yang telah mengalami gangguan mekanis direndam dalam larutan pada suhu ruang. Terdapat tiga jenis pigmen kuning yang terbentuk melalui aktivasi prekursor tersebut, yaitu pigmen Y1 (C H N O ), Y2 (C H N O ) dan Y3 (C H N O ). Jumlah pigmen pada minyak 16 16 2 4 22 28 2 4 24 32 2 4 bawang putih hasil maserasi lebih banyak dikarenakan ketiga pigmen kuning tersebut memiliki kelarutan yang baik pada etanol 70% yang mengandung 70% etanol dan 30% air (Wang et al., 2009 & Hu et al., 2010).

  Aroma bawang putih pada hasil maserasi tidak setajam minyak bawang putih hasil destilasi air. Aroma bawang putih pada minyak hasil ekstraksi tersebut merupakan aroma yang dimunculkan oleh senyawa organosulfur, salah satunya allyl sulfide (O Neil, 2001). Minyak bawang putih hasil destilasi air yang lebih beraroma tajam mengindikasikan kandungan allyl

  

sulfide dalam minyak hasil destilasi air tersebut juga lebih banyak, dibandingkan minyak bawang

  putih hasil maserasi. Minyak bawang putih hasil maserasi memiliki bentuk kental seperti minyak sawit atau minyak kelapa, sedangkan minyak bawang putih hasil destilasi air berbentuk cair agak kental. Kekentalan minyak bawang putih tersebut juga mengindikasikan kandungan dari masing- masing minyak bawang putih. Bentuk minyak bawang putih hasil maserasi yang kental seperti minyak sawit atau kelapa tersebut mengindikasikan adanya asam lemak rantai sedang dalam minyak tersebut. Selain ciri organoleptik kedua minyak yang berbeda, jumlah minyak yang terekstrak dari masing-masing metode juga berbeda. Metode maserasi menghasilkan lebih banyak minyak yaitu 8mL dari simplisia sebanyak 40g, sedangkan hasil destilasi air adalah sekitar 0,5mL dari simplisia sebanyak 100g. 5 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 4 . 8 1 5 . 1 9 1 3 . 6 0 4 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 . 2 7 1 1 . 2 5 1 2 . 3 9 1 5 . 5 9 1 5 . 6 6 1 5 . 8 9 1 5 . 8 6 1 7 . 8 1 1 7 . 8 4 1 7 . 9 2 1 8 . 1 8 1 0 0 0 0 0 7 . 5 2 1 0 . 5 1 1 3 . 2 8 1 3 . 2 5 1 3 . 2 2 4 . 6 0 1 3 . 7 7 4 . 5 5 8 . 9 5 5 . 0 0 1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0 4 0 . 0 0 6 . 1 1 9 . 8 3 1 0 . 5 8 6 . 9 4 2 0 . 6 8 2 2 . 9 1 7 . 4 6 8 . 4 7 1 4 . 7 1 7 . 7 9 8 . 8 9 8 . 7 0 9 . 5 8 1 0 . 1 7 1 2 . 6 5 9 . 0 1 9 . 0 7 1 1 . 0 9 1 1 . 4 3 2 1 . 2 7 1 2 . 8 8 1 7 . 5 4 1 7 . 6 2 2 6 . 9 6

  

Gambar 1 Grafik hasil GC-MS minyak bawang putih hasil metode maserasi (Dianalisis oleh Puslabfor

Mabes Polri Jakarta)

  

Tabel 2 Kandungan kimia minyak bawang putih hasil ekstraksi metode maserasi

Golongan Kandungan Nama Senyawa Konsentrasi (%)

Kimia

  Organosulfur Diallyl disulfide 3,05%

Asam lemak Hexadecanoic acid (palmitic acid) 61,72%

n-Octadenoic acid (stearic acid) 15,90% Dodecanoic acid (lauric acid) 5,19%

  Trans-delta.(sup 9)-Octadecanoic acid 4,98% Decanoic acid (capric acid) 2,94% Dodecamethylcyclohexasiloxaneoxome 2,92%

  • -thoxyeth anoic acid

    Tetradecanoic acid (myristic acid) 2,48% Cycloheptasiloxane, tetradecamethyl 2,32%

  1,54%

alpha-Octadecene

  

(Dianalisis oleh Puslabfor Mabes Polri Jakarta)

  Parameter organoleptik dari minyak bawang putih hasil maserasi maupun destilasi air telah menunjukkan perbedaan yang mengarah pada bedanya kandungan kimia dalam minyak tersebut. Indikasi dari parameter organoleptik tersebut diperkuat dari hasil analisis kandungan kimia menggunakan GC-MS pada minyak bawang putih dari kedua metode ekstraksi tersebut. Hasil analisis kandungan kimia minyak bawang putih hasil maserasi (Gambar 1) menunjukkan senyawa organosulfur yang terekstrak dalam minyak tersebut hanya ada satu jenis yaitu diallyl sebesar 3,05% (Tabel 2). Kecilnya kandungan organosulfur dalam minyak bawang putih

  disulfide

  hasil maserasi sesuai dengan parameter organoleptiknya yang memiliki aroma bawang putih tidak terlalu tajam. Sebagian besar kandungan kimia dari minyak tersebut justru merupakan asam lemak rantai sedang (Tabel 2), hal ini juga sesuai dengan ciri organoleptik dari minyak bawang putih hasil maserasi yang memiliki bentuk kental seperti minyak sawit atau minyak kelapa. Karakteristik minyak bawang putih hasil maserasi tersebut sesuai dengan dugaan dalam latar belakang bahwa minyak bawang putih hasil maserasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya tidak memiliki organosulfur yang cukup untuk memunculkan efek antioksidan dari bawang putih.

  

Gambar 2 Grafik hasil GC-MS minyak bawang putih hasil metode destilasi air (Dianalisis oleh

Laboratorium Kimia Instrumentasi, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung)

  

Tabel 3Kandungan kimia minyak bawang putih hasil ekstraksi metode destilasi air

Golongan Nama Senyawa Konsentrasi (%) Kandungan Kimia

  Organosulfur Methyl allyl disulfide 4,29% Methyl allyl trisulfide 12,19% Diallyl disulfide 18,69% Diallyl trisulfide 29,24% Diallyl tetrasulfide 8,04%

  

(Dianalisis oleh Laboratorium Kimia Instrumentasi, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung)

  Analisis kandungan kimia minyak bawang putih hasil destilasi air (Gambar 2) menunjukkan kandungan senyawa organosulfur dalam minyak tersebut cukup tinggi, yaitu 72, 45%. Senyawa organosulfur yang terkandung dalam minyak tersebut merupakan turunan senyawa

  

allyl sulfide , meliputi methyl allyl disulfide (4,29%), methyl allyl trisulfide (12,19%), diallyl

disulfide (18,69%), diallyl trisulfide (29,24%) dan diallyl tetrasulfide (8,04%) (Tabel 3). Tingginya

  kandungan senyawa organosulfur dalam minyak hasil destilasi air sesuai dengan ciri organoleptiknya yang memiliki aroma bawang putih sangat tajam. Bentuk minyak bawang putih hasil destilasi air yang tidak terlalu kental juga sesuai dengan kandungan kimianya yang tidak menunjukkan keberadaan asam lemak sebagai komponen penyusunnya.

  Persentase organosulfur pada minyak bawang putih hasil maserasi dan destilasi air dari hasil GC-MS kemudian dikalikan dengan masa relatif (Mr) dari masing-masing senyawa untuk mengetahui masa total organosulfur di dalamnya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hasil maserasi mengandung 1,99mg organosulfur dalam 10mL minyak bawang putih, sedangkan hasil destilasi air mengandung 43,28mg organosulfur dalam 10mL minyak bawang putih. Hal tersebut menunjukkan metode destilasi air mampu menghasilkan minyak bawang putih dengan kandungan organosulfur yang lebih tinggi dan lebih murni dibandingkan dengan metode maserasi.

  Minyak bawang putih hasil maserasi hanya mengandung sedikit senyawa organosulfur dan lebih banyak mengandung asam lemak rantai sedang. Hal ini terjadi karena dalam metode maserasi, pelarut yang digunakan merupakan etanol 70%, sedangkan kelarutan sulfur dalam etanol sangatlah kecil yaitu 0,9mM (Gordon & Alvare, 2013). Etanol 70% justru memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen dengan asam lemak (Patra et al., 2005) sehingga menyebabkan asam lemak dalam umbi bawang putih yang “terpanen” dalam proses maserasi. Proses pemanasan maserat bawang putih dalam etanol 70% melalui proses pemekatan menggunakan rottary

  

evaporator kemungkinan berperan dalam pengubahan organosulfur yang terlarut dalam maserat

menjadi senyawa diallyl disulfide yang terdapat dalam minyak bawang putih hasil maserasi.

  Minyak bawang putih hasil destilasi air mengandung senyawa allyl sulfide yang cukup tinggi (72,45%). Hal ini berkaitan dengan tersedianya faktor-faktor pendukung pengubahan alliin dalam umbi bawang putih untuk dapat menjadi berbagai turunan senyawa allyl sulfide dalam proses destilasi air. Melalui destilasi air, umbi bawang putih dihancurkan sehingga terjadi aktivasi alliinase yang mengubah alliin dalam umbi bawang putih menjadi allicin. Pemanasan dalam proses destilasi air mengubah allicin dalam homogenat bawang putih menjadi berbagai turunan senyawa

  allyl sulfide (Song & Milner, 1999).

  KESIMPULAN

  Berdasar hasil karakterisasi kandungan senyawa organosulfur dalam minyak bawang putih menggunakan metode ekstraksi maserasi dan destilasi air, dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi destilasi air merupakan metode yang tepat untuk memperoleh senyawa organosulfur yang lebih tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Terimakasih penulis ucapkan kepada LPPM ITB yang telah mendanai penelitian ini melalui Dana Riset Unggulan ITB. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Sekolah Farmasi ITB yang telah mengizinkan penulis menggunakan fasilitas laboratorium farmakognosi untuk keperluan penelitian ini, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang yang telah membantu penulis dalam menemukan sentra penanaman bawang putih di Desa Panundaan Ciwidey, Puslabfor Mabes Polri dan Universitas Pendidikan Indonesia yang telah membantu penulis dalam proses analisis sampel penelitian. Tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak tersebut tentunya penulis tidak dapat melakukan penelitian ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

  Ademiluyi, A. O., Oboh, G. T., Owoloye, P. & O. J. Aghebi. 2013. Modulatory effects of dietary inclusion of garlic (Allium sativum) on gentamycin-induced hepatotoxicity and oxidative stress in rats. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 3(6): 470 – 475

  Awaludin, A. M. 2016. Monografi Desa Panundaan Kecamatan Ciwidey. http://desapanundaan.blogspot.co.id. Diakses pada 29 Oktober 2017

  Brewer, M. S. 2011. Natural antioxidants: source, compounds, mechanisms of action, and applications. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 10: 221

  • – 247 Chung, L. Y. 2006. The antioxidant properties of garlic compounds: allyl cysteine, alliin, allicin, and allyl disulfide. Journal of Medicinal Food 9(2): 205 – 213 El-Kott, A. F., Abdel-Aziz, A. M., Abd El-Latif, A. M., El-Gamal, E. M & A. M. Khalil. 2012.

  Ameliorate on nitrate-induced hepatotoxicity of Allium sativum in mice. Journal of

  Medical Science 12(3): 85 – 91

  Gordon, J. H. & J. Alvare. 2013. Process for desulfurizing petroleum feedstocks. Patent WO2013116340 A1

  Handa, S. S., Khanuja, S. P. S., Longo, G. & D. D. Rakesh. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants . International Centre for Science and High Technology.

  Trieste. 22 pp. Hilman, Y., Hidayat, A. & Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih di Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 1 pp.

  Hu, D., Zhang, J., Zhang, T., Dong, J., Leng, X. & G. Zhao. 2010. Characterization of yellow pigments formed on reaction of 2-(1H-pyrrolyl)carboxylic acids with pyruvic acid in gaslic greening model systems. Food Research International 43: 915

  • – 921 Liu, L. & Y. Y. Yeh. 2000. Inhibition of cholesterol biosynthesis by organosulfur compounds derived from garlic. Lipids 35: 197 – 203 O Neil, M. J. 2001. The Merck Index-An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals.

  Merck and Co., Inc.. New Jersey. 55 pp. Patra, M., Salonen, E., Terama, E., Vattulainen, I., Faller, R., Lee, B. W., Holopainen, J. & M.

  Karttunen. 2006. Under the influence of alcohol: the effect of ethanol and methanol on lipid bilayers. Biophysical Journal 90: 1121 - 1135 Ritiasa, K. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan RI.

  Jakarta. 10

  • – 12 pp Singh, T.U., Kumar, D., Tandan, S. K. & S. K. Mishra. Inhibitory effect of essential oils of Allium

  sativum and Piper longum on spontaneus muscular activity of liver fluke, Fasciola gigantica . Experimental Parasitology 123: 301

  • – 308 Skala, D., Kuzic, R., Zizovic, I., Nikolic, V. & D. Jovanovic. 2000. Etheric oil from garlic (Allium

  sativum L.) obtained by CO2-SFE: comparison with steam distillation. Chemistry and Industry 54(12): 539 – 545

  Song, K. & J. A. Milner. 1999. Heating garlic inhibits its ability to suppress 7, 12- dimethylbenz(a)anthracene-induced DNA adduct formation in rat mammary tissue. The

  Journal of Nutrition : 657 – 661

  Wang, D., Yang, X., Wang, Z., Hu, X. & G. Zhao. 2009. Isolation and identification of one kind of yellow pigments from model reaction systems related to garlic greening. Food Chemistry

  117: 296

  • – 301 Yusuf, A. T. & R. Resdiani. 2016. Pengaruh kombinasi minyak bawang putih (Allium sativum L.) dan ekstrak kasar akar tuba (Derris elliptica Benth) terhadap perubahan jaringan saraf di bagian otak tengah tikus. Repository Tugas Akhir SITH-ITB

  Yusuf, A. T. & R. R. A. Selandia. 2017. Analisa gejala Parkinson’s-like syndrome pada tikus wistar setelah pemberian kombinasi minyak bawang putih (Allium sativum L.) dan ekstrak kasar akar tuba (Derris elliptica Benth). Repository Tugas Akhir SITH-ITB

  Zhang, X. 1999. WHO Monographs on Selected Medicinal Plants: Bulbus Allii Sativii. World Health Organization. Geneva. 16 – 32 pp