Blogroll About teori ilmu kesehatan masy

Blogroll
About
teori ilmu kesehatan masyarakat
Diposkan oleh Semua tentang ku (fenny af) di 21.33

Ilmu Kesehatan Masyarakat
Posted on Juli 3, 2007 by jurnalsehat
Membicarakan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari 2 tokoh metologi Yunani, yakni
Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita mitos Yunani tersebut Asclepius disebutkan sebagai
seorang dokter pertama yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau
pendidikan apa yang telah ditempuhnya tetapi diceritakan bahwa ia telah dapat mengobati
penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical
procedure) dengan baik.

Higeia, seorang asistennya, yang kemudian diceritakan sebagai isterinya juga telah melakukan
upaya-upaya kesehatan. Beda antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan / penanganan
masalah kesehatan adalah, Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit), setelah
penyakit tersebut terjadi pada seseorang.

Sedangkan Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan masalah kesehatan
melalui “hidup seimbang”, menghindari makanan / minuman beracun, makan makanan yang

bergizi (baik), cukup istirahat dan melakukan olahraga.

Apabila orang yang sudah jatuh sakit Higeia lebih menganjurkan melakukan upaya-upaya secara
alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut, antara lain lebih baik dengan memperkuat
tubuhnya dengan makanan yang baik daripada dengan pengobatan / pembedahan.

Dari cerita mitos Yunani, Asclepius dan Higeia tersebut, akhirnya muncul 2 aliran atau
pendekatan dalam menangani masalah-masalah kesehatan. Kelompok atau aliran pertama
cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya disebut pendekatan
kuratif (pengobatan). Kelompok ini pada umumnya terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater dan
praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan penyakit baik fisik, psikis, mental maupun
sosial.

Sedangkan kelompok kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan upayaupaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit.
Kedalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat lulusan-lulusan sekolah atau
institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang.

Dalam perkembangan selanjutnya maka seolah-olah timbul garis pemisah antara kedua
kelompok profesi, yakni pelayanan kesehatan kuratif (curative health care) dan pelayanan
pencegahan atau preventif (preventive health care). Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan

pendekatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut.

Pertama, pendekatan kuratif pada umumnya dilakukan terhadap sasaran secara individual, kontak
terhadap sasaran (pasien) pada umumnya hanya sekali saja. Jarak antara petugas kesehatan
(dokter, drg, dan sebagainya) dengan pasien atau sasaran cenderung jauh.

Sedangkan pendekatan preventif, sasaran atau pasien adalah masyarakat (bukan perorangan)
masalah-masalah yang ditangani pada umumnya juga masalah-masalah yang menjadi masalah
masyarakat, bukan masalah individu. Hubungan antara petugas kesehatan dengan masyarakat
(sasaran) lebih bersifat kemitraan tidak seperti antara dokter-pasien.

Kedua, pendekatan kuratif cenderung bersifat reaktif, artinya kelompok ini pada umumnya hanya
menunggu masalah datang. Seperti misalnya dokter yang menunggu pasien datang di Puskesmas
atau tempat praktek. Kalau tidak ada pasien datang, berarti tidak ada masalah, maka selesailah
tugas mereka, bahwa masalah kesehatan adalah adanya penyakit.

Sedangkan kelompok preventif lebih mengutamakan pendekatan proaktif, artinya tidak
menunggu adanya masalah tetapi mencari masalah. Petugas kesehatan masyarakat tidak hanya
menunggu pasien datang di kantor atau di tempat praktek mereka, tetapi harus turun ke
masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, dan melakukan

tindakan.

Ketiga, pendekatan kuratif cenderung melihat dan menangani klien atau pasien lebih kepada
sistem biologis manusia atau pasien hanya dilihat secara parsial, padahal manusia terdiri dari

kesehatan bio-psikologis dan sosial, yang terlihat antara aspek satu dengan yang lainnya.

Sedangkan pendekatan preventif melihat klien sebagai makhluk yang utuh, dengan pendekatan
yang holistik. Terjadinya penyakit tidak semata-mata karena terganggunya sistem biologi
individual tetapi dalam konteks yang luas, aspek biologis, psikologis dan sosial. Dengan
demikian pendekatannya pun tidak individual dan parsial tetapi harus secara menyeluruh atau
holistik.

Perkembangan Ilmu Kesehatan MAsyarakat
Sejarah panjang perkembangan masyarakat, tidak hanya dimulai pada munculnya ilmu
pengetahuan saja melainkan sudah dimulai sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan modern.
Oleh sebab itu, akan sedikit diuraikan perkembangan kesehatan masyarakat sebelum
perkembangan ilmu pengetahuan (pre-scientific period) dan sesudah ilmu pengetahuan itu
berkembang (scientific period).


Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan

Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah tercatat
bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan
masyarakat dan penyakit. Telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut tercatat dokumendokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air
limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota, pengaturan air minum, dan sebagainya.

Pada zaman ini juga diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan kotoran (latrin)
umum, meskipun alasan dibuatnya latrine tersebut bukan karena kesehatan. Dibangunnya latri
umum pada saat itu bukan karena tinja atau kotoran manusia dapat menularkan penyakit tetapi
tinja menimbulkan bau tak enak dan pandangan yang tidak menyedapkan.

Demikian juga masyarakat membuat sumur pada waktu itu dengan alasan bahwa minum air kali
yang mengalir sudah kotor itu terasa tidak enak, bukan karena minum air kali dapat
menyebabkan penyakit (Greene, 1984).

Dari dokumen lain tercatat bahwa pada zaman Romawi kuno telah dikeluarkan suatu peraturan
yang mengharuskan masyarakat mencatatkan pembangunan rumah, melaporkan adanya
binatang-binatang yang berbahaya, dan binatang-binatang piaraan yang menimbulkan bau, dan
sebagainya.


Bahkan pada waktu itu telah ada keharusan pemerintah kerajaan untuk melakukan supervisi atau
peninjauan kepada tempat-tempat minuman (public bar), warung makan, tempat-tempat
prostitusi dan sebagainya (Hanlon, 1974).

Kemudian pada permulaan abad pertama sampai kira-kira abad ke-7 kesehatan masyarakat
makin dirasakan kepentingannya karena berbagai macam penyakit menular mulai menyerang
sebagian besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi
endemi.

Penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan
Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 tersebut telah menjadi pusat endemi
kolera. Disamping itu lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa
melalui para emigran.

Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan endemi penyakit-penyakit tersebut, orang telah mulai
memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi lingkungan. Pembuangan
kotoran manusia (latrin), pengusahaan air minum yang bersih, pembuangan sampah, ventilasi
rumah telah tercatat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada waktu itu.


Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India. Pada tahun
1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir dan Gaza
dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari karena pes.

Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh dunia waktu itu mencapai lebih
dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu disebut “the Black Death”. Keadaan atau wabah
penyakit-penyakit menular ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes,
wabah kolera dan tipus masih berlangsung.

Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang meninggal, dan pada tahun
1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena penyakit menular. Pada tahun 1759, 70.000
orang penduduk kepulauan Cyprus meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain
yang menjadi wabah pada waktu itu antara lain difteri, tipus, disentri dan sebagainya.

Dari catatan-catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat
khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat, namun
upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan oleh orang
pada zamannya.

Periode Ilmu Pengetahuan


Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 mempunyai dampak
yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Kalau pada abad-abad
sebelumnya masalah kesehatan khususnya penyakit hanya dilihat sebagai fenomena biologis dan
pendekatan yang dilakukan hanya secara biologis yang sempit, maka mulai abad ke-19 masalah
kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu pendekatan masalah kesehatan harus
dilakukan secara komprehensif, multisektoral.

Disamping itu pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam penyebab
penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil menemukan vaksin
untuk mencegah penyakit cacar, Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic acid) untuk
sterilisasi ruang operasi dan William Marton menemukan ether sebagai anestesi pada waktu
operasi.

Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun
1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat Inggris terserang epidemi (wabah) kolera,
terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan yang miskin. Kemudian parlemen
Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera ini.

Edwin Chadwich seorang pakar sosial (social scientist) sebagai ketua komisi ini akhirnya

melaporkan hasil penyelidikannya sebagai berikut : Masyarakat hidup di suatu kondisi sanitasi

yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran
manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di pasar banyak
dirubung lalat dan kecoa. Disamping itu ditemukan sebagian besar masyarakat miskin, bekerja
rata-rata 14 jam per hari, dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup. Sehingga sebagian
masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bergizi.

Laporan Chadwich ini dilengkapi dengan analisis data statistik yang bagus dan sahih.
Berdasarkan laporan hasil penyelidikan Chadwich ini, akhirnya parlemen mengeluarkan undangundang yang isinya mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk, termasuk sanitasi
lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik dan sebagainya. Pada tahun 1848, John Simon
diangkat oleh pemerintah Inggris untuk menangani masalah kesehatan penduduk (masyarakat).

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga
kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893 John Hopkins, seorang pedagang wiski dari
Baltimore Amerika mempelopori berdirinya universitas dan didalamnya terdapat sekolah
(Fakultas) Kedokteran.

Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya. Dari
kurikulum sekolah-sekolah kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat sudah

diperhatikan. Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan kegiatan penerapan
ilmu di masyarakat.

Pengembangan kurikulum sekolah kedokteran sudah didasarkan kepada suatu asumsi bahwa
penyakit dan kesehatan itu merupakan hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik,
lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk kondisi kerja), kebiasaan perorangan dan
pelayanan kedokteran / kesehatan.

Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada tahun 1855 pemerintah Amerika telah
membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali. Fungsi departemen ini adalah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk (public), termasuk perbaikan dan
pengawasan sanitasi lingkungan.

Departemen kesehatan ini sebenarnya merupakan peningkatan departemen kesehatan kota yang
telah dibentuk di masing-masing kota, seperti Baltimor telah terbentuk pada tahun 1798, South

Carolina tahun 1813, Philadelphia tahun 1818, dan sebagainya.

Pada tahun 1872 telah diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai perhatian kesehatan
masyarakat baik dari universitas maupun dari pemerintah di kota New York. Pertemuan tersebut

menghasilkan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association).

Perkembangan di Indonesia
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda
pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya
upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.

Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia
kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang
di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu
itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu
pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek
persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada
waktu itu.

Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan
kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong
dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan

secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.

Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil
dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA
(School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi.
Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama
NIAS (Nederland Indische Arsten School).

Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya
Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga
(dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.

Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah
berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun
1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul
didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.

Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk
bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di
beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program
pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk
dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh
suntikan vaksinasi.

Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan
pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto
pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa
penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi
lingkungan.

Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali
bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia
berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.

Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah
percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai
sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.

Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat
di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr.
Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.

Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit
maupun di puskesmas.

Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari
upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan
Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi
pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga
kesehatan.

Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan
pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan
program kesehatan.

Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah
pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa
Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali)
dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem
puskesmas sekarang ini.

Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada
waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang
mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah
disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.

Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana
induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja
kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan
terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja
kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10 Usaha kesehatan sekolah
11 Usaha kesehatan jiwa
12 Laboratorium
13 Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe A
dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya

perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan
puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.

Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni
stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro
planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas
ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga
berencana (Posyandu).

Program ini mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di
wilayah kerjanya masing-masing.

Definisi Kesehatan Masyarakat
Sudah banyak para ahli kesehatan membuat batasan kesehatan masyarakat ini. Secara kronologis

batasan-batasan kesehatan masyarakat mulai dengan batasan yang sangat sempit sampai batasan
yang luas seperti yang kita anut saat ini dapat diringkas sebagai berikut.

Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan masyarakat adalah upaya-upaya untuk
mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan
masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan sanitasi
lingkungan adalah merupakan kegiatan kesehatan masyarakat.

Kemudian pada akhir abad ke-18 dengan diketemukan bakter-bakteri penyebab penyakit dan
beberapa jenis imunisasi, kegiatan kesehatan masyarakat adalah pencegahan penyakit yang
terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit
melalui imunisasi.

Pada awal abad ke-19, kesehatan masyarakat sudah berkembang dengan baik, kesehatan
masyarakat diartikan suatu upaya integrasi antara ilmu sanitasi dengan ilmu kedokteran.
Sedangkan ilmu kedokteran itu sendiri merupakan integrasi antara ilmu biologi dan ilmu sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya, kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan
terpadu antara sanitasi dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit yang melanda
penduduk atau masyarakat.

Oleh karena masyarakat sebagai objek penerapan ilmu kedokteran dan sanitasi mempunyai aspek
sosial ekonomi dan budaya yang sangat kompleks. Akhirnya kesehatan masyarakat diartikan
sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah
penyakit yang terjadi di masyarakat.

Dari pengalaman-pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai pada
awal abad ke-20, Winslow (1920) akhirnya membuat batasan kesehatan masyarakat yang sampai
sekarang masih relevan sebagai berikut : kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan
seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usahausaha pengorganisasian masyarakat untuk :

a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Pemberantasan penyakit-penyakit menular

c. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis
dini dan pengobatan
e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi
kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.

Dari batasan tersebut tersirat bahwa kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu)
dan praktek (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan
meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Ketiga tujuan tersebut sudah barang tentu
saling berkaitan dan mempunyai pengertian yang luas. Untuk mencapai ketiga tujuan pokok
tersebut, Winslow mengusulkan cara atau pendekatan yang dianggap paling efektif adalah
melalui upaya-upaya pengorganisasian masyarakat.

Pengorganisasian masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan kesehatan masyarakat pada
hakekatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya (resources) yang ada
didalam masyarakat itu sendiri untuk upaya-upaya preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif
kesehatan mereka sendiri.

Pengorganisasian masyarakat dalam bentuk penghimpunan dan pengembangan potensi dan
sumber-sumber daya masyarakat dalam konteks ini pada hakekatnya adalah menumbuhkan,
membina dan mengembangkan partisipasi masyarakat di bidang pembangunan kesehatan.

Menumbuhkan partisipasi masyarakat tidaklah mudah, memerlukan pengertian, kesadaran, dan
penghayatan oleh masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan mereka sendiri, serta upayaupaya pemecahannya. Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan masyarakat melalui
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Jadi pendekatan utama yang diajukan oleh
Winslow dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kesehatan masyarakat sebenarnya adalah salah
satu strategi atau pendekatan pendidikan kesehatan.

Selanjutnya Winslow secara implisit mengatakan bahwa kegiatan kesehatan masyarakat itu
mencakup a) sanitasi lingkungan b) pemberantasan penyakit c) pendidikan kesehatan (higiene)

d) manajemen (pengorganisasian) pelayanan kesehatan dan e) pengembangan rekayasa sosial
dalam rangka pemeliharaan kesehatan masyarakat.

Dari 5 bidang kegiatan kesehatan masyarakat tersebut, 2 kegiatan diantaranya yakni kegiatan
pendidikan higiene dan rekayasa sosial adalah menyangkut kegiatan pendidikan kesehatan.
Sedangkan kegiatan bidang sanitasi, pemberantasan penyakit dan pelayanan kesehatan
sesungguhnya tidak sekedar penyediaan sarana fisik, fasilitas kesehatan dan pengobatan saja
tetapi perlu upaya pemberian pengertian dan kesadaran kepada masyarakat tentang manfaat serta
pentingnya upaya-upaya atau fasilitas fisik tersebut dalam rangka pemeliharaan, peningkatan dan
pemulihan kesehatan mereka. Apabila tidak disertai dengan upaya-upaya ini maka sarana-sarana
atau fasilitas pelayanan tersebut tidak atau kurang berhasil serta optimal.

Batasan lain disampaikan oleh Ikatan Dokter Amerika (1948). Kesehatan masyarakat adalah ilmu
dan seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat. Batasan ini mencakup pula usaha-usaha masyarakat dalam
pengadaan pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Dari perkembangan batasan kesehatan masyarakat seperti tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa kesehatan masyarakat itu meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu
kedokteran kuratif, ilmu kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial dan itulah cakupan
ilmu kesehatan masyarakat.

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2,
Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
http://nengfennyazwar.blogspot.com/2012/03/teori-ilmu-kesehatan-masyarakat.html

Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori Dan Aplikasi
Wahit Iqbal Mubarak dan Ns. Nurul Chayatin

ISBN: 978-979-3027-79-1
404 Halaman
Ukuran Buku: 19 x 26
Buku Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi ini
membahas serta mengkaji tentang dasar-dasar teori
serta bagaimana mengaplikasikannya dalam kelompok
masyarakat melalui sudut pandang ilmu keperawatan, baik
secara konsep maupun praktik.
Buku ini merupakan media yang dapat dipergunakan oleh
pengajar (dosen) dalam memberikan perkuliahan pada mata
ajar Pengantar Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Komunitas. Sedangkan bagi mahasiswa buku ini sangat
tepat sebagai pemahaman awal mengenai bagaimana
sesungguhnya konsep dasar keperawatan kesehatan
masyarakat yang dapat mendukung sistem kesehatan
pembangunan di Indonesia. Pada buku ini juga diuraikan
secara gamblang serta mendetail tentang berbagai konsep
dasar yang berkaitan dengan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Materi yang dibahas pada buku ini meliputi:
Bab 1 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat
(Komunitas)
Bab 2 Konsep Pembangunan Kesehatan di Indonesia
Bab 3 Pengantar Biostatistik Keperawatan
Bab 4 Pengantar Epidemiologi
Bab 5 Pengantar Demografi
Bab 6 Pengantar Kesehatan Lingkungan
Bab 7 Promosi Kesehatan sebagai Pedoman dalam
Penyuluhan Kesehatan bagi Petugas