Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di Wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

(1)

i

DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLUOR ALBUS)

PADA SISWI SMA SE-DERAJAT

DI WILAYAH TANGERANG SELATAN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

Khairunnisa

’ Dewi Adawiyah

NIM: 1112103000092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, kasih sayang dan ridho-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang karena rahmat dan ridho-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian dan laporan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan (Fluor Albus) pada siswi SMA Se-derajat di wilayah Tangerang Selatan.”

Penyusunan laporan penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keseharatan UIN Jakarta yang selalu membimbing kami dalam segala hal untuk menjadi yang lebih baik

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter beserta segenap dosen prodi ini yang selalu membimbing dan memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Nouval Shahab, Sp.U, PhD, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab

Modul Riset Program Studi Pendidikan Dokter 2012 yang selalu membimbing dan memotivasi dalam pelaksanaan penelitian ini.

4. dr. Risahmawati, Ph.D selaku pembimbing pertama saya yang selalu memberikan waktu, tenaga dan ilmunya kepada saya untuk selalu membimbing, memberikan arahan, motivasi dan semangat sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.


(6)

vi

selalu memberikan bimbingan, arahan dan semangat sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

6. dr. Taufik Zain, Sp.OG (K-Onk) selaku penguji pertama saya yang sudah meluangkan waktu untuk menguji, memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelaskan hasil penelitian serta memberikan saran dan masukan ilmu pengetahuan terkait penelitian ini.

7. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penguji kedua saya yang sudah meluangkan waktu untuk menguji, memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelasakan penelitian serta memberikan saran dan masukan terkait penelitian ini.

8. Kementerian Agama RI yang telah memberikan saya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan kedokteran melalui program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. dr. Siti Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing akademik saya selama menjadi mahasiswa pendidikan dokter yang selalu membimbing dan memberikan wawasan serta pengalaman dalam menjalani proses belajar di PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Kedua orang tua saya tercinta, Yasin dan Endang Atmiatun, adik kandung saya Rahadatul ‘Aisy Khansa Ramadhan, Ummuyana Ushaiyah Silma dan Ahmad Nasyiith Yasin Ramadhan serta seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan do’a, motivasi, semangat serta cinta dan kasih sayangnya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. 11.Mas Hanif Hasyier Fakhruddin yang selalu memberikan do’a, semangat

dan motivasi yang tiada henti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan selesai tepat waktu.

12.Sylviana Nur Azizah dan Eny Mara Qanita yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama belajar di PSPD serta selalu memberikan dukungan untuk penelitian ini hingga selesai.


(7)

vii

14.Sylviana Nur Azizah, Ainur Rohmah, Latifa Zahra, Eny Syarifah Hanif, Kak Dita, Ivannullah Anggriawan Wibisono, Ahmad Faiz, Hilyatun Nafisah, Ainia Nurul Aqida yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

15.Teman seperjuangan penelitian, Reni Dwi Parihat, Amelia Rosita, Irma Sari Muliadi yang telah berjuang bersama di dalam penelitian ini.

16.Teman- teman CSS 2012 dan PSPD 2012 untuk waktu yang telah dilalui bersama selama masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

17.Semua pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Laporan penelitian ini kemungkinan besar masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaiki laporan penelitian ini menjadi yang lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan masyarakat. Segala bentuk bantuan dan kebaikan yang telah dilakukan demi selesainya laporan penelitian ini, semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 6 Agustus 2015


(8)

viii

Khairunnisa’ Dewi Adawiyah. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Se-derajat Di Wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015.

Keputihan merupakan masalah kesehatan reproduksi yang sering terjadi di kalangan wanita berbagai usia yang membutuhkan perhatian khusus. Tujuan:

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA, MA dan SMK di wilayah Tangerang Selatan. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang dilakukan dengan metode cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Juni 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X dan XI SMA, MA dan SMK di wilayah Kota Tangerang Selatan dengan sampel penelitian sebanyak 1029 siswi dari total 20 sekolah yang diambil dengan cara multistage random sampling. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil: Kejadian keputihan pada responden adalah 1029 orang (100%), jumlah siswi yang mengalami keputihan fisiologis sebanyak 481 orang (46,7%) dan yang mengalami keputihan patologis sebanyak 548 orang (53.3%). Sebanyak 802 orang (77.3%) mempunyai pengetahuan yang buruk, 495 orang (48.1%) mempunyai sikap yang negatif dan 419 orang (40.7%) mempunyai perilaku yang negatif tentang kesehatan reproduksi. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian keputihan (p = 0.001). Tidak terdapat hubungan antara sikap dengan keputihan (p = 0.173) dan terdapat hubungan antara perilaku dengan kejadian keputihan (p = 0.007). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku terkait kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap terkait kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan.


(9)

ix

Khairunnisa’ Dewi adawiyah. Doctor Education Program. The Relationship between Knowledges, Attitudes and Behaviour of Reproductive Health with Incidence Fluor Albus in High School and Vocational School Students in South Tangerang City area. 2015

Fluor albus (vaginal discharge) is a reproductive health problem which usually occurs among women of all ages. This problem needs special attention.

Objective: The study was conducted to determine the relationship between knowledge, attitudes and behaviour of reproductive health and the incidence of fluor albus in high school and vocational school in South Tangerang. Methods:

This research was an analytical observation with a cross-sectional data collection. The research conducted from March to June 2015. The study population were students of high schools and vocational schools in South Tangerang. Respondents of the research was 1029 students from a total of 20 schools. A validated questionnaire was used as research instrument. The data was analyzed using Chi-square test in SPSS program.Results: The incidence fluor albus are 1029 (100%). The number of students who experienced physiological fluor albus are 481 person (46.7%) and students with pathological fluor albus are 548 person (53.3%). As much as 802 person (77.3%) have poor knowledge, while 495 person (48.1%) have negative attitudes and 419 person (40.7%) have negative behaviour on reproductive health. There is relationship between reproductive health knowledge and the incidence of fluor albus (p = 0.001). There is no relationship between attitude in reproductive health and the incidence of fluor albus (p = 0173). There is relationship between the behaviour in reproductive health and the incidence of fluor albus (p = 0.007). Conclusion: There is relationship between knowledge, behaviour about reproductive health and the incidence of fluor albus. There is no relationship between attitude in reproductive health and the incidence of fluor albus.


(10)

x

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7

2.1.1 Pengetahuan ... 7

2.1.2 Sikap ... 11

2.1.3 Perilaku ... 12

2.1.4 Anatomi Organ Reproduksi Wanita ... 15

2.1.5 Sehat ... 22

2.1.6 Kesehatan Reproduksi ... 22

2.1.7 Keputihan ... 23

2.2 Kerangka Konsep ... 27

2.3 Definisi Operasional ... 28


(11)

xi

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

3.3.1 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.2 Kriteria Sampel ... 29

3.3.3 Tehnik Pemilihan Sampel ... 30

3.3.4 Besar Sampel ... 30

3.4 Cara Kerja Penelitian ... 32

3.5 Manajemen Data ... 33

3.5.1 Pengumpulan Data ... 33

3.5.2 Instrumen Penelitian ... 33

3.5.3 Pengolahan Data ... 33

3.5.4 Analisis Statistik ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografis ... 35

4.1.1 Gambaran Tempat Penelitian ... 35

4.1.2 Karakteristik Responden ... 36

4.2 Hasil Penelitian ... 37

4.2.1 Pengetahuan ... 37

4.2.2 Sikap ... 40

4.2.3 Perilaku ... 42

4.2.4 Keputihan ... 44

4.2.5 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan ... 48

4.2.6 Hubungan Sikap dengan Keputihan ... 49

4.2.7 Hubungan Perilaku dengan Keputihan ... 50

4.3 Pembahasan ... 51

4.3.1 Kejadian Keputihan ... 51

4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan ... 51

4.3.3 Hubungan Sikap dengan Keputihan ... 52

4.3.4 Hubungan Perilaku dengan Keputihan ... 53

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 55


(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(13)

xiii

Tabel 4.1 Frekuensi responden berdasarkan sekolah ... 36 Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan kelas ... 37 Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing

pertanyaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi ... 38 Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan jumlah jawaban benar pertanyaan

tentang pengetahuan kesehatan reproduksi ... 39 Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan kesegatan

reproduksi ... 40 Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing

pernyataan tentang sikap kesehatan reproduksi ... 41 Tabel 4.7 Distribusi responden berdasarkan kategori sikap terhadap kesehatan

reproduksi ... 42 Tabel 4.8 Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing

pernyataan tentang perilaku kesehatan reproduksi ... 43 Tabel 4.9 Distribusi responden berdasarkan kategori perilaku terhadap kesehatan

reproduksi ... 43 Tabel 4.10 Distribusi responden berdasarkan kejadian keputihan ... 44 Tabel 4.11 Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan ... 45 Tabel 4.12 Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan bau

keputihan ... 45 Tabel 4.13 Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan warna

keputihan ... 46 Tabel 4.14 Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis gejala penyerta

keputihan ... 46 Tabel 4.15 Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan ... 47 Tabel 4.16 Distribusi responden berdasarkan klasifikasi keputihan ... 47 Tabel 4.17 Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan kejadian

keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ... 48 Tabel 4.18 Hubungan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kejadian

keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ... 49 Tabel 4.19 Hubungan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan

pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ... 50


(14)

xiv

Gambar 2.1 Anatomi organ reproduksi interna ... 16

Gambar 2.2 Anatomi organ reproduksi dalam wanita ... 18

Gambar 2.3 Anatomi dan fisiologi ovarium ... 20


(15)

xv

Lampiran 1 Peta sebaran sekolah yang menjadi subyek penelitian ... 61 Lampiran 2 Lembar penjelasan kepada responden penelitian ... 62 Lampiran 3 Daftar riwayat hidup ... 63


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menurut WHO (2006), prevalensi masalah kesehatan reproduksi pada wanita sudah mencapai 33% dari semua jenis penyakit yang mengenai sistem lainnya pada wanita di seluruh dunia.

Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang paling sering terjadi di kalangan wanita adalah keputihan / leukorea / fluor albus. Keputihan merupakan masalah yang paling sering dikeluhkan wanita dari berbagai kalangan usia. (1)

Keputihan adalah keluarnya cairan atau sekret yang berasal dari vagina yang bukan merupakan menstruasi. Jika seseorang yang mengalami keputihan didiamkan atau tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka hal tersebut dapat menyebabkan komplikasi menjadi penyakit lainnya seperti peradangan pada vagina (vaginitis) dan peradangan pada serviks (servisitits).(2)

Angka kejadian keputihan juga masih sangat tinggi terutama di kalangan remaja dan wanita dewasa. Di dunia, presentase wanita yang pernah mengalami keputihan mencapai 75%, sedangkan di Eropa, presentase wanita yang pernah mengalami keputihan mencapai 25%.(2)

Di Indonesia sendiri didapatkan data 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal sekali dalam seumur hidup dan 45% sisanya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih dalam seumur hidup.(3)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di Semarang dengan metode wawancara didapatkan 48 (96%) siswi mengalami keputihan dari jumlah total 50 siswi. Sebanyak 23 (47,9%) siswi mengalami keputihan karena kurangnya pengetahuan terhadap


(17)

kesehatan reproduksi yang baik dan benar. Dua puluh lima (52,1%) siswi sisanya mengalami keputihan dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan hormonal yang terjadi di dalam tubuhnya.(4)

Noor Azizah melaporkan bahwa 36 (72%) siswi mengalami keputihan patologis dan 14 (28%) siswi mengalami keputihan fisiologis pada penelitian yang dilakukan di SMK Muhammadiyah Kudus.(5) Empat puluh (55.6%) siswi mengalami keputihan dari total 72 siswi pada penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Seunuddon Aceh Utara.(6) Eliya melaporkan bahwa dari 33 siswi, 28 (84.85%) siswi mengalami keputihan baik yang fisiologis maupun patologis pada penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sooko Ponorogo.(7)

Masa remaja adalah masa yang paling rentan terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan karena masa remaja merupakan peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan tersebut terdapat banyak perubahan, yaitu perubahan dalam aspek biologis, psikologis dan sosial budaya.(8)

Berbagai masalah pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang reproduksi dikarenakan perubahan hormonal yang sudah mulai aktif. Saat pubertas anak laki-laki sudah mulai menghasilkan cairan semen, anak perempuan sudah mulai menstruasi dan mengeluarkan cairan dari vagina, sehingga pengetahuan, sikap dan perilaku terkait kesehatan dan kebersihan organ reproduksi menjadi sangat penting pada remaja.(9)

Tingginya angka kejadian keputihan di Indonesia ini sebagian besar disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku dalam menjaga organ reproduksi. Selain kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kejadian keputihan ini, masyarakat juga masih kurang peduli terhadap penangan pada keputihan. Keputihan patologis yang dibiarkan terus menerus dan tidak ditangani dalam jangka waktu lama akan menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit serius lainnya pada


(18)

organ reproduksi seperti infeksi pada panggul dan kemandulan atau infertilitas.(10)

Berdasarkan fakta yang telah disebutkan sebelumnya, saya ingin melakukan penelitian ilmiah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan di kalangan remaja putri.

Maka dari itu, saat ini saya ingin mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku siswi SMA di Tangerang terhadap kejadian keputihan (fluor albus). Sehingga penelitian ini saya berikan

judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLUOR ALBUS) PADA SISWI SMA SE-DERAJAT DI WILAYAH TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 ”


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ? 2. Bagaimana kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah

Tangerang Selatan tahun 2015 ?

3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan ?

4. Apakah terdapat hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan ?

5. Apakah terdapat hubungan antara perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan ?

1.3. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan

2. Terdapat hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan

3. Terdapat hubungan antara perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan


(20)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kesehatan reproduksi siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan pada tahun 2015.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015.

2. Mengetahui kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015.

3. Mengetahui hubungan antara sikap, pengetahuan dan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada sisiwi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang valid tentang hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk institusi pendidikan terkait angka kejadian keputihan pada masing-masing institusi. Sehingga dapat diadakan rencana tindakan promotif dan preventif dalam lingkungan sekolah.


(21)

3. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan sebagai sarana dalam meningkatkan kemampuan menganalisis hasil penelitian.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.(11)

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1997) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yaitu : (11)

a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu :(11)

a) Tahu

Tahu memiliki arti suatu kemampuan yang dapat mengingat kembali suatu hal yang dulunya pernah diterima dan dipelajari. Sehingga tahu menjadi tingkatan pengetahuan yang


(23)

paling rendah diantara yang lainnya di dalam domain kognitif. Yang dimaksud dengan tahu adalah dimana seseorang mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan suatu hal yang pernah dipelajari sebelumnya.

b) Memahami

Memahami berarti mempunyai suatu kemampuan dalam menjelaskan serta menginterpretasikan suatu objek tertentu yang pernah dipelajari dan diketahui sebelumnya dengan baik dan benar. Dikatakan sudah dapat memahami ketika seseorang tersebut dapat dan mampu untuk menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan terkait suatu hal yang pernah dipelajari sebelumnya.

c) Penerapan

Penerapan dalam pengetahuan berarti seseorang telah mampu untuk mengaplikasikan suatu materi yang pernah dipelajarinya serta mampu dalam menggunakan suatu hukum, rumus dan metode ke dalam situasi dan kondisi yang nyata dalam suatu kehidupan.

d) Analisis

Seseorang dikatakan mampu menganalisis suatu materi adalah ketika orang tersebut mampu menggambarkan, membedakan, memisahkan, membuat bagan-bagan tertentu termasuk bagan dari adopsi suatu perilaku serta mampu membedakan pengertian dari psikologis dan fisiologis. Dapat disimpulkan bahwa analisis merupakan suatu kemampuan untuk menguraikan secara detail dan spesifik sampai ke bagian yang paling kecil dari suatu materi yang pernah dipelajari sebelumnya.


(24)

e) Sintesis

Parameter bahwa seseorang sudah bisa mensintesis suatu materi adalah ketika mampu menyusun, meringkas, merencanakan dan menyesuaikan kembali bagian-bagian kecil menjadi suatu keutuhan yang baru serta mampu menghubungkan beberapa formulasi yang sudah ada menjadi suatu formulasi yang baru.

f) Evaluasi

Suatu kemampuan untuk menilai dan mengukur suatu objek dengan berdasarkan pada beberapa kriteria tertentu yang sudah tersedia atau hasil dari keputusan individu.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah :

1. Usia

Usia adalah lamanya seseorang hidup dari sejak lahir. Usia adalah salah satu karakteristik yang sering digunakan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan usia sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi usia seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki baik yang berasal dari pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan sebuah proses untuk mengembangkan kemampuan seseorang melalui pengetahuan. Suatu pendidikan akan menentukan tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya.


(25)

3. Media massa

Dengan adanya media massa, seseorang akan lebih mudah untuk mengetahui semua informasi yang belum diketahui. Dengan mengetahui informasi lebih banyak, maka pengetahuan seseorang juga akan semakin meningkat. Sehingga, dengan adanya media massa akan membantu seseorang untuk mendapatkan informasi lebih jauh dan akan meningkatkan tingkat pengetahuan dalam berbagai aspek.

4. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi yang baik akan menyebabkan terpenuhinya seluruh kebutuhan baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder ataupun kebutuhan tersier. Dengan terpenuhinya kebutuhan itu, maka akses untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih baik juga lebih mudah misalnya melalui pendidikan dan media massa.

5. Hubungan sosial

Hubungan sosial merupakan suatu alat komunikasi individu dengan yang lainnya. Dengan adanya hubungan sosial yang baik, maka seseorang dapat menerima berbagai pesan informasi yang diberikan oleh orang sekitarnya. Sehingga, semakin baik hubungan sosial seseorang dengan individu lainnya, maka semakin baik juga tingkat pengetahuannya.

6. Pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang terjadi sebagai tolak ukur kebenaran suatu pengetahuan. Pengalaman pribadi diperoleh seseorang baik dari diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. Dengan adanya pengalaman, maka informasi yang diperoleh seseorang akan semakin banyak. Sehingga, seseorang


(26)

dengan jumlah pengalaman yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih baik juga.

2.1.2. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat interna maupun eksterna sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu.(11)

Sikap mempunyai beberapa tingkatan diantaranya menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Sikap merupakan kecenderungan merespon (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu (Sarwono, 1997).(12)

Sikap mempunyai tiga komponen utama didalamnya menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) yang terdiri dari :(12)

Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek. 1. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 2. Kecenderungan bertindak (tend to behave).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap menurut Allport dalam Notoatmodjo adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi.(12)

Menurut Azwar (1995), struktur sikap tersusun atas tiga komponen yaitu :(12)

1. Kognitif (cognitive)

Kepercayaan atas pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, informasi dari orang lain serta persepsi seseorang terhadap suatu objek sikap berdasarkan dengan apa yang sudah dilihat dan diketahui.


(27)

2. Afektif (affective)

Disebut juga dengan komponen emosional. Merupakan suatu keadaan di dalam domain emosional seorang individu terhadap suatu objek sikap yang bersifat positif maupun negatif.

3. Konatif

Suatu komponen perilaku yaitu suatu komponen sikap yang cenderung untuk melakukan suatu aksi atau tindakan terhadap objek sikap yang ada didepannya.

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.(11)

Menurut Attkinson, R.L., dkk., sikap mempunyai lima fungsi yang terdiri atas fungsi instrumental, fungsi pertahanan ego, fungsi nilai ekspresi, menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).(11)

2.1.3. Perilaku

Menurut Blum (1947) perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.(12)

Menurut Lewit yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan.(12)


(28)

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1997) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yaitu: (11)

f) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. g) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

h) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. i) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. j) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Menurut Green (1980), Pendidikan kesehatan berperan utama dalam mempengaruhi faktor dari perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Menurut Skiner (1938), perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respons seperti pada teori SOR (Stimulus Organisme Respons) yang telah dikemukakan olehnya.(12)

Suatu perilaku dilihat dari bentuk respon terhadap suatu stimulus dapat dibagi menjadi beberapa aspek yang terdiri dari :(12)

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Suatu respon yang sifatnya masih tertutup dan masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap seseorang dalam menerima suatu stimulus.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Suatu respon yang bersifat terbuka dan sudah berbentuk sebagai tindakan nyata terhadap suatu stimulus yang sudah diterimanya serta mudah dipahami dan dapat dilihat oleh orang lain.


(29)

Dalam suatu teori, Skiner menjelaskan bahwa terdapat dua respon yang terjadi terhadap suatu stimulus yaitu :(12)

1. Operant respons

Adalah suatu respon atau tanggapan yang timbul dan berkembang yang akan diikuti oleh rangsangan atau perangsang tertentu yang disebut “reinforcing stimulation atau reinforce”. Sebagai contohnya adalah seorang atlet olahragawan akan menghadapi suatu perlombaan, karena kegigihan dan ketekunan dalam berlatih (respon terhadap tantangan) akhirnya atlet ini memenangkan perlombaan tersebut (stimulus baru) sehingga atlet tersebut mendapatkan penghargaan. Hal tersebut membuat atlet ini akan terus menerus gigih dan tekun dalam berlatih supaya dapat memenangkan lomba dan mendapatkan penghargaan lagi.

2. Responden respons

Disebut juga respon refleksif, yaitu respon yang timbul akibat adanya rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang akan menimbulkan respon yang sifatnya relatif tetap. Stimulus-stimulus tersebut dinamakan “eliciting stimuli”. Beberapa contoh dari responden respon terhadap eliciting stimuli adalah kabar gembira akan membuat kita senang, rasa haus akan membuat kita ingin minum, rasa lelah akan membuat kita ingin beristirahat, mengantuk akan membuat kita ingin tidur dan sebagainya.


(30)

2.1.4. Anatomi Organ Reproduksi Wanita

Anatomi organ reproduksi pada wanita dibedakan menjadi dua macam, yaitu organ reproduksi wanita bagian dalam dan bagian luar.(13)(14)

Organ-organ reproduksi wanita bagian dalam meliputi :(15) 1. Vagina

Vagina adalah suatu saluran muskulo membranosa yang panjangnya kurang lebih 9-11 cm dan bentuknya seperti tabung.(13)(14) Yang termasuk bagian dari vagina adalah dimulai dari serviks sampai pada introitus pada vestibulum, yaitu batas antara organ reproduksi wanita bagian dalam dan bagian luar.(15) Ujung vagina yang paling dalam disebut portio yang terdiri dari fornix anterior, fornix posterior, fornix lateral kanan dan kiri.(14) Vagina mempunyai tiga lapisan dari dalam keluar yaitu lapisan mukosa, lapisan muskularis dan lapisan adventisia. Di dalam vagina juga terdapat kelenjar vestibularis minor dan major yang berfungsi untuk menghasilkan mukus sebagai pelumas.(16)

Fungsi dari vagina adalah sebagai suatu saluran yang dilewati darah saat menstruasi, sebagai alat untuk berhubungan seksual dan sebagai jalan lahir saat proses persalinan.(14)

2. Uterus

Uterus adalah suatu organ yang letaknya ada di tengah dari panggul.(15) Bentuknya seperti buah pir, berongga dan dinding ototnya sangat tebal.(16)(17) Uterus terbagi menjadi dua bagian yaitu corpus uteri dan cervix uteri.


(31)

Lapisan pada dinding uterus terdiri dari 3 bagian :(16)

1. Perimetrium : merupakan lapisan uterus yang paling luar dan bersambungan dengan ligamentum-ligamentum yang menyokong uterus.

2. Miometrium : lapisan kedua dari luar pada uterus. Miometrium merupakan lapisan uterus yang mempunyai otot paling tebal dan yang paling banyak pembuluh darahnya. Sel-sel otot pada miometrium akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi pada saat terjadi kehamilan. 3. Endometrium : adalah lapisan paling dalam dari uterus

yang terdiri dari epithelium, kelenjar dan jaringan ikat (stroma). Endometrium mempunyai dua lapisan yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional. Lapisan fungsional adalah bagian yang akan meluruh saat wanita mengalami menstruasi. Sedangkan lapisan basal tidak ikut meluruh.

Gambar 2.1. Anatomi organ reproduksi interna


(32)

3. Serviks uteri

Suatu bagian yang menghubungkan corpus uterine dengan vagina melalui os eksternum dan os internum.(15) Bentuknya adalah silindris yang relatif sempit dan mempunyai panjang sekitar 2,5 cm.(17) Serviks uteri terbagi menjadi tiga bagian yaitu :(16)

1. Ostium internum : bagian serviks yang membuka ke arah corpus uterine.

2. Canalis cervicis : suatu saluran yang terletak di bagian tengah dari serviks atau diantara ostium internum dan eksternum.

3. Ostium eksternum : bagian serviks yang menonjol dan menghadap ke arah vagina.

Bagian dalam serviks uteri (endocervix) mengandung banyak kelenjar serviks dan berfungsi untuk sekresi mukus yang akan dikeluarkan melalui vagina.(16)

4. Tuba fallopii

Terdapat sepasang atau dua buah tuba fallopi dalam tubuh seorang wanita. Disebut juga tuba uterine atau oviduk.(16) Tuba fallopi mempunyai panjang sekitar 10 cm.(17) Tuba fallopii adalah suatu organ yang menghubungkan ovarium dengan uterus dan kemudian bermuara ke dalam rongga uterine.(15) Masing-masing tuba fallopii mempunyai suatu ujung yang bentuknya mirip seperti corong yang disebut infundibulum. Setiap infundibulum mempunyai juluran mirip dengan jari – jari disebut fimbrae yang berfungsi untuk menangkap ovum saat terjadi ovulasi.(16)


(33)

Bagian bagian dari tuba fallopii adalah:(14)(16)(17)

1. Infundibulum : bagian yang berbentuk seperti corong dan bermuara ke rongga peritoneum.

2. Ampulla : bagian yang paling panjang dari tuba fallopii dan merupakan suatu tempat yang biasanya terjadi fertilisasi. 3. Isthmus : bagian yang lebih sempit dari ampulla dan

tempatnya lebih dekat dengan uterus.

4. Intramural : suatu bagian yang membuka ke dalam rongga uterin.

Fungsi utama dari tuba fallopii adalah menerima ovum yang telah mengalami ovulasi dan dilepaskan oleh ovarium untuk disalurkan menuju uterus.(14)

Gambar 2.2. Anatomi organ reproduksi dalam wanita


(34)

5. Ovarium

Ovarium merupakan suatu struktur yang bentuknya mirip dengan buah kenari yang mempunyai panjang kurang lebih 3 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm.(16) Setiap wanita mempunyai dua buah ovarium yang berada di kanan dan kiri uterus.(14) Epitel yang melapisi ovarium merupakan epitel jenis selapis kuboid yang disebut epitel germinativum dan berlanjut menjadi mesotelium. Lapisan ovarium terbagi menjadi 2 yaitu bagian yang paling luar disebut dengan korteks dan bagian paling dalam yang disebut dengan medulla.(16) Fungsi dari ovarium adalah mensintesis dan pematangan folikel serta mensekresikan hormone steroid seperti estrogen dan progesteron.(15) Jenis jenis folikel yang ada di dalam ovarium adalah :(16)(20)

1. Folikel primordial adalah folikel yang terbentuk selama kehidupan janin.

2. Folikel primer adalah tahap awal perkembangan dari folikel primordial yang mengalami pembesaran diameter menjadi dua sampai tiga kali lipat dari folikel awal.

3. Folikel sekunder atau folikel antrum merupakan pertumbuhan lanjut dari folikel primer. Folikel antrum adalah folikel yang di dalamnya sudah mulai terbentuk antrum, yaitu suatu rongga berisi cairan yang mengandung hialuronat, faktor pertumbuhan, plasminogen, fibrinogen, antikoagulan proteoglikan heparan sulfat dan sejumlah besar senyawa steroid seperti estrogen, progesteron dan androstenedion.

4. Folikel de Graff atau folikel pra-ovulasi adalah folikel yang sudah matang. Folikel De Graff adalah suatu folikel yang didalamnya sudah terbentuk korona radiata yaitu, sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit.


(35)

Gambar 2.3. Anatomi dan fisiologi ovarium

Sumber : Netter, 2010

Organ-organ reproduksi wanita bagian luar secara keseluruhan disebut dengan vulva yang bermula dari pubis sampai ke perineum, yaitu meliputi :(15)

1. Mons pubis

Suatu bagian berasal dari jaringan lemak yang menonjol dan menutupi simfisis pubis di bagian depan.(14)

2. Labia mayora

Suatu bagian yang memanjang dari mons pubis ke bagian bawah dan belakang. Terdapat dua labia mayora yaitu dekstra dan sinistra yang akan bersatu di bagian belakang dan disebut kommisura posterior (frenulum). Kommisura posterior merupakan batas depan dari perineum.(14)

Labia mayora terbagi menjadi dua lapisan yaitu bagian luar yang menyerupai kulit dan tempat tumbuhnya rambut pubis dan bagian dalam yang terdapat banyak kelenjar sebasea.(14)


(36)

Gambar 2.4. Anatomi organ reproduksi luar wanita

Sumber : Netter, 2010

3. Labia minora

Lipatan yang memanjang dari atas (preputium klitoridis) dan bawah (frenulum klitoridis) klitoris sampai di bagian belakang orifisium vagina.(14)

4. Klitoris

Klitoris adalah suatu jaringan kecil yang bersifat erektil, terdapat banyak saraf-saraf sensori dan pembuluh darah.Letaknya ada di atas labia minora.(14) (15)

5. Vestibulum

Suatu rongga yang dibatasi oleh klitoris di bagian anterior, fourchet di bagian dorsal dan kedua labia minora di bagian lateral. Di dalam vestibulum terdapat juga muara dari urethra, vagina, dua kelenjar Bartholini dan dua kelenjar Skene.(14)


(37)

6. Hymen

Disebut juga selaput dara. Suatu lapisan tipis yang menutupi hampir semua bagian introitus vagina. Lubang hymen biasanya sebesar ujung jari sebagai tempat lewat dari darah menstruasi.(14)

7. Muara urethra

8. Beberapa kelenjar (Bartholini dan Skene)

Kelenjar Bartholini terdapat di bagian samping dari introitus vagina.Kelenjar Skene terdapat di bagian samping dan dorsal dari urethra.(14)

2.1.5. Sehat

Sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO 1947) adalah suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental, social yang menyeluruh dan tidak sekedar bebas dari suatu penyakit dan kecacatan.

2.1.6. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan dimana sehat dalam hal fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses organ reproduksi serta tidak hanya mencakup keadaan yang bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994).(21)(22)

Menurut BKKBN (1996), kesehatan reproduksi adalah sehat secara menyeluruh meliputi mental, fisik, dan kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan sistem, fungsi, proses reproduksi dan tidak hanya bebas dari


(38)

penyakit dan kecacatan serta berdiri diatas pernikahan yang sah dan dapat memenuhi kebutuhan baik material maupun spiritual berupa mempunyai hubungan yang baik dan seimbang antar anggota keluarga, antara keluarga dengan masyarakat sekitar dalam berdakwah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.(3)

2.1.7. Keputihan

Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari genitalia yang bukan darah.(23) Keputihan adalah keluarnya suatu sekret cairan yang berasal dari organ reproduksi wanita (vagina). Keputihan diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu keputihan yang fisiologis dan keputihan yang patologis.(24)(25)

1. Keputihan fisiologis

Keputihan yang fisiologis biasanya terjadi pada bayi yang baru lahir, wanita yang baru mengalami menarche pada fase sekresi yang berkisar pada hari ke 10-16 , wanita yang sedang hamil, kondisi dimana rangsangan seksual diberikan, saat terjadinya ovulasi dan pada penyakit-penyakit kronik lainnya.(24)(26) Keputihan yang fisiologis biasanya cairannya tidak terlalu banyak, berwarna bening, tidak ada rasa gatal dan nyeri. Keputihan fisiologis biasanya banyak terdiri dari epitel dan jarang mengandung leukosit.(25)

2. Keputihan patologis

Sedangkan keputihan yang patologis cairannya sangat banyak, berwarna kekuningan sampai kehijauan, disertai rasa panas, gatal dan seringnya nyeri.(27) Cairan yang dikeluarkan biasanya mengandung leukosit dalam jumlah yang banyak serta bisa menyebabkan luka di daerah sekitar mulut vagina.


(39)

Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan kejadian keputihan patologis adalah :(23)(25)

a) Infeksi genitalia a. Jamur

Golongan jamur yang sering bermanifestasi menjadi keputihan adalah candida albicans. Spesies ini dapat menyebabkan penyakit pada daerah vagina yang dinamakan vaginitis candida. Gambaran klinis dari pasien yang mengalami vaginitis candida adalah rasa gatal yang hebat, iritasi serta terbentuknya discharge kental seperti gumpalan susu. Hal ini biasanya disebabkan karena banyak faktor seperti diabetes, kehamilan, obat-obat antibakteri yang mengubah keadaan flora normal, suasana asam dari vagina serta sekresinya. Candida albican adalah flora normal yang ada di kulit, membrane mukosa yaitu mulut dan vagina serta saluran gastrointestinal.(28)(29)

b. Bakteri

Beberapa golongan bakteri yang dapat menyebabkan keputihan adalah sebagai berikut :

1. Gonokokkus

Bakteri penyebab penyakit ini adalah Neisseria gonorrhoeae yang merupakan golongan bakteri kokus Gram negative. Bakteri ini menyebabkan penyakit gonorrhoeae. Bakteri golongan ini menyerang daerah membran mukosa saluran genitourinary, mata, rektum, faring dan dapat menyababkan timbulnya supuratif akut dan invasi pada jaringan. Khusus pada wanita bakteri ini menyerang bagian vagina, endoserviks dan bisa meluas ke uretra. Gambaran klinis dari gonorrhoeae ini awalnya asimtomatis, diikuti oleh nyeri saat berkemih dan senggama, nyeri pada panggul


(40)

bawah, discharge vagina yang mukopurulen dan kekuningan, disertai timbulnya pus (nanah).(26)(28)(29)

2. Chlamydia trachomatis

Bakteri ini merupakan golongan bakteri Gram negatif yang bersifat parasit intrasel obligat. Bakteri ini menyebabkan sindrom uretral, salpingitis, servisitis dan penyakit menular seksual. Gambaran klinisnya adalah sama seperti pada infeksi neisseria gonorrhoeae yaitu nyeri saat berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat. Bakteri ini juga menyebabkan keluarnya discharge vagina yang mukopurulen dan banyak mengandung neutrofil.(28)(29)

3. Gardnerella vaginalis

Gardnerella vaginalis merupakan bakteri penyebab vaginosis bakterialis, vaginosis bakterialis terjadi karena beberapa faktor yang mengubah suasana asam normal pada vagina menjadi suasana yang lebih basa. Gambaran klinis dari vaginosis bakterialis adalah rasa gatal yang ringan, rasa terbakar disertai keluarnya cairan atau sekret vagina yang berbau tidak sedap, encer, putih sampai abu-abu, melekat ke dinding vagina dan introitus. (15)(28)

4. Treponema pallidum

Bakteri diatas dapat menyebabkan penyakit sifilis. Infeksi ini biasanya ditularkan melalui hubungan seksual. Gambaran klinis pada penyakit sifilis adalah terbentuk sebuah papul yang berisi cairan pada tempat infeksi yang suatu saat akan pecah dan menjadi ulkus yang mengering.(28)


(41)

c. Parasit

Parasit yang dapat menimbulkan gejala keputihan adalah berasal dari golongan protozoa yaitu trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis umumnya menyebabkan infeksi di daerah vulva, vagina dan serviks serta tidak meluas sampai ke uterus. Trichomonas ini ditularkan melalui hubungan seksual dan juga bisa ditularkan melalui handuk, peralatan bilas, alat pemeriksaan dan benda lainnya yang sudah terkontaminasi. Penyakit yang sering disebabkan oleh mikroorganisme ini adalah vaginitis. Gambaran klinis pada umumnya adalah asimtomatik tetapi juga bisa disertai gejala ringan. Penyakit ini disertai pengeluaran discharge vagina yang berwarna kuning, berbusa, banyak, permukaan mukosa terasa nyeri, meradang dan erosi. Gejala klinis lainnya adalah nyeri setempat, gatal pada vulva dan rasa terbakar. Kolonisasi trichomonas vaginalis di uretra bisa menimbulkan gejala disuria dan polakisuria.(28)(29)

d. Virus

Contoh virus yang dapat menebabkan keputihan adalah virus HPV (Human Papilloma Virus). Papilloma virus ini menyebabkan infeksi pada kulit dan mukosa, menimbulkan terbentuknya kutil pada anogenital dan menyebabkan beberapa kanker seperti kanker serviks, vulva dan sebagainya. Virus ini ditularkan melalui kontak seksual dan penyakit yang disebabkan adalah penyakit menular seksual. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor kedua pada perempuan diseluruh dunia. Virus ini juga menyebabkan pengeluaran cairan yang berbau dan tidak disertai rasa gatal.(25)(28)


(42)

b) Kelainan alat kelamin baik didapat atau bawaan c) Adanya benda asing

d) Pasien yang menjalani KB IUCD e) Manifestasi klinis keganasan

a. Karsinoma tuba fallopi b. Karsinoma endometrium c. Karsinoma serviks uteri

d. Karsinoma genitalia bagian bawah

2.2. Kerangka Konsep

Faktor yang tergambar pada Kerangka Teori, dapat dioperasionalkan menjadi Variabel Independen. Dengan demikian Kerangka Konsep diperlihatkan sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Pengetahuan

Sikap

Perilaku

Kejadian keputihan (fluor albus)


(43)

2.3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur dan cara ukur

Kategori Skala

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Pengetahuan siswi SMA tentang kesehatan reproduksi

Menyebarkan kuesioner

1. Baik, jika skor ≥ 8

2. Sedang, jika skor 6-7 3. Kurang, jika skor < 6

Ordinal

Sikap tentang kesehatan reproduksi

Sikap siswi SMA dalam menanggapi pernyataan tentang segala aspek yang mencakup kesehatan reproduksi

Menyebarkan kuesioner

1. Positif, jika skor ≥

median

2. Negatif, jika skor < median

Ordinal

Perilaku tentang kesehatan reproduksi

Perilaku siswi SMA dalam menjaga kesehatan reproduksi

Menyebarkan kuesioner

1. Positif, jika skor ≥

median

2. Negatif, jika skor < median

Ordinal

Keputihan (Fluor albus)

Keputihan yang dialami siswi baik fisiologis dan patologis. Keputihan patologis ditandai dengan : 1. Jumlah sekret yang

banyak

2. Perubahan konsistensi 3. Perubahan warna 4. Perubahan bau 5. Adanya gejala penyerta

Menyebarkan kuesioner

1. Fisiologis, jika terdapat <3 gejala positif 2. Patologis, jika terdapat

≥3 gejala positif


(44)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang menggunakan desain cross sectional (potong lintang).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa SMA, SMK dan MA di wilayah Tangerang Selatan dari Maret sampai Juni 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswi SMA, SMK dan MA kelas X dan XI di wilayah Tangerang Selatan.

3.3.2. Kriteria sampel

i. Kriteria Inklusi

a. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah Tangerang Selatan yang bersedia menjadi responden. b. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah

Tangerang Selatan yang sudah mengalami menstruasi. ii. Kriterian Eksklusi

a. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah Tangerang Selatan yang sudah keluar dari sekolah. b. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah

Tangerang Selatan yang sudah mengisi kuesioner namun kuesioner tidak dapat diolah karena pengisian tidak lengkap atau kuesioner tidak kembali.


(45)

3.3.3. Pemilihan sampel

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah jenis probability sampling dengan metode multistage random sampling.

Dilakukan pendataan jumlah SMA, SMK dan MA di wilayah Tangerang Selatan dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, kemudian dilakukan randomisasi dengan metode

multistage random sampling.

Pertama dilakukan randomisasi sekolah kemudian dilanjutkan dengan randomisasi responden.

3.3.4. Besar sampel

Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian kategorikal dan menggunakan teknik simple random sampling, maka rumus yang digunakan adalah :

Zα = 1,96

P1 = 0,595 P2 = 0,518

P = (P1+P2) / 2 = 0,5565 Q = 1 – P = 0,4435 Q1 = 1 – P1 = 0,405 Q2 = 1 – P2 = 0,482


(46)

Keterangan :

Zα = deviat baku normal untuk α

Zβ = deviat baku normal untuk β

α = tingkat kemaknaan sebesar 5%

β = power penelitian sebesar 90%

P1 = Proporsi efek standar (proporsi responden dengan pengetahuan, sikap dan perilaku buruk yang mengalami keputihan patologis)

P2 = Proporsi efek yang diteliti / clinical judgment (proporsi dengan pengetahuan, sikap dan perilaku baik yang mengalami keputihan patologis)


(47)

Jadi, berdasarkan rumus diatas jumlah minimal sampel adalah 872,97 dibulatkan menjadi 873. Pada penelitian ini diambil sampel 1100 orang.

3.4. Cara Kerja Penelitian

Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel

Siswi SMA kelas X, XI dan XI yang sudah menstruasi

Informed consent kesediaan untuk pengisian kuisioner

Penjelasan tentang pengisian kuisioner

Analisis dan Pengolahan data dengan SPSS 16 Permintaan izin kepada sekolah

Pengisian kuisioner

Pengambilan data dari kuisioner

Tidak bersedia

Bersedia

Mendata seluruh SMA di Kota Tangerang Selatan

Memilih sampel penelitian (20 sekolah) dengan randomisasi

Sortir data Randomisasi

Tidak memenuhi

syarat Memenuhi

syarat


(48)

3.5. Manajemen Data

3.5.1. Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada semua responden. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan yang telah dijawab oleh responden berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang didapat.

3.5.2. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat dari penelitian ini adalah sejumlah kuesioner yang akan dibagikan kepada responden yang berisi :

a) Sepuluh pertanyaan tentang pengetahuan terhadap sistem reproduksi dan kesehatan reproduksi.

b) Sepuluh pertanyaan tentang sikap yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

c) Tujuh pertanyaan tentang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan pada sistem reproduksi.

3.5.3. Pengolahan Data

Kuesioner penelitian yang sudah diisi oleh siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan dikumpulkan menjadi satu. Data yang sudah terkumpul dari responden diperiksa terlebih dahulu. Setelah diperiksa, dilakukan penilaian berdasarkan kriteria penilaian untuk jawaban kuesioner. Selanjutnya, data yang sudah diberikan penilaian di input ke dalam komputer dan dilakukan pembersihan data dari berbagai macam perancu dan kesalahan. Setelah data sudah benar-benar bersih selanjutnya dilakukan analisis dan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS 16.


(49)

3.5.4. Analisis Statistik

Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer dan software SPSS versi 16. Analisis statistik menggunakan uji non-parametrik karena data berskala pengukuran kategorik atau kualitatif. Uji statistik yang dipilih adalah Chi-Square.

3.5.4.1. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran atau distribusi frekuensi secara umum masing-masing variabel baik variabel dependen maupun variabel independen.

3.5.4.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Demografis

4.1.1 Gambaran Tempat Penelitian

Total SMA, SMK dan MA di wilayah Tangerang Selatan terdapat 168 sekolah

Dilakukan random sampling menggunakan excel dan diambil 20 sekolah urutan pertama

Tiga sekolah menolak / tidak bisa untuk menjadi subjek penelitian

Lanjutkan randomisasi dan didapatkan 20 sekolah yang bersedia untuk mengikuti penelitian

Dari 20 sekolah disebar kuesioner sebanyak 1100 buah

Dari 1100 kuesioner yang dapat diolah hanya 1029 kuesioner disebabkan :

Dilakukan clearing data

Kuesioner yang tidak kembali kepada peneliti adalah 53 buah

Terdapat 18 kuesioner yang tidak memenuhi standar pengisian

Jumlah akhir kuesioner yang dapat diolah adalah sebanyak 1029 kuesioner

Pendataan siwa dari 20 sekolah yang terpilih

Randomisasi siswi dari 20 sekolah dipilih sebanyak 1100 siswi


(51)

4.1.2 Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sekolah

No Kode Sekolah Kecamatan Jumlah

Responden %

1 S1 Serpong 18 1.75

2 C1 Ciputat 6 0.58

3 P1 Pamulang 24 2.33

4 C2 Ciputat 153 14.87

5 PA Pondok Aren 27 2.62

6 C3 Ciputat 33 3.21

7 CT1 Ciputat Timur 30 2.92

8 C4 Ciputat 17 1.65

9 S2 Serpong 55 5.34

10 CT2 Ciputat Timur 17 1.65

11 C5 Ciputat 38 3.69

12 S3 Serpong 137 13.31

13 P2 Pamulang 50 4.86

14 SU1 Serpong Utara 176 17.10

15 C6 Ciputat 31 3.01

16 S4 Serpong 1 0.10

17 PA2 Pondok Aren 16 1.55

18 C7 Ciputat 150 14.58

19 CT3 Ciputat Timur 26 2.53

20 C8 Ciputat 19 1.85

Total 1029 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden terbanyak dari sekolah dengan kode sekolah SU1 yaitu sebanyak 176 responden (17.10%) dan responden dengan jumlah paling sedikit dari sekolah dengan kode


(52)

sekolah S4 yaitu sebanyak 1 responden (0.1%). Perbedaan yang sangat signifikan dikarenakan memang jumlah total siswa pada tiap-tiap sekolah berbeda. Sehingga hasil random yang didapatkan juga sesuai dengan jumlah siswa dari masing-masing sekolah.

Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan kelas

Kelas responden Jumlah %

Kelas X 693 67.35

Kelas XI 336 32.65

Total 1029 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mengisi kuesioner adalah kelas X dan kelas XI saja. Hal ini karena kelas XII sudah melaksanakan ujian nasional dan tidak ada lagi kegiatan belajar di sekolah. Sehingga yang menjadi responden adalah kelas X dan kelas XI.

Jumlah responden dengan kelas X yaitu 693 responden (67.35%) dan responden dengan kelas XI yaitu sebanyak 336 responden (32.65%). Perbedaan jumlah responden berdasarkan kelas ini karena di beberapa sekolah terutama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk kelas XI ada yang sedang melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL), sehingga beberapa SMK yang menjadi responden hanya kelas X saja.

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu pengetahuan baik, sedang dan kurang. Penilaian untuk mengkategorikan pengetahuan tersebut adalah responden yang bisa menjawab dengan benar ≥8 pertanyaan (80%) dikategorikan baik,


(53)

responden yang bisa menjawab dengan benar 6 sampai 7 pertanyaan (60-70%) dikategorikan sedang, dan responden yang dapat menjawab dengan benar < 6 pertanyaan (60%) dikategorikan ke dalam pengetahuan kurang.

Total pertanyaan untuk pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah 10 pertanyaan sebagai berikut :

Tabel 4.3. Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing pertanyaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pertanyaan terbanyak yang dijawab benar oleh responden yaitu pembagian organ reproduksi sebanyak 747 responden (72.6%), bau normal keputihan sebanyak 645 responden (62.7%) dan warna normal keputihan sebanyak 644 responden (62.6%). Sedangkan pertanyaan paling sedikit yang dijawab benar oleh responden yaitu cara membersihkan organ genital sebanyak 138 responden (13.4%) dan definisi dari labia mayora sebanyak 203 responden (19.7%)

Kode Jenis pertanyaan Jawaban benar Jawaban salah

n % n %

B1 Pembagian organ reproduksi 747 72.6 282 27.4 B2 Definisi dari labia mayora 203 19.7 826 80.3 B3 Fungsi organ reproduksi 375 36.4 654 63.6 B4 Warna keputihan normal 644 62.6 385 37.4

B5 Bau keputihan normal 645 62.7 384 37.3

B6 Bukan dari tanda keputihan

abnormal 283 27.5 746 72.5

B7 Hal yang tidak menyebabkan

keputihan 532 51.7 497 48.3

B8 Cara membersihkan organ

genital 138 13.4 891 86.6

B9 Efek kesalahan perawatan

organ genital 214 20.8 815 79.2

B10 Akibat penggunaan celana


(54)

Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan jumlah jawaban benar pertanyaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa 16 responden (1.6%) tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dengan benar dan 1 responden (0.09%) yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan benar.

Dari pemaparan frekuensi jawaban benar dan jawaban salah untuk tiap-tiap pertanyaan, akan dilakukan pengkategorian tingkat pengetahuan. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Tingkat pengetahuan

Jumlah pertanyaan yang dijawab benar

Jumlah

responden %

Kurang

Tidak ada jawaban benar 16 1.6

1 71 6.9

2 130 12.6

3 204 19.8

4 218 21.2

5 163 15.8

Sedang

6 103 10.0

7 90 8.7

Baik

8 33 3.2

9 0 0.0

10 1 0.09


(55)

Tabel 4.5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015

Tingkat pengetahuan Jumlah %

Baik 34 3.3 %

Sedang 193 18.8 %

Kurang 802 77.9 %

Total 1029 100 %

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan tingkat pengetahuan baik yaitu 34 orang (3,3%), responden dengan tingkat pengetahuan sedang yaitu 193 orang (18,8%) dan responden dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu 802 orang (77,9%).

4.2.2 Sikap

Pada penelitian ini, sikap dikategorikan menjadi dua yaitu sikap positif dan sikap negatif. Cara pengkategoriannya adalah responden dengan nilai skor > median dikategorikan mempumyai sikap positif. Responden dengan nilai skor < median dikategorikan mempunyai sikap negatif.

Terdapat 10 pertanyaan diantaranya 4 pertanyaan yang favourable

dan 6 pertanyaan yang unfavourable. Skor minimal masing-masing pertanyaan adalah 1 dan skor maksimal masing-masing pertanyaan adalah 4. Dari hasil data yang didapatkan, total skor minimal yaitu 15, total skor maksimal yaitu 39 dan nilai median yang didapatkan dari SPSS adalah 29. Responden dengan jumlah skor > 29 akan masuk kategori sikap positif dan responden dengan jumlah skor < 29 akan masuk kategori sikap negatif.

Frekuensi responden yang terlihat berdasarkan skor dari pernyataan sikap yang dijawab ditampilkan dalam tabel sebagai berikut :


(56)

Tabel 4.6. Distribusi responden berdasarkan jumlah skor pernyataan tentang sikap kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah responden terbanyak adalah memiliki skor 28 yaitu 135 orang (13.1%). Sedangkan

Kategori Sikap Jumlah skor pernyataan yang dijawab

Jumlah

responden %

Kategori negatif

15 1 0.1

16 6 0.6

17 1 0.1

18 3 0.3

19 8 0.8

20 6 0.6

21 6 0.6

22 15 1.5

23 24 2.3

24 30 2.9

25 49 4.8

26 99 9.6

27 112 10.9

28 135 13.1

Kategori positif

29 127 12.3

30 89 8.6

31 93 9.0

32 70 6.8

33 46 4.5

34 51 5.0

35 32 3.1

36 9 0.9

37 10 1.0

38 5 0.5

39 2 0.2


(57)

jumlah responden paling sedikit adalah memiliki skor 15 dan 17 yaitu sebanyak 1 orang (0.1%).

Tabel 4.7. Distribusi responden berdasarkan kategori sikap terhadap kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Tingkat Sikap Jumlah %

Negatif 495 48.1 %

Positif 534 51.9 %

Total 1029 100 %

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan sikap negatif yaitu 495 orang (48.1%) dan responden dengan sikap positif yaitu 534 orang (51.9%).

4.2.3 Perilaku

Pada penelitian ini perilaku dikategorikan menjadi dua tingkatan yaitu perilaku negatif dan perilaku positif. Pengelompokan kategori ini berdasarkan nilai median. Nilai median tersebut didapatkan berdasarkan skor minimal yaitu 8 dan skor maksimal yaitu 21 sehingga didapatkan nilai median yaitu 16. Responden dengan skor > 16 akan dimasukkan kategori perilaku positif dan responden dengan skor < 16 akan dimasukkan kategori perilaku negatif. Terdapat 7 pertanyaan untuk perilaku yang akan dijelaskan sebagai berikut :


(58)

Tabel 4.8. Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing pernyataan tentang perilaku kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah responden terbanyak adalah memiliki skor 16 yaitu sebanyak 211 orang (20.5%). Sedangkan jumlah responden paling sedikit adalah memiliki skor 8, 9 dan 21 yaitu 1 orang (0.1%).

Tabel 4.9. Distribusi responden berdasarkan kategori perilaku terhadap kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Tingkat Perilaku Jumlah %

Negatif 419 40.7 %

Positif 610 59.3 %

Total 1029 100 %

Kategori Perilaku Jumlah skor pernyataan yang dijawab

Jumlah

responden %

Negatif

8 1 0.1

9 1 0.1

10 7 0.7

11 7 0.7

12 21 2.0

13 70 6.8

14 146 14.2

15 166 16.1

Positif

16 211 20.5

17 208 20.2

18 129 12.5

19 48 4.7

20 13 1.3

21 1 0.1


(59)

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan perilaku negatif yaitu 419 orang (40.7%) dan responden dengan perilaku positif yaitu 610 orang (59.3%).

4.2.4 Keputihan

Analisis univariat untuk keputihan adalah dengan cara responden menjawab pengalaman keputihan yang pernah dialami. Selanjutnya diberikan 5 pertanyaan terkait karakteristik keputihan yang terdiri dari jumlah cairan, kekentalan cairan, bau cairan, warna cairan dan gejala yang menyertai saat keputihan.

Pada penelitian ini, responden dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu responden dengan keputihan fisiologis dan patologis. Responden yang menyatakan mengalami <3 gejala positif dikelompokkan menjadi kelompok keputihan fisiologis. Responden yang menyatakan mengalami

≥3 gejala positif dikelompokkan menjadi kelompok keputihan patologis.

Tabel 4.10. Distribusi responden berdasarkan kejadian keputihan yang pernah dialami oleh siswi di beberapa SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Pengalaman Keputihan n %

Ya 1029 100

Tidak 0 0

Total 1029 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang pernah mengalami keputihan yaitu 1029 orang (100%) dan responden yang tidak pernah mengalami keputihan yaitu 0 orang (0%).


(60)

Tabel 4.11. Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Karakteristik keputihan

N %

Jumlah banyak 228 22.2

Kental 835 81.1

Perubahan bau 272 26.4

Perubahan warna 555 53.9

Gejala yang menyertai 774 75.2

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan perubahan jumlah cairan keputihan yaitu 228 orang (22.2%), responden dengan perubahan kekentalan cairan keputihan yaitu sebanyak 835 orang (81.1%), responden dengan perubahan pada bau cairan keputihan yaitu 272 orang (26.4%), responden dengan perubahan warna pada cairan keputihan yaitu 555 orang (53.9%) dan responden dengan keputihan yang disertai gejala penyerta yaitu 774 orang (75.2%).

Tabel 4.12. Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan bau keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Karakteristik keputihan

Perubahan bau N %

Bau amis 266 97.8

Bau seperti telur busuk 6 2.2

Total 272 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan bau keputihannya amis yaitu 266 orang (97.8) dan yang bau keputihannya seperti telur busuk yaitu 6 orang (2.2%).


(61)

Tabel 4.13. Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan warna keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Karakteristik keputihan

Perubahan warna n %

Putih seperti gumpalan susu 541 97.47

Kuning disertai nanah 3 0.54

Kuning disertai busa 3 0.54

Kuning kehijauan 2 0.36

Putih keabu-abuan 0 0

Coklat 6 1.08

Total

Data diatas menjelaskan bahwa dari seluruh reponden yang mengalami perubahan warna pada keputihannya, perubahan warna menjadi putih seperti gumpalan susu sebanyak 541 orang (97.47%), kuning disertai nanah sebanyak 3 orang (0.54%), kuning disertai busa sebanyak 3 orang (0.54%), kuning kehijauan sebanyak 2 orang (0.36%), coklat sebanyak 6 orang (1.08%) dan tidak ada responden yang perubahan warna keputihannya putih keabu-abuan.

Tabel 4.14. Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis gejala penyerta keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Karakteristik keputihan

Gejala penyerta n %

Nyeri 100 12.90

Rasa panas seperti terbakar 21 2.70

Gatal 693 89.41

Demam 4 0.51

Sakit perut 125 16.12

Nyeri selangkangan 24 3.09

Nyeri saat BAK 9 1.16

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa gejala terbanyak yang dikeluhkan responden saat keputihan adalah gatal yaitu 693 orang


(62)

(89.41%) dan gejala paling sedikit yang dikeluhkan oleh responden saat keputihan adalah demam yaitu 4 orang (0.51%).

Tabel 4.15. Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Karakteristik keputihan

Tanda-tanda keputihan patologis

yang ada n %

Tidak ada tanda 43 4.18

(+) 1 140 13.6

(+) 2 298 28.9

(+) 3 304 29.5

(+) 4 204 19.8

(+) 5 40 3.88

Total 1029 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang tidak memiliki tanda-tanda keputihan patologis yaitu 43 orang (4.18%), memiliki 1 tanda positif sebanyak 140 orang (13.6%), memiliki 2 tanda positif sebanyak 298 orang (28.9%), memiliki 3 tanda positif sebanyak 304 orang (29.5%), memiliki 4 tanda positif sebanyak 204 orang (19.8%) dan memiliki semua tanda keputihan patologis sebanyak 40 orang (3.88%).

Tabel 4.16. Distribusi responden berdasarkan klasifikasi keputihan yang pernah dialami oleh siswi di beberapa SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Klasifikasi keputihan

Fisiologis Patologis

N % n %


(63)

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan keputihan yang fisiologis yaitu 481 orang (46,7%) dan responden dengan keputihan yang patologis yaitu 548 orang (53,3%).

4.2.5 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan

Tabel 4.17. Hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Tingkat pengetahuan

Kejadian keputihan

Total %

P value

Patologis Fisiologis

n % n %

Kurang 452 56.4 350 43.6 802 100

0.001

Sedang 84 43.5 109 56.5 193 100

Baik 12 35.3 22 64.7 34 100

Total 548 53.3 481 46.7 1029 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang mengalami keputihan patologis yaitu 452 orang (56.4%). Responden dengan tingkat pengetahuan sedang yang mengalami keputihan patologis yaitu 84 orang (43.5%). Responden dengan tingkat pengetahuan baik yang mengalami keputihan yaitu 12 orang (35.4%). Sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 350 orang (43.6%). Responden dengan tingkat pengetahuan sedang yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 109 orang (56.5%) dan responden dengan tingkat pengetahuan baik yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 22 orang (64.7%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nila probabilitas (p value) 0.001 yang artinya Ho ditolak atau Ha diterima dan pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan. Dapat disimpulkan bahwa


(64)

responden dengan pengetahuan kurang mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami keputihan patologis

4.2.6 Hubungan sikap dengan keputihan

Tabel 4.18. Hubungan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Tingkat sikap

Kejadian keputihan

Total % P

value OR Patologis Fisiologis

N % N %

Negatif 275 56.6 220 44.4 495 100

0.173 1.195 Positif 273 51.1 261 48.9 534 100

Total 548 53.3 481 46.7 1029 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan sikap negatif yang mengalami keputihan patologis yaitu 275 orang (56.6%). Responden dengan sikap positif yang mengalami keputihan patologis yaitu 273 orang (51.1%). Sedangkan responden dengan sikap negatif yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 220 orang (44.4%) dan responden dengan sikap positif yang mengalami keputihan fisiologis 261 orang (48.9%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p value) 0.173 dan OR 1.195 yang artinya Ho gagal ditolak atau Ha ditolak. Sehingga, pada alpha 5% tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan. Dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkatan sikap baik positif maupun negatif mempunyai resiko yang sama besar untuk mengalami keputihan patologis.


(65)

4.2.7 Hubungan perilaku dengan keputihan

Tabel 4.19. Hubungan perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan perilaku negatif yang mengalami keputihan patologis yaitu 245 orang (58.5%) dan responden dengan perilaku positif yang mengalami keputihan patologis yaitu 303 orang (49.7%). Sedangkan responden dengan perilaku negatif yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 174 orang (41.5%) dan responden dengan perilaku positif yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 307 orang (50.3%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p value) 0.007 yang artinya Ho ditolak atau Ha diterima. Sehingga, pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan. Dapat disimpulkan bahwa responden dengan perilaku negatif mempunyai peluang lebih besar mengalami keputihan patologis daripada keputihan fisiologis.

Tingkat perilaku

Kejadian keputihan

Total % P

value OR

Patologis Fisiologis

n % n %

Negatif 245 58.5 174 41.5 419 100

0.007 1.427 Positif 303 49.7 307 50.3 610 100


(66)

4.3 Pembahasan

4.3.1 Kejadian Keputihan

Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa seluruh responden menyatakan pernah mengalami keputihan walaupun hanya sekali. Setelah dilakukan analisis, 481 orang (46.7%) mengalami keputihan yang fisiologis dan 548 orang lainnya (53.3%) mengalami keputihan yang patologis. Hasil ini sesuai dengan pernyataan bahwa di Indonesia didapatkan bahwa 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal sekali dalam seumur hidup dan 45% sisanya mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih dalam seumur hidup.(7) Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan Donatila di SMA Negeri 4 Semarang yang menyatakan bahwa 62 responden (96,9%) mengalami keputihan baik fisiologis maupun patologis.(29)

4.3.2 Hubungan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan

Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa dari 1029 responden, responden dengan pengetahuan baik yang mengalami keputihan patologis yaitu 12 (35.3%) orang, responden dengan pengetahuan sedang yang mengalami keputihan patologis yaitu 84 orang (43.5%) dan reponden dengan pengetahuan kurang yang mengalami keputihan patologis yaitu 452 orang (56.4%). Dari hasil analisis data tersebut didapatkan nilai probabilitas (p value) 0.001 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan kejadian keputihan yang patologis.

Hal ini dibuktikan dengan data responden yang mengalami keputihan patologis sebagian besar memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa di kawasan Pondok Cabe Ilir yang


(67)

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian keputihan (pvalue=0.008).(30)

Menurut Notoadmodjo, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku.(11) Jadi, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang akan sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku negatif dalam kesehatan reproduksi. Perilaku kesehatan reproduksi yang buruk akan meningkatkan resiko seseorang untuk mengalami suatu penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi.

4.3.3Hubungan Sikap terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan

Pada penelitian diatas didapatkan bahwa responden dengan tingkatan sikap negatif adalah 495 orang (48.1%) dan responden dengan tingkatan sikap positif adalah 534 orang (51.9%). Data tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar sikap terhadap kesehatan reproduksi siswi SMA, SMK dan MA adalah sikap yang positif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Meyni pada siswi SMA Negeri 9 Manado yang menyatakan bahwa 65 orang (68.75%) mempunyai sikap positif dan 25 orang (31.25%) mempunyai sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi.(31)

Hasil analisis data hubungan antara sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan memiliki nilai probabilitas (p value) 0.173. Hal ini mempunyai arti bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap terhadap kesehatan repoduksi dengan kejadian keputihan. Dapat disimpulkan bahwa individu dengan sikap negatif maupun positif terhadap kesehatan reproduksi mempunyai peluang yang sama untuk terjadinya keputihan patologis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa di kawasan Pondok Cabe Ilir dengan nilai probabilitas (p value) sebesar 0.806 yang artinya tidak terdapat hubungan antara tingkatan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan.(30)


(68)

Hasil diatas tidak sesuai hipotesis karena pada penelitian ini hanya dilakukan penelitian terhadap beberapa faktor saja yaitu pengalaman pribadi keputihan, pendidikan umum dan media massa.

Menurut Azwar (2005), suatu sikap belum otomatis terbentuk menjadi perilaku atau tindakan yang sesuai, karena untuk membentuk tindakan dan perilaku yang sesuai dengan sikap diperlukan faktor-faktor pendukung lainnya. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkatan sikap seseorang seperti adanya pengaruh dari orang lain, faktor budaya, faktor pendidikan agama dan tingkat emosional responden yang tidak diteliti pada penelitian ini. Adanya kemungkinan bahwa tidak ditelitinya faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap dapat memberikan hasil yang berbeda.(32)

4.3.4 Hubungan Perilaku Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan

Pada penelitian diatas didapatkan bahwa dari 1029 responden terdapat 419 orang (40.7%) dengan perilaku negatif terhadap kesehatan reproduksi dan 610 orang (59.3%) dengan perilaku positif terhadap kesehatan reproduksi. Data tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar siswi SMA, SMK dan MA memiliki perilaku yang positif terkait kesehatan reproduksi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Donatila di SMA Negeri 4 Semarang menyatakan bahwa 61 responden (95.3%) mempunyai perilaku positif dan 3 responden (4.7%) mempunyai perilaku negatif terhadap kesehatan reproduksi.(29)

Hasil analisis data antara perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan adalah responden yang mengalami keputihan patologis dengan perilaku positif yaitu 303 orang (49.7%) dan responden yang mengalami keputihan patologis dengang perilaku negatif yaitu 245


(1)

10. Qomariyah SN, dkk. Infeksi saluran reproduksi (ISR) pada perempuan indonesia. Depok: Pusat Komunikasi Kesehatan Perspektif Gender bekerjasama dengan Ford Foundation; 2001.

11. Sunaryo. Psikologi untuk keperawatan Ester M, editor. Jakarta: EGC; 2004. 12. Maulana HDJ. Promosi kesehatan Yudha EK, editor. Jakarta: EGC; 2009. 13. Widyastuti Y, dkk. Kesehatan reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya; 2010. 14. Sastrawinata S, Wijayanegara H. Obstetri fisiologi. Bandung: ELEMAN;

1983.

15. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Hartanto H, editor. Jakarta: EGC; 2005.

16. Mescher AL. Histologi dasar junqueira. 12th ed. Hartanto H, editor. Jakarta: EGC; 2011.

17. Moore KL, Dalley AF. Anatomi berorientasi klinis. 5th ed. Syamsir M, Astikawati R, editors. Jakarta: Erlangga; 2013.

18. Netter FH. Atlas of human anatomy. 5th ed. Saunders; 2010.

19. Hyde JS. Sexual anatomy in Janet S.H ed: Understanding human sexuality. 6th ed. USA: McGraw-Hill Publishing Company; 1997.

20. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th ed. Rahman LY, editor. Jakarta: EGC; 2007.

21. Konferensi Dunia tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/ICPD) 1994; 07 Januari 2005; Cairo, Mesir: Kompas.

22. Kusmiran E. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita Jakarta: Salemba Medika; 2011.

23. Manuaba IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2003.


(2)

24. Monalisa, Bubakar AR, Amiruddin MD. Indonesian journal of dermatology and venerology. [Online].; 2012 [cited 2014 November 15. Available from: http://journal.unhas.ac.id/index.php/ijdv/article/view/255].

25. Sibagariang EE, Pusmaika R, Rismalinda. Kesehatan reproduksi wanita Jakarta: Trans Info Media; 2010.

26. Manuaba IAC, Manuaba IBG, Manuaba IBGF. Memahami kesehatan reproduksi wanita. 2nd ed. Ester M, editor. Jakarta: EGC; 2009.

27. A service of the U.S. national library of medicine. [Online].; 2013 [cited 2014

November 15. Available from:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003158.htm].

28. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. 25th ed. Adityaputri A, editor. Jakarta: EGC; 2012.

29. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. 7th ed. Hartanto H, editor. Jakarta: EGC; 2007.

30. Ayuningtyas DN. Hubugan antara pengetahuan dan perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.

31. Nurhayati A. Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku vaginal hygiene terhadap kejadian keputihan patologis pada remaja putrid usia 13-17 tahun di daerah pondok cabe ilir. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2013.

32. Rembang M, Maramis FRR, Kapantow G. Hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri SMA Negeri 9 Manado. Skripsi. Manado: Universitas Sam Ratulangi Manado; 2012.

33. Azwar, S. Sikap Manusia, teori dan pengukurannya. 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2005.


(3)

34. Tulus CWK, Kundre RM, Bataha YB. Hubungan pengetahuan dan perilaku dengan terjadinya keputihan pada remaja putri kelas XI di SMA Kristen Tomohon. Skripsi. Manado: Universitas Sam Ratulangi Manado; 2013.

`


(4)

PETA SEBARAN SEKOLAH YANG MENJADI SUBYEK PENELITIAN DI WILAYAH TANGERANG SELATAN


(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Khairunnisa’ Dewi Adawiyah

Tempat, tanggal lahir : Bojonegoro, 14 Desember 1995

Alamat : Jl. Pelayaran Dsn Dongol Ds. Tempel Kec. Krian Kab. Sidoarjo

No. HP : 085715245233

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1. TK PKK Sidorejo (1998-2000)

2. RA Hidayatul Ulum Tempel Krian (2000-2001) 3. MI Hidayatul Ulum Tempel Krian (2001-2007) 4. SMP Negeri 3 Peterongan Darul Ulum Jombang (2007-2010) 5. MA Amanatul Ummah Program Akselerasi (2010-2012) 6. Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Jakarta (2012-sekarang) Prestasi dan Organisasi

1. Juara III tennis meja putri tingkat SD Se-Kecamatan Krian 2. Juara I tennis meja putri tingkat SD Se-Kecamatan Krian

3. Masuk 10 besar Olimpiade MIPA OMITS tingkat MA dan SMA Se- Jawa Timur

4. Editor Majalah Asy-Syarif MA Akselerasi Amanatul Ummah

5. Anggota penerima beasiswa Departemen Agama CSS Mora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Divisi P2K BEM Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta LAMPIRAN 3


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Sikap RemajaTentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Di SMA Bayu Pertiwi Sunggal Tahun 2015

0 45 100

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU PACARAN Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dan Sikap Seksualitas Dengan Perilaku Pacaran Pada Pelajar Slta Di Kota Semarang.

0 6 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PEMELIHARAAN ORGAN REPRODUKSI DENGAN RISIKO Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Pemeliharaan Organ Reproduksi Dengan Risiko Kejadian Keputihan Pada Siswi Kelas X Sma Negeri 1 Wonosari Kabupat

0 0 16

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Pemeliharaan Organ Reproduksi Dengan Risiko Kejadian Keputihan Pada Siswi Kelas X Sma Negeri 1 Wonosari Kabupaten Klaten.

0 0 8

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Pemeliharaan Organ Reproduksi Dengan Risiko Kejadian Keputihan Pada Siswi Kelas X Sma Negeri 1 Wonosari Kabupaten Klaten.

0 0 5

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PEMELIHARAAN ORGAN REPRODUKSI DENGAN RISIKO KEJADIAN Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Pemeliharaan Organ Reproduksi Dengan Risiko Kejadian Keputihan Pada Siswi Kelas X Sma Negeri 1 Wonosa

0 0 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Siswi Di Sma Negeri 1 Jatinom.

0 1 16

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Siswi Di Sma Negeri 1 Jatinom.

0 1 5

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Siswi Di Sma Negeri 1 Jatinom.

0 0 14

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Siswa-Siswi SMA Swasta "X" Di Kota Bandung.

0 0 40