ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO KRED (13)

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO KREDIT DAN INSTRUMENT DERIVATIF
PADA PT. BANK MAYBANK INDONESIA Tbk
Syafiah Mirza Rusyafah
15101118
1. Latar Belakang Masalah
Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal
dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan.
Oleh karena itu, agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, Bank dituntut untuk
menerapkan Manajemen Risiko.
Melalui penerapan Manajemen Risiko, Bank diharapkan dapat mengukur dan mengendalikan
Risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usahanya dengan lebih baik. Selanjutnya,
penerapan Manajemen Risiko yang dilakukan perbankan akan mendukung efektivitas kerangka
pengawasan Bank berbasis Risiko yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Risiko Kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis Bank. Pada sebagian besar Bank,
pemberian kredit merupakan sumber Risiko Kredit yang terbesar. Selain kredit, Bank menghadapi
Risiko Kredit dari berbagai instrumen keuangan seperti surat berharga, akseptasi, transaksi antar
Bank, transaksi pembiayaan perdagangan, transaksi nilai tukar dan derivatif, serta kewajiban
komitmen dan kontinjensi.
2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis instrument derivative dalam mengatasi risiko

kredit terhadap PT MayBank Indonesia Tbk dan untuk mengetahui pengelolaan Likuiditas PT
MayBank Indonesia Tbk.
3. Pembahasan
Bank berperan dalam mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kembali
ke masyarakat dalam bentuk kredit atau produk lainnya. Dalam meminjamkan uang, bank harus
mempertimbangkan banyak faktor seperti suku bunga, inflasi, PDB danpertumbuhan kredit dan juga
kondisi kinerja bank seperti Net Interest Margin (NIM),Non Performing Loan (NPL) dan
kemampuan pendanaan bank. Dari data yang didapat, pemenuhan Liquidity Coverage Ratio (LCR)

kuartal II 2017 adalah sebesar 152.47% (individual), masih diatas ketentuan yang ditetapkan sebesar
80%. LCR mengalami penurunan sebesar 14.51% dibanding periode kuartal I 2017 terutama
disebabkan oleh adanya peningkatan pada sisi arus kas keluar yang berasal dari nasabah lembaga
keuangan sehingga menyebabkan meningkatnya total arus kas keluar bersih sebesar IDR 1 triliun.
Disisi lain juga terdapat penurunan pada liquid asset buffer sebesar IDR 1.2 triliun yang sebagian
besar berasal dari penempatan pada Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan oleh
pemerintah. Pada kuartal II 2017, komposisi High Quality Liquid Assets (HQLA) terdiri dari
94.69% aset level 1, 4.96% aset level 2A, dan 0.35% aset level 2B. Untuk komposisi HQLA level
1, sebesar 41.8% berasal dari instrumen giro pada Bank Indonesia dan penempatan pada Bank
Indonesia (Deposits Facilities, BI-TD,SIMA), 52.8% komposisi berasal dari pembelian surat
berharga pemerintah dan penempatan pada central bank (SBI,SBIS,SDBI,SBBI). Sedangkan, 5.4%

berasal dari kas. Dalam mengelola likuditasnya, sumber pendanaan utama Bank saat ini berasal dari
Dana Pihak Ketiga (DPK). Disamping itu, untuk menjaga struktur pendanaan yang lebih stabil, Bank
juga telah dan akan melakukan pendanaan yang bersumber dari penerbitan surat berharga, baik
berjangka waktu menengah maupun panjang. Untuk jenis produk DPK, secara rata-rata kuartal II
2017 komposisinya sebagian besar masih dalam bentuk deposito berjangka yaitu sebesar 62.81%,
20.81% berupa tabungan, sedangkan 16.37% dalam bentuk giro.
Pengelolaan Likuiditas Bank:
Risiko likuiditas dikelola secara aktif oleh beberapa unit kerja. Pengelolaan likuiditas Bank
secara keseluruhan dilakukan secara terpusat oleh unit kerja Corporate Treasury Liquidity
Management (CTLM) bekerjasama dengan unit-unit bisnis/pendukung lainnya, seperti antara lain
unit bisnis Global Market (GM) Rates yang melakukan pengelolaan likuiditas secara harian, unit
kerja perkreditan, pendanaan, operasional, teknologi informasi, komunikasi perusahaan, dan
manajemen risiko. Dengan adanya kerjasama yang baik antar unit kerja, maka risiko likuiditas yang
dipicu oleh kejadian risiko lainnya (risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum,
risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko stratejik) dapat dideteksi dan dimitigasi dengan benar
dan tepat waktu. Selanjutnya produk-produk/transaksi-transaksi/aktivitas-aktivitas baru yang
mengakibatkan adanya penambahan aset dan liabilitas, selalu melalui proses peninjauan ulang
(review) dan persetujuan yang seksama sebelum produk/transaksi/aktivitas baru tersebut dijalankan.
Disamping itu, unit yang secara khusus melakukan proses pengelolaan risiko likuiditas, adalah unit
kerja Traded and Non Traded Risk Management, yang mempunyai tanggung jawab untuk membuat

kebijakan kebijakan, prosedur, metodologi pengukuran dan melakukan pemantauan serta pelaporan
eksposur risiko likuiditas dan juga memantau implementasi dan kepatuhan terhadap kebijakan

tersebut guna mendukung fungsi dari Assets and Liabilities Committee (ALCO). Jenis-jenis rasio
yang ditetapakan antara lain : Operating Cash Flow (OCF), interbank taking, FX swap funding,
secondary reserve, limit 50 deposan terbesar, yang semuanya bertujuan untuk mengendalikan risiko
likuiditas agar sesuai dengan risk appetite yang telah ditetapkan.
4. Rekomendasi
PT. Bank MayBank Indonesia Tbk tetap harus mengawasi dan menjaga tingkat kecukupan dana
agar tidak terjadi “run on a bank” atau “bank rush” dengan mengawasi BOPO dan NPL agar terus
menurun. Karena jika BOPO dan NPL meningkat maka ROA akan menurun
5. Kesimpulan
PT. Bank MayBank Indonesia Tbk tergolong bank yang siap untuk menghadapi risiko perbankan
yang akan dihadapi. PT. Bank MayBank Indonesia Tbk. ini sudah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia dan PT. Bank MayBank Indonesia Tbk. ini bisa dikatakan sebagai Bank
yang sehat. Tidak likudnya aset dapat mengakibatkan krisis likuiditas (liquidity crisis) tak
terhindarkan. Krisis likuditas yang terjadi pada wholesale marketsdapat ditekan dampaknya dengan
beberapa cara, antara lain dengan meningkatkan kewaspadaan, reaksi yang cepat dari bank sentral,
dan pengawasan oleh manajemen bank.
6. References

1) Kisman, Z. Model For Overcoming Decline in Credit Growth (Case Study of Indonesia
with Time Series Data 2012M1-2016M12). Journal of Internet Banking and
Commerce.Vol.22, No. 3,2017.
2) Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M. The Validity of Capital Asset Pricing Model
(CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks in
Indonesia Stock Exchange. American Journal of Economics, Finance and Management
Vol. 1, No. 3, 2015, pp. 184-189
3) Kisman, Z. Disappearing Dividend Phenomenon: A Review of Theories and Evidence.
Transylvanian Review. Vol XXIV, No. 08,2016.
4) https://www.academia.edu/35707712/Analisis_Penerapan_Manajemen_Risiko_Kredit_dan
_Instrument_Derivatif_pada_PT._Bank_Permata_Tbk
5) https://www.maybank.co.id/investor/leverage_ratio/Documents/Laporan%20Liquidity%20
Coverage%20Ratio%20-%20Juni%202017.pdf