PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT (5)

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

\
Oleh:
Kelompok 3
1.
2.
3.
4.

Asriati
Khairunnisa Hayani
Muh Taufiq Rachman
Vidya Suci Karuniawati

PROGRAM STUDI KIMIA ANALISIS
POLITEKNIK AKA BOGOR
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan karuniaNya makalah tentang “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat” ini dapat diselesaikan

dengan lancar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada teman- teman yang terlibat dalam
penulisan makalah ini dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dosen yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Makalah ini merupakan kajian beberapa aspek tentang pancasila sebagai
filsafat.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan
dimasa datang.

Bogor, 22 Mei 2016

Penyusun

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................3
A.

Latar Belakang.......................................................................................................3

B.

Tujuan....................................................................................................................3

BAB 2 LANDASAN TEORI.............................................................................................4
A.

Pengertian Filsafat..................................................................................................4

B.

Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem................................7

B.


1.

Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Bersifat Organis.............................7

2.

Susunan Pancasila Yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal................8
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling

Mengkualifikasi............................................................................................................11
C.

Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis..........................................12

D.

Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan Antara Hak dan

Kewajiban Asasi Manusia............................................................................................13
BAB 3 STUDI KASUS....................................................................................................15

BAB 4 PEMBAHASAN..................................................................................................17
BAB 5 PENUTUP...........................................................................................................22
A.

Saran....................................................................................................................22

B.

Kesimpulan..........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................24

2

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sistem filsafat di Indonesia, tentu saja Pancasila memegang
peranan yang sangat penting bagi paradigma dan arah hidup bangsa Indonesia
baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat
pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk

kehidupan manusia Indonesia sehari- hari.
Pancasila sebagai filsafat negara indonesia yang harus diketahui oleh
seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan
menjalankan nilai- nilai yang terkandung didalamnya, bukan hanya sebagai nilai
tertulis atau nilai simbolik semata, melainkan dijadikan sebagai acuan bentuk
menjalankan proses kehidupan berbangsa dan bernegara.

B. Tujuan
Tujuan dari penulis makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian tentang filsafat.
2. Untuk mengetahui rumusan kesatuan sila-sila pancasila sebagai
suatu sistem.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pancasila berwujud dan bersifat
filosofis.
4. Untuk mengetahui nilai-nilai pancasila menjadi dasar dan arah
keseimbangan anatara hak dan kewajiban asasi manusia.

3

BAB 2 LANDASAN TEORI

A. Pengertian Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya
“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang
secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia
tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia”
(kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti
cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau
kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan.
Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti
merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi
peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mulamula dipakai oleh Herakleitos.

2. Pengertian Pancasila
Pancasila merupakan salah satu filsafat yang merupakan hasil dari
pencerminan nilai nilai luhur dan budaya bangsa indonesia yang
terkandung 5 isi di dalamnya, yaitu satu, ketuhanan yang maha esa,
dua, kemanusiaan yang adil dan beradab, tiga, persatuan indonesia,
keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebikjasanaan dan

permusayawaratan, perwakilan, kelima, keadilan bagi seluruh rakyat
indonesia.
3. Pengertian pancasila sebagai filsafat Indonesia
Pancasila adalah dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang
secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
tercantum dalam UUD 1945, diundangkan dalam Berita Negara

4

Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama dengan UUD 1945.
Pancasila dari bahasa Sanskerta yaitu “panca”(lima) dan “syila”
(dasar). Pertama kali digunakan sebagai nama 5 Dasar Negara pada 1
juni 1945 oleh ir Soekarno.
Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman
Majapahit dalam satu kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsabangsa barat persatuan dan kesatuan itu dipecah oleh mereka dalam
rangka menguasai daerah Indonesia yang kaya raya ini. pada awalnya
perjuangan dilakukan secara perang, karena dengan cara tersebut
gagal maka bangsa Indonesia menggunakan cara politik. Di awali
dengan suatu badan yang diberi nama BPUPKI. Badan ini diresmikan
tanggal 28 Mei 1945 oleh pemerintah Jepang.

Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengutarakan
prinsip dasar Negar Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato
membahas dasar negara. aDan

pada tanggal 18 Agustus 1945

ditetapkan undang-undang dasar yang diberi nama Undang-Undang
Dasar 1945. Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang Dasar silasila Pancasila ditetapkan. Jadi, Pancasila sebagai filsafat bangsa
Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya UndangUndang Dasar 1945, dan menjadi ideologi bangsa Indonesia. Arti
Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak bagi
seluruh tumpah darah Indonesia.
4. Fungsi Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila mampu memberikan dan mencari kebenaran
yang substansi tentang hakikat negara, ide negara, dan tujuan negara.
Dasar Negara kita ada lima dasar dimana setap silanya berkaitan
dengan sila yang lain dan merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak
terbagi dan tidak terpisahkan. Saling memberikan arah dan sebagai
dasar kepada sila yang lainnya. Tujuan negara akan selalu kita
temukan dalam setiap konstitusi negara bersangkutan. Karenanya
tidak selalu sama dan bahkan ada kecenderungan perbedaan yang jauh


5

sekali antara tujuan disatu negara dengan negara lain. Bagi Indonesia
secara fundamental tujuan itu ialah Pancasila dan sekaligus menjadi
dasar berdirinya negara ini.
5. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu
masing-masing silanya saling kait mengkait merupakan satu kesatuan
yang menyeluruh. Di dalam Pancasila tercakup filsafat hidup dan citacita luhur bangsa Indonesia tentang hubunagan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan lingkungannya. Menurut Driyakarya, Pancasila
memperoleh dasarnya pada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas
dari keadaan hidupnya yang tertentu. Pancasila merupakan filsafat
tentang kodrat manusia. Dalam pancasila tersimpul hal-hal yang asasi
tentang manusia. Oleh karena itu pokok-pokok Pancasila bersifat
universal.
6. Pandangan Integralistik dalam Filsafat Pancasila
Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu
menjadi dasar hidup bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk

tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia itu terdiri dari
berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan agama yang
berbeda. Dan diantara perbedaan yang ada sebenarnya juga terdapat
kesamaan. Secara hakiki, bangsa Indonesia yang memiliki perbedaanperbedaan itu juga memiliki kesamaan,.bangsa Indonesia berasal dari
keturunan nenek moyang yang sama, jadi dapat dikatakan memiliki
kesatuan darah. Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa Indonesia
yang memilikiperbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan
nasib kehidupan. Secara bersama bangsa Indonesia pernah dijajah,
berjuang melawan penjajahan, merdeka dari penjajahan. Dan yang
lebih penting lagi adalah bahwa setelah merdek, bangsa Indonesia
mempunyai kesamaan tekat yaitu mengurus kepentingannya sendiri

6

dalam bentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang
menumbuhkan niat, kehendak (karsa dan Wollen) untuk selalu menuju
kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan
wawasan “ bhineka tunggal ika “.


B. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
suatu filsafat. Pengertian sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagianbagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila
setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendirisendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.

1. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan.
Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masingmasing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila
pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan keutuhan yaitu setiap sila
7

merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal.
Konsekwensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari
sila-sila lainnya serta diantara sila yang satu dengan sila yang lainnya
tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada
hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis
manusia sebagai pendukung dari inti substansi manusia. Isi dari silasila Pancasila yaitu hakikat manusia yang Mono pluralis yang
memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani dan rohani. Sifat kodrat
yaitu sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk individu dan
kedudukan kodrat sebagai pribadi yang berdiri sendiri serta sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur hakikat manusia
tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan
harmonis. Setiap unsur memiliki fungsinya masing-masing dan saling
berhubungan atau inter dependensi ketergantungan antara satu dengan
yang lain. Oleh karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan
hakikat manusia Mono Pluralis yang merupakan kesatuan organis
akan sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersifat organis
pula.

2. Susunan Pancasila Yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila adalah hierarkis dan berbentuk piramidal.
Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan
hubungan hierarki sila-sila pancasila dalam urutan-urutan luas
(kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari
intinya urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian
pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
Jika urutan-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud
demikian maka diantara lima sila ada hubungan yang mengikat antara
yang satu dengan yang lainnya sehingga Pancasila merupakan suatu
keseluruhan yang bulat dan utuh dengan kemajemukannya. Andai kata
8

urutan-urutan itu di pandang sebagai tidak mutlak maka di antara satu
sila dengan yang lainnya tidak ada hubungan dan sangkut pautnya,
maka pancasila itu menjadi terpecah-pecah. Oleh karena itu tidak
dapat di pergunakan sebagai asas kerohanian negara. Setiap sila dapat
di artikan bermacam-macam maksud dan penafsirannya sehingga
sama saja dengan tidak adanya pancasila.
Kesatuan sila-sila pancasila yang memiliki susunan hierarkis
pyramidal ini maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari
sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sebaiknya Ketuhanan Yang Maha Esa serta berkeadilan
sosial sehingga didalam setiap sila senantiasa terkandung sila-sila
lainnya. Secara ontologis hakikat sila-sila pancasila mendasarkan pada
landasan sila-sila pancasila yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil.
Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila pancasila dan
pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka segala hal yang berkaitan
dengan sila dan hakikat negara harus sesuai dengan landasan sila-sila
pancasila. Hal ini berarti hakikat dan inti sila-sila pancasila adalah
sebagai berikut : sila pertama ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan
negara harus sesuai dengan hakikat tuhan, sila kedua kemanusiaan
adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan
hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan
negara yang harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan
sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat
rakyat, sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang
harus sesuai dengan hakikat adil.
Kemanusiaan yang dimaksud adalah kesesuaian antara hakikat
nilai-nilai sila-sila pancasila dalam negara, dalam pengertian
kesesuaian sebab dan akibat. Makna kesesuaian tersebut adalah
sebagai berikut, bahwa hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

9

Maha Esa (sebagai sebab) (hakikat sila I dan II) yang membentuk
persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia dalam suatu
wilayah disebut rakyat (hakikat sila III dan IV), yang ingin
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam suatu
persekutuan hidup masyarakat negara (keadilan sosial) (hakikat sila
V) demikianlah maka secara konsisten negara haruslah sesuai dengan
hakikat pancasila.
1) Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan
menjiwai sila-sila, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia,

kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2) Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah diliputi
oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3) Sila Ketiga : Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial
begi seluruh rakyat Indonesia.
4) Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai sila-sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, serta meliputi dan menjiwai sila keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Sila Kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa,

10

kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta
meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
dalam permusyawaratan/perwakilan.

B. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling
Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila pancasila yang majemuk tunggal, hierarkis
piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat
sila lainnya, atau dengan kata lain dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi
oleh keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan sila-sila pancasila
yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil
dan beradab, berpesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, adalah berketuhanan
yang maha esa, berpesatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Sila Persatuan Indonesia, adalah berketuhanan yang maha esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Sila

Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

Hikmat

dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, adalah berketuhanan yang maha esa,
11

berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah
berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpesatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.

C. Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis
Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuan yang mendalam
tentang Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita
harus mengetahui sila-sila Pancasila tersebut. Dari setiap sila, kita mencari
intinya. Setelah kita mengetahui hakikat tersebut, selanjutnya kita mencari
inti dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut :
1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berarti bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan sebagai tuntutan dan
pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia,
dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.
2) Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam
mengatur tata kehidupan bernegara, seperti yang diatur oleh UUD 1945.
3) Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD
1945, yang merupakan uraian terinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945.
4) Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan
suatu kebulatan yang utuh.

12

5) Jiwa pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamsi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
6) Berdasarkan penjelasan autentik, Undang-undang Dasar 1945
menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 pada pasal-pasalnya.
7) Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan
pada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
8) Nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia
yang belum tertampung dalam pembukaan dalam pembukaan UUD
1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai
Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh
UUD1945.
Pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 melahirkan pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
perwujudan dari jiwa Pancasila.
Secara filosofis, nilai Pancasila merupakan pandangan hidup yang diakui
oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, Pancasila dijadikan sebagai
pedoman bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan,
yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya, serta pertahanan dan
keamanan.

D. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan
Antara Hak dan Kewajiban Asasi Manusia
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan
terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan
antara hak dan kewajiban antara hubugan tersebut ,yaitu sebagai berikut :
13

1) Hubungan Vertikal
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang
Maha Kuasa,sebagai penjelmaan dari nilai-nilai ketuhanan YME.
2) Hubungan Horizontal
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya
baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat ,warga bangsa, dan
warga Negara.
3) Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar
yang meliputi hewan,tumbuh-tumbuhan ,dan alam dengan segala
kekayaan.
Pancasila adalah suatu pandangan hidup atau ideology yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan masyarakat
atau bangsanya, dan manusia dengan alam lingkungan.
Pancasila bukan termasuk aliran filsafat yang ada dan bukan
merupakan simplifikasi ataupun paduan dari berbagai aliran filsafat yang
ada,melainkan aliran dan sistem filsafat tersendiri yaitu filsafat
sosiobudaya. Filsafat sosiobudaya adalah filsafat yang hidup,tumbuh dan
berkembang sesuai perkembangan dam pertumbuhan bangsa Indonesia.

14

BAB 3 STUDI KASUS
Kasus Pemerkosaan dan Pembunuhan Yuyun

JAKARTA, OKEZONE.COM - Koordinator Divisi Pelayanan Cahaya Perempuan
Women's Crisis Center (WCC) Bengkulu, Desi Wahyuni, menceritakan kasus
yang menimpa Yuyun (14).
Pemerkosaan terhadap siswi kelas VIII SMP di Kecamatan Padang Ulak Tanding
(PUT), Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, ini bermula saat 14
tersangka pada Sabtu 2 April 2016, sekira pukul 11.31 WIB, berkumpul di rumah
salah seorang tersangka berinisial DE dan meminum tuak.
Kemudian sekira pukul 12.31 WIB, dalam keadaan mabuk, ke-14 tersangka keluar
dari rumah dan duduk di tepi jalan perkebunan karet di Desa Kasie Kasubun,
Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT).
Selanjutnya, kata Desi, sekira pukul 13.31 WIB, para pelaku yang sedang
berkumpul itu melihat korban pulang sendirian. Korban pulang dengan membawa

15

alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci persiapan upacara bendera hari
Senin.
''Jarak dari sekolah ke rumah korban berjarak kurang lebih 1 kilometer dan
melintas jalan atau sawangan kebun karet,'' kata Desi, Rabu (4/5/2016).
Hasil penelusuran Tim Cahaya Perempuan di lapangan, lanjut Desi, para pelaku
yang melihat Yuyun langsung mencegat dan menyekapnya.
Kepala Yuyun diduga dipukul menggunakan kayu, kaki dan tangannya diikat,
kemudian lehernya dicekik. Lalu secara bergiliran pelaku memerkosa Yuyun.
Bahkan, kata Desi, ada pelaku yang diduga mengulangi perbuatannya dua hingga
tiga kali. Tidak sampai di situ, jelasnya, hasil tim di lapangan pelaku kemudian
memukuli korban, mengikat, dan membuang tubuh korban ke jurang sekira
beberapa meter.
''Pelaku menutupi korban dengan dedaunan dan kembali ke rumah masingmasing. Dari hasil visum korban sudah meninggal saat pemerkosaan sedang
berlangsung,'' terangnya. (fid)

16

BAB 4 PEMBAHASAN
1. Analisis Kasus
Kematian Yuyun yang menggemparkan publik, karena kematianya dilakukan
oleh 14 orang, dan 7 orang merupakan anak di bawah umur.
Penyebab kematian Yuyun :
1) Motif meminum minuman keras
Minuman keras dapat mempengaruhi kinerja otak, timbul perasaan yang
membuat peminumnya seolah-olah merasa hebat sampai rasa malupun
akan hilang dengan sendirinya. Pikiran mereka akan ditumbuhi banyak
halusinasi yang mengarah ke arah negatif. Dapat diasumsikan, bahwa
minuman keras merupakan induk dari segala kejahatan dan selalu
mengancam kelompok paling rentan, dan yang peling rentan itu adalah
anak-anak
2) Motif menonton film dewasa
Pornografi membuat cara berpikir seseorang menjadi penuh dengan seks
semata. Pikiran seks akan menguasai alam bawah sadar mereka. Gambar
berbau seks akan melekat pada otak mereka, sehingga dapat dengan
mudah, pornografi memperbudak orang akan nafsunya dan membuka
pintu terhadap segala jenis kejahatan seperti kemarahan, penyiksaaan,
dan kekerasan.
Keberlangsungan suatu bangsa ada di tangan anak-anak mudanya.
Sehingga selayaknya anak sebagai aset bangsa harus dijaga dari kerusakan
mental, moral maupun dari tindakan kekerasan lainnya. Ketika tiba waktunya,
maka roda pemerintahan negara akan menjadi tanggung jawab generasi
mereka di tahun-tahun mendatang.
Dalam alinea kelima Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa
tanggal 20 November 1989, telah disepakati bahwa, “Menyadari bahwa
anak,

demi

pengembangan

sepenuhnya

dan

keharmonisan

dari

kepribadiannya, harus tumbuh dalam lingkungan keluarga, dalam iklim
kebahagiaan, cinta kasih dan pengertian.” Artinya, bahwa PBB sendiri

17

menyadari bahwa anak harus mendapatkan jaminan perlindungan terbaik dari
pemerintah.
Kisah tragis yang menimpa gadis belia berusia 13 tahun sungguh mengiris
hati. Siapa pun yang memiliki hati nurani tidak mungkin tidak mengutuk
perbuatan ke-14 pelaku pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun.
Berkaca dari kisah Yuyun ini, rasanya tak hanya Yuyun yang telah diperkosa
dan dibunuh, namun hati dan nurani kemanusiaan kita juga telah turut
diperkosa dan dibunuh. Gambaran realitas masyarakat yang masih mampu
dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan.
Kasus ini telah mengundang simpati publik bahkan sampai Presiden dan
pejabat lainnya. Para aktivis hak-hak anak dan perempuan ada juga yang
menyerukan agar para pelaku dikenakan hukuman mati atau setidak-tidaknya
dilakukan pengebirian terhadap para pelaku. Hal tersebut bentuk kegeraman
publik atas perlakuan tidak manusiawi yang telah dilakukan oleh para pelaku
terhadap si korban.
Dalam kasus ini setidak-tidaknya terdapat 2 tindak pidana yang terjadi, yang
pertama adalah pemerkosaan dan pembunuhan sebagaimana telah diatur
dalam ketentuan Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dan Pasasl 338
KUHP tentang Pembunuhan.
Mengingat Yuyun adalah anak di bawah umur, tentunya berdasarkan Lex
Specialis Derogat Legi Generali (Hukum yang khusus mengesampingkan
hukum yang umum), maka tentunya yang dikenakan adalah Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak).
Perbuatan para pelaku yang melakukan pemerkosaan yang berujung kematian
pada si korban, dapat dirumuskan dalam ketentuan Pasal 76C jo Pasal Pasal
80 ayat (3) UU Perlindungan Anak serta Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (1)
UUPerlindungan Anak, yang masing-masing ancaman pidana nya adalah 15

18

(lima belas) tahun penjara dan dengan pidana denda Rp. 3.000.0000.000,(tiga miliar rupiah) untuk Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) serta pidana denda
Rp. 5.000.0000.0000,- (lima miliar) untuk Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (1).
Hukuman mati atau kebiri
Di tengah desakan pengenaan pidana mati atau kebiri terhadap para pelaku,
menurut pendapat penulis, berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku
saat ini, kedua bentuk hukuman tersebut belum dapat dikenakan.
Adapun dasar pemikiran penulis adalah mengingat perbuatan yang dilakukan
oleh para pelaku adalah spontan, yang artinya tidak dilakukan melalui
perencanaan terlebih dahulu. Meskipun perbuatan biadab mereka tersebut
berujung pada hilangnya nyawa Yuyun, bukan berarti mereka dapat
dikategorikan telah melakukan pembunuhan berencana sebagaiman dimaksud
dalam ketentuan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang
selengkapnya berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.”
Kalimat

“dengan direncanakan terlebih dahulu” digaris, karena menurut

kronologis yang dilansir oleh berbagai media, bahwa pemerkosaan itu terjadi
saat para pelaku sedang pesta miras dan kebetulan korban lewat dari tempat
tersebut. Sehingga menurut pendapat penulis, unsur perencanaannya tidak
ada. Kecuali dalam pengembangan selanjutnya ternyata ditemukan fakta
adanya perencanaan terlebih dahulu untuk mengincar si korban, maka
ketentuan Pasal 340 KUHP ini sangat mungkin diterapkan.
Perlu diingat pula, bahwa 2 orang diantara ke-14 pelaku, masih berstatus
sebagai anak. Maka untuk hukum mati jelas tidak bisa dikenakan kepada
mereka berdua, karena dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), tidak mengenal
pengenaan Pidana Mati terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana.

19

Demikian juga untuk pidana penjara, terhadap kedua orang anak ini akan
dikurangi ½ dari ancaman pidana maksimal, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 79 ayat (2) UU SPPA.
Demikian pula terhadap penerapan hukuman kebiri terhadap para pelaku.
Harus kita pahami bahwa hukum kebiri belum diakomodir dalam sistem
hukum kita. Sehingga bertolak pada asas Legalitas, maka hukuman ini tentu
belum dapat dikenakan.
Asas legalitas
Keadilan dunia tentu tidak bisa diukur, bahkan oleh hakim sekalipun. Hukum
positif lebih bersifat mengakomodir rasa keadilan yang terbatas (atau
sebagian) dan kepastian hukum semata. Sebab keadilan setiap orang jelasjelas berbeda. Contohnya, keadilan bagi korban tindak pidana tentu tidak
dapat dipersamakan dengan keadilan bagi pelaku.
Jika dibandingkan dengan nyawa si korban, penjara 15 tahun atau denda
miliaran rupiah, tentu tidak sebanding, karena nyawa tidak bisa diukur
dengan

uang

maupun

tindakan

lainnya.

Namun

hukum

mencoba

mengakomodir berbagai bentuk pembalasan, berupa pemidanaan terhadap
setiap perbuatan pidana yang terjadi.
Sehingga seringkali kita mendengar masyarakat mengatakan “coba
bayangkan jika itu terjadi kepada diri mu atau keluarga mu.” Tentu saja kita
tidak pernah berharap maupun bermimpi menjadi korban tindak pidana.
Namun kita tidak boleh mengukur keadilan itu berdasarkan logika dan
perasaan kita sendiri.
Atas kasus yang menimpa Yuyun ini, berdasarkan ketentuan hukum, besaran
pidana yang dapat dijatuhkan paling lama 15 tahun, atau mungkin sampai 20
tahun jika di concursus kan dengan ditambahkan 1/3 dari ancaman tertinggi.
Penulis pribadi sangat prihatin atas tragedi yang menimpa Yuyun dan
berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Namun, jika desakan
20

untuk pengenaan pidana mati maupun hukuman kebiri harus dilakukan
kepada para pelaku, penulis menganggap hal tersebut akan menjadi
penyerobotan terhadap asas legalitas dan hukum positif di Indonesia.
Meskipun rasa keadilan kita memaksa agar kedua jenis hukuman ini
diterapkan kepada para pelaku. Jadi sejauh ini, menurut hemat penulis,
masyarakat hanya dapat meminta agar pengawalan terhadap proses hukum
kasus ini dilakukan dengan konsekuen sesuai dengan koridor hukum yang
berlaku.
2. Pelanggaran Terhadap Nilai Pancasila
Penganiyaan yang menyebabkan Yuyun meninggal, merupakan sebuah
hal yang tidak sesuai dengan nilai – nilai pancasia yang merupakan sumber
dari segala sumber yang ada di Indonesia. Dari kasus diatas, merupakan kasus
yang melanggar nilai pancasila terutama sila yang kedua, yang berbunyi “
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Sudah dijelaskan di isi sila kedua ini
bahwa,

setiap

manusia

harus

berperikemanusiaan

yaitu

dengan

memperlakukan sesama manusia secara adil dan baik. Semua manusia
mempunyai hak yang sama, hak untuk hidup. Seseorang manusia, termasuk
kita semua harus mempunyai nilai – nilai pancasila, salah satunya nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab yang mengandung arti kesadaran sikap
dan perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai moral atas hidup bersama, atas
dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan hal yang sebagaimana
mestinya. Jika kita dapat menjalankan nilai ini, pasti tindak kejahatan seperti
kasus yang menimpa Yuyun tersebut dapat di minimalisir atau bahkan tidak
akan terjadi kasus seperti itu.

21

BAB 5 PENUTUP
A. Saran
Para pelaku merupakan kegagalan fungsi di dalam keluarga maupun
di dalam sekolah. Di lihat dari rusaknya moral serta perilaku akan
kebiasaan tentang mabuk-mabukan dan menonton film dewasa. Sebagai
orang tua tidak hanya memberi materi untuk anak – anaknya tapi juga
memberikan pembekalan ilmu agama. Karena orang tua mempunyai
kewajiban memelihara bukan hanya membesarkan anak – anak mereka
tapi tanggung jawab mendidik supaya paham. Selain itu, penanaman nilai
– nilai pancasila sangatlah

perlu, dengan ditanamkan nilai – nilai

pancasila maka seseorang akan terarah hidupnya baik jasmani maupun
rohani. Karena, nilai – nilai pancasila sudah mencangkup semua aspek
kehidupan. Dengan menanamkan nilai pancasila sejak dini maka seseorang
akan terhindar dari sifat – sifat yang buruk. Selain dalam keluarga, pihak
sekolah juga sangat penting. Penanaman nilai – nilai pancasila di
lingkungan sekolah bisa melalui pembelajaran Pkn. Pembelajaran Pkn saja
belum cukup, pihak sekolah harus memastikan perilaku – perilaku para
siswa apakah para siswa tersebut sudah menerapkan nilai – nilai pancasila
dengan benar. Sehingga, jika hal – hal diatas diterapkan oleh pihak
sekolah, maka para siswa akan menjadi makhluk yang baik. Penerapan
nilai pancasila juga penting dilakukan di lingkungan masyarakat, jika nilai
– nilai tersebut diterapkan disemua lingkungan maka tidak akan terjadi
masalah maupun kasus seperti diatas.

B. Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalami mengenai Ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang hakikat sejarah yang dapat
22

dicapai akal manusia serta menempatkan sikap manusia yang seharusnya
setelah mendapatkan ilmu.

23

DAFTAR PUSTAKA
Ayu, dkk. 2014. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Riau: Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim.
Kaelan,MS.DR,2004, Pendidikan Pancasila,edisi 8, penerbit paradigma,
Yogyakarta.
Soemasdi Hartati, 1992, Pendidikan tentang filsafat pancasila, Andi offset,
Yogyakarta
Wrewksohardjo Prof.Drs.Sunarjo, 2000, Ilmu Pancasila yuridis kenegaraan ilmu
filsafat Pancasila, Pnerbit Andi, Yogyakarta.

24