Pers 9 Recent site activity teeffendi
Kriminalisasi Pers
dalam RUU KUHPidana
2008
Tolib Effendi
Kriminalisasi Pers
Kriminalisasi adalah pengaturan perbuatan
sebagai tindak pidana dalam sebuah undangundang.
Istilah kriminalisasi pers mungkin kurang tepat,
karena yang diatur sebagai tindak pidana adalah
perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan pers
dalam melaksanakan tugasnya, bukan tentang
lembaga pers itu sendiri
Pengaturan Tindak Pidana Pers
dalam RUU KUHPidana 2008
RUU KUHPidana 2008 tidak mengatur secara
khusus asas hukum pidana dalam Buku I yang
mengatur ketentuan penuntutan terhadap
penerbitan dan percetakan.
Ketentuan mengenai tindak pidana dengan
menggunakan sarana percetakan dan penerbitan
dalam RUU KUHPidana diatur dalam Buku II Pasal
737, 738 dan 739.
Pengaturan Tindak Pidana Pers
dalam RUU KUHPidana 2008
1. Pasal 737, menerbitkan tulisan atau gambar
yang menurut sifatnya dapat dipidana;
2. Pasal 738, mencetak tulisan atau gambar
yang menurut sifatnya dapat dipidana;
3. Pasal 739, delik aduan dalam tulisan atau
gambar yang dicetak dan atau diterbitkan.
Perbedaan pengaturan Tindak Pidana Pers
dalam KUHPidana dan RUU KUHPidana 2008
Rumusan tindak pidana untuk penerbitan dan percetakan
dalam Pasal 737 dan 738 RUU KUHPidana 2008 sama
dengan rumusan tindak pidana yang dimuat dalam Pasal
483 dan 494 KUHPidana.
Perbedaan pengaturan delik penerbitan dan percetakan
dalam KUHPidana adalah Buku I RUU KUHPidana tidak
memuat ketentuan umum sebagai asas hukum
pertanggungjawaban hukum pidana terhadap penerbit
dan pencetak sebagaimana diatur dalam Pasal 61 dan 62
KUHPidana.
Dekriminalisasi Tindak
Pidana Pers
Dekriminalisasi adalah penghapusan
pengaturan perbuatan yang merupakan
tindak pidana dari undang-undang.
Beberapa undang-undang di Indonesia
mengatur tentang perbuatan-perbuatan
yang merupakan tindak pidana berkaitan
dengan pers dalam melakukan tugasnya.
Arti Penting Dekriminalisasi
Pers
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor
40 tahun 1999 (UU Pers), Kemerdekaan Pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara
Dilanjutkan dengan keberadaan Pasal 8 UU Pers
yang menyebutkan, Dalam melaksanakan
profesinya wartawan mendapatkan perlindungan
hukum
Arti Penting Dekriminalisasi
Pers
Beberapa negara di dunia menghapuskan
perbuatan yang berkaitan dengan profesi pers
sebagai tindak pidana dengan adanya hak
kebebasan pers.
Tindak pidana pers umumnya berkaitan dengan
kode etik pers, oleh karena itu penyelesaian
perkara ini cukup secara internal dewan pers/
komisi penyiaran atau diselesaikan secara
perdata
Pelanggaran Kode Etik dan
Tindak Pidana
Jika melihat rumusan tindak pidana yang diatur
dalam RUU KUHPidana 2008, tindak pidana
tersebut hanya berkaitan dengan percetakan dan
penerbitan tulisan atau gambar yang menurut
sifatnya dapat dipidana.
Titik tekan dari pengaturan tersebut terkait
dengan perbuatan mencetak dan menerbitkan
objek yang menurut sifatnya dapat dipidana
Pelanggaran Kode Etik dan
Tindak Pidana
Pelanggaran terhadap kode etik pers bukanlah
merupakan suatu tindak pidana, selama
perbuatan melanggar kode etik yang termasuk
dalam kode etik tersebut tidak diatur secara
tegas sebagai tindak pidana dalam suatu undangundang.
Pelanggaran kode etik pers akan diperiksa
melalui dewan pers maupun komisi penyiaran
(untuk media elektronik)
Pelanggaran Kode Etik dan
Tindak Pidana
Pelanggaran kode etik pers yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana dalam RUU KUHPidana 2008:
1. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis
untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta
memberikan identitas kepada sumber informasi
(Pasal 737, Pasal 738 dan Pasal 739);
2. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang
bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan susila (Pasal
737, Pasal 738 dan Pasal 739);
Omnium Rerum
Principia Parva Sunt
File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com
dalam RUU KUHPidana
2008
Tolib Effendi
Kriminalisasi Pers
Kriminalisasi adalah pengaturan perbuatan
sebagai tindak pidana dalam sebuah undangundang.
Istilah kriminalisasi pers mungkin kurang tepat,
karena yang diatur sebagai tindak pidana adalah
perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan pers
dalam melaksanakan tugasnya, bukan tentang
lembaga pers itu sendiri
Pengaturan Tindak Pidana Pers
dalam RUU KUHPidana 2008
RUU KUHPidana 2008 tidak mengatur secara
khusus asas hukum pidana dalam Buku I yang
mengatur ketentuan penuntutan terhadap
penerbitan dan percetakan.
Ketentuan mengenai tindak pidana dengan
menggunakan sarana percetakan dan penerbitan
dalam RUU KUHPidana diatur dalam Buku II Pasal
737, 738 dan 739.
Pengaturan Tindak Pidana Pers
dalam RUU KUHPidana 2008
1. Pasal 737, menerbitkan tulisan atau gambar
yang menurut sifatnya dapat dipidana;
2. Pasal 738, mencetak tulisan atau gambar
yang menurut sifatnya dapat dipidana;
3. Pasal 739, delik aduan dalam tulisan atau
gambar yang dicetak dan atau diterbitkan.
Perbedaan pengaturan Tindak Pidana Pers
dalam KUHPidana dan RUU KUHPidana 2008
Rumusan tindak pidana untuk penerbitan dan percetakan
dalam Pasal 737 dan 738 RUU KUHPidana 2008 sama
dengan rumusan tindak pidana yang dimuat dalam Pasal
483 dan 494 KUHPidana.
Perbedaan pengaturan delik penerbitan dan percetakan
dalam KUHPidana adalah Buku I RUU KUHPidana tidak
memuat ketentuan umum sebagai asas hukum
pertanggungjawaban hukum pidana terhadap penerbit
dan pencetak sebagaimana diatur dalam Pasal 61 dan 62
KUHPidana.
Dekriminalisasi Tindak
Pidana Pers
Dekriminalisasi adalah penghapusan
pengaturan perbuatan yang merupakan
tindak pidana dari undang-undang.
Beberapa undang-undang di Indonesia
mengatur tentang perbuatan-perbuatan
yang merupakan tindak pidana berkaitan
dengan pers dalam melakukan tugasnya.
Arti Penting Dekriminalisasi
Pers
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor
40 tahun 1999 (UU Pers), Kemerdekaan Pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara
Dilanjutkan dengan keberadaan Pasal 8 UU Pers
yang menyebutkan, Dalam melaksanakan
profesinya wartawan mendapatkan perlindungan
hukum
Arti Penting Dekriminalisasi
Pers
Beberapa negara di dunia menghapuskan
perbuatan yang berkaitan dengan profesi pers
sebagai tindak pidana dengan adanya hak
kebebasan pers.
Tindak pidana pers umumnya berkaitan dengan
kode etik pers, oleh karena itu penyelesaian
perkara ini cukup secara internal dewan pers/
komisi penyiaran atau diselesaikan secara
perdata
Pelanggaran Kode Etik dan
Tindak Pidana
Jika melihat rumusan tindak pidana yang diatur
dalam RUU KUHPidana 2008, tindak pidana
tersebut hanya berkaitan dengan percetakan dan
penerbitan tulisan atau gambar yang menurut
sifatnya dapat dipidana.
Titik tekan dari pengaturan tersebut terkait
dengan perbuatan mencetak dan menerbitkan
objek yang menurut sifatnya dapat dipidana
Pelanggaran Kode Etik dan
Tindak Pidana
Pelanggaran terhadap kode etik pers bukanlah
merupakan suatu tindak pidana, selama
perbuatan melanggar kode etik yang termasuk
dalam kode etik tersebut tidak diatur secara
tegas sebagai tindak pidana dalam suatu undangundang.
Pelanggaran kode etik pers akan diperiksa
melalui dewan pers maupun komisi penyiaran
(untuk media elektronik)
Pelanggaran Kode Etik dan
Tindak Pidana
Pelanggaran kode etik pers yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana dalam RUU KUHPidana 2008:
1. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis
untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta
memberikan identitas kepada sumber informasi
(Pasal 737, Pasal 738 dan Pasal 739);
2. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang
bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan susila (Pasal
737, Pasal 738 dan Pasal 739);
Omnium Rerum
Principia Parva Sunt
File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com