SIMULASI NUMERIK KONVEKSI ALAMI PADA SINGLE FIN DAN MULTIPLE FINS DALAM KOTAK 2D DENGAN METODE BEDA HINGGA

SIMULASI NUMERIK KONVEKSI ALAMI PADA SINGLE FIN DAN MULTIPLE FINS DALAM KOTAK 2D DENGAN METODE BEDA HINGGA SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh :

FERRY ENDHARTA NIM. I1407514 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

SIMULASI NUMERIK KONVEKSI ALAMI PADA SINGLE FIN DAN MULTIPLE FINS DALAM KOTAK 2D DENGAN METODE BEDA HINGGA

Di susun oleh :

Ferry Endharta NIM. I1407514

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Eko Prasetya Budiana, S.T.M.T. Budi Kristiawan, S.T.M.T. NIP. 197109261999031002 NIP. 197104251999031001

Telah dipertahankan di hadapan dosen tim penguji pada hari Selasa, tanggal 13 Juli 2010.

1. Syamsul Hadi, S.T.M.T. NIP. 197106151998021002

2. Purwadi Joko Widodo, S.T.M.Kom NIP. 197301261997021001

3. Rendy Adhi Rachmanto, S.T.M.T. NIP. 197101192000121006

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Mesin Koordinator Tugas Akhir

Dody Ariawan, S.T.M.T. Wahyu Purwo Raharjo, S.T.M.T. NIP. 197308041999031003

NIP. 197202292000121001

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Capailah cita –citamu dengan usaha maksimal niscaya akan berhasil. Percayalah Allah akan selalu ada untuk kita, sesulit apapun masalah

yang kita hadapi pasti ada jaln untuk kita

Berbuatlah yang terbaik untuk setiap detiknya Dan tak perlu kau pikirkan esok akan jadi apa

Bila keadaan sudah berada dititik buruk yang paling buruk, rendah yang

paling rendah dan sakit yang paling sakit, maka tidak lain yang akan terjadi adalah menjadi baik.

Persembahan

karya ini kupersembahkan untuk :

Bapak, Ibu dan adikku tercinta

ABSTRAK

FERRY ENDHARTA, Simulasi Numerik Konveksi Alami Pada Single Fin Dan Multiple Fins Dalam Kotak 2D Dengan Metode Beda Hingga

Simulasi numerik untuk konveksi alami dalam kotak 2D pada single fin dan multiple fins dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada pola aliran dan distribusi temperatur di sekitar fin pada kotak 2D. Tulisan ini menguraikan metode untuk penyelesaiaan konveksi alami steady dalam kotak 2D. Metode ini didasarkan pada skema Runge – Kutta untuk diskritisasi waktu dan skema kompak beda hingga orde-4 untuk diskritisasi ruang. Kesulitan pada penyelesaian tekanan diselesaikan dengan metode kompresibilitas tiruan. Metode beda hingga dituliskan dengan bahasa Fortran dan divisualisasikan dengan perangkat lunak Matlab. Hasil dari visualisasi menunjukkan bahwa separasi muncul karena adanya pusaran kecepatan disekitar sirip. Semakin besar angka Rayleigh dengan domain dan panjang sirip yang sama, kerapatan pepindahan panas disekitar dinding akan meningkat. Hasil menunjukkan pada angka Rayleigh

6 10 7 dan 10 telah terjadi separasi disekitar sirip. Kata kunci : konveksi alami, skema kompak, kompresibilitas tiruan, separasi.

ABSTRACT

FERRY ENDHARTA, Numerical Simulation of natural convection with single fin and multiple fins in 2D cavity by finite different method

Numerical simulation for natural convection in 2D cavity with single fin and multiple fins done to know the phenomenon that happened at stream function and distribution of temperature around fin in 2D cavity. This paper present numerical method for solving steady natural convection in 2D cavity. The method is based on Runge-Kutta schemes for temporal discretization and fourh-order compact finite difference schemes for spatial discretization. Difficulty related to the pressure can be overcome by using artificial compressibility method. Finite difference written by Fortran language and visualized by Matlab. Result shown that separation appear caused by vortex in the velocity vector around fin. Increasing of Rayleigh number with same fin length and domain, density of heat

transfer around wall will be increase. Result show for Rayleigh number 10 6 and

10 7 have happened separation around fin.

Key words : natural convection, compact schemes, artificial compressibility, separation

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan kepada Penulis, sehingga Penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul “Simulasi Numerik Konveksi Alami Pada Single Fin Dan Multiple Fins Dalam Kotak 2D Dengan Metode Beda Hingga ”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, doa, dukungan dan semangat, baik moral maupun spiritual kepada :

1. Bapak Dody Ariawan, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin UNS.

2. Bapak Eko Prasetya Budiana, ST.,MT., selaku Pembimbing I tugas akhir, atas bimbingan, nasehat, kesabaran, dan ilmu pengetahuan yang diajarkannya.

3. Bapak Budi Kristiawan, ST.,MT., selaku Pembimbing II tugas akhir , atas bimbingan , nasehat, kesabaran dan ilmu pengetahuan yang diajarkannya.

4. Bapak Purwadi Joko Widodo, S.T.M.Kom, selaku Pembimbing Akademik.

5. Bapak – bapak dosen dan staf karyawan di lingkungan Teknik Mesin UNS, atas didikan, nasehat, ilmu yang diajarkan dan kerjasamanya.

6. Teman – teman Teknik Mesin transfer angkatan 2007 Teman – teman Teknik Mesin UNS

7. Teman – teman kos Oblong.

8. Dan semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu masukan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan ikhlas Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu masukan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan ikhlas

Surakarta, juli 2010

Penulis

Gambar 4.15 Stream function pada Ra = 10 7 pada 2 sirip ............................ 29 Gambar 4.16 Stream function pada Ra = 10 7 pada 4 sirip ............................. 30 Gambar 4.17 Vektor kecepatan pada Ra = 10 6 pada 1 sirip ........................... 30 Gambar 4.18 Kurva konvergensi untuk Ra=10 6 sirip tunggal ...................... 31 Gambar 4.19. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 sirip tunggal ........................ 31

Gambar 4.20 Domain dan Syarat Batas penelitian Pranowo dan Tri Iswanto 32 Gambar 4.21 Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang

dibuat penulis pada Ra = 10 6 .................................................... 33 Gambar 4.22 Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang

dibuat penulis pada Ra = 10 7 .................................................... 33 Gambar 4.23 Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang

dibuat Pranowo dan Tri Iswanto pada Ra = 10 6 ....................... 34 Gambar 4.24 Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang

dibuat Pranowo dan Tri Iswanto pada Ra = 10 7 ....................... 34 Gambar 4.25 Separasi di sekitar sirip yang dibuat penulis ............................ 36

Gambar 4.26 Separasi di sekitar sirip oleh F. Xu, J.C. Patterson dan C.Lei (2007) ...................................................................... 36

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koefisien Runge-Kutta orde-4 dari Carpenter dan Kennedy ......... 9 Tabel 2.2 Perbandingan skema beda hingga dan skema kompak

turunan pertama .............................................................................. 10 Tabel 2.3 Perbandingan skema beda hingga dan skema kompak turunan kedua ................................................................................. 12

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan dan Perbandingan untuk Ra=10 6 ....................... 35 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan dan Perbandingan untuk Ra=10 7 ....................... 35

DAFTAR NOTASI

a : koefisien skema kompak

a M : koefisien skema Runge-Kutta

b : koefisien skema kompak

b M : koefisien skema Runge-Kutta

c : konstanta persamaan konveksi 1-D

g 2 : percepatan gravitasi (m/s )

H : tinggi kotak

H M : variabel untuk skema Runge-Kutta

i,j : indek nodal k

: numerical wave number Lr

: variabel referensi untuk panjang kotak nx

: jumlah index arah x ny

: jumlah indek arah y Nu

: bilangan Nusselt p

: tekanan u

: kecepatan arah x v

: kecepatan arah y Vr

: variabel referensi untuk kecepatan

x,y : koordinat Pr

: bilangan Prandtl Ra

: bilangan Rayleigh t

: variabel waktu tr

: variabel reverensi untuk waktu

Huruf Yunani

 : koefisien skema kompak 

: koefisien ekspansi volumetri 

: operator diferensial 

: operator diferensial parsial

 : konstanta metode kompresibilitas tiruan 

: variabel generik  ’ : variabel turunan pertama  ” : variabel turunan kedua 

: densitas 

: variabel temperatur 

: vortisitas 

: stream function 

: jumlah

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari – hari sering sekali kita jumpai aplikasi mengenai perpindahan panas,salah satunya adalah perpindahan panas secara konveksi. Perpindahan panas secara konveksi berdasarkan jenis penyebab aliran fluida yang terjadi dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu konveksi paksa dan konveksi alami.

Konveksi paksa (forced convection) adalah konveksi dimana aliran fluida yang terjadi disebabkan adanya alat – alat eksternal,seperti fan,pompa,aliran udara atmosfer (angin). Sedangkan konveksi alami (natural convection) adalah konveksi yang terjadi karena fluida yang berubah densitasnya (kerapatannya) disebabkan proses pemanasan dan fluida ini bergerak naik karena adanya gaya apung (bouyancy force).

Untuk meningkatkan perpindahan panas antara permukaan utama dan fluida di sekitarnya biasanya kita menggunakan sirip (fin). Sirip biasa digunakan dalam berbagai macam aplikasi,misalnya pada sistem pendingin ruangan,peralatan elektronik,tubin gas dan sebagainya,dengan udara sebagai media perpindahan panasnya.

Penelitian mengenai fenomena perpindahan panas konveksi alami dengan menggunakan sirip tunggal maupun multiple sirip telah banyak dilakukan baik secara eksperimental maupun secara numerik. Penelitian secara eksperimen untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada proses perpindahan panas konveksi alami dengan menggunakan sirip tunggal maupun multiple sirip membutuhkan biaya yang cukup mahal dan proses yang cukup rumit.

Oleh karena itu, di zaman komputerisasi ini percobaan-percobaan dengan program komputer atau simulasi sangat diperlukan, hal ini bertujuan untuk mendukung penelitian secara eksperimen, menghemat waktu dan biaya serta keakuratannya. Dan dikembangkanlah penelitian secara numerik yang membutuhkan biaya yang jauh lebih murah.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mensimulasikan secara numerik konveksi alami pada sirip tunggal dan multiple sirip dalam kotak 2D dengan menggunakan metode beda hingga orde-4.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut :

a. Masalah pada penelitian ini dibatasi pada persoalan konveksi alami pada sirip tunggal dan multiple sirip dalam kotak 2D dengan menyelesaikannya menggunakan metode beda hingga orde-4 untuk memperoleh distribusi temperatur dan pola aliran (stream function).

b. Aliran fluida diasumsikan sebagai aliran fluida tak mampat (incompressible flow ).

c. Penelitian dibatasi pada ruang 2 dimensi.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada aliran dan perpindahan panas konveksi alami pada sirip tunggal dan multiple sirip dalam kotak 2D,meliputi profil aliran fluida dan distribusi temperatur.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini :

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang komputasi numerik dan perpindahan panas.

b. Untuk mempelajari fenomena yang terjadi pada konveksi alami dengan menggunakan sirip tunggal maupun multiple sirip di sekitar kotak 2D.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan adalah : BAB I

: PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI Berisi tentang tinjauan pustaka, dasar teori perpindahan panas konveksi dan penjelasan mengenai metode beda hingga orde 4. BAB III : PELAKSANAAN PENELITIAN Berisi tentang alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, cara penelitian, diskritisasi persamaan atur. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Berisi hasil penelitian (simulasi) dan pembahasannya. BAB V : PENUTUP Berisi kesimpulan penelitian dan saran – saran untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

N. Kasayapanand (2008) menyelidiki efek medan listrik konveksi alami pada sirip tunggal dan multiple sirip dalam sebuah kotak bujur sangkar dengan pemodelan numerik,dimana dipengaruhi oleh medan listrik, aliran dan temperaturnya. Parameter yang digunakan adalah tegangan, Rayleigh number, ukuran kotak, penyusunan elektroda, jumlah sirip, dan panjang sirip. Dihasilkan bahwa dengan angka Rayleigh yang sama maka koefisien perpindahan panas akan bertambah besar dengan menambah jumlah sirip dan panjang sirip.

Gambar 2.1. stream function dan isotherm pada Ra = 10 6

F. Xu, J.C. Patterson dan C. Lei (2007) mempelajari tentang konveksi alami pada sebuah kotak yang dipanaskan pada dinding samping dengan menggunakan tiga sirip yang diselesaikan secara numerik. Berkaitan dengan adanya sirip, maka terjadi separasi (pemisahan) aliran panas di sekitar sirip tersebut.

Gambar2. 2. separasi di sekitar sirip

Wilson dan Demuren(1998) menggunakan skema kompak beda hingga untuk diskritasi ruang dan skema Runge-Kutta untuk diskritasi waktu pada simulasi aliran fluida tak mampat. Pada penelitian ini skema kompak beda hingga digunakan untuk diskritisasi turunan ruang dan skema Runge-Kutta orde-empat untuk diskritasi turunan waktu.

Le Querre (1990) menggunakan algoritma pseudo – spectral Chebsyev untuk meneliti konveksi alami pada kotak 2D dengan dinding bawah di panasi dan dinding atas adiabatic. Dengan metode ini dapat menghilangkan osilasi numeric

dan mencapai hasil yang akurat hingga nilai Ra 10 8 . Pranowo dan Priyo tri Iswanto (1999) menyelesaikan persamaan Navier –

Stoke 2 dimensi dengan menggunakan primitive variable pada non staggered grid dengan diskritisasi beda hingga. Hasil simulasi dengan metode ini menunjukkan

6 hasil yang akurat untuk Ra = 10 7 dan Ra = 10 . Aris Sulistyono (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui fenomena

yang terjadi pada konveksi alami kotak 2D dengan berbagai variasi kemiringan.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Sirip

Sirip digunakan dalam banyak alat penukar kalor untuk meningkatkan luasan perpindahan panas. Aplikasi sirip banyak dijumpai dalam sistem pendingin ruangan,peralatan elektronik,turbin gas dan sebagainya, dengan udara merupakan media perpindahan panasnya. Dalam alat penukar panas sirip terbagi dari berbagai macam tipe, mulai dari bentuk yang sederhana, seperti sirip segiempat (rectangular), silindris, annular, tirus (tapered) atau pin, sampai kombinasi dari berbagai geometri yang berbeda telah digunakan. Tipe sirip yang digunakan tergantung dari proses permesinan dan ruang yang tersedia dalam peralatan pembangkit panas yang terlibat dalam proses pendinginan.

Dalam desain dan konstruksi dari berbagai macam peralatan perpindahan panas, bentuk-bentuk sederhana seperti; silinder, batang dan plat biasa diterapkan pada aliran panas antara sumber panas dan penyerap panas (heat source and heat sink ). Permukaan-permukaan penyerap panas maupun pembuang panas masing-masing dikenal sebagai permukaan utama (prime surface ). Apabila permukaan utama diperluas dengan permukaan tambahan seperti dalam gambar 2.3, maka gabungan antara kedua permukaan tersebut dinamakan permukaan yang diperluas (extended surface). Elemen yang digunakan untuk memperluas permukaan utama dikenal sebagai sirip (sirip).

Gambar 2.3. Beberapa contoh jenis extended surface: (a) sirip longitudinal (memanjang) dengan profil segiempat (b)pipa silindris dengan sirip berprofil segiempat (c) sirip longitudinal dengan profil trapezioda (d) sirip longitudinal dengan profil parabola (e) pipa silindris dengan sirip radial berprofil segiempat (f)

pipa silindris dengan sirip radial berprofil trapezoida (g)cylindrical spine (h)truncated conical spine (i) truncated parabolic spine

2.2.2 Konveksi Alami

Konveksi alami adalah perpindahan panas antara suatu permukaan dan fluida yang mengalir diatasnya. Aliran fluida disebabkan oleh adanya perbedaan densitas fluida yang ditimbulkan oleh pemanasan dan pendinginan. Densitas fluida akan berkurang jika fluida mendapat pemanasan sehingga fluida akan mengapung dan daerah yang ditinggalakan akan diisi oleh fluida yang relatif dingin. Fluida yang relatif panas jika mendekati dinding yang relatif dingin densitasnya akan meningkat sehingga akan mengalir turun akibat tarikan gaya grafitasi. Dengan demikian densitas merupakan driving force sirkulasi fluida. Konveksi alami memegang peranan penting dalam rekayasa industri seperi: perancangan alat penukar kalor, perancangan ventilasi, pendinginan transformator, pendinginan kabel bawah tanah dan pendinginan komponen elektronika. Pada penelitian konveksi alami model matematika yang dipakai adalah persamaan kontinyuitas, persamaan Navier-Stokes dan persamaan energi.

2.2.2.1 Persamaan Atur Konveksi Alami

Untuk permasalahan 2-D persamaan atur konveksi alami dalam bentuk variabel tak berdimensi adalah sebagai berikut (Le Quere,1990):

Persamaan di atas diperoleh dengan membagi variabel berdimensi dengan variabel referensi, untuk panjang adalah Lr=H, untuk kecepatan Vr=( -0.5 /H)Ra ,

3 2 dimana Ra=(g -0.5 TH )/( ), untuk variabel waktu tr=(H / ) Ra , untuk temperatur didefinisikan sebagai berikut : =(T-Tr)/(Th-Tc), Tr=(Th+Tc)/2 dan

Pr=( /).

2.2.2.2 Diskritisasi Waktu

Diskritisasi waktu untuk persamaan momentum menggunakan skema Runge- Kutta orde-4 dari Williamson(Wilson dan Demuren,1998) yang didefinisikan sebagai berikut :

(5) dimana :

M  1 u M  u  b  tH

t = langkah waktu

b M = koefisien skema Runge-Kutta

a M = koefisien skema Runge-Kutta u M

= komponen kecepatan arah x i pada sub tingkat ke-M P M

Tabel 2.1 Koefisien Runge-Kutta orde-4 dari Carpenter dan Kennedy

2.2.2.3 Diskritisasi Ruang

Skema beda-hingga orde-2 untuk turunan pertama memiliki galat dispersi yang besar, sedangkan skema kompak beda hingga memiliki kelebihan yaitu akurasi tinggi, fleksibel dan pengoperasiannya lebih mudah.

a. Turunan pertama.

Bentuk diskritisasi turunan pertama dengan pendekatan skema kompak beda hingga orde-4 dirumuskan oleh Lele(Wilson dan Demuren, 1998). Bentuk persamaannya adalah seperti berikut :

N x = jumlah grid point  '

= turunan pertama dari variabel  terhadap x i

, a, b = koefisien skema kompak Turunan terhadap y dan z dapat dilakukan dengan cara yang sama. Untuk

skema orde-empat maka ; =1/4, a=3/2 dan b=0. Perbandingan skema ekplisit beda-hingga dan skema kompak beda hingga dari turunan pertama ditunjukkan dalam tabel 2.2. Di sini terlihat bahwa skema kompak beda hingga memiliki grid stensil yang lebih sedikit, koefisien galat pemenggalan berkurang menjadi ¼ untuk orde-4 dari koefisien beda tengah ekplisit untuk orde yang sama.

Tabel 2.2 Perbandingan skema beda hingga dan skema kompak turunan pertama Skema

Jumlah stensil Beda tengah orde-4

Kesalahan pemenggalan

(-4/5!)(  x )  5 Kompak orde-4

(-1/5!)(  x )  3

Menurut Hu dkk(1996) resolusi dari diskritisasi turunan pertama dapat dianalisa dengan mentransformasi persamaan konveksi 1-D sebagai berikut:  

  u  1 N  (8)    a

Dalam mode Fourier ikx    ( t ) e maka :

 ~     ikx e (9)

~ ik ( x   x  ) j  l   e (10) Sehingga persamaan konveksi 1-D menjadi :

ikx

c ~ ik ( x  l  x )

 t  x l   N (11)  t  x l   N (11)

ikl   x 

(13)  ick   0  t

dimana :

 i ikl  x (14) k 

k * adalah numerical wave number. Numerical wave number untuk skema kompak beda hingga dari turunan pertama

dalah : 

b   a sin( k  x )  sin( 2 k  x 1 ) 

(15) k*   2

2  cos( k x ) 

Simpangan dari kurva real(k * ) terhadap k menunjukkan galat dispersi.

3.5 eksak 3 2nd-order central

4th-order central 2.5 4th-order compact

6th-order compact

Gambar 2.4. Galat dispersi untuk pendekatan numeric dari turunan pertama

Syarat batas diselesaikan dengan skema kompak orde-3 dengan persamaan sebagai berikut :

1 (16)  1   bs  2 

 a bsi  i

 bs  2 dan a bs 1   5 / 2 , a bs 2  2 , a bs 1  1 / 2 adalah koefisien orde-3 dari syarat batas pada i=1. Persamaan yang sama juga digunakan untuk syarat batas pada

i=N.

b. Turunan kedua.

Persamaan skema kompak beda hingga untuk turunan kedua adalah sebagai berikut :

   2     i (17)  1 i i  1 2 i  1 i i  1 2 i  2 i i  2

  x

4   x

dimana : "  = turunan kedua dari variabel

 terhadap x i

 , a , b = koefisien skema kompak beda hingga turunan kedua

Untuk orde-empat, =1/10, a  6 / 5 , b=0

Perbandingan antara skema beda-hingga ekplisit dan skema kompak beda hingga ditunjukkan dalam tabel 2.3. Di sini terlihat bahwa skema kompak beda hingga memiliki stensil lebih sedikit, koefisien galat pemenggalan berkurang menjadi ½ untuk orde-4 dari koefisien beda tengah ekplisit untuk orde yang sama.

Tabel 2.3 Perbandingan skema beda hingga dan skema kompak turunan kedua Skema

Kesalahan pemenggalan

Jumlah stensil

4 Beda tengah orde-4 (6) (-8/6!)( x)  5

4 Kompak orde-4 (6) (-3.6/6!)( x)  3

Analisa resolusi untuk turunan kedua dari pendekatan numerik skema kompak beda hingga dilakukan dengan cara yang sama dengan analisa turunan pertama. Numerical wave number untuk skema kompak beda hingga dari turunan kedua adalah :

 a  1  cos( k  x )   1  cos( 2 k  x ) 1  2  (18)

(k*)2 

1  2  cos( k  x )

2 Deviasi dari (k 2 x) terhadap (k x) ditampilkan dalam bentuk grafik gambar

2.5 untuk beberapa skema beda-hingga.

10 Eksak

9 "2nd-order central" "4th-order central"

8 "4th-order compact" 7 "6th-order compact"

Gambar 2.5. Galat disipasi untuk pendekatan numerik dari turunan kedua

Galat disipasi dari berbagai skema beda-hingga tampak pada gambar 2.5 dapat diketahui bahwa nilai numerical wavenumber untuk skema kompak lebih mendekati nilai exact wavenumber.

Kondisi batas pada i=1 dan i=N diselesaikan dengan skema kompak orde-3 sebagai berikut :

1 (19)  i   bs  2 

2  a bsi  i

  x i  1

dimana,  bs =11 dan a bs1 =13, a bs2 =-27, a bs3 =15 dan a bs4 =-1 adalah koefisien skema kompak orde-3.

2.2.2.4 Metode Kompresibilitas Tiruan (Artificial Compressibility)

Konsep metode kompresibilitas tiruan adalah menambahkan turunan terhadap waktu pada persamaan kontinyuitas. Bentuk modifikasi persamaan adalah :  p

 (20)   V  0  t  (20)   V  0  t

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

a. Komputer pribadi dengan spesifikasi :  Intel Pentium Dual CPU E2140 @ 1.6GHz  Memori 512 MB

b. Perangkat lunak Mikrosoft Fortran Power Station 4.0

c. Perangkat lunak Matlab 6.1 Realease 12

d. Printer Canon iP 1880

3.2 Garis Besar penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara membuat implementasi program untuk menyelesaikan persamaan momentum, persamaan energi dan persamaan kontinyuitas dengan pendekatan skema kompak orde-empat dan skema Runge- Kutta orde-empat. Program dibuat dalam Bahasa Fortran dan untuk visualisasi hasil program menggunakan perangkat lunak Matlab 6.

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah seperti berikut :

1. Mengumpulkan literatur

2. Mempelajari literatur

a. Mempelajari penelitan-penelitian yang pernah dilakukan

b. Mempelajari persamaan atur yang berhubungan dengan permasalahan

3. Merencanakan algoritma program

a. Membuat diskritisasi persamaan atur

b. Menyusun bagan alir program

4. Menulis bagan alir dalam bahasa program (Fortran)

5. Menjalankan program

6. Memperbaiki kesalahan pemrograman

a. kesalahan penulisan

b. kesalahan algoritma

7. Membuat visualisasi hasil program dengan perangkat lunak Matlab

8. Menyusun laporan penelitian

Garis besar penelitian tersebut dapat dibuat diagram alir sebagai berikut :

Mulai

Mengumpulkan dan Mempelajari literatur - literatur

Membuat diskritisasi persamaan atur

Membuat algoritma program

Menulis bagan alir dalam bahasa fortran

Menjalankan program

tidak Program benar

ya

Membuat visualisasi dengan Matlab

Analisa hasil

Kesimpulan

Selesai

3.3 Diskritisasi Persamaan Atur

Persamaan atur konveksi alami terdiri dari persamaan kontinuitas, persamaan momentum dan persamaan energi. Model matematika dari persamaan atur konveksi alami terdiri dari persamaan diferensial parsial orde-1 dan orde-2. Agar persamaan atur konveksi alami dapat diaplikasikan dalam bahasa program maka terlebih dahulu dibuat diskritisasi persamaan atur. Diskritisasi waktu dilakukan dengan skema Runge-Kutta orde-4 dan diskritisasi ruang dengan skema kompak beda hingga orde-4. Matrik yang terbentuk dari diskritisasi turunan ruang adalah matrik tridiagonal yang bisa diselesaikan dengan algoritma Thomas.

3.3.1 Diskritisasi persamaan momentum

Diskritisasi persamaan momentum dengan skema Runge-Kutta adalah seperti berikut : Kecepatan arah x (u)

MM

i , j  u i , j  b  tH i (21)

Pr

  u i , j ux i , j  v i , j uy i , j  px i , j  0 . 5  uxx i , j  uyy i , j   a H i , j

Kecepatan arah y (v)

(23) v i , j  v i , j  b  tH i , j

Pr

i , j   u i , j vx i , j  v i , j vy i , j  py i , j  0 . 5  vxx i , j  vyy i , j   Pr  i , j  a H i , j

Ra

Diskritasi turunan ruang dengan skema kompak orde-4 adalah seperti berikut : Diskritisasi turunan pertama

ux M (25)

i  1 , j  ux i , j  ux i  1 , j 

 u i , j  1  u i , j  1  (26)

uy M

i , j  1  uy i , j  ux i , j  1 

 p i  1 , j  p i  1 , j  (29)

px M

i  1 , j  px i , j  px i  1 , j 

 p i , j  1  p i , j  1  (30)

py M

i , j  1  py i , j  px i , j  1 

Diskritisasi turunan kedua 1 M

uxx M

i  1 , j  uxx i , j  uxx i  1 , j 

10 10 5   x

10 10 5   y

10 10 5   x

10 10 5   y

3.3.2. Diskritisasi persamaan energi

MM

i , j   i , j  b  tH i , j (35)

Diskritasi turunan ruang dengan skema kompak orde-4 adalah seperti berikut : Diskritisasi turunan pertama

Diskritisasi turunan kedua 1 M

 M xx

i  1 , j   xx i , j   xx i  1 , j 

10 10 5   x

10 10 5   y

3.3.3. Diskritisasi metode kompresibilitas tiruan.

3.4 Diskritisasi Syarat Batas

Dalam penelitian ini kasus yang dibahas adalah konveksi alami dalam kotak 2-

D dengan dinding bawah dan atas merupakan dinding adiabatis, dinding kiri mendapat pemanasan dan dinding kanan mendapat pendinginan,dengan grid 201 x 201. Pada seluruh dinding kecepatan bernialai nol sedangkan syarat batas tekanan dan temperatur adalah seperti berikut :

 = 0.5  = -0.5

Gambar 3.1 Domain dan syarat batas Gambar 3.1 Domain dan syarat batas

  3 u 5 , j  16 u 4 , j  36 u 3 , j  48 u 2 , j  25 u 1 , j 

 3 u nx  4 , j  16 u nx  3 , j  36 u nx  2 , j  48 u nx  1 , j  25 u nx , j 

ux M nx , j 

(44) 12  x

  3 v 5 , j  16 v 4 , j  36 v 3 , j  48 v 2 , j  25 v 1 , j 

 3 v nx  4 , j  16 v nx  3 , j  36 v nx  2 , j  48 v nx  1 , j  25 v nx , j 

vx M nx , j 

(46) 12  x

Untuk j=1 dan j=ny

  3 u i , 5  16 u i , 4  36 u i , 3  48 u i , 2  25 u i , 1 

 3 u i , 94  16 u i , 95  36 u i , 96  48 u i , 97  25 u i , 98

(49) uy i , 102 

  3 u i , 106  16 u i , 105  36 u i , 104  48 u i , 103  25 u i , 102 

12  y

 3 u i , ny  4  16 u i , ny  3  36 u i , ny  2  48 u i , ny  1  25 u i , ny 

  3 v i , 5  16 v i , 4  36 v i , 3  48 v i , 2  25 v i , 1 

 3 v i , 94  16 v i , 95  36 v i , 96  48 v i , 97  25 v i , 98 

vy M i , 98 

(52) 12  y

  3 v i , 106  16 v i  36 v

i , 104  48 v i , 103  25 v i , 102 

 3 v i , ny  4  16 v i , ny  3  36 v i , ny  2  48 v i , ny  1  25 v i , ny 

vy M

i , ny 

12  y Turunan kedua.

Untuk i=1 dan i=nx

2  13 u 1 , j  27 u 2 , j  15 u 3 , j  u 4 , j 

uxx M 1 , j  11 uxx 2 , j 

MM

(56) uxx nx , j  11 uxx nx  1 , j 

2  13 u nx , j  27 u nx  1 , j  15 u nx  2 , j  u nx  3 , j 

MM

  x

2  13 v 1 , j  27 v 2 , j  15 v 3 , j  v 4 , j 

vxx M 1 , j  11 vxx 2 , j 

MM

2  13 v nx , j  27 v nx  1 , j  15 v nx  2 , j  v nx  3 , j 

vxx M nx , j  11 vxx nx  1 , j 

MM

Untuk j=1 dan j=ny

2  13 u i , 1  27 u i , 2  15 u i , 3  u i , 4 

uyy M i , 1  11 uyy i , 2 

MM

2  13 u i , 98  27 u i , 97  15 u i , 96  u i , 95 

uyy M i , 98  11 uyy i , 97 

MM

2  13 u i , 102  27 u

i , 103  15 u i , 104  u i , 105 

  y

2  13 u i , ny  27 u i , ny  1  15 u i , ny  2  u i , ny  3 

uyy M i , ny  11 uyy i , ny  1 

MM

2  13 v i , 1  27 v i , 2  15 v i , 3  v i , 4 

vyy M i , 1  11 vyy i , 2 

MM

2  13 v i , 98  27 v i , 97  15 v i , 96  v i , 95 

vyy M i , 98  11 vyy i , 97 

MM

2  13 v i , 102  27 v i , 103  15 v i , 104  v i , 105 

vyy M i , 102  11 vyy i , 103 

MM

2  13 v i , ny  27 v i , ny  1  15 v i , ny  2  v i , ny  3 

vyy M i , ny  11 vyy i , ny  1 

MM

b. Syarat batas tekanan Untuk i=1 dan i=nx

px M  0 (67)

px M nx , j  0 (68)

Untuk j=1 dan j=ny py M  0 (69)

py M

i , ny  0 (70)

c. Syarat batas temperatur Turunan pertama Untuk i=1 dan i=nx

  3  5 , j  16  4 , j  36  3 , j  48  2 , j  25  1 , j 

12  x

 3  nx  4 , j  16  nx  3 , j  36  nx  2 , j  48  nx  1 , j  25  nx , j 

 M x nx , j 

(72) 12  x

Untuk j=1 dan j=ny  M y  0 (73)

 3  i , 94  16  i , 95  36  i , 96  48  i , 97  25  i , 98 

 M x i , 98 

(74) 12  x

  3  i , 106  16  i , 105  36  i , 104  48  i , 103  25  i , 102 

 M x (75) i , 102 

12  x

 M y  0 (76)

i , ny

Turunan kedua Untuk i=1 dan i=nx

2  13  1 , j  27  2 , j  15  3 , j   4 , j 

2  13  nx , j  27  nx  1 , j  15  nx  2 , j   nx  3 , j 

 M xx nx , j  11  xx nx  1 , j 

MM

Untuk j=1 dan j=ny

2  13  i , 1  27  i , 2  15  i , 3   i , 4 

2  13  i , 98  27  i , 97  15  i , 96   i , 95 

yy i , 98  11  yy i , 97 

  y

2  13  i , 102  27  i , 103  15  i , 104   i , 105 

 M yy

i , 102  11  yy i , 103 

i , ny  11  yy i , ny  1  2  13  i , ny  27  i , ny  1  15  i , ny  2   i , ny  3 

 M yy

3.5 Algoritma Pemrograman

Algoritma pemrograman dari sistem persamaan diatas adalah sebagai berikut :

1. Tentukan kondisi awal (t=0), dan kondisi batas untuk semua variabel (u,v, ,p).

2. Hitung turunan pertama dari kecepatan, temperatur dan tekanan (ux,uy,vx,vy, x,y,px,py) dan turunan kedua dari kecepatan dan

temperatur(uxx,uyy,vxx,vyy, xx,yy) dengan skema kompak orde-empat.

3. Hitung kecepatan(u,v) dengan skema Runge-Kutta orde-empat.

4. Hitung tekanan dengan metode artificial compressibility.

5. Hitung temperatur( )dengan skema Runge-Kutta orde-empat.

6. Periksa apakah sudah mencapai batas perhitungan atau belum, jika belum kembali ke langkah 2, jika sudah ke langkah 7.

7. Tulis hasil.

8. Selesai.

Bagan alir program yang akan dibuat adalah sebagai berikut:

MULAI DATA AWAL SYARAT BATAS TENTUKAN TURUNAN PERTAMA UNTUK

u,v,p, 

DAN TURUNAN KEDUA UNTUK

u,v, 

SELESAIKAN PERSAMAAN MOMENTUM UNTUK MEMPEROLEH

U m+1 DAN v

m+1

HITUNG TEKANAN p m+1 DENGAN METODE ARTIFICIAL COMPRESSIBILITY

SELESAIKAN PERSAMAAN ENERGI

UNTUK MEMPEROLEH  m+1

PERIKSA KONVERGENSI ? Y TULIS HASIL SELESAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simulasi Konveksi Alami Sirip Tunggal Dan Multiple Sirip

Simulasi secara konveksi alami pada sirip tunggal dan multiple sirip ditampilkan dengan susunan grid sebesar 201 x 201, bilangan Prandtl (Pr) = 0.71 dan langkah waktu dt = 0.0025 serta angka Rayleigh yang digunakan adalah Ra =

6 10 7 dan 10 . Hasil simulasi disrtibusi temperatur selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.1 isothermal pada Ra = 10 6 pada sirip tunggal

Gambar 4.2 isothermal pada Ra = 10 6 pada 2 sirip

Gambar 4.3 isothermal pada Ra = 10 6 pada 3 sirip

Gambar 4.4 isothermal pada Ra = 10 6 pada 3 sirip

Gambar 4.5 isothermal pada Ra = 10 7 pada sirip tunggal

Gambar 4.6 isothermal pada Ra = 10 7 pada 2 sirip

Gambar 4.7 isothermal pada Ra = 10 7 pada 3 sirip

Gambar 4.8 isothermal pada Ra = 10 7 pada 4 sirip

Dari hasil di atas maka dapat kita tinjau secara visual mengenai gambar distribusi temperatur. Dari gambar 4.1 sampai 4.8 dapat dilihat bahwa pergerakan fluida panas akan bergerak keatas karena adanya gaya apung (buoyancy force),hal ini disebabkan karena density yang turun karena temperatur, sedangkan fluida dingin bergerak ke bawah karena density lebih besar dan karena adanya gaya gravitasi. Semakin banyak sirip maka dapat dilihat arah perpindahan panasnya. Distribusi temperatur yang relatif panas dibagian kiri atas akan semakin condong ke kanan dan distribusi temperatur yang relatif dingin pada bagian kiri bawah semakin condong ke kiri. Dengan adanya peningkatan Ra maka akan membuat lapis batas termal di dinding menipis sehingga gradien temperatur di dinding meningkat,hal ini terjadi karena kecepatan fluida yang membawa panas juga meningkat seiring peningkatan Ra.

Pola aliran fuida dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.9 stream function pada Ra = 10 6 pada sirip tunggal

Gambar 4.10 stream function pada Ra = 10 6 pada 2 sirip

Gambar 4.11 stream function pada Ra = 10 6 pada 3 sirip

Gambar 4.12 stream function pada Ra = 10 6 pada 4 sirip

Gambar 4.13 stream function pada Ra = 10 7 pada sirip tunggal

Gambar 4.14 stream function pada Ra = 10 7 pada 1 sirip

Gambar 4.15 stream function pada Ra = 10 7 pada 2 sirip

Gambar 4.16 stream function pada Ra = 10 7 pada 4 sirip

Dari gambar 4.9 sampai gambar 4.16 dapat kita lihat pola stream fungtionnya, dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pada Ra = 10 6 telah muncul separasi,

separasi ini timbul akibat adanya suatu gerakan berputar pada vektor kecepatan,untuk lebih jelasnya dapat ditampilkan pada gambar 4.17.

Gambar 4.17 vektor kecepatan pada Ra = 10 6 pada 1 sirip

Kurva Konvergensi

) -0,5

/dy

dv + -1 /dx -1,5

Lo -2,5

Jumlah Iterasi

Gambar 4.18. Kurva konvergensi untuk Ra=10 6 sirip tunggal

Kurva Konvergensi

) -0,5

/dy + dv

-1 /dx -1,5

0 (du g1 -2

Lo -2,5

Jumlah Iterasi

Gambar 4.19. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 sirip tunggal

Gambar 4.18 dan 4.19 menunjukkan peningkatan Ra menyebabkan kecepatan konvergensi berkurang. Hal ini disebabkan peningkatan Ra membuat suku difusi berkurang pengaruhnya terhadap perhitungan. Suku difusi mempunyai sifat sebagai peredam, sehingga perhitungan stabil. Dengan melemahnya suku difusi maka suku adveksi menguat dan menggantikan dominasi suku difusi. Penguatan suku adveksi membuat sistem persamaan atur cenderung bersifat hiperbolik.

4.2 Validasi Program

Untuk meguji validitas dari program yang telah dibuat, hasil dari proses simulasi dibandingkan secara visual maupun perhitungan dengan hasil yang telah dilakukan oleh Pranowo dan Tri Iswanto pada domain kotak bujur sangkar 2D dengan aspek rasio 1 :1, dengan kondisi dinding bawah dan atas merupakan dinding adiabatis, dinding kiri mendapat pemanasan dan dinding kanan mendapat pendinginan.

 = 0.5  0  0  = -0.5

Gambar 4.20. Domain dan Syarat Batas penelitian Pranowo dan Tri Iswanto

Disrtibusi temperatur dan pola aliran hasil penelitian yang dibuat Pranowo dan Tri Iswanto ditunjukkan pada gambar 4.23 dan gambar 4.24 sedangkan distribusi temperatur dan pola aliran hasil penelitian yang dibuat penulis ditunjukkan oleh gambar 4.21 dan 4.22.

(a) (b)

Gambar 4.21. Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang dibuat penulis pada Ra = 10 6

(a) (b)

Gambar 4.22. Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang dibuat penulis pada Ra = 10 7

(a) (b) Gambar 4.23. Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang dibuat

Pranowo dan Tri Iswanto pada Ra = 10 6

Gambar 4.24. Distribusi temperatur (a) dan stream function (b) yang dibuat Pranowo dan Tri Iswanto pada Ra = 10 7

Hasil perhitungan pada penelitian kali ini dibandingkan dengan penelitian Le

6 Querre pada Ra = 10 7 dan Ra = 10 yang diperliatkan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.

Tabel.4.1Hasil Perhitungan dan Perbandingan untuk Ra=10 6

Sekarang

Le Quere

u max(1/2,y) 0.0649050 0.064834

v max(x,1/2) 0.220236

Nu wall 8.73394

Nu middle 8.82299

Nu max 17.1575

Nu min 0.98427

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan dan Perbandingan untuk Ra=10 7

sekarang

Le Quere

u max(1/2,y) 0.0473129

v max(x,1/2) 0.221048

Nu wall 16.2068

Nu middle 16.5638

Nu max 40.3192

Nu max 1.37516

Dari gambar 4.21 dan 4.22 dapat dilihat bahwa secara visual hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan yang baik dengan penelitian dari Pranowo dan Tri Iswanto dan dari tabel 4.1 dan 4.2 hasil perhitungan pada penelitian ini menunjukkan kedekatan yang baik dengan hasil penelitian Le Querre sehingga dengan metode ini dapat diterima sebagai validasi.

Untuk domain dengan sirip, akan dinbandingkan dengan hasil percobaan dibuat oleh F. Xu, J.C. Patterson dan C.Lei (2007) dengan mengacu timbulnya Untuk domain dengan sirip, akan dinbandingkan dengan hasil percobaan dibuat oleh F. Xu, J.C. Patterson dan C.Lei (2007) dengan mengacu timbulnya

Gambar 4.25 Separasi di sekitar sirip yang dibuat penulis

Gambar 4.26 separasi di sekitar sirip oleh F. Xu, J.C. Patterson dan C.Lei (2007)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

a. Hasil penelitian pada domain busur sangkar tanpa sirip mempunyai kedekatan visual yang baik dengan hasil penelitian dari Pranowo dan Tri Iswanto baik

6 pada Ra = 10 7 maupun pada Ra = 10 .

b. Metode yang digunakan untuk kasus konveksi alami pada single fin dan multiple fins dalam kotak 2D mampu mensimulasikan pola aliran dan

distribusi temperatur sampai Ra = 10 7 .

c. Separasi timbul karena adanya pusaran pada pola aliran disekitar sirip.

6 d. Separasi muncul pada daerah sekitar sirip saat Ra 10 7 dan 10 .

e. Semakin besar angka Rayleigh maka kerapatan perpindahan panas disekitar dinding akan meningkat.

f. Semakin banyak jumlah sirip maka perpindahan panas akan meningkat.

5.2 Saran

Skema kompak orde-tinggi selain memiliki akurasi yang baik mempunyai bentuk yang sederhana dan mudah diaplikasikan. Bagi para pembaca yang berminat penelitian ini masih terbuka kemungkinan untuk penyelesaian kasus 3-D atau penyelesaian kasus 2-D dengan menggunaan grid yang tidak seragam.

DAFTAR PUSTAKA

Hoffmann, K.A. 1989. Computational Fluid Dynamic for Engineers. Austin, Texas: A Publication of Engineering Education System.

Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor. Jakarta: Erlangga.

Kasayapanand, N. 2008. A Computational Fluid Dynamics Modeling of Natural Convection in Siripned Enclosure Under Electric Field. Applied Thermal Engineering 29 (2009) 131-141.

Lemos, C.M. FDFlow: a Fortran-77 Solver for 2-D Incompressible Fluid Flow. Computers & Geosciences, Vol. 20 (1994): pp.265-261.

Pranowo dan Priyo Tri Iswanto. 1999. Analisis Numerik Konveksi Alami Dalam Kotak dengan Primitive Variable pada Grid Kolokasi . Makalah Seminar Regional Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Prijono, Arko. 1985. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, Terjemahan dari Principles Of Heat Transfer Third Edition (Frank Kreith, 1958).

Quere, P.L. 1990. Accurate Solutions to The Square Thermally Driven Cavity at High Rayleigh Number. International Journal of Computers & Fluids, Vol.20 , No. 1, hal. 29-41.

Sulistiyono, Aris. 2006. Simulasi Numeric Konveksi Alami Dalam Kotak 3 Dimnsi Dengan Variasi Kemiringan Dengan Metode Beda Hingga.

Wilson, Robert V., and Demuren, Ayodeji O., 1998, Higher-Order Compact Schemes for Numerical Simulation of Incompressible Flows , ICASE Report No. 98-13, NASA Langley Research Center, Hampton.

Xu, F., J.C. Patterson and C. Ley. 2007. Natural convection adjacent to sidewall with three fins in a differentially heated cavity. Anziam J. 48 pp. C806- C819.

Lampiran 1. Non-Dimensionalisasi Persamaan Atur

NON-DIMENSIONALISASI PERSAMAAN ATUR

Persamaan atur dibuat tanpa dimensi dengan membagi variabel yang ada dengan parameter referensi yang mempunyai dimensi samam (Le Quere,1990), seperti dibawah ini :

(L.1.1) Lr

2 Lr = H -0.5 tr = (H / )Ra

0.5 Vr = ( 3 /H)Ra Ra = (g TH )/( )

 = (T-Tr)/(T 2 -T 1 )

Tr

= (T 1 +T 2 )/2

1. Non-dimensionalisasi Persamaan Kontinyuitas  u  v

  0 (L1.2)  x  y

Persamaan (L1.1) dimasukkan ke dalam persamaan (L1.2) :

Vr *  u Vr  v * 

*  0 (L1.3) Lr  x

Lr  y

 * u  v *  *  0 (L1.4)

 x  y Tanda (*) pada persamaan (L1.4) dihilangkan sehingga diperoleh :  u  v

  0 (L1.5)  x  y

2. Non-dimensionalisasi Persamaan Navier-Stokes Persamaan momentum arah x

 2 2   (L1.6) t  x  y   x

Persamaan (L1.1) dimasukkan kepersamaan (L1.6) :

2 Vr *  u Vr  *  u

Vr   u  u  * 

1  Vr  p

*   2 * 2  * 2 (L1.7) tr  t

 Lr  x

Lr    x

 y  

2  * Ra  u  Ra 

*  u   Ra  p

 Ra   u  u 

3 *  3 u *   v *    3 *   3  * 2  * 2 (L1.8)

H   x  y  

0 . 5   * 2 * 2  (L1.9)  t

 x  Ra   x

Tanda (*) pada persamaan (L1.9) dihilangkan sehingga diperoleh :

2  2 u  u  u  p Pr  

 u  v    0.5 2 

2   (L1.10) t

 x Ra   x  y 

Persamaan momentum arah y

   2  2   g   T  Tr  (L1.11)

Persamaan (L1.1) dimasukkan kepersamaan (L1.11) :

2 Vr *  v Vr  *  v

Vr   v  v  * 

1  Vr  p

*   2 *   2 * 2  tr  t

 Lr  x

Lr   x

+g T

(L1.12)

2  * Ra  v  Ra 

*  v   Ra  p

 Ra   v  v 

3 *  3 u *   v *   3 *   3  * 2   * 2 

T + g

(L1.13)

   v  v  g  TH 1  *  u *  v *  

 (L1.14)  t

 v Ra  Tanda (*) pada persamaan (L1.14) dihilangkan sehingga diperoleh :

 y  Ra   x

2  2 v  v  v  p Pr  

 u  v    0.5 2  2  Pr 

 (L1.15) t

 y Ra   x  y 

3. Non-dimensionalisasi Persamaan Energi

 u  v   2  2 (L1.16)  t

  x

 y 

Persamaan (L1.1) dimasukkan kepersamaan (L1.16) :

 2 2   T  T    Vr  T 2  T 1   *   *      T 2  T 1       

2 * 2  * 2 (L1.17) tr  t

Lr

y 

 x  y 

Lr

 2 2   Ra    Ra  *   *          

 2 * 2  * 2 (L1.18)

 *  x 

H 

 y 

* 2 (L1.19)  t

 * x  y Ra   x

 y   

Tanda (*) pada persamaan (L1.19) dihilangkan sehingga diperoleh :

 t  x  y Ra   x

 y 

Lampiran 2. Skema kompak beda-hingga

SKEMA KOMPAK BEDA-HINGGA

Skema kompak beda-hingga dapat diturunkan dengan menggunakan formula PADE (Hirsch.1961). Beberapa operator diferensial yang digunakan untuk penurunan skema kompak beda hingga adalah seperti berikut :

 adalah operator beda tengah :  u i  u i  1 / 2  u i  1 / 2 (L2.1)

 adalah operator beda tengah :  1

u i   u i  1  u i  1  (L2.2)

E adalah operator pergeseran : Eu i  u i  1 (L2.3)

Hubungan antara operator-operator tersebut adalah seperti berikut :

 E  E  (L2.4)

E  2  E (L2.5)    (L2.6)

Diskritisasi turunan pertama

1  u i ux 4 i 

2  O   x (L2.7)

1 4    i ux i 

 O   x (L2.8)

 E  4  E  ux i   E  E  u i  O   x (L2.9)  E  4  E  ux i   E  E  u i  O   x (L2.9)

 u i  1  u i  1   O  x (L2.10)

Diskritisasi turunan kedua

uxx 4 i 

2  O   x (L2.11)

 x  1  12

1 4  uxx

 O   x (L2.12)

12   

  x

 E  10  E  uxx i 

2  O   x (L2.13)

12   x

uxx i  1  uxx i  uxx i  1 

2  u i  1  2 u i  u i  1   O  x (L2.14)

10 10 5   x

Lampiran 3. Kurva Konvergensi

Kurva Konvergensi

) -0,5

/dy dv

+ -1 /dx -1,5

0 (du g1 -2

Lo -2,5 -3

Jumlah Iterasi

Gambar 1. Kurva konvergensi untuk Ra=10 6 sirip tunggal

Kurva Konvergensi

) -0,5

/dy + dv

-1 /dx -1,5

0 (du g1 -2

Lo -2,5 -3

Jumlah Iterasi

Gambar 2. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 sirip tunggal

Kurva Konvergensi

) -0,5 /dy

dv +

-1 /dx -1,5

Jumlah Iterasi

Gambar 3. Kurva konvergensi untuk Ra=10 6 pada 2 sirip

Kurva Konvergensi

) -0,5 /dy -1

+ dv

/dx -1,5

0 (du g1 -2

Lo -2,5 -3

Jumlah Iterasi

Gambar 4. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 pada 2 sirip

Kurva Konvergensi

) -0,5

/dy

dv + -1 /dx -1,5

0 (du -2

g1

Lo -2,5

Jumlah Iterasi

Gambar 5. Kurva konvergensi untuk Ra=10 6 pada 3 sirip

Kurva Konvergensi

) -0,5 /dy dv -1

/dx -1,5

0 (du g1 -2

Lo -2,5 -3

Jumlah Iterasi

Gambar 6. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 pada 3 sirip Gambar 6. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 pada 3 sirip

) -0,5 /dy dv -1

/dx -1,5

Lo -2,5 -3

Jumlah Iterasi

Gambar 7. Kurva konvergensi untuk Ra=10 6 pada 4 sirip

Kurva Konvergensi

) -0,5 /dy

+ dv

-1 /dx -1,5 (du 0 -2

Jumlah Iterasi

Gambar 8. Kurva konvergensi untuk Ra=10 7 pada 4 sirip

Lampiran 4. Numerical Wavenumber

NUMERICAL WAVENUMBER

Untuk mengetahui akurasi berbagai skema beda hingga dapat dilakukan dengan analisa numerical wavwnumber. Perhitungan numerical wavenumber beberapa skema beda hingga dijelaskan di bawah ini. Sebelumnya kita definisikan variabel  dalam mode Fourier adalah :

 ikx   

t e (L4.1)  (t ) adalah koefisien Fourier darai , i=  dan k adalah wavenumber. 1 ik ( x   x  )

i  1   e (L4.2) ik ( x   x  )

i  1   e (L4.3)    

ik ( x   x  )   ik  e (L4.4)   x  i  1

    ik ( x   x  )  

ik  e (L4.5)   x  i  1

Skema beda tengah orde-dua    i  1   i  1

 (L4.6)  x

(L4.7) 2  x

ik  x  ik  x

(L4.8)

k  x  sin  k  x (L4.9)

Skema beda tengah orde-empat

 (L4.10)  x

ik  e  (L4.11)

ik  (L4.12)

k  x     8  (L4.13)

k  x    sin  2 k  x   8 sin  k  x  (L4.14)

6 Skema kompak beda hingga

  i  1       i  2   i  2  (L4.15)

  e   e  (L4.16)

b ik ( x  2  x )

ik ( x  2  x )

 e  e    e  e  (L4.17)

k  2  cos  k  x  1   sin  k  x  sin  2 k  x  (L4.19)

a sin  k  x  sin  2 k  x 

2 (L4.20)

2  cos  k  x  1

Kurva numerical wavenumber untuk berbagai skema beda hingga ditampilkan dalam gambar 2.4.

Lampiran 5. Program Konveksi Alami Pada Sirip Tunggal

C-------------------------------------------------------------------------

C Program penyelesaian konveksi alami pada sirip tunggal C------------------------------------------------------------------------- PARAMETER(m=500,n=500) COMMON/aa1/u(m,n),v(m,n),p(m,n),ux(m,n),uy(m,n),

1 vx(m,n),vy(m,n),px(m,n),py(m,n),

1 uxx(m,n),uyy(m,n),vxx(m,n),vyy(m,n),x(m,n),y(m,n)

1 ,o(m,n),ox(m,n),oy(m,n),oxx(m,n),oyy(m,n) COMMON/aa2/nx,ny,nt,dx,dy,dt,pr,ra,i1,i2,j1,j2 OPEN(8,FILE='C:\matlab6p1\work\temp1') OPEN(7,FILE='C:\matlab6p1\work\pv1') OPEN(4,FILE='C:\matlab6p1\work\temp') OPEN(3,FILE='C:\matlab6p1\work\pv') OPEN(2,FILE='C:\matlab6p1\work\num') OPEN(1,FILE='C:\matlab6p1\work\div') call awal do k=1,nt ck=0. call rkv do i=1,nx do j=1,ny ck=ck+abs(ux(i,j)+vy(i,j)) end do end do if(ck.gt.0) then WRITE(*,*)k,LOG10(ck/nx/ny) WRITE(1,*)k,LOG10(ck/nx/ny) endif end do call hasil stop end

C----------------------------------------

C Syarat awal dan syarat batas C---------------------------------------- subroutine awal PARAMETER(m=500,n=500) CHARACTER mul*2 COMMON/aa1/u(m,n),v(m,n),p(m,n),ux(m,n),uy(m,n),

1 vx(m,n),vy(m,n),px(m,n),py(m,n),

1 uxx(m,n),uyy(m,n),vxx(m,n),vyy(m,n),x(m,n),y(m,n)

1 ,o(m,n),ox(m,n),oy(m,n),oxx(m,n),oyy(m,n) COMMON/aa2/nx,ny,nt,dx,dy,dt,pr,ra,i1,i2,j1,j2 WRITE(*,*)' t= ' READ(*,*)tt

nx=201 ny=201 i1=1 i2=nx j1=1 j2=ny dx=1./200. dy=1./200. dt=0.0025 nt=tt/dt+1 pr=0.71 ra=1000000. WRITE(*,*)' Dari awal ?' READ(*,'(a)')mul IF(mul.eq.'y')then do i=1,nx do j=1,ny x(i,j)=(i-1)*dx y(i,j)=(j-1)*dy u(i,j)=0. v(i,j)=0. p(i,j)=0. o(i,j)=0. enddo enddo

do j=1,ny o(1,j)=0.5 o(nx,j)=-0.5 enddo