PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI MINUMAN SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI MINUMAN SKRIPSI

Oleh : Dwi Haryati H.0606012 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI MINUMAN

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh : Dwi Haryati H0606012 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ii

P ENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI

SEBAGAI MINUMAN yang dipersiapkan dan disusun oleh

Dwi Haryati H0606012

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 23 Juli 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Ir. MAM. Andriani, MS Godras Jati Manuhara, S.TP Edhi Nurhartadi, S.TP., MP, NIP. 19500525 198609 2 001 NIP. 19810330 200501 1 001

NIP 19760615 200912 1 002

Surakarta, Januari 2010 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Konsentrasi Kalsium Propionat Terhadap Angka Lempeng Total dan Mutu Kimia Bubuk Kedelai sebagai Minuman” ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Ir. Kawiji, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. MAM. Andriani, MS selaku pembimbing utama skripsi yang telah berkenan untuk berbagi ilmu, memberi arahan, serta saran demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

4. Godras Jati Manuhara, STP selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, dan membantu penulis dalam segala hal yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Edhi Nurhartadi, S.TP,MP selaku dosen penguji.

6. Ir. Windi Atmaka MP, selaku Pembimbing Akademik.

7. Ibu Sri Liswardani, Pak Slameta, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak atas segala bantuannya.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis

9. CV. SAMBA Surakarta, (P. pet, mba ana, mba dina, mba yuni, p. fredrick) yang telah mendanai skripsi ini.

iv

10. Orang tua penulis, atas nama yang senantiasa disebut dalam setiap doa yang terucap, dan atas aliran kasih sayang serta motivasi yang begitu luar biasa. Kakak ku satu-satunya, makasih mas.

11. Sahabat2 dan teman2 ku, Sinta, Ratna, Fitri, Frika,Vivin, Dika, Tya, Firlia, Nanda, Fuad, Ndaru, Devi, Bara, makasi ya atas bantuan dan spiritnya selama penelitian. Serta keluarga besar GE’B06 thx a lot, senang bisa mengenal dan menjadi bagian dari kalian.

12. Omah Putih, terimakasih telah menjadi tempat berteduh selam 4 tahun di solo, senang menjadi bagian dari OP lover’s yang begitu heterogen.

13. Seluruh Pengurus HIMAGHITA, keluarga KKT THOEKOEL, banyak cerita yang terukir, pengalaman, dan pelajaran organisasi yang penulis tak bisa dapatkan di kelas perkuliahan.

14. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

Surakarta, 23 Juli 2010

Penulis

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI MINUMAN

Dwi Haryati 2) MAM. Andriani Godras Jati Manuhara

1) Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret

2) Staff Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret

RINGKASAN

Penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai yang digunakan sebagai minuman diharapkan mampu menurunkan angka lempeng total sekaligus mempertahankan mutu kimia. Penelitian ini memiliki empat tujuan. Pertama, mengetahui pengaruh konsentrasi kalsium propionat terhadap angka lempeng total bubuk kedelai. Kedua, mengetahui pengaruh konsentrasi kalsium propionat terhadap mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai. Ketiga, mengetahui konsentrasi kalsium propionat terbaik berdasar kesukaan panelis. Keempat, mengetahui kandungan proksimat bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang paling disukai.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan, yaitu P1 (Produk komersial ‘XX’), P2 (Kalsium propionat 1x%), P3 (Kalsium propionat 2x%), P4 (Kalsium propionat 3x%), dan (Kalsium propionat 4x%). Data angka lempeng total, mutu kimia (angka asam dan TBA), dan analisis organoleptik dilakukan analisa varian pada α=0,05 dan dilanjutkan dengan analisis DMRT, sedangkan untuk hasil proksimat dianalisis dengan T-test.

Penambahan kalsium propionat berhasil menurunkan angka lempeng total serta mempertahankan mutu kimia (angka asam dan TBA). Penambahan kalsium propionat 3x% memiliki angka lempeng total 3,429 (log cfu/gram), angka asam 0,124 dan nilai TBA 0,029. Hasil terbaik dari analisis organoleptik adalah penambahan kalsium propionat 3x%, yang memiliki kadar air (3,43%), kadar protein (46,90%), kadar lemak (23,02%), kadar karbohidrat (25,90%), serta kadar abu (4,18%).

Kata Kunci: bubuk kedelai, kalsium propionat, angka lempeng total, mutu kimia

xi

EFFECT OF CALCIUM PROPIONATE CONCENTRATION ON TOTAL PLATE COUNT AND CHEMICAL QUALITY OF SOYBEAN POWDER AS A BEVERAGE

Dwi Haryati 2) MAM. Andriani Godras Jati Manuhara

1) University Student of Study Program Agricultural Product Technology, Sebelas Maret University

2) Lecture of Agricultural Product Technology Departement, Sebelas Maret University

SUMMARY

The addition of calcium propionate into soybean powder which is used as a beverage is expected to reduce the total plate count while keeping the chemical quality. This study has four objectives. First, to determine the effect of calcium propionate concentration on total plate count. Second, to determine the effect of calcium propionate concentration on the chemical quality (acid value and Thio Barbituric Acid ). Third, to determine the optimal concentration of calcium propionate which is most preferred by panelists. Fourth, to determine the proximate content (moisture, protein, fat, carbohydrate, and ash) of soybean powder which is most preferred by panelist.

This research using Completely Randomized Design (CDR) with five different concentrations of Calcium propionate treatments. The treatments were respectively P1 (Commercial Product 'XX'), P2 (1x% calcium propionate), P3 (2x% calcium propionate), P4 (3x% calcium propionate %), and (4x% calcium propionate). Total plate count, chemical quality (acid value and Thiobarbituric acid ), and organoleptic test were analysis by ANOVA at α=0,05 and followed by Duncan’s Multiple Range Test, but proximate test was analysis by T-test.

The addition of calcium propionate succeeded in reducing the total plate count and maintain the chemical quality (acid value and TBA) of soybean powder. The addition of calcium propionate 3x% has a total plate count 3.429 (log cfu/g), acid value 0.029 and TBA value 0.124. Based on the organoleptic analysis, it was known that the best treatment was the addition of calcium propionate 3x% which is has a water content (3.43%), protein content (46.90%), fat content (23.02%), carbohydrate content (25.90%), and ash content (4.18%).

Keywords : Soybean powder, calcium propionate, total plate count, chemical quality

xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Protein merupakan bahan pembangun tubuh utama dan terpenting yang dibutuhkan makhluk hidup untuk pertumbuhan, perkembangan, dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Sumber protein dapat diperoleh dari bahan nabati dan hewani. Kebutuhan rata-rata protein penduduk Indonesia menurut standar yang diizinkan adalah 55 gram/hari untuk setiap orang, terdiri atas 43 gram protein nabati dan 12 gram protein hewani (Winarno, 1984 dalam Prasetya, dan Vina Monica, 2004).

Salah satu sumber protein nabati yang kaya protein adalah kedelai dan merupakan sumber protein yang paling murah di dunia. Di samping menghasilkan minyak dengan mutu yang baik, kedelai banyak mengandung unsur dan zat-zat makanan penting, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan serat. Jenis olahan kedelai yang lazim dikenal di Indonesia adalah tempe, tahu, oncom, kecap, susu kedelai, dan bubuk kedelai.

Bubuk kedelai merupakan bubuk yang dibuat dari kedelai, yang secara umum melalui beberapa tahapan proses yaitu penghilangan kulit ari, pencucian, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan sampai didapatkan bubuk kedelai yang halus. Bubuk kedelai mempunyai keistimewaan, antara lain kandungan zat-zatnya hampir sama besar dengan kedelai kering (Khotimah, 2003).

Meskipun demikian, bubuk kedelai hasil pengolahan ini mempunyai flavor yang tidak disukai, dikenal dengan beany flavor. Beany flavor merupakan flavor intrinsik yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif asam lemak tidak jenuh di bawah pengaruh aktivitas enzim lipoksigenase. Pada beberapa penelitian sebelumnya (Wilkens, 1967 dan Nelson, 1976) telah ditemukan beberapa metode yang dapat digunakan untuk inaktivasi enzim lipoksigenase penyebab beany flavor antara lain ekstraksi panas, ekstraksi kondisi asam dengan penambahan

xiii

HCl, serta perendaman di dalam larutan Natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) . Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, metode perendaman di dalam larutan Natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) dianggap paling efektif mengurangi beany flavor sekaligus mempertahankan protein yang terkandung di dalam kedelai (Nelson, 1976).

Bubuk kedelai merupakan bahan pangan yang kaya akan berbagai komponen gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin dan air. Mengingat komponen gizi yang ada di dalamnya, maka bubuk kedelai merupakan media yang cukup menunjang bagi pertumbuhan berbagai macam mikroba. Dengan demikian, bubuk kedelai dapat digolongkan dalam bahan pangan yang rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas mikroba (bakteri, khamir, dan kapang) yang pada akhirnya dapat mempengaruhi mutu kimia bubuk kedelai yang dihasilkan.

Beberapa strain Aspergillus flavus memang dapat mengkontaminasi berbagai hasil pertanian termasuk kedelai. Persentase kedelai yang terkontaminasi jamur Aspergillus flavus atau Aspergillus parasiticus di Indonesia antara 2-14% (Anonim, 2003). Selain itu, berdasarkan uji yang telah dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap bubuk kedelai dari beberapa merk (Priyantono, 2009), telah diketahui bahwa angka lempeng total produk akhir masih berada dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan bahan antimikroba untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba, yang pada akhirnya juga dapat mempengaruhi daya simpan bubuk kedelai. Kalsium propionat merupakan bahan pengawet tambahan yang direkomendasikan untuk produk tepung-tepungan, termasuk juga bubuk kedelai (Davidsons, 2005).

Menurut Tranggono (1988) berdasarkan alasan kelarutan yang tinggi, rasa yang tidak mempengaruhi bahan dan toksisitas yang rendah, maka asam-asam organik rantai pendek seperti asam asetat, asam benzoat dan garamnya, asam propionat dan garamnya, asam sitrat dan asam askorbat banyak digunakan sebagai bahan pengawet pada berbagai bahan pangan. Seperti yang dikemukakan oleh

xiv

Winarno (1980) bahwa penambahan natrium benzoat, asam propionat dalam bahan makanan akan terurai menjadi bentuk aktif yaitu asam propionat tidak terdisosiasi. Asam propionat tersebut menginaktifkan enzim dehidrogenase yang diperlukan mikroba untuk metabolisme karbohidrat dan asam lemak sehingga aktivitasnya terhambat, selain itu menurut Tranggono (1988), pada konsentrasi rendah, kalsium propionat tidak mempengaruhi bau dan rasa bahan yang diawetkan. Di dalam tubuh, pengawet ini dapat mengalami metabolisme seperti asam lemak yang lain sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh.

Namun, selain berpengaruh pada mutu mikrobiologis, penambahan kalsium propionat diduga dapat mempengaruhi mutu kimia susu bubuk kedelai. Menurut

Zimmerman dan Snyder (1974), adanya ion Ca ++ dapat menghambat aktivitas enzim Lipoksigenase I yang sifatnya tahan terhadap panas, tetapi memacu

aktivitas enzim Lipoksigenase II yang bersifat tidak tahan terhadap panas. Akan tetapi, dalam konsentrasi berlebih akan menghambat aktivitas Lipoksigenase II. Dengan demikian, perlu dilakukan inaktivasi Lipoksigenase II sebelum penambahan kalsium propionat. Inaktivasi ini dapat dilakukan dengan merendam

kedelai dalam larutan Natrium bikarbonat dengan suhu perendaman 50 0 C. Menurut Ketaren (1986), kerusakan bahan pangan berlemak juga dapat

dipengaruhi oleh adanya katalis logam dalam bahan tersebut. Katalis logam tersebut dapat mempersingkat proses induksi (yaitu jangka waktu mulai terjadinya proses oksidasi sampai timbulnya bau tengik), mempercepat rantai reaksi initiation, propagation, dan termination dalam proses oksidasi lemak. Dengan demikian, penambahan kalsium propionat diduga berpengaruh terhadap hasil oksidasi lemak yang dihasilkan. Proses dekomposisi lemak dapat menghasilkan beragam senyawa asam, aldehid, keton, alkohol dengan berat molekul rendah dan bersifat volatil dengan aroma tengik (rancid). Terbentuknya berbagai senyawa dengan berat molekul rendah ini mengindikasikan tingkat kerusakan lemak dalam bahan pangan yang dapat dilihat dari nilai angka asam dan Thiobarbituric Acid (TBA) pada produk yang diamati (Sudarmadji, 1989).

xv

Penambahan kalsium propionat dalam air perendaman dilakukan dengan berbagai konsentrasi antara lain 1x%; 2x%; 3x% dan 4x% (b/b kedelai kupas). Selain itu, dilakukan pembandingan dengan produk komersial (‘XX’) yang dibuat dengan metode Priyantono (2009). Dari penelitian ini nantinya akan diperoleh konsentrasi kalsium propionat yang optimal, sehingga dapat menurunkan angka lempeng total. Selain itu, akan diperoleh bubuk kedelai yang dapat diterima konsumen.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan kalsium propionat terhadap angka lempeng total dan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai?

2. Berapakah konsentrasi kalsium propionat yang optimal untuk menurunkan angka lempeng total dan mempertahankan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai?

3. Berapa konsentrasi terbaik penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai berdasarkan kesukaan panelis?

4. Bagaimana kandungan proksimat (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu) bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang paling disukai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan kalsium propionat terhadap angka lempeng total dan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai.

2. Mengetahui konsentrasi kalsium propionat yang optimal untuk menurunkan angka lempeng total dan mempertahankan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai.

xvi

3. Mengetahui konsentrasi terbaik penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai berdasarkan kesukaan panelis.

4. Mengetahui kandungan proksimat (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu) bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang paling disukai.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan kalsium propionat yang ditambahkan dapat menurunkan angka lempeng total dan mempertahankan mutu kimia yang terdapat pada bubuk kedelai.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh penambahan kalsium propionat dan konsentrasi yang tepat dalam penggunaanya pada produk bubuk kedelai sebagai minuman.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada industri tentang penggunaan kalsium propionat sebagai bahan antimikroba yang dapat menghambat kerusakan bahan pangan akibat aktivitas mikroba.

xvii

II. LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kedelai

Kedelai (Glycine max L) adalah tanaman semusim yang biasa diusahakan pada musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar. Umumnya kedelai tumbuh di daerah dengan ketinggian 0 sampai 500 meter dari permukaan laut. Menurut Ketaren (1986), dalam sistematika (taksonomi), kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas

: Leguminosae (Papilionaceae)

Sub-famili: Papilionoideae Genus

: Glycine

Species : Glycine max (L) Merill Menurut Budisantoso (1994) dalam Harjanti (2006), terdapat

empat jenis kedelai, yaitu sebagai berikut:

a. Kedelai kuning: kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning, putih atau hijau, yang bila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning pada irisan keping bijinya, yang biasanya dijadikan susu.

b. Kedelai hitam: kedelai yang kulit bijinya berwarna hitam.

c. Kedelai hijau: kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau, yang bila dipotong melintang memperlihatkan warna hijau pada irisan keping bijinya.

d. Kedelai coklat: kedelai yang kulit bijinya berwarna coklat.

xviii

Komoditas kedelai (Glycine max) merupakan salah satu jenis tanaman penting yang telah lama dibudidayakan di Indonesia. Kedelai yang termasuk dalam kategori tanaman palawija merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting dalam upaya mengatasi KKP (kekurangan kalori dan protein), karena mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap. Tanaman kedelai ternyata dapat dikembangkan dengan baik di daerah kering. Pembudidayaan di lahan persawahan biasa dilakukan sebagai salah satu rotasi (pergiliran) tanaman setelah tanaman padi (Anonim, 2003).

Penggunaan kedelai sebagai bahan makanan memang menarik karena kandungan proteinnya yang tinggi, kurang lebih 40%, merupakan yang tertinggi di antara jenis kacang-kacangan (Ilyas, dkk, 1973). Selain kaya protein, kedelai juga mengandung lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia kedelai bervariasi tergantung varietas, tingkat kemasakan biji, cara budidaya dan keadaan lingkungan tumbuh (Sumarno dan Hartono, 1983).

Gambar 2.1. Biji Kedelai Kedelai berbentuk hampir bulat dengan panjang dapat mencapai lebih dari 12 mm. Struktur utama kedelai terdiri dari kulit biji (8%) dan kotiledon (90%). Bagian lainnya yaitu hipokotil dan plumule (2%) (Wolf dan Cowan, 1977).

2. Komposisi Kimia Biji Kedelai

xix

Senyawa penyusun utama biji kedelai adalah lemak dan protein yang jumlahnya mencapai kurang lebih 60% seperti disajikan pada Tabel

2.1 dan 2.2. Kandungan proteinnya beragam antara 30-40%, terdiri atas 90% globulin dan kira-kira 10% albumin dan glutamin terdapat dalam jumlah yang sedikit. Menurut Wolf dan Cowan (1975), kedelai mengandung sekitar 35% karbohidrat. Selanjutnya dilaporkan bahwa karbohidrat ini dapat dibagi menjadi fraksi yang larut dan tidak larut.

Tabel 2.1. Komposisi Proksimat biji kedelai.

%BK wamura (1967)

alekar et al (1961)

%BK ells and Chen (1975)

%BB rossani (1981)

d Robinson (1977)

%BB ndez et al (1981)

%BB utardi (1981)

%BB hi, Annapurna and

%BB Viswanath (1985) and Aguilera (1985)

%BB sseltine (1985)

%BB Sumber: Sutardi (1988)

Tabel 2.2. Komposisi (% berat kering) Biji kedelai dan beberapa bagian bijinya.

gian biji

bu elai (100%) 42 20 35 5,5 don (90%)

41 11 43 4,4 Sumber: Wolf (1977)

Menurut Kinsella (1979), dalam Kadang (2003), sekitar 90% protein kedelai adalah globulin yang terdapat sebagai protein cadangan, sedangkan sisanya merupakan enzim-enzim intraseluler (lipoksigenase, urease, dan amilase), hemaglutinin, protein inhibitor dan lipoprotein membran.

xx

Komponen utama dari protein cadangan kedelai akan sangat berpengaruh terhadap mutu dari produk pangan yang dihasilkan. Globulin merupakan protein yang terpenting dari kedelai. Protein ini tidak larut dalam air, tetapi akan larut dengan penambahan seperti natrium klorida dan kalsium klorida. Globulin larut dalam garam encer di atas atau di bawah titik isoelektrisnya. Kelarutan minimum protein kedelai terjadi pada pH sekitar 3,75-5,25. Sedangkan kelarutan maksimum pada sisi asam sekitar 1,5-2,5 dan sisi basa pada pH 6,8 (Pearson, 1983).

Kelarutan protein dalam air merupakan fungsi pH. Jika asam atau basa ditambahkan pada air yang digunakan untuk mengekstrak maka ± 85% protein kedelai dapat terekstrak. Ketika dilakukan penambahan alkali, maka kelarutan akan meningkat 5-10%, tetapi penambahan asam akan menurunkan kelarutan potein dan mencapai minimal pada pH 4,2- 4,6, yaitu daerah isoelektrisnya. Namun demikian, kelarutannya akan meningkat kembali pada pH di bawah titik isoelektrisnya (Wolf dan Cowan, 1977).

Protein kedelai sangat peka terhadap perlakuan fisik dan kimia misalnya pemanasan dan perubahan pH dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan berat molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memainkan peranan sangat penting pada pengolahan pangan (Snyder and Kwon, 1987).

Di antara beberapa protein yang dikenal, kedelai mengandung asam amino esensial yang paling lengkap meskipun kandungan asam amino bersulfur merupakan asam amino pembatas. Komposisi asam amino protein kedelai ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi asam amino esensial pada protein kedelai

xxi

No. Asam amino esensial Jumlah (g/16 g N)

Sumber : Snyder dan Kwon, (1987). Selain kaya akan protein, kedelai juga mengandung lemak. Menurut Wahnon, dkk (1988), lemak kedelai mengandung 96% trigliserida, 2% fosfolipid, 1,6% tokoferol dan sterol, 0,5% asam lemak dan sedikit pigmen karotenoid. Dari total lemak yang terkandung dalam biji kedelai 85% dari jumlah tersebut terdiri dari asam lemak tidak jenuh, sedangkan 15% adalah asam lemak jenuh.

Menurut Somaatmaja (1964) dalam Kadang (2003), kadar lemak kedelai tidak begitu tinggi, tetapi nilai gizinya untuk kesehatan tinggi dan mengandung asam lemak yang paling lengkap susunannya. Kandungan minyak dan komposisi asam lemak di dalam kedelai dipengaruhi oleh varietas dan ikim tumbuh.

Karbohidrat merupakan polisakarida aldehid atau keton. Karbohidrat pada biji kedelai merupakan komponen penyusun kedelai terbesar kedua yang terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi terlarut dan fraksi tidak larut. Fraksi karbohidrat yang dapat larut air kira-kira 10% terdiri dari 5% sukrosa, 5% rafinosa dan 4% stakhiosa, sedangkan fraksi yang tidak larut air adalah hemiselulosa, selulosa, lignin, pektin dan karbohidrat komplek (Wolf dan Cowan, 1977).

Secara lengkap komposisi karbohidrat pada kacang kedelai ditunjukkan pada Tabel 2.4.

xi

Tabel 2.4. Komposisi karbohidrat kedelai.

No.

Komponen

Jumlah % (biji utuh)

6. Gula-gula lain

dalam jumlah yang sangat kecil

Sumber : Wolf and Cowan, (1977) Menurut Shlunke (1985) dalam Darmawati (2004), kandungan vitamin pada kedelai terdiri dari thiamin, riboflavin, niasin dan karoten, namun tidak mengandung vitamin C, vitamin A, Vitamin B12 dan vitamin

A. Selain kandungan vitamin, kedelai juga merupakan sumber mineral yang baik yaitu, Ca, Fe, Cu, Mg dan Na. Na berfungsi sebagai diuretik untuk mengontrol hipertensi dan juga terdapat unsur P dalam bentuk fitat. Selain itu, kedelai merupakan sumber asam folat yang baik.

3. Bubuk Kedelai

Bubuk kedelai digunakan sebagai minuman segar, karena mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Kadar protein bubuk kedelai lebih tinggi daripada whole milk maupun skimmed milk. Apabila ditinjau dari segi kadar protein saja maka bubuk kedelai dapat digunakan untuk mengganti susu sapi (Margono, dkk 2000).

Bubuk kedelai memiliki sifat fungsional yang baik, produk tersebut banyak digunakan dalam industri sebagai bahan formulasi berbagai makanan, antara lain biskuit, cake, roti, susu kedelai, industri minuman, makanan bayi, dan lain lain (Anonim, 2003). Selain itu, berdasarkan kandungan lemaknya bubuk kedelai terdiri atas dua macam,

xxiii xxiii

Minuman berprotein dengan bahan dasar kedelai untuk digunakan sebagai pelengkap nutrisi telah dikenalkan di berbagai negara beberapa tahun lalu, dan sebagian besar tingkat penerimaan terhadap produk ini hanya sukses kecil. Perkembangan baru dari minuman berprotein yang didasarkan pada kedelai utuh atau bubuk kedelai berlemak penuh terlihat sangat memberikan harapan. Kesuksesan ini didasarkan oleh adanya inaktivasi lipoksigenase, enzim yang berhubungan dengan oksidasi lemak (Inglett dan Charalambous, 1979).

4. Enzim Lipoksigenase

Enzim lipoksidase dapat juga disebut Lipoksigenase dan dalam nomenklatur sistematiknya disebut linoleat oksigen oksidoreduktase EC

1.13.1.13. Karena sifatnya yang dapat merusak pigmen karoten, maka sering disebut juga karotenoksidase dan digunakan sebagai enzim pemutih. Selain enzim tersebut, pada kedelai juga ditemukan suatu enzim yang mampu mengoksidasi lemak tidak jenuh yang diberi nama lipoksidase. Kedua enzim tersebut identik (Winarno, 1983).

Lipoksigenase merupakan protein globulin dengan berat molekul sekitar 0,6 sampai 1x10 6 dalton. Lipoksigenase kedelai yang sudah dibuat

dalam bentuk kristal mempunyai berat molekul 100.000 dalton, titik isoelektrisnya 5,4 dan pH optimum aktivitasnya 9,0 pada suhu 20 0 C

meskipun sedikit berbeda tergantung subtrat yang dikatalis. Menurut Sessa (1979), enzim lipoksigenase termasuk enzim yang dapat memacu terjadinya oksidasi minyak. Terjadinya oksidasi minyak tidak hanya merugikan karena dihasilkannya flavor yang tidak disukai, tetapi peroksida yang dihasilkan relatif dapat merusak zat-zat gizi yang lain seperti protein dan vitamin.

xxiv

Siddiqi dan Tappel (1957) melaporkan bahwa lipoksigenase banyak dijumpai pada berbagai tanaman terutama golongan kacang- kacangan. Aktivitas relatif lipoksigenase dalam berbagai macam biji berbeda-beda tergantung sumbernya. Aktivitas relatif enzim lipoksigenase yang terdapat dalam berbagai macam sumber ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Aktivitas Relatif Enzim pada Berbagai Macam Sumber

elatif (%)

jau pri

ah Sumber: Siddiqi dan Tappel (1957)

Enzim lipoksigenase merupakan enzim yang mampu mengkatalisis oksidasi asam lemak tak jenuh yang memiliki sistem ikatan rangkap cis- cis 1,4-pentadiena, seperti asam linoleat dan asam linolenat, reaksi oksidasi tersebut akan menghasilkan reaksi hidroperoksida asam lemak yang memiliki cis-trans diena konjugasi. Labuza dan Rasnarsan (1985) dalam Kanazawa, dkk (1987) mengemukakan bahwa hidroperoksida cepat terbentuk pada bahan-bahan berasam lemak tak jenuh tinggi yang sangat mudah bereaksi dengan oksigen terutama bila ada pengkatalisis seperti logam Fe atau enzim. Oleh karena itu terbentuknya senyawa peroksida menimbulkan masalah serius karena mudah terpecah menjadi aldehid, keton dan asam-asam yang dapat menyebabkan bau langu ataupun ketengikan.

Pada umumnya kecepatan pembentukan ketengikan akibat oksidasi berkaitan erat dengan proporsi relatif asam lemak, terutama kadar asam linoleat yang tinggi. Pada oksidasi asam linoleat enzim lipoksigenase

terutama menyerang atom C 13 (Zuheid-Noor, 1980). Meskipun atom C 9

xxv xxv

lipoksigenase

3 -(CH CH 2 ) 4 -C = C - C = C - C -(CH 2 ) 7 -COOH 2 Cis Trans

OOH

CH 3 -(CH 2 ) 4 -C=CH-CH 2 -C=C-(CH 2 ) 7 -COOH 9-D-hidroperoksi-10(trans)12(cis)-as oktadekadienoat OOH H

Trans

CH

3 - (CH 2 ) 4 - C - C = C - C = C - (CH 2 ) 7 -COOH

Cis

Gambar 2.2. Skema reaksi oksidasi asam linoleat yang dikatalisis oleh

enzim lipoksigenase. Theorell, et al. (1947) mengemukakan bahwa lipoksigenase

pertama kali diisolasi dan dimurnikan dari kedelai. Lipoksigenase tersebar di alam dan banyak ditemukan pada tanaman dan hewan. Lipoksigenase terdapat dalam berbagai bentuk isozim yang berbeda secara signifikan pada berbagai faktor antara lain pH, spesifikasi terhadap subtrat, produk akhir, stabilitas panas dan kemampuannya dalam mendukung reaksi oksidasi. Dalam kedelai sendiri terdapat 3 isozim yaitu lipoksigenase 1,2,3, tetapi secara garis besar, lipoksigenase pada tanaman dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

a. Lipoksigenase tipe I (lipoksigenase jenis 1 pada kedelai): mempunyai pH optimum 9 dan mempunyai kecenderungan yang kecil untuk melakukan reaksi oksidasi.

b. Lipoksigenase tipe II (Lipoksigenase jenis 2 dan 3 pada kedelai): mempunyai pH optimum 6,5 dan mempunyai kecenderungan yang besar untuk melakukan reaksi oksidasi.

xxvi

Menurut Koch et al. (1958), sekurang-kurangnya ada dua macam enzim lipoksigenase yang terdapat pada kedelai, masing-masing enzim mempunyai spesifitas substrat yang berbeda. Jika substrat spesifitasnya asam linoleat dinamakan fatty acid lipoksigenase dan bila substrat spesifitasnya trilinoleat disebut trilinoleat lipoksigenase. Kedua macam enzim ini mempunyai aktivitas optimal pada pH yang berbeda yaitu masing-masing pH 8,5-9,0 untuk fatty acid lipoksigenase dan pH 5,5-6,5 untuk trilinoleat lipoksigenase.

Kedelai mengandung dua enzim lipoksigenase yang sifatnya berbeda, yang satu diaktifkan oleh ion kalsium sedang yang lain dihambat oleh ion kalsium (Winarno, 1983). Menurut Christopher, et al. (1969), dengan Disc Gelombang Electrophoresis kedua enzim tersebut diidentifikasi dari fraksi potein yang masing-masing mempunyai harga Rf 0,34 dan 0,25, kemudian dikenal dengan nama lipoksigenase I dan Lipoksigenase II.

Dua fraksi enzim lipoksigenase ini telah berhasil diuji aktivitasnya

dengan adanya ion Ca ++ . Ternyata dengan adanya ion Ca dapat menghambat aktivitas enzim lipoksigenase I. Tetapi pada fraksi enzim

lipoksigenase II, ion Ca ++ justru dapat memacu kecepatan aktivitasnya. Penambahan ion Ca ++ yang berlebihan akan menghambat aktivitas enzim

lipoksigenase II (Zimmerman dan Snyder 1974).

5. Peranan Enzim Lipoksigenase dan Pengaruhnya dalam pembentukan Flavor (bau langu)

Enzim lipoksigenase sejak lama dikenal dapat menyebabkan kerugian dalam pengolahan pangan. Terbentuknya aroma tidak disukai pada beberapa komoditas terbukti disebabkan oleh reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipoksigenase. Selain itu, enzim lipoksigenase diketahui dapat menghancurkan karoten (Wolf, 1975).

xxvii

Teroksidasinya asam linoleat menyebabkan ketersediaan asam linoleat pada bahan yang bersangkutan turun. Hal ini sangat merugikan karena asam linoleat merupakan salah satu asam lemak esensial bagi manusia (Fennema, 1976).

Sessa (1979) dalam Mohammad-Adnan (1980), mengemukakan bahwa reversion flavor disebabkan oleh dihasilkannya 2-n-pentilfuran dan 3-cis-heksanal dari oksidasi linoleat dan linolenat yang dikatalisis enzim lipoksigenase, tetapi kemudian dibuktikan oleh Chang (1979) dalam Muhammad-Adnan (1980), bahwa reversion flavor hanya dapat terjadi pada oksidasi asam linoleat yang menghasilkan cis dan trans 2-(1-pentil)- furan .

6. Inaktivasi Enzim Lipoksigenase

Menurut Hand et al. (1964), rendahnya penerimaan konsumen terhadap susu kedelai terutama disebabkan oleh flavor karakteristik yang dikenal dengan beany flavor. Flavor tidak disukai pada produk olahan kacang-kacangan disebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang dikatalis enzim lipoksigenase menjadi problem bagi pengembangan pengguna bahan-bahan tersebut sebagai sumber pangan nabati. Reaksi tersebut dapat berlangsung karena perlakuan dalam pengolahan yang memacu terjadinya kontak antara substrat dan enzimnya. Oleh karena itu berbagai usaha dilakukan untuk menekan aktivitas enzim lipoksigenase.

Usaha untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase didasarkan pada sifat yang dimiliki oleh enzim tersebut. Salah satu sifat lipoksigenase adalah peka terhadap suhu dan pH. Beberapa cara perlakuan panas pada susu kedelai telah dilakukan, yaitu dengan perebusan atau pengukusan

kedelai pada suhu 80 0

C sebelum penghancuran atau pemanasan kedelai dengan cara ekstraksi (Ashraf dan Snyder, 1981) Menurut Kinsella dan Damodaran (1980) dalam Darmawati (2004), kedelai mempunyai tiga isozim lipoksigenase (L-1,L-2 dan L-3)

xxviii xxviii

2 dan L-3. Total inaktivasi enzim lipoksigenase dicapai pada perendaman pH 8,5 dan suhu 50 o C selama 2-4 jam.

Pengendalian pembentukan off-flavor pada hasil olahan kedelai adalah dengan menginaktifkan enzim lipoksigenase dengan panas, Christoper et al. (1970), melaporkan bahwa waktu paroh enzim lipoksigenase–1 pada pH optimum 9,0 adalah 25 menit dan enzim lipoksigenase-2, pH optimum 6,8 adalah 0,7 menit, masing-masing pada

suhu 69 o

C. Menurut Borhan dan Snayder (1979), yang menguji isozim kedelai dengan kondisi yang sama dengan percobaan Christoper mendapatkan waktu paroh 15 menit dan 0,8 menit, masing-masing untuk enzim lipoksigenase-1 dan enzim lipoksigenase-2. dan diperoleh bahwa enzim lipoksigenase-1 lebih tahan terhadap panas daripada enzim lipoksigenase-2. Stabilitas maksimum untuk enzim lipoksigenase adalah sekitar pH 6 dan enzim akan menjadi lebih labil pada pH yang basa atau asam.

7. Senyawa Anti Gizi Kedelai

Kedelai sebagai bahan pangan maupun bahan pakan, sebagai sumber protein mempunyai beberapa kelemahan antara lain adanya senyawa antigizi dan karbohidrat penyebab flatulensi. Senyawa antigizi yang dimaksud adalah tripsin inhibitor, hemaglutinin, anti vitamin dan mineral, sterol dan komponen fenol. Berdasarkan ketahanan terhadap panas, zat anti gizi di dalam kedelai dibedakan menjadi dua yaitu senyawa anti gizi yang tahan terhadap panas dan tidak tahan terhadap panas.

xxix

Senyawa anti gizi yang tidak tahan terhadap panas antara lain tripsin inhibitor, hemaglutinin, gastrogen, anti vitamin, anti mineral (fitat), sedangkan yang tahan terhadap panas yaitu saponin, estrogen, lisinoalanin, dan allergen (Liener, 1981)

Adanya senyawa antigizi dalam biji kedelai menyebabkan zat gizi dalam biji kedelai tidak dapat digunakan secara tepat oleh tubuh. Tripsin inhibitor dalam makanan menghambat aktivitas enzim tripsin dan khimotripsin sehingga kegunaan protein akan menurun. (Wolf dan Cowan 1977).

Perendaman kedelai menyebabkan terjadinya pengurangan kadar protein, terutama protein yang larut dalam air. Sebaliknya kadar asam amino bebas meningkat sampai 1,5 kali terhadap kadar asam amino awal

setelah dilakukan perendaman selama 24 jam suhu 30 0

C. Peningkatan kadar asam amino ini disebabkan oleh aktivitas mikroba (Kasmidjo, dkk 1988).

8. Bahan Pengawet Makanan

Definisi bahan pengawet menurut peraturan Menkes RI tahun 1979 adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh jasad renik. Bahan pengawet digunakan sebagai antioksidan, penghambat mikroba dan bahan pengasam pengikat. Bahan makanan yang rusak dapat menjadi masam atau cita rasanya tidak enak karena proses fermentasi, dan timbul rasa maupun bau tengik karena aktivitas bakteri pemecah lemak (Tranggono, dkk 1988).

Menurut Chichester (1968) dalam Nugraha (2002), syarat umum bahan pengawet yang digunakan adalah harus mempunyai kemampuan menghambat yang cukup besar tetapi tidak beracun bagi manusia. Penggunaan bahan pengawet mempunyai keuntungan yaitu dapat tetap

xxx xxx

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga. Ada GRAS (Generally Recognize as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Jenis berikut adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya untuk melindungi kesehatan konsumen. Jenis terakhir adalah zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena berbahaya seperti boraks, formalin dan rodhamin B. Berdasarkan Permenkes No 722/88 terdapat 25 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Walaupun termasuk kategori aman, tetapi pengawet tersebut harus digunakan dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Pengawet-pengawet tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel

Tabel 2.6. Bahan Pengawet yang Diizinkan Dalam Makanan

Bahan Pengawet Bahan Pengawet Asam benzoate

Kalsium sorbat Asam Propionat

Kalsium Benzoate

Natrium benzoate Sulfur dioksida

Asam Sorbat

til p –hidroksi benzoate til p-hidroksi benzoate

Natrium Sulfit Kalium benzoate

Natrium bisulfit Kalium Sulfit

Natrium Metabisulfit Kalium Bisulfit

Natrium Nitrat Kalium Nitrat

Natrium Nitrit Kalium Nitrit

Natrium Propionat Kalium Propionat

Nisin

Kalium sorbat pil-p-hidroksi benzoate Kalsium Propionat

Sumber: Permenkes, 1988. (Praputranto, 2005).

Menurut Tranggono, dkk (1988), garam natrium dan kalsium dari asam propionat lebih efektif pada pH rendah. Asam yang tidak mengalami

xxxi xxxi

9. Kerusakan Bahan Makanan

Proses perubahan kimia dan fisika di alam yang penuh dengan mikroba ini tidak lepas dari proses perubahan secara biologis. Demikian juga kerusakan makanan oleh mikroba hidup ini tidak lepas dari perubahan secara biologis. Kerusakan biologis adalah perubahan kimiawi struktur atau komposisi yang umumnya tidak dikehendaki, dan disebabkan oleh aktivitas organisme hidup seperti mikroba (Rahayu dan Sudarmadji, 1989).

Proses mikrobiologi ini meliputi proses biodegradasi, biosintesa, dan pembentukan senyawa toksik. Proses biodegradasi mikrobiawi, mikroba perusaknya dapat satu jenis atau gabungan beberapa jenis yang merusak bersama-sama atau bertahap (Frazier, 1967). Menurut Desrosier (1988), salah satu pengendaliannya ialah pembatasan air untuk

xxxii xxxii

Pertumbuhan mikroba erat kaitannya dengan jumlah air bebas dan kebutuhan mikroba terhadap air dinyatakan sebagai aktivitas air (AW). Setiap mikroba mempunyai Aw maksimal, optimum dan minimum untuk pertumbuhannya. Sedangkan untuk dapat tumbuh, mikroba harus mempunyai syarat Aw tertentu (Troller, 1978). Di bawah nilai Aw tersebut akan terjadi penundaan fase pertumbuhan sampai pada Aw tertentu mikroba tidak dapat tumbuh lagi. Pada Tabel 2.7. diunjukkan nilai Aw minimum sebagai syarat kehidupan berbagai golongan mikroba.

Tabel 2.7. Aw untuk Pertumbuhan Mikroba Organisme

Aw minimum

Bakteri Halofilik

Fungi Xerofilik

Khamir Osmofilik

Sumber: Jay, 1970. Nilai Aw pada bahan makanan berbeda-beda sebagai contoh pada poduk kering Aw kurang dari 0,6, pada produk semi basah Aw 0,6-0,9 dan pada produk segar seperti buah, sayur, ikan, dan daging mempunyai nilai Aw 0,93-0,99 (Labuza, 1980).

xxxiii

Kerusakan lemak dalam bahan makanan dapat terjadi selama proses pengolahan dan selama proses penyimpanan. Kerusakan lemak ini menimbulkan bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dapat dibagi atas tiga golongan yaitu ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim, dan ketengikan oleh proses hidrolisa. Ketengikan oleh oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai pada

suhu 100 0

C setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.

-CH=CH- + O 2 -CH-CH -CH-CH

peroksida labil O

Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh, sehingga terbentuk dua molekul persenyawaan oksida, dengan reaksi sebagai berikut

-CH-CH- + -CH=CH- 2-CH-CH O O O Peroksida labil Persenyawaan oksida

Peroksida labil dapat membentuk persenyawaan isomer, yaitu sen yawa dihidroksi atau turunan dari α hidroksi keton, dengan reaksi sebagai berikut

-CH-CH- -CH-CH- -CH(OH).CO-

xxxiv O O OH OH CH 2 -CH.CHO

Isomer yang terbentuk akan terurai menjadi persenyawaan aldehida dengan berat molekul lebih rendah, misalnya epyhidrin aldehida dan persenyawaan keton (Ketaren, 1986).

Ketengikan oleh enzim terjadi pada bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban tertentu sehingga merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut dapat mengeluarkan enzim. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida.

Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi dan enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisis lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau tidak enak misalnya asam butirat, asam valerat, asam kaproat, dan ester alifatis yaitu metil nonil keton (Ketaren, 1986).

B. KERANGKA BERPIKIR

Angka lempeng total ?

Mutu kimia ?

xxxv

C. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada pengaruh penambahan kalsium propionat terhadap angka lempeng total dan mutu kimia bubuk kedelai.

xxxvi

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan CV. SAMBA Surakarta dalam jangka waktu ± 4 bulan.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan Untuk membuat bubuk kedelai Bahan yang digunakan untuk membuat bubuk kedelai adalah kedelai dari CV. SAMBA Surakarta yang diperoleh dari Wonogiri, air oksigen

“AXOGY”, kalsium propionat, Natrium bikarbonat (NaHCO 3 ).

b. Bahan yang digunakan untuk analisis:

1) Analisis angka lempeng total: bubuk kedelai, larutan NaCl 0,85%, media Plate Count Agar (PCA).

2) Analisis Protein: bubuk kedelai, H 2 SO 4 , CuSO 4 , NaOH, Zn, aquades,

HCl, Na 2 SO 4 , indikator phenolphthalein.

3) Analisis lemak: bubuk kedelai, petroleum benzene.

4) Analisis angka asam: bubuk kedelai, alkohol 95%, KOH 0,1N, indikator phenolphthalein.

5) Analisis TBA: bubuk kedelai, aquades, HCl 4M, reagen TBA.

6) Analisis abu: bubuk kedelai.

7) Analisis kadar air: bubuk kedelai.

8) Analisis organoleptik: bubuk kedelai, air.

xxxvii

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Alat yang digunakan untuk membuat bubuk kedelai adalah: timbangan, baskom plastik, pengukus dan kompor, cabinet dryer, mesin penepung, thermometer, sealer.

b. Alat yang digunakan untuk analisis:

1) Analisis angka lempeng total: tabung reaksi, pipet volume, vortex, petridish, bunsen, erlenmeyer, inkubator.

2) Analisis Protein: labu kjeldahl, gelas ukur, pemanas listrik, buret, erlenmeyer, pipet tetes.

3) Analisis lemak: alat ekstraksi soxhlet, desikator, kertas saring, dan neraca analitik.

4) Analisis angka asam: penangas air, pengaduk, erlenmeyer, buret.

5) Analisis TBA: alat destilasi, spektrofotometer, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet volume, penangas air.

6) Analisis abu: kurs porselin, oven, desikator, tanur, neraca analitik,

7) Analisis kadar air: botol timbang, oven, desikator, neraca analitik, penjepit.

8) Analisis organoleptik: nampan, gelas, tissue.

C. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pembuatan bubuk kedelai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan Bubuk kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat

Pembuatan bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat diawali dengan tahapan sortasi. Kedelai yang telah disortasi, selanjutnya

xxxviii xxxviii

direndam dalam air dengan perbandingan 1:1 (b/v) dengan suhu 50 0

C. Pada tahap perendaman awal ini juga ditambahkan natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) sebesar 0,2% (b/b kedelai kupas kulit). Perendaman ini dilakukan selama dua jam. Setelah itu, kedelai dicuci dan dilakukan perendaman tahap dua dengan penambahan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi. Jumlah air yang digunakan pada perendaman dua ini adalah sama dengan jumlah air yang digunakan pada perendaman pertama, sedangkan untuk variasi konsentrasi kalsium propionat yang ditambahkan yaitu 1x%, 2x%, 3x%, dan 4x% (b/b kedelai kupas). Perendaman kedua dilakukan selama satu jam. Tahapan proses selanjutnya yaitu pengukusan yang dilakukan selama 40 menit. Kedelai kukus yang dihasilkan dari proses pengukusan selanjutnya dikeringkan

menggunakan cabinet dryer dengan suhu ± 70 0

C selama 13,5 jam. Setelah kedelai kering, kemudian dilakukan proses penggilingan kedelai yang menghasilkan bubuk kedelai dengan ukuran 80 mesh. Proses selanjutnya pengemasan bubuk kedelai ke dalam alumunium foil.

Adapun urutan pembuatan bubuk kedelai ditunjukkan pada Gambar 3.1.

xxxix

Kedelai

Penghilangan kulit ari Kulit ari

Kedelai kupas

Perendaman I dalam air

NaHCO 3 0,2% (b/b

50 C

kedel

Air sisa

Pencucian

Kalsium propionat

Perendaman II dalam air

Air sisa

1x%; 0 30 C

p 2x%;

selama 1

xl

Pengukusan (100 C)

selama 40

Pengeringan dengan

Gambar 3.1 Urutan Pembuatan Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat

Sumber: Komunikasi personal, Priyantono (2009) dimodifikasi dengan penelitian pendahuluan.

Dalam penelitian ini juga dilakukan pembandingan antara sampel bubuk kedelai yang ditambahkan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi dengan bubuk kedelai komersial (‘XX’) yang dibuat dengan metode Priyantono (2009). Bubuk kedelai komersial tersebut dibuat tanpa perlakuan perendaman yang ditambahkan kalsium propionat.

2. Analisis Angka Lempeng Total dan Mutu Kimia Bubuk Kedelai

Pengujian angka lempeng total dan mutu kimia bubuk kedelai yang meliputi angka asam dan Thiobarbituric Acid (TBA), dilakukan pada bubuk kedelai komersial (‘XX’) dan bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi.

3. Analisis Organoleptik Bubuk Kedelai

Pengujian organoleptik ini dilakukan pada bubuk kedelai komersial (‘XX’) dan juga pada bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat

xli

1x%; 2x%; 3x%; dan 4x% (b/b kedelai kupas). Sampel disajikan dalam bentuk minuman bubuk kedelai. Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan ini dilakukan dengan menggunakan 4 parameter yang meliputi, warna, aroma, rasa, dan keseluruhan (overall).

4. Analisis Kandungan Proksimat

Formulasi yang paling disukai dari tahapan sebelumnya (analisis organoleptik) kemudian dilakukan analisis kandungan proksimat yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar protein, analisis kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu.

D. Rancangan Percobaan