Makalah MKA tentang Resirkulasi (1)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ikan patin rnerupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bemilai
ekonomis tinggi dan mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk
dibudidayakan seperti ukuran per individu yang cukup besar, kebiasaan makan
omnivora serta mutu daging yang cukup digemari oleh masyarakat luas terutama
di Sumatera dan Kalimantan. Ikan patin merupakan salah satu komoditas
pertanian dan salah satu alternatif bagi petani untuk memanfaatkan lahan yang
dimilikinya sehingga menghasilkan nilai tambah yang memadai. Secara garis
besar

pembudidayaan

ikan

patin

meliputi


kegiatan

pembenihan,

pra

pembesaran, dan pembesaran di kolam atau pada jaring apung (Subrata, et. al.,
2001).
Selain di Indonesia, ikan patin juga banyak ditemukan di kawasan Asia
seperti di Vietnam, Thailand, dan China. Di antara beberapa jenis patin tersebut,
yang telah berhasil dibudidayakan, baik dalam pembenihan maupun pembesaran
dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah adalah 2 spesies, yakni ikan patin
siam (Pangasius hypophthalmus); nama latin sebelumnya adalah P. sutchi dan
patin jambal (Pangasius djambal). Patin siam mulai berhasil dipijahkan di
Indonesia pada tahun 1981, sedangkan patin jambal pada tahun 1997. Di
samping itu terdapat patin hasil persilangan (hibrida) antara patin siam betina
dengan patin jambal jantan, yang dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan
Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) dan dikenal dengan “patin
pasupati” (Pangasius sp.). Ketiga jenis ikan patin tersebut mempunyai beberapa
kelebihan dan kendala tersendiri dalam budidaya, baik dari kegiatan pembenihan

maupun pembesaran. Kendala yang relatif besar dihadapi dalam pembenihan
ikan adalah terhadap ikan patin jambal. (Bank Indonesia, 2010).
Menurut Slembrouck, et. al. (2005), setelah beberapa tahun percobaan,
Pangasius

djambal,

yang

sebelumnya

belum

pernah

digunakan

untuk

kepentingan budidaya, dapat digunakan sebagai jenis yang menjanjikan. P.

djambal merupakan salah satu dari 14 spesies ikan patin yang sekarang
terdokumentasi di Indonesia. Namun demikian ada kecenderungan jenis ikan ini

1

menjadi semakin menurun populasinya dan terancam akibat penangkapan ikan
yang berlebihan, polusi air dan pembangunan dam. Jenis ini dipilih untuk
penelitian-penelitian akuakultur (budidaya) karena nilai komersialnya yang tinggi,
ukuran maksimumnya yang besar (lebih dari 1 meter) dan penyebaran
geografisnya yang luas. Pengembangbiakan spesies ini diharapkan juga bisa
mengurangi tekanan penangkapan induk ikan yang mempengaruhi populasi atau
cadangan ikan di alam. Untuk itu, upaya dalam pembudidayaannya perlu
menggunakan teknik-teknik yang tepat dan benar. Salah satunya ialah teknik
resirkulasi pada budidaya pembesaran ikan patin jambal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi dan morfologi ikan patin jambal?
2. Bagaimana habitat dan kebiasaan hidup ikan patin jambal?
3. Bagaimana makanan dan kebiasaan makan ikan patin jambal?
4. Bagaimana pembesaran ikan patin jambal?

5. Bagaimana pertumbuhan ikan patin jambal?
6. Bagaimana sistem resirkulasi pada ikan patin jambal?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari isi makalah ini adalah agar pembaca, khusunya mahasiswa
dapat mengetahui pengertian resirkulasi, mampu mengatahui langkah-langkah
dalam pembuatan resirkulasi pada budidaya ikan patin serta manfaat resirkulasi
dalam budidaya ikan patin.
Tujuan dari disusunnya makalah adalah agar pembaca, termasuk
mahasiswa perikanann khususnya dapat mengembangkan dan mempraktikkan
isi makalah ini pada budidaya ikan patin.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Jambal
Menurut Bleeker (1846) dalam Yuliartati (2011), klasifikasi ikan patin
jambal sebagai berikut:
Domain


: Eukaryota

Kingdom

: Animalia

Subkingdom : Bilateria
Phylum

: Chordata

Subphylum

: Vertebrata

Infraphylum

: Gnathostomata

Superclass


: Osteichthyes

Class

: Osteichthyes

Subclass

: Actinopterygii

Order

: Siluriformes

Family

: Pangasiidae

Genus


: Pangasius

Specific name : djambal
Scientific name: Pangasius djambal
Menurut Hadinata (2009) dalam Yuliartati (2011), tubuh ikan patin secara
morfologi dapat dibedakan yaitu bagian kepala dan badan. Bagian kepala terdiri
dari : rasio panjang standar/panjang kepala 4,12 cm, kepala relatif panjang,
melebar ke arah punggung, mata berukuran sedang pada sisi kepala, lubang
hidung relatif membesar, mulut subterminal relatif kecil dan melebar ke samping,
gigi tajam dan sungut mencapai belakang mata, dan jarak antara ujung moncong
dengan tepi mata lebih panjang. Sedangkan bagian badan terdiri dari : rasio
panjang standar/tinggi badan 3.0 cm, tubuh relatif memanjang, warna punggung
kebiru-biruan, pucat pada bagian perut dan sirip transparan, perut lebih lebar
dibandingkan panjang kepala, dan jarak sirip perut ke ujung moncong relatif
panjang. Morfologi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Gambar 1. Morfologi ikan patin (Pangasius djambal)

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan
patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak ke bawah. Hal ini
merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120
cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi
patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada
sirip punggungnya terdapat 6 – 7 buah (Kordi, 2005 dalam Anonimous, 2013).
Menurut Slembrouck, et. al. (2005), Pangasius djambal dibedakan oleh
suatu kombinasi unik dari karakter berikut: 6 jari-jari sirip perut, bagian depan
yang kuat dari lebar mulut (29,3 – 36,6% dari panjang kepala), panjang sungut
rahang atas (> 200% dari diameter mata; antara 31,8 dan 66,2% panjang
kepala), sirip lunak tambahan (adipose) yang berkembang dengan baik di bagian
punggung belakang, landasan gigi vomerine dengan perpanjangan sisi, panjang
predorsal yaitu jarak dari ujung mulut sampai duri keras sirip punggung pertama
(35,5 – 41,9% panjang standar), besar diameter mata (10,1 – 21,3% panjang
kepala), jarak yang panjang dari ujung mulut ke isthmus (103,8 – 133,3%
panjang mulut), lebar punggung (5,7 – 9,5% panjang kepala), lebar tubuh yang
besar (16,8 – 21,4% panjang standar), panjang kepala (21,8 – 27,1% panjang
standar), lebar kepala (13,4 – 19,4% panjang standar), dan 27 sampai 39 tapis

insang pada lengkung insang pertama.
2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin Jambal
Menurut Anonimous (2013), habitat ikan patin adalah di tepi sungai –
sungai besar dan di muara – muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut
ikan patin yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan
4

yang hidup di dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh
masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi.
Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan aktivitas
atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang – liang tepi
sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di
permukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang
fajar. Untuk budidaya ikan patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah
rumit, karena patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada
lingkungan perairan yang jelek. Walaupun patin dikenal ikan yang mampu hidup
pada lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai perairan
dengan kondisi perairan baik.
Ikan patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau
nocturnal. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai

habitat hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik
memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti
ikan lele dan ikan gabus. Habitatnya di sungai-sungai besar dan muara-muara
sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Tidak hanya itu ikan
patin juga sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk pula
ikan yang kawin musiman sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan serta
hanya memijah sekali setahun pada musim hujan (November-Maret) (Amri, 2007
dalam Yuliartati, 2011).
2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Patin Jambal
Ikan patin mempunyai sifat yang termasuk omnivora atau golongan ikan
pemakan segala. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari
makanan renik yang terdiri atas cacing, serangga, udang sungai, jenis–jenis siput
dan biji–bijian. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus
karena jumlah makannya yang besar. Sedangkan untuk larva ikan patin yang
dipelihara pada kolam-kolam maupun akuarium dapat diberikan makanan alami
seperti artemia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Maswira, 2009 dalam
Yuliartati, 2011).
Menurut Ramadhan, et. al. (2010), ikan patin termasuk ke dalam
kelompok ikan pemakan segala (omnivore), tetapi ada pula yang menyebutkan
bahwa ikan ini cenderung menjadi karnivora (pemakan daging). Hal tersebut


5

terlihat dari kebiasaannya memakan ikan- ikan kecil. Ketika masih kecil, ikan ini
menyukai plankton serta tumbuhan air. Namun setelah dewasa, selain pakan
yang disebutkan tadi, ikan ini juga memangsa hewan seperti ikan kecil, udang
kecil, atau serangga air. Apabila dibudidayakan di kolam, ikan patin dapat diberi
pakan alami dan pakan tambahan berupa pakan buatan seperti pellet. Kualitas
dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan patin, karena hanya
dengan pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
yang diinginkan. Pakan yang baik adalah pakan yang mempunyai gizi seimbang,
baik protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Untuk itu, pellet yang
diberikan sebagai pakan tambahan adalah pellet komersial dengan kandungan
protein 30 – 40%.
2.4 Pembesaran Ikan Patin Jambal
Menurut Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011),
pembesaran ikan merupakan kegiatan untuk menghasilkan ikan yang siap
dikonsumsi. Produk akhirnya berupa ikan konsumsi, meskipun ukuran ikan yang
dikonsumsi ini bisa saja berbeda sesuai dengan kebutuhan pasar. Kegiatan
dalam pembesaran ikan patin biasanya meliputi hal-hal berikut:
1. Persiapan media pembesaran yang akan digunakan.
2. Penebaran benih.
3. Pemberian makan.
4. Perawatan ikan agar terhindar dari hama dan penyakit ikan.
5. Pemanenan.
Media pembesaran ikan patin berbeda-beda sehingga kegiatan persiapan
media pembesaran sangat tergantung pada jenis media yang hendak
dimanfaatkan. Persyaratan lokasi yang harus dipenuhi dalam pembudidayaan
ikan patin yaitu :
1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah
liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa
air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding
kolam.
2. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 35% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3. Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang di
sungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
6

4. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu keruh
dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah
pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya
jamur, maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur
(Emolin atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
5. Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium
adalah antara 26–28°C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif
rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang
relatif stabil.
6. Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.
Menurut Slembrouck, et. al. (2005), karakteristik tempat pemeliharaan
yang digunakan untuk budidaya P. djambal dan kisaran variasi faktor lingkungan
yang diamati selama masa pembesaran adalah sebagai berikut:
a. Kolam
Kolam-kolam yang dipergunakan dibangun dari beton dan dasarnya
tanah. Pasokan air tergantung pada musim dan kekurangan air
kadangkala terjadi selama 1 atau 2 bulan pada musim kemarau.

Tabel 1. Kisaran padat tebar ikan dan parameter lingkungan yang diamati
selama pemeliharaan induk ikan P. djambal dalam kolam.
b. Keramba Jaring Apung
Keramba jaring apung (permukaan: 6 m2, kedalaman: 1,5 m) dibangun
dari kayu sesuai dengan kebiasaan di daerah Jambi (Sumatera),
kerangka ini dipasang terapung di sungai yang mengalir untuk
memaksimalkan penggantian air antara sungai dan bagian dalam
keramba.

7

Tabel 2. Padat tebar ikan dan parameter lingkungan yang diamati selama
pemeliharaan induk ikan P. djambal dalam keramba jaring apung di sungai.
c. Pemberian Pakan
Pemberian pakan yang tepat diperlukan untuk menjaga agar induk ikan
tetap dalam keadaan sehat. Sudah diketahui bahwa keterbatasan atau
kekurangan dalam nutrisi dasar bisa mempengaruhi pertumbuhan dan
kematangan gonad. Induk P. djambal bisa diberi pakan sebagai berikut:
 pelet dengan kadar protein 35%;
 takaran pemberian pakan harian tergantung dari ukuran ikan.

Tabel 3. Takaran pemberian pakan harian untuk P. djambal sesuai dengan bobot
tubuh rata-rata.
2.5 Pertumbuhan Ikan Patin Jambal
Menurut Subrata, et. al. (2001), pertumbuhan ikan patin dipengaruhi oleh
dua faktor. yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi sifat genetis.
Ketahanan terhadap penyakit. dan kemampuan memanfaatkan makanan.
Sedangkan faktor luar rneliputi kualitas air. suhu air, kualitas dan kuantitas
makanan. Kondisi air yang optimal untuk pertumbuhan ikan patin adalah memiliki
kandungan oksigen terlarut dalam air antara 2.0 - 5.0 ppm, kandungan
karbondioksida tidak lebih dari 12.0 ppm, nilai pH berkisar antara 7.2 - 7.5,
sedangkan suhu optimal berkisar antara 28°C - 29°C. Kehidupan ikan patin mulai
8

terganggu bila suhu air menurun sampai 14°C - 15°C atau meningkat sampai di
atas 350C dan aktivitas ikan patin akan terhenti pada suhu di bawah 6 °C atau di
atas 42°C.
Menurut Anonimous (2013), ikan patin perkembangan gametnya
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Patin jantan mencapai dewasa lebih cepat
daripada ikan betina, karena proses kematangan kelamin relatif lama. Namun,
patin yang hidup di daerah tropis, perkembangan telur dan spermanya lebih
cepat daripada patin yang hidup di daerah subtropics. Ikan akan tumbuh dengan
normal

jika

pertambahan

berat

sesuai

dengan

pertambahan

panjang.

Pertumbuhan ikan dapat dinyatakan menurut rata – rata berat / panjang pada
umur tertentu.
2.6 Sistem Resirkulasi pada Ikan Patin Jambal
Sistem resirkulasi air merupakan kegiatan pembesaran larva dalam air
yang mengalir, menyerupai sistem air terbuka. Berkat filter mekanik dan biologis,
air resirkulasi secara terus menerus akan terhindar dari kekeruhan dan zat racun
yang larut (terutama amoniak) yang berasal dari sisa pakan, urine dan kotoran
ikan. Karena jumlah sisa pakan dan zat racun tergantung langsung dari jumlah
larva yang dibesarkan, volume filter harus ditingkatkan sejalan dengan
meningkatnya padat tebar larva. Teknologi ini juga memungkinkan penurunan
kuantitas pasokan air, pengontrolan variasi suhu secara lebih mudah,
peningkatan kepadatan tebar serta penanganan gangguan yang bisa terjadi oleh
parasit atau bakteri tanpa mengganti air. Sistem air resirkulasi merupakan
sebuah mata rantai pengolahan atau penanganan air dan setiap mata rantai
berkaitan dengan fungsi yang spesifik. Sejumlah peralatan tersedia untuk setiap
fungsi, tapi dalam panduan praktis ini hanya dijelaskan langkah-langkah utama
melalui penyajian sistem yang sudah digunakan di Indonesia. Pada sistem air
resirkulasi atau mengalir, disarankan untuk menutup aliran air selama 30 menit
setiap waktu pemberian pakan guna mempertahankan mangsa yang hidup
dalam tangki-tangki. (Slembrouck, et. al., 2005).
Enam unsur utama sistem air resirkulasi menurut Slembrouck, et. al.
(2005), yakni:

9

1. Pompa: untuk menjaga kualitas air yang baik, untuk sistem pompa yang
dipilih harus memiliki cukup daya guna mensirkulasi volume air dari
tangki-tangki budidaya sekitar 3 kali perhari.
2. Filtrasi mekanik: filtrasi mekanik digunakan untuk membersihkan media
budidaya dari partikel-partikel organik seperti sisa pakan dan kotoran
ikan. Jenis filter ini umumnya dipasang sedekat mungkin dari saluran
pengeluaran air tangki pemeliharaan.
3. Filtrasi biologi atau unit nitrifikasi: zat amonia dan nitrogen yang
dikeluarkan oleh ikan dalam media budidaya juga berasal dari penguraian
kotoran dan sisa pakan. Konsentrasinya dalam air tidak boleh melebihi
tingkat yang membahayakan. Zat-zat ini bisa dibersihkan atau dibuang
atau dirubah menjadi bahan tidak beracun dengan bantuan sistem
penjernihan biologis.
4. Pasokan oksigen: oksigen dikonsumsi oleh ikan, oleh bakteri di dalam
filter biologis dan oleh penguraian produk sisa organik. Karena tingkat
oksigen yang rendah akan mengurangi pertumbuhan dan derajat konversi
pakan, penting untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut pada tingkat
yang cukup, biasanya di atas 5 mg.L-1 pada suhu 28 – 30°C. Oksigen bisa
dengan mudah ditambahkan ke dalam sistem dengan menggunakan
pompa udara, mengurangi ketinggian air atau meningkatkan aliran air.
5. Pengendalian

patogen:

melakukan

disinfeksi

air

perlu

untuk

pemeliharaan larva. Untuk air resirkulasi, teknologi seperti sterilisasi
melalui ultraviolet, klorin atau ozon bisa digunakan. Namun demikian,
cara ini mahal dan sulit untuk diterapkan oleh sebagian besar
pembudidaya. Untuk menghindari perkembangan bakteri, jamur atau
parasit dalam air pembesaran, direkomendasikan untuk memberikan
desinfeksi pencegahan dengan cara perendaman setiap minggu.
6. Pengaturan suhu : penghematan energi merupakan salah satu
keuntungan dari sistem resirkulasi. Begitu tangki mencapai suhu optimal,
sejumlah kecil energi cukup untuk menjaga suhu. Temperatur bisa dijaga
dengan resistensi termoelektrikal atau dengan insulasi termal.
Subrata, et. al. (2001) juga menyatakan bahwa sistem resirkulasi tertutup
merupakan suatu teknologi tinggi yang diterapkan pada akuakultur. Sistem ini
melibatkan proses pengendapan, aerasi, filtrasi biologi, dan pemanenan unsur
hara oleh tanaman akustik. bak pemeliharaan ikan, bak pengendapan. bak

10

aerasi, dan bak biofilter serta bak tanaman. Sistem resirkulasi ini pemah dicoba
untuk pembenihan ikan patin. Sistem sirkulasi tertutup juga pernah digunakan
untuk budidaya ikan Penaeus monodon. Sistem yang dikembangkan terdiri dari:
tangki pemeliharaan ikan, tangki pemisah lamela, tangki aerasi dan biofilter.
Densitas ikan yang diujikan adalah 40. 80, 160 ekor/m2 selama 8 minggu. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan ikan secara
berurutan adalah: 0.28, 0.23, dan 0.17 gram/hari dengan persentase hidup
secara berurutan: 89%, 76%, dan 60%.

Gambar 3. Sistem sirkulasi air tertutup untuk pembenihan ikan patin.
Contoh sistem resirkulasi sederhana menurut Slembrouck, et. al. (2005)
untuk pengembangan tahap menengah dalam produksi benih ikan, membantu
mempromosikan produksi ikan pada skala rumah tangga dan daerah perkotaan.
“Industri rumah tangga” ini bisa berjalan dengan peralatan yang harganya murah
yang tersedia di mana-mana di Indonesia, mudah dan cepat untuk dipasang di
ruangan dalam rumah. Unit ini dirancang untuk memelihara sejumlah larva
maksimal 5000 ekor per tangki selama kurun waktu 3 minggu, sampai ikan
mencapai panjang tubuh sekitar 1 inci.

11

Gambar 3. Tampak depan dan sirkulasi air (arah panah) dari sistim air resirkulasi
(jenis industri skala rumah tangga) yang diusulkan oleh “Catfish Asia Project”.
Nomor-nomor dalam gambar menunjukkan unsur-unsur dan langkah-langkah
fungsional berikut:
1.

Tempat penampungan air kapasitas 30 liter, air bersih didistribusikan
secara gravitasi ke tangki-tangki pemeliharaan dan kembali ke filtrasi
biologi melalui pipa A. Pipa ini “kembali” digunakan untuk mengontrol
ketinggian air dan pemberian oksigen.

2 & 3. Kedua tangki pemeliharaan yang terbuat dari papan kayu dengan dilapisi
plastik timah dan karpet. Setiap tangki memiliki kapasitas air 250 liter dan
dirancang untuk menampung larva maksimum 5000 ekor, kepadatan
pemeliharaan maksimal 20 larva per liter. Dengan bantuan kran, aliran air
bisa diatur sampai 750 liter per jam yang memungkinkan 3 kali
penggantian volume air per jam. Tingkat ketinggian air dipertahankan
melalui pipa pembuangan (pipa B) pengeluaran air ditutup dengan jaring
nyamuk untuk mencegah hanyutnya larva dari tangki pembesaran.
4.

Dengan bantuan pipa B, pipa pembuangan air (termasuk kelebihan pakan
dan kotoran) dibersihkan dengan memanfaatkan gaya tarik (gravitasi) ke
filtrasi mekanik yang terbuat dari bantalan karet busa dalam ember
plastik.

12

5 & 6. Pembuangan air dari pipa A dan B mencapai filtrasi biologi dengan
pengeluaran air yang stabil. Menjaga arus air supaya konstan dalam filter
meningkatkan kapasitas pengobatan secara biologis. Sekat-sekat atau
ruang yang dibuat dalam filter guna untuk meningkatkan waktu selama air
berhubungan dengan penopang filtrasi biologi. Keempat ruangan mulai
dari awal tersebut (5) diisi dengan ijuk (Kakaban) sebagai penopang
filtrasi biologi dan ruangan yang ke lima (6) dengan diisi bantalan karet
busa untuk menyaring kebersihan dari ijuk.
7. Setelah filtrasi biologi, kualitas air menjadi bersih dan bisa dipompa
kembali ke tempat penampungan air serta didistribusikan ke dalam tangki
pemeliharaan. Ketinggian air dalam ruang pompa harus mencukupi untuk
mencegah pengosongan pompa. Ruang pompa juga digunakan untuk
mengisi kembali sistem air bersih dan juga sebagai pengontrol ketinggian
air.

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik,
kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak
ke bawah.
2. Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara –
muara sungai serta danau. Ikan patin termasuk ikan yang beraktifitas
pada malam hari atau nocturnal.
3. Ikan patin mempunyai sifat yang termasuk omnivora atau golongan ikan
pemakan segala, tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa ikan ini
cenderung menjadi karnivora (pemakan daging).
4. Kegiatan dalam pembesaran ikan patin biasanya meliputi hal-hal berikut:
1. Persiapan media pembesaran yang akan digunakan.
2. Penebaran benih.
3. Pemberian makan.
4. Perawatan ikan agar terhindar dari hama dan penyakit ikan.
5. Pemanenan.
Karakteristik tempat pemeliharaan yang digunakan untuk budidaya P.
djambal dan kisaran variasi faktor lingkungan yang diamati selama masa
pembesaran adalah sebagai berikut:
1. Kolam

14

2. Keramba Jaring Apung

3. Pemberian Pakan

5. Pertumbuhan ikan patin dipengaruhi oleh dua faktor. yaitu faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam meliputi sifat genetis.
6. Sistem resirkulasi air merupakan kegiatan pembesaran larva dalam air
yang mengalir, menyerupai sistem air terbuka. Enam unsur utama sistem
air resirkulasi, yaitu: pompa, filtrasi mekanik, filtrasi biologi atau unit
nitrifikasi, pasokan oksigen, pengendalian pathogen, dan pengaturan
suhu.
3.2 Saran
Disarankan bagi pembaca, khusunya mahasiswa agar mencari lebih
banyak lagi ilmu mengenai sistem resirkulasi pada ikan patin. Juga dapat
mengembangkanya dalam kuliah ataupun di lingkungan.

15

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2013. Kombinasi Variasi Tepung Cacing Sutra (Tubifex sp.) dan

Tepung Tapioka pada Konsentrasi 75 % untuk Mensubstitusi Pakan
Komersial akan Menghasilkan Pertumbuhan yang Optimal pada Ikan
Patin (Pangasius hypophtalmus). UAJY.
Bank Indonesia. 2010. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Pembenihan Ikan
Patin. Jakarta.
Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Pengolahan Ikan Patin
(Pangasius sp.). Jakarta.
Ramadhan, M.A.; Alfiansyah A.C.; M. Sungging P.; Husay J.P.; dan M. Yusuf

A. 2010. Teknik Pembesaran Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
dengan Sistem Resirkulasi Tertutup. Usulan Program Kreativitas
Mahasiswa Universitas Airlangga: Surabaya.
Slembrouck, J.; Oman K.; Maskur; dan Marc L. 2005. Petunjuk Teknis
Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. IRD-BRKP:
Jakarta.
Subrata, D.M.; Budi I.S.; Lenny S.; dan Aryanto. 2001. Sistem resirkulasi air

tertutup untuk pembenihan ikan patin (Pangasius sp.) (bagian 1):
Pengendalian suhu air dengan pengendali mikrokontroller. Buletin
Keteknikan Pertanian Vol. 15, No. 3.
Yuliartati, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit pada Ikan Patin (Pangasius
djambal) pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. Skripsi
Universitas Hasanuddin: Makassar.

16