BAB 1 0 PROPOSAL SKRIPSI

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dokter gigi yang sehat merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam
kesuksesan praktek dokter gigi. Meskipun 88% dokter gigi telah melaporkan kesehatannya
(Kupcinskas & Petrauskas, 2003), beberapa studi menunjukkan bahwa satu dari sepuluh
laporan dokter gigi memiliki kesehatan umum yang buruk dan tiga dari sepuluh dokter gigi
melaporkan memiliki kondisi fisik yang buruk (Gorter et al, 2000).
Dalam bidang ergonomi yang diterapkan di dalam kedokteran gigi adalah posisi kerja dari
dokter gigi. Perhatian khusus tentang posisi kerja dijelaskan oleh fakta yang diakui secara
luas dan diterima bahwa postur operator adalah kunci mencegah gangguan muskuloskeletal.
Masalah gangguan muskuloskeletal dapat dihindari dengan meningkatkan kesadaran postur
yang digunakan selama bekerja, mendesain ulang ruang kerja untuk membuat posisi netral,
meneliti dampak instrumen yang digunakan pada nyeri ekstremitas atas, dan mengikuti
praktik kerja yang sehat untuk mengurangi stres kerja gigi pada tubuh praktisi (Jabbar, 2008).
Baru-baru ini, "Ergonomi" telah menjadi istilah populer. Istilah ini telah digunakan oleh
sebagian besar profesi dokter gigi. Ergonomi adalah disiplin yang mempelajari pekerja dan
hubungan mereka dengan lingkungan kerja mereka. Ini mencakup banyak berbeda konsepkonsep seperti, bagaimana dokter gigi memposisikan diri dan pasien mereka, bagaimana
mereka menggunakan peralatan, bagaimana wilayah kerja dirancang dan bagaimana semua
dampak ini terhadap kesehatan (Russell, 1973).
Dalam bahasa Yunani, "Ergo," berarti bekerja dan, "Nomos," berarti hukum-hukum alam

atau sistem. Ergonomi, oleh karena itu, merupakan ilmu terapan berkaitan dengan merancang
produk dan prosedur untuk efisiensi dan keamanan maksimum. Ini juga merupakan studi
tentang hubungan antara personil, peralatan dan lingkungan di area kerja. Desain ergonomis

1

2
yang tepat diperlukan untuk mencegah cedera akibat regangan berulang, yang dapat
berkembang dari waktu ke waktu dan dapat menyebabkan cacat jangka panjang. Ergonomi
berkaitan dengan efisiensi orang di lingkungan kerja mereka. Ini memperhitungkan
kemampuan pekerja dan keterbatasan untuk memastikan bahwa tugas-tugas, peralatan,
informasi dan setelan lingkungan masing-masing pekerja (Kahri, 2005).

Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha
preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan
oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Suma’mur,
1996). Dengan kesehatan yang baik manusia mampu bekerja dan berprestasi, bagi
tenaga kerja kesehatan merupakan modal utama untuk dapat bekerja dengan baik dan
salah satu upaya untuk mencapai kesehatan tenaga kerja adalah dengan menerapkan

ergonomi di lingkungan kerja (Wignjosoebroto, 2000).
Ergonomi juga mempelajari interaksi antara manusia dengan obyek yang
digunakannnya dan terhadap lingkungan tempat manusia bekerja. Penerapan
ergonomi yang benar ditempat kerja bertujuan agar pekerja selalu dalam keadaan
sehat, aman, nyaman, produktif dan sejahtera. Sebaliknya apabila penerapan
ergonomi dilakukan dengan tidak benar dan tidak sesuai dengan aspek didalam
ergonomi malah berakibat timbulnya keluhan dan penyakit kerja akibat pekerjaannya
(Santoso, 2004).
Dengan melakukan sikap kerja yang baik maka pekerja telah menerapkan
ergonomi. Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan
salah satunya adalah faktor sikap tubuh dalam bekerja, yaitu semua sikap tubuh yang
tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi

3

jangkauan tangan harus dihindarkan (Anonim, 2010).
Sikap kerja dibutuhkan dalam beberapa jenis pekerjaan tertentu yang kadangkadang cenderung untuk tidak mengenakkan, kondisi kerja seperti ini memaksa
pekerja selalu berada pada sikap kerja yang “aneh” dan kadang-kadang juga harus
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan
pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau mengalami keluhan kesehatan

(Anonim, 2010). Misalnya bekerja dengan sikap punggung yang selalu membungkuk
akan menimbulkan keluhan sakit pada otot punggung (Notoadmojo, 1997).
Kesehatan muskuloskeletal pada dokter gigi telah menjadi subyek dari banyak penelitian
di seluruh dunia, dan fokus mereka adalah sakit yang telah dialami oleh praktisi. Karena area
kerja mereka sempit, perawatan gigi yang dilakukan dalam posisi pekerjaan yang sangat
fleksibel. Studi menunjukkan bahwa punggung, leher dan bahu atau lengan nyeri timbul
sampai dengan 81% dari operator (Abramson et al, 1998).
Sakit punggung merupakan keluhan yang paling umum diikuti oleh sakit leher dan nyeri
bahu, meskipun biasanya dengan intensitas ringan. Kebanyakan dokter gigi saat ini bekerja
pada posisi duduk dan mengobati pasien dalam posisi terlentang. Sedang duduk membuat
sedikit perbedaan dalam seberapa sering nyeri yang dirasakan operator. Bila para operator
duduk, nyeri terjadi tidak hanya di belakang mereka, tetapi juga di leher, bahu dan lengan.
Sementara sesekali sakit punggung atau leher sakit bukanlah alasan untuk alarm, jika rutin
terjadi rasa sakit atau ketidaknyamanan diabaikan, kerusakan fisiologis kumulatif dapat
menyebabkan cedera atau karier berakhir kecacatan (Valachi & Valachi, 2003).Para pakar
fisiologi kerja dalam beberapa penelitian menemukan bahwa posisi kerja janggal (sikap statis
dalam waktu lama, gerakan memutar atau menunduk yang berulang), bekerja dengan
menggunakan kekuatan yang berlebihan, gerakan yang berulang (repetitive), pengangkatan

4

secara manual, bekerja dengan gerakan yang cepat, getaran pada seluruh tubuh, dan lain
sebagainya merupakan pemicu terjadinya gangguan otot rangka (musculoskelatal).
Protect & Gamble pada tahun 1995 mengatakan bahwa, ada hubungan antara pekerjaan,
cara, sikap dan posisi kerja, desain alat dan fasilitas kerja, tata letak sarana kerja, atau
kombinasi semuanya dengan terjadinya Muscoleskeletal disoders (MSDs), seperti low back
pain, neck syndrome, shoulder arm syndrome, tendonitis, tenosynovitis, carpal tunnel
syndrome, myalgia, raynaund’s syndrome, sprain atau strain injury, hernia nuclues pilposus,
dan degenarative musculoskeletal.
Berdasarkan data dari Bureau of Labour Statistic (BLS), kejadian MSDs merupakan
suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, sekitar 60% terjadi pada perusahaan
manufacturing dan manual handling dan 40% terjadi karena faktor resiko di tempat kerja.
Gangguan muskuloskeletal sering terjadi pada praktisi kesehatan. Hal ini terjadi akibat
posisi tubuh sewaktu bekerja kurang ergonomis dan terjadi dalam waktu yang lama serta
berulang-ulang. Di antara praktisi kesehatan yang rentan dalam menghadapi adanya ancaman
gangguan muskuloskeletal adalah dokter gigi (Andayasari, 2012). Literatur menunjukkan
tingginya prevalensi gangguan muskuloskeletal pada dokter gigi. Dokter gigi di asumsikan
memiliki gerakan yang statik saat bekerja dan membutuhkan lebih dari 50% otot tubuhnya
untuk berkontraksi. Sehingga prevalensi gangguan muskuloskeletal pada dokter gigi berkisar
antara 63—93% (Rabiei, 2012).
Prevalensi gangguan muskuloskeletal pada dokter gigi di Saudi Arabia 82,9 %

(Abduljabbar, 2000). Studi prevalensi yang laporkan di Australia mencapai 87,2% (Leggat,
2006), India 78%, Lithuania 86,5%, Turki mencapai 94% (Muralidhalan, 2013). Dari datadata tersebut terlihat tingginya prevalensi gangguan muskuloskeletal pada dokter gigi di
negara-negara lain. Di Indonesia tidak diketahui angka kejadiannya karena belum terdapat

5
data tentang prevalensi gangguan muskuloskeletal pada dokter gigi, terutama di kota
Surabaya.
Oleh karena itu dengan memperhatikan posis kerja yang sesuai ergonomic akan dapat
meminimalkan gangguan musculoskeletal. Pada akhirnya perbaikan-perbaikan tersebut dapat
menghasilkan health and performance yang baik terhadap dokter gigi.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran posisi kerja duduk dokter gigi di puskesmas Surabaya
Selatan saat melakukan penambalan gigi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran posisi kerja duduk pada profesi dokter gigi di puskesmas
Surabaya Selatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.


Mengidentifikasi posisi kerja duduk saat melakukan penambalan gigi pada

profesi dokter gigi di Puskesmas Surabaya Selatan.
b. Mengetahui prevalensi posisi kerja duduk saat melakukan penambalan gigi pada
profesi dokter gigi di Surabaya Selatan yang sesuai aspek ergonomi dan yang tidak
sesuai aspek ergonomi.
c. Mengetahui gambaran posisi kerja duduk saat melakukan penambalan gigi pada
profesi dokter gigi puskesmas di Surabaya Selatan ditinjau dari konsep 4-Handed
Dentistry.
d. Mengetahui gambaran posisi kerja duduk saat melakukan penambalan gigi pada
profesi dokter gigi puskesmas di Surabaya Selatan ditinjau dari operating stool yang

6

digunakan.
e. Mengetahui gambaran posisi kerja duduk saat melakukan penambalan gigi pada
profesi dokter gigi puskesmas di Surabaya Selatan ditinjau dari postur duduk
operator.
f. Mengetahui gambaran posisi kerja duduk saat melakukan penambalan gigi pada

profesi dokter gigi puskesmas di Surabaya Selatan ditinjau dari posisi dental light.
g. Mengetahui frekuensi gangguan muskuloskletal pada profesi dokter gigi
puskesmas di Surabaya Selatan
h. Mengetahui intensitas gangguan muskuoskeletal pada profesi dokter gigi
puskesmas di Surabaya Selatan.
i. Mengetahui jenis gangguan musculoskeletal terhadap gangguan pekerjaan dokter
gigi pada profesi dokter gigi puskesmas di Surabaya Selatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pelayanan
a.

Diharapkan

sebagai

bahan

masukan

bagi


Puskesmas

untuk

mengetahui apa saja resiko pada pekerjaan yang terjadi pada dokter gigi.
b.

Diharapkan

sebagai

bahan

masukan

bagi

Puskesmas


untuk

menerapkan atau mengambil tindakan pengendalian terhadap potensi
bahaya dan resiko yang ada di tempat kerja.
c.

Diharapkan

menjadi

bahan

evaluasi

bagi

Puskesmas

untuk


melakukan perbaikan – perbaikan dalam sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerjanya demi meningkatkan produktifitas Puskesmas.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan bermanfaat sebagai masukan, sehingga dapat memberikan informasi
tambahan bagi ergonomi.

7

3. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman praktis
mengenai tingkat resiko ergonomi akibat posisi kerja pada dokter gigi.