Hubungan Internasional di Timur Tengah

HI Timteng (1)
Definisi Timteng
Timur Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis dan budaya merupakan
bagian dari benua Asia, atau Afrika-Eurasia. Pusat dari wilayah ini adalah daratan di
antara Laut Mediterania dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia,
Jazirah Arab dan Semenanjung Sinai. Kadangkala disebutkan juga area tersebut meliputi
wilayah dari Afrika Utara di sebelah barat sampai dengan Pakistan di sebelah timur dan
Kaukasus dan/ atau Asia Tengah di sebelah utara. Media dan beberapa organisasi
internasional (seperti PBB) umumnya menganggap wilayah Timur Tengah adalah
wilayah Asia Barat Daya (termasuk Siprus dan Iran) ditambah dengan Mesir.
Wilayah tersebut mencakup beberapa kelompok suku dan budaya termasuk suku
Iran, suku Arab, suku Yunani, suku Yahudi, suku Berber, suku Assyria, suku Kurdi dan
suku Turki. Bahasa utama yaitu: bahasa Persia, bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa
Assyria, bahasa Kurdi dan bahasa Turki.
Kebanyakan sastra barat mendefinisikan "Timur Tengah" sebagai negara-negara
di Asia Barat Daya, dari Iran (Persia) ke Mesir. Mesir dengan semenanjung Sinainya
yang berada di Asia umumnya dianggap sebagai bagian dari Timur Tengah, walaupun
sebagian besar wilayah negara itu secara geografi berada di Afrika Utara.
Sejak pertengahan abad ke-20, Timur Tengah telah menjadi pusat terjadinya
peristiwa-peristiwa dunia, dan menjadi wilayah yang sangat sensitif, baik dari segi
kestrategisan lokasi, politik, ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Timur Tengah

mempunyai cadangan minyak mentah dalam jumlah besar dan merupakan tempat
kelahiran dan pusat spiritual agama Yahudi, Kristen dan Islam.
* Batas
Istilah “Timur Tengah” mengarah kepada wilayah budaya, jadi tidak memiliki
batas tertentu. Definisi yang umum dipakai yaitu wilayah yang terdiri dari: Bahrain,
Siprus, Mesir, Turki, Iran (Persia), Irak, Palestina, Yordania, Kuwait, Lebanon, Oman,
Qatar, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab, Yaman dan Palestina.
Iran merupakan batas yang paling timur, terkadang dengan memasukkan
Afganistan dan Pakistan barat karena kedekatannya (secara suku dan agama) dengan
kelompok mayoritas dari masyarakat Iran. Juga karena keterkaitan sejarah karena pernah

1

menjadi bagian dari kerajaan yang wilayahnya mencakup daerah-daerah tersebut.
Afganistan, Tajikistan dan Pakistan barat memiliki hubungan budaya, bahasa dan sejarah
dengan Iran. Sementara hubungan antara Iran dengan negara-negara Arab karena adanya
hubungan agama dan kedekatan secara geografi.
Umumnya yang disebut Timur Tengah secara harfiah adalah daerah-daerah negara
berikut:
 Suriah

 Lebanon
 Palestina
 Mesir
 Arab Saudi
 Yaman
 Oman
 Uni Emirat Arab
 Bahrain
 Qatar
 Irak
 Kuwait
Lalu negara-negara Afrika Utara juga diikutsertakan:
 Maroko
 Aljazair
 Libya
 Tunisia
 Mauritania
 Sahara Barat
 Sudan
 Ethiopia

 Eritrea
 Djibouti
Selain itu kadangkala negara-negara berikut juga diikutsertakan:
2

 Iran
 Pakistan
 Turki
* Erosentrisme
Beberapa telah mengkritik istilah “Timur Tengah” karena ke Erosentrismeannya.
Wilayah ini terletak di timur Eropa Barat. Bagi India, dia terletak di barat; bagi Rusia dia
terletak di selatan. Penggunaan kata “Tengah” juga telah menyebabkan kebingungan bagi
sebagian orang. Sebelum Perang Dunia I, “Timur Dekat” digunakan Inggris untuk
menunjuk ke daerah Balkan dan Kerajaan Ottoman, sedangkan “Timur Tengah” untuk
Persia, Afganistan, dan Asia Tengah, Turki, dan Kaukasus. Sedangkan “Timur Jauh”
menunjuk ke negara-negara “Asia Timur”, seperti Cina, Jepang, Hong Kong, dll.
Dengan hilangnya Kerajaan Ottoman pada 1918, “Timur Dekat” hampir hilang
dalam penggunaan umum, sedangkan “Timur Tengah” digunakan untuk menunjuk ke
negara-negara Islam. Namun penggunaan “Timur Dekat” tetap digunakan oleh beberapa
disiplin akademi, termasuk arkeologi dan sejarah kuno.

Kritikan Erosentrisme juga berhubungan dengan fakta bahwa Timur dan Barat
didefinisikan dalam hubungannya dengan garis lintang relatif terhadap Meridian Utama
atau Meridian Greenwich. Ini dikarenakan standar kartografi Britania yang diterima luas
pada 1884 dalam Konferensi Meridian Internasional.
* Definisi Hubungan Internasional Mengenai Timteng
Timur Tengah adalah suatu wilayah yang tidak asing lagi bagi sebagian
masyarakat Inonesia. Nama Timur Tengah diidentikkan dengan Arab dan seringkali Arab
disamakan dengan Islam.
Dengan pengertian semacam ini, masyarakat Indonesia yang mayoritas penganut
Islam banyak beranggapan bahwa apapun yang terjadi di Timur Tengah akan
berhubungan erat dengan umat Islam. Itu berarti juga dianggap merupakan consern
masyarakat Indonesia.
Defenisi tentang apa atau dimana wilayah Timur Tengah itu, hingga kini belum
ada kesepakatan diantara para ahli. Pendapat pertama menyebutkan, bahwa wilayah
Timur Tengah adalah negara-negara Arab non-Afrika ditambah Iran dan Israel. Dengan
defenisi ini, negara-negara Arab yang terletak di Afrika Utara, seperti Mesir, Libya,

3

Maroko dan Al-Jazair tidak dapat dimasukkan dalam kategori wilayah Timur Tengah.

Pemahaman seperti ini misalnya dianut oleh David E. Long dan Bernard Reich.
Pendapat kedua mengartikan Timur Tengah sebagai negara-negara yang
tergabung dalam Liga Arab ditambah Iran, Israel dan Turki. Pandangan ini antara lain
dianut oleh Roy R. Anderson, Robert F. Seibert, Jon G. Wagner, dan Robert O.
Freddman.
Sedangkan pandangan ketiga adalah yang memasukkan negara-negara seperti
Afganistan, Pakistan, bahkan negara-negara Asia Tengah bekas Uni Soviet, ke dalam
wilayah Timur Tengah. Hal ini terlihat antara lain pada majalah The Middle East (terbitan
Inggris) dan The Middle East Journal (terbitan Amerika Serikat).
Dengan definisi seperti ini, maka akan dapat diphami betapa beragamnya negaranegara yang termasuk dalam wilayah Timur Tengah. Dilihat dari letak geografis: ada
yang di Asia Barat, Afrika Utara, dan ada yang di Eropa.
Dari segi etnis: ada Arab, Persia, Yahudi, dan Turki. Agama yang dianut oleh
masyarakat di Timur Tengah juga beragam: Islam, Kristen, dan Yahudi. Ekonomi mereka
berbeda: ada yang kaya, setengah kaya, dan bahkan ada yang miskin. Bentuk negara dan
orientasi politik mereka bermacam-macam pula.
Keberagaman ini tentunya akan sangat menarik perhatian para pemerhati wilayah
itu. Mereka tidak akan terpuaskan bila hanya memahami sebagian perilaku masyarakat
Timur Tengah. Kawasan itu memang tidak akan pernah kering dari berbagai macam
persoalan yang perlu digali, diolah, disajikan, dan didiskusikan.


4

HI Timteng (2)
Liga Arab
* Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini tidak ada satu negara pun di dunia yang
dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari suatu
negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi dari
suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah negaranegara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka.
Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang di dunia, mulai dari
organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai ke lingkup yang lebih luas
yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan. Salah satunya adalah League of Arab
States atau Liga Arab.
Semenjak maraknya aksi terorisme di tahun 2001 dan melambungnya harga
minyak dunia, fungsi dan ekistensi Liga Arab juga semakin besar. Liga Arab bukan saja
berperan sebagai media bersatunya negara-negara Arab namun sekarang juga dapat
berperan sebagai organisasi advokasi yang membela kepentingan negara-negara Timur
Tengah dalam himpitan hegemoni negara Barat. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa Liga
Arab kini adalah salah satu organisasi internasional yang kembali bersinar setelah sekian
lama dianggap tidak mempunyai peran yang signifikan terhadap kemajuan kawasan

Timur Tengah.
* Status Hukum
1. Sejarah
Pembentukan sebuah organisasi tidak terlepas dari sejarah panjang yang
mendasari pembentukannya. Sejarah Liga Arab dimulai ketika Kerajaan Inggris Raya
menyadari pentingnya persatuan diantara negara-negara Arab (Pan Arabia) di awal abad
ke-20. Kerajaan Inggris jugalah yang mendorong dan menjamin kerjasama diantara
negara-negara Arab, yang sebenarnya tujuan utamanya ialah untuk memimpin
pemberontakan meraka melawan Kekaisaraan Ottoman Turki selama Perang Dunia I.
Inggris menjanjikan untuk membantu Arab membangun sebuah persatuan Kerajaan Arab
dibawah kekuasaan Sherif Hussein di Mekah yang kekuasaannya akan menjangkau
seluruh dunia Arab (sekarang lebih dikenal sebagai Jazirah Arab, Irak, Suriah, Libanon,

5

Palestina, Israel dan Yordania). Setelah memenangkan peperangan, Inggris mengkhianati
Sharif Hussein dan selanjutnya membagi wilayah Arab menjadi negara-negara bagian
kecil dan menerapkan kebijakan “Devide and Rule”.
Ketika meletus Perang Dunia II, Inggris sekali lagi membutuhkan bantuan Arab
dan menyebarkan paham Arabisme dengan janji akan membentuk formasi awal Liga

Arab. Akan tetapi, kebanyakan intelektual Arab percaya bahwa sebenarnya Inggris tidak
ingin membentuk Liga Arab demi persatuan Arab, sebaliknya ingin menggunakan
organisasi tersebut untuk mencegah persatuan negara-negara Timur Tengah.
Melihat kenyataan itu, pemerintah Mesir mengajukan sebuah proposal untuk
pembentukan sebuah organisasi yang nyata pada tahun 1943. Mesir dan beberapa negara
Arab lainnya sebenarnya ingin sebuah kerjasama yang lebih erat tanpa kehilangan
kedaulatan negaranya. Perjanjian asli dari Liga Arab adalah membentuk sebuah
organisasi regional yang terdiri dari negara-negara yang berdaulat, tanpa memperdulikan
bentuk negara tersebut yaitu negara persatuan atau negara federal. Diantara tujuan-tujuan
Liga adalah memperjuangkan kemerdekaan penuh untuk semua negara-negara Arab dan
untuk mencegah kaum Yahudi di Palestina.
2. Status Hukum
Liga Arab atau Negara-Negara Arab adalah sebuah organisasi yang terdiri dari
negara-negara Arab. Organisasi ini didirikan pada 22 Maret 1945 oleh tujuh negara.
Piagamnya menyatakan bahwa Liga Arab bertugas mengkoordinasikan kegiatan
ekonomi,

termasuk

hubungan


niaga;

komunikasi;

kegiatan

kebudayaan;

kewarganegaraan, paspor, dan visa; kegiatan sosial; dan kegiatan kesehatan.
Pembentukan Liga Arab didasarkan pada Pact of The League of Arab States pada
tanggal 22 Maret 1945. Pakta inilah yang kemudian menjadi sebuah konstitusi dasar bagi
organisasi Liga Arab. Negara-negara anggota pertama yang juga sebagai penandatangan
Pakta Liga Arab 1945 adalah Mesir, Irak, Transjordan (tahun 1946 berubah menjadi
Yordania), Lebanon, Arab Saudi dan Suriah. Liga Arab kemudian berkedudukan tetap di
Kairo, Mesir.
Bergabungnya sebuah negara Arab dalam organisasi Liga Arab turut juga
mempengaruhi status hukum dari negara tersebut atau dengan kata lain bahwa jika suatu
negara telah mengikatkan diri ke dalam organisasi maka negara tersebut memiliki


6

kewajiban untuk mematuhi segala peraturan yang tertuang dalam konstitusi dasar Liga
Arab, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Pact of The League of Arab States 1945,
”Every independent Arab State shall have the right to adhere to the League. Should it
desire to adhere, it shall present an application to this effect which shall be filed with the
permanent General Secretariat and submitted to the Council at its first meeting following
the presentation of the application.”
3. Fungsi dam Tujuan
Berdasarkan Pasal 2 Pact of The League of Arab States, fungsi dan tujuan utama
Liga Arab adalah:
“Menjaga hubungan baik diantara negara-negara Arab dan mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan politik negara anggota, melindungi kemerdekaan dan kedaulatan
negara, dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan Arab.”
Disamping itu Liga Arab terlibat didalam politik, ekonomi, kebudayaan dan
bidang-bidang sosial dengan tujuan untuk mengembangkan kesejahteraan negara-negara
anggota. Liga Arab juga telah berperan ganda sebagai sebuah forum bagi negara-negara
anggota untuk menyeimbangkan kedudukan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat
negara-negara dan tempat penyelesaian perselisihan internal anggota seperti Perang
Saudara di Lebanon tahun 1958.

Seiring perkembangan zaman Liga Arab dijadikan media bagi penyusunan hampir
semua dokumen-dokumen penting Arab yang mendukung integritas ekonomi diantara
negara anggota, yaitu pembentukan Perjanjian Pelaksanaan Kerjasama Ekonomi Arab
(Joint Arab Economic Action Charter). Salah satu hal yang agak unik dan berbeda
dibandingakan dengan organisasi internasional sejenis adalah Liga Arab juga mempunyai
peranan dalam pembuatan kurikulum sekolah dan pelestarian sejarah kebudayaan Arab.
* Didalam bidang hukum tujuan dan fungsi Liga Arab adalah
a. Pelaksanaan keputusan pengadilan di antara negara-negara anggota.
b. Masalah ekstradisi
c. Masalah nasionalitas warga negara.
4. Kekuasaan Organisasi
Liga Arab mempunyai kekuasaan yang diatur dalam konstitusi yaitu kekuasaan
tidak tak terbatas. Kekuasaan ini diberikan kepada sebuah badan yang bernama Council.

7

Keanggotaan Council terdiri dari semua negara-negara yang tergabung di dalam Liga
Arab dan setiap negara mempunyai 1 hak suara. Menurut Pasal VII semua peraturan
dasar dan keputusan-keputusan yang dibuat harus didasarkan oleh suara mayoritas negara
anggota dan bersifat mengikat bagi negara anggota untuk melaksanakan keputusankeputusan tersebut sesuai dengan konstitusi mereka. Secara umum, tugas utama Council
adalah untuk melaksanakan tujuan-tujuan Liga dan mengawasi semua pelaksanaan
perjanjian yang telah dibuat oleh negara-negara dan juga oleh Liga itu sendiri.
Lebih lanjut, Pasal XI menyatakan bahwa Council setidaknya harus bersidang
sebanyak 2 kali tiap tahun akan tetapi ada ketentuan untuk menyelenggarakan sidangsidang luar biasa atas permintaan dari sedikitnya dua anggota.
* Keanggotaan Organisasi
1. Keanggotaan
Ketika pertama kali didirikan, yaitu pada waktu penandatangan Pact of The
League of Arab States 1945 keanggotaan organisasi ini hanya terdiri dari 7 negara saja
yakni, Mesir, Irak, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yordania dan Yaman. Kemudian
berturut-turut negara yang bergabung adalah:
1. Algeria (1962)
2. Bahrain (1971)
3. Comoros (1993)
4. Djibouti (1977)
5. Kuwait (1961)
6. Libya (1953)
7. Mauritania (1973)
8. Maroko (1958)
9. Oman (1971)
10. Qatar (1971)
11. Somalia (1974)
12. Yaman Selatan (1967)
13. Sudan (1956)
14. Tunisia (1958)
15. Uni Emirate Arab (1971)

8

Salah satu pengecualian adalah ketika pada tahun 1976, organisasi Pembebasan
Palestina atau PLO (Palestine Liberation Organisation) diterima menjadi anggota Liga
Arab yang ke-16, padahal PLO bukan sebuah negara yang berdaulat akan tetapi
merupakan sebuah bentuk organisasi internal Palestina. Penunjukan ini didasarkan atas
semangat kebersamaan negara-negara Arab terhadap agresi militer Israel ke tanah
Palestina, namun sekarang posisi PLO telah digantikan oleh Palestina.
Kemudian pada tahun 1979, keanggotaan Mesir dalam Liga Arab dicabut karena
Mesir terbukti menandatangani Perjanjian Damai dengan Israel. Dan kantor pusat Liga
Arab yang sebelumnya berkedudukan di Kairo, Mesir dipindahkan ke Tunis, Tunisia.
Akhirnya delapan tahun kemudian, yakni tahun 1987 para pemimpin dunia Arab
memutuskan untuk memperbaharui kembali hubungan diplomatik dengan Mesir dan
tahun 1989 Mesir diterima kembali menjadi anggota Liga, disamping itu juga kantor
pusat Liga dikembalikan kembali ke Kairo.
Selain itu, Liga Arab juga memiliki negara pengamat (observer country).
Observer country ini berperan sebagai pihak pengamat atau pemerhati terhadap semua
kegiatan Liga dengan tujuan untuk menjaga independensi Liga. Sebuah observer country
tidak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang dimiliki oleh negara anggota.
Sejauh ini telah ada 3 negara yang sekarang menjadi negara pengamat yaitu Eritrea (sejak
2003), Venezuela (2006) dan India (2007).
Proses penerimaan anggota Liga tertuang pada Pasal I dan terbuka bagi negaranegara Arab yang merdeka yang kemudian “akan mempunyai hak untuk memasuki
Liga.” Namun demikian, keanggotaan dari negara-negara Libya, Sudan, Maroko, Tunisia,
Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, dan Uni Emirat Arab dilakukan dengan permohonan,
dan “penerimaan” atas permohonan itu di lakukan oleh Council, sehingga dalam
prakteknya keanggotaan itu tidak lagi dipandang sebagai suatu hak.
2. Pemberhentian Keanggotaan
Mengenai pengunduran atau pemberhentian diri anggota diatur dalam Pasal XVIII:
1. “If a member state contemplates withdrawal from the League. Shall inform the
Council of its intention one year before such withdrawal is to go into effect.”

9

2. “The Council of the League may consider any state which fails to fulfill its
obligations under the Charter as separated from the League, this to go into effect
upon a unanimous decision of the states, not counting the state concerned.”
Dengan demikian, jika suatu negara bermaksud untuk mengundurkan diri dari Liga,
harus memberitahukan kepada Council satu tahun sebelum pengunduran diri tersebut
diambil. Dan Council mempunyai wewenang untuk memberhentikan suatu negara
anggota jika dianggap bahwa negara tersebut gagal menjalankan kewajibankewajibannya yang dinyatakan dalam Pakta Liga.
3. Hak-hak Negara Anggota
Menurut Pasal VI tiap anggota memiliki hak untuk meminta sidang Council
dengan segera dalam peristiwa agresi, baik agresi yang dilakukan oleh anggota Liga lain
atau oleh negara luar. Council, dengan suara bulat (kecuali negara agresor) selanjutnya
dapat memutuskan tentang tindakan-tindakan untuk memeriksa agresi itu. Fungsi
pertahanan keamanan kolektif ini lebih lanjut dirinci dalam pakta keamanan kolektif
sendiri, berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB dan dengan pandangan bahwa suatu tindakan
agresi terhadap satu anggota Liga dianggap sebagai agresi terhadap semua anggota. Pakta
ini berlaku mulai tanggal 23 Agustus 1952, dan dibentuk Permanent Joint Defence
Council serta Permanent Military Commision. Dalam peristiwa agresi Inggris-Perancis
terhadap Mesir tahun 1956, yang melibatkan pendaratan pasukan-pasukan di Terusan
Suez, perangkat kerjasama keamanan kolektif ini tidak berhasil menggalang bantuan
kepada Mesir.
4. Hak-hak Khusus Anggota Liga
Dalam perwakilannya negara-negara anggota menunjuk wakil-wakilnya yang
akan duduk dalam Council. Oleh sebab itu berdasarkan Charter Pasal XIV mengatur,
“Para anggota Council Liga begitu juga dengan anggota Komite-komite dan pegawaipegawai yang berhubungan dengan peraturan administrasi harus dapat menikmati hakhak diplomatik istimewa ketika sedang menjalankan fungsi tugasnya. Dan semua
gedung-gedung yang dimiliki oleh institusi resmi Liga tidak dapat diganggu gugat.”
5. Penyelesian Perselisihan Antar Negara Anggota
Pasal V menyatakan agar negara-negara anggota Liga tidak mengambil jalan
kekerasan untuk menyelesiakan sengketa diantara mereka. Namun jika terjadi

10

perselisihan diantara negara anggota sejauh tidak menyangkut sengketa mengenai
penjajahan suatu negara, kedaulatan dan integritas regional dan jika para pihak telah
melimpahkan wewenang penyelesaiannya kepada Council, maka Council dapat menjadi
pihak penengah yang keputusannya bersifat mutlak dan mengikat para pihak yang
bersengketa. Kemudian apabila para pihak tidak menyetujui keputusan tersebut, Council
harus merumuskan kembali keputusannya dengan jalan mediasi sampai tercipta
keputusan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Proses mediasi dan arbitrase
tersebut harus dilakukan berdasarkan suara mayoritas negara-negara anggota.
Salah satu contoh keputusan penting menyangkut perselisihan negara anggota
Liga adalah ketika Council membentuk Inter-Arab Force tahun 1991 bagi operasi
“pemulihan perdamaian” antara Kuwait dan Irak.
* Kritik Terhadap Liga Arab
Selain telah banyak menuai kesuksesan dalam kurang lebih 62 tahun umur
organisasi ini, tidak sedikit pula kritikan yang dialamatkan kepada Liga Arab. Sebagian
kritikan tersebut masih mengenai keefektifan Liga dalam menangani masalah-masalah
yang muncul diantara negara-negara anggotanya dan kawasan Timur Tengah pada
umumnya. Banyak kalangan menilai bahwa Liga telah gagal berperan aktif dalam
menjembatani perdamaian regional, kasus mengenai Palestina, Lebanon, Iran, Irak, Mesir
merupakan salah satu masalah yang sering muncul dalam 20 tahun belakangan. Dan itu
belum termasuk masalah terorisme dan kekerasan yang semakin bergejolak di kawasan
kaya minyak ini.
Khusus mengenai masalah Israel-Palestina, Liga secara khusus mengeluarkan
sebuah Deklarasi, yaitu Arab League Declaration on the Invasion of Palestine 15 Mei
1948. Dan Deklarasi itu nyatanya belum berhasil menghasilkan sebuah tujuan yaitu
Palestina merdeka, walaupun secara mengejutkan pada tahun 2002 Liga untuk pertama
kalinya menawarkan hubungan damai/ normal dengan Israel dengan persyaratan tertentu,
namun persyaratan tersebut bayak ditolak oleh Israel. Disamping itu untuk meredam
gejolak separatisme dan terorisme Liga telah mengeluarkan Arab Convention for the
Suppression of Terrorism tanggal 22 April 1998. Pada level kepemimpinan, ada rivalitas
antara Mesir dan Irak. Kemudian bentuk negara juga telah banyak membawa dampak
buruk terhadap hubungan negara-negara Monarki Tradisional (Arab Saudi, Yordania, dan

11

Maroko) dengan negara Republik baru (Mesir, Irak, Libya). Dan selama invansi Amerika
Serikat terhadap Irak, tidak semua negara Liga menentang invansi tersebut, bahkan ada
beberapa negara yang membantu Amerika Serikat dengan menjadi pangkalan militernya.
Masalah Isreal, terorisme, Anti-Amerika dan globalisasi tetap menjadi isu yang penting
dan belum terselesaikan bagi eksistensi organisasi ini.

12

HI Timteng (3)
Islam dan Timteng
* Pendahuluan
Perkembangan pemikiran keislaman sepanjang sejarah telah menunjukkan adanya
varian-varian. Varian itu berupa semacam metodologi, kerangka berpikir dan orientasi
yang berbeda-beda antara satu pemikiran dengan pemikiran yang lainnya. Fenomena
seperti ini pada dasarnya sudah muncul sejak zaman Rasul Saw. dan al-Khulafâ alRâsyidûn. Pada masa itu sudah ada kecenderungan pemikiran yang jika dipetakan
memunculkan madrasah hadîst di satu sisi dan madrasah ra’yî pada sisi lain. Tetapi
perbedaan yang tampak saat itu tidak begitu mencolok. Lain halnya mulai masa Dinasti
Ummayah dan Dinasti Abasiyyah, madrasah hadîst dan madrasah ra’yî tampil begitu
mencolok dalam panggung sejarah pemikiran dengan seperangkat metodologi dan
landasan epistemologisnya.
Runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani yang diakibatkan oleh kolonialisme Barat,
telah mempengaruhi perkembangan pemikiran keislaman hingga tampil lebih variatif.
Kolonialisme telah cukup lama mengendalikan sendi-sendi kehidupan di negara-negara
Islam, termasuk denyut kehidupan intelektualisme dunia Islam. Kolonialisme membuat
kondisi umat Islam dilemahkan (mustadh’âf) di sektor pemikiran keislaman, sehingga
yang muncul adalah kebekuan cara berfikir umat dan merajalelanya tradisi taqlid
(meniru). Kondisi ini yang mendorong lahirnya gerakan-gerakan pemikiran baru yang
masing-masing menawarkan diri sebagai gerakan pemikiran alternatif.
Kebekuan pemikiran Islam jika dirunut jauh ke belakang sampai penggalan
sejarah Islam zaman pertengahan di mana pemikiran Islam kritis dan rasional (pasca Ibnu
Rusyd) terasa mati karena pintu ijtihad telah ditutup dan rasionalisme dikunci oleh arus
deras pemikiran konservatif para ulama. Ketika itu, banyak pemikiran filsafat yang
diharamkan atau bahkan sang pemikirnya dijatuhi hukuman mati dan fatwa kafir (takfîr)
karena dianggap filsafat adalah produk bid’ah yang datang bukan dari Islam. Banyak
referensi mencatat bahwa hal demikian terjadi setelah Al-Ghazali (1058-1111 M)
mengugat dan mempertanyakan kaum filosof dalam bukunya, Tahâfut al-Falâsifah
(Kerancuan atas Para Filosof). Ibnu Sina (980-1037 M) dan Al-Farabi (257 H/870 M),

13

adalah dua filosof muslim yang menjadi obyek kritikan keras Al-Ghazali, dan dianggap
banyak melakukan kesalahan dalam logika pemikiran metafisika (ketuhanan).
Gema tertupnya pintu ijtihad tidak menghalangi gelombang kesadaran umat untuk
mendobrak pintu itu dan memunculkan pemikiran-pemikiran alternatif berikutnya. Masih
sejalur dengan tradisi pemikiran di era klasik, perkembangan pemikiran secara dikotomis
menempati aras ahlu al-hadîs dan ahlu ar-ra’yî, walau dalam konteks kekinian dua poros
pemikiran itu telah menurunkan beraneka macam varian baru. Pada dasarnya mereka
ingin tampil sebagai gerakan pemikiran alternatif dalam menghadapi perkembangan
dunia yang kian modern. Tak jarang yang muncul kemudian adalah perdebatan yang
tidak sebatas perang wacana (clash of discourse) tapi juga pergesekan dalam ranah politik
(clash of politic). Sehingga fenomena saling hujat antar sesama pemikir Muslim tidak
bisa dihindari lagi.
Pada klimaksnya, masing-masing kubu yang bertikai itu tak jarang menggunakan
cara-cara kekerasan (radikalisme) sebagai senjata untuk membungkam gerakan lawan.
Sejarah telah mencatat itu, misalnya gerakan radikalisme di Mesir yang dilakukan oleh
kaum fundamentalis, di Al-Jazair dan demikian pula di Turki.
Tulisan ini adalah sebuah upaya pemetaan pemikiran yang berkembang di Timur
Tengah

yang

sekaligus

menganalisis

wacana

yang

diusung,

dalam

rangka

mengetengahkan potret intelektualisme Timur Tengah secara utuh dan obyektif. Peta
sekaligus analisis wacana dalam dataran berikutnya dapat memberi inspirasi untuk
melakukan kritik (naqd) dan sekaligus rekonstruksi (i’âdah buniyat min jadîd) atas
pemikiran yang sudah ada. Dan di sinilah starting poin proyek pengembangan pemikiran
Islam di masa-masa mendatang.
* Batasan Istilah untuk “Pemikiran Islam” dan “Timur Tengah”
Pemikiran Islam adalah hasil dari proses berfikir secara mendalam (filosofis)
dengan menggunakan kerangka berfikir dan metodologi tertentu oleh seorang yang
disebut pemikir Muslim, yang obyek studinya adalah Islam (sebagai sumber
pengetahuan). Mungkin definisi ini terlalu mengesampingkan fakta empirik, bahwa tidak
selamanya pemikiran lahir melalui proses berfikir metodologis yang biasa terjadi dalam
tradisi berfikir irfâni, dengan intuisi (dhauq) sebagai basis metodenya.

14

Sejarah pemikiran adalah sejarah para pemikir, begitu tulis Luthfi Assyaukani,
sejarah kaum elit yang dengan kepandaiannya, mampu mengabstraksikan fenomena
sosial dan gejala lainnya ke dalam bahasa intelektual dan ilmiah.. Istilah “pemikir” itu
sendiri agak kabur, bisa diterapkan kepada siapa saja yang memiliki spesialisasi tertentu.
Ia bisa diterapkan sebagai panggilan lain untuk “intelektual” dan scholar (sarjana), atau
pada konteks yang lebih filosofis kepada filsuf. Dalam bahasa Inggris, kata-kata seperti
philosopher, thinker, scholar dan intellectual merujuk kepada figur terpelajar (learned
man) yang sebenarnya tidak mempunyai batasan yang jelas satu dengan yang lainnya.
Hanya agaknya disepakati bahwa philosopher (karena faktor sejarahnya) adalah istilah
yang paling signifikan untuk mengekspresikan tingkat kejeniusan seseorang.
Gambaran tentang istilah pemikir di atas dimaksudkan untuk memberi acuan dan
batasan tentang pemikir dan pemikiran serta aplikasinya dalam tulisan ini. Dalam peta
dan analisis wacana pemikiran Timur Tengah yang akan terpapar dalam tulisan ini, ada
sekelompok pemikir yang berpengaruh hanya karena tulisan-tulisannya, ada yang
namanya lebih terkenal dari pemikirannya, dan ada pemikir yang hanya terkenal sebatas
di dunia akademis.
Istilah “Timur Tengah” sebagaimana kata Hasan Hanafi, adalah ungkapan bahasa
Inggris (Middle East). Karena, menurut dia, negara-negara Arab adalah “Timur Tengah”
jika dibandingkan dengan Cina atau “Timur Jauh”, dan negara Arab kawasan Barat
(Maghribi, Maroko dan sekitarnya), adalah “Timur Dekat” bagi orang Inggris.
Sebagaimana Indonesia berada di kawasan Asia Tenggara bagi orang Barat dan berada di
kawasan barat daya bagi orang Timur. Jadi Istilah Timur Tengah dalam tulisan ini adalah
nama untuk kawasan negara-negara Arab (Mesir, Arab Saudi, Iraq, Iran dan sekitarnya).
* Tipologi Pemikiran Islam Timur Tengah
Berakhirnya kolonialisme dan imperalisme Barat di negara-negara Islam, telah
mengetuk kesadaran umat akan keterbelakangan, kebodohan, kejumudan dan
ketertindasan. Kesadaran ini lebih terasa lagi ketika diingat bahwa lintasan sejarah Islam
pernah menorehkan tinta emas peradabannya. Islam pernah berada dalam posisi terdepan
dalam penggung peradaban dunia, berbarengan dengan keunggulannya di pelbagai
dimensi kehidupan; ekonomi, Iptek, militer, politik dan sebagainya.

15

Umat Islam belum sempat bangkit dari keterpurukannya akibat kolonialisme,
krisis Timur Tengah kembali mencuat dengan munculnya konflik Arab-Israel. Pukulan
telak menimpa dunia Islam setelah Israel berhasil “memenangkan” konflik itu yang
membuat mereka bertanya-tanya: what’s wrong dengan sekumpulan negara besar yang
mempunyai jumlah tentara dan peralatan yang cukup memadai dipaksa kalah oleh Israel,
negara kecil dengan tidak lebih dari tiga juta penduduknya? Pada tahun 1967 dianggap
sebagai “penggalan” (qathi’ah) dari keseluruhan wacana Arab modern, karena masa
itulah yang mengubah cara pandang bangsa Arab terhadap beberapa problem sosialbudaya yang dihadapinya. Inilah awal mula apa yang dinamakan kritik-diri yang
kemudian direfleksikan dalam wacana-wacana keilmiahan, baik dalam ranah akademis
maupun literatur-literatur ilmiah lainnya.
Langkah pertama yang dilakukan oleh para intelektual Arab adalah menjelaskan
sebab-sebab kekalahan (tafsir al-azmah) tersebut. Di antara sebab-sebab yang paling
signifikan adalah masalah cara pandang orang Arab kepada budaya sendiri dan kepada
capaian modernitas. Karena itu, pertanyaan yang mereka ajukan adalah; bagaimana
seharusnya sikap bangsa Arab dalam menghadapi tantangan modernitas dan tuntutan
tradisi? Telah lebih dari dua dekade, masalah tersebut terus dibicarakan dan didiskusikan
dalam seminar-seminar, dalam bentuk buku, artikel dan publikasi lainnya. Lalu masalah
tersebut menjadi common denominator untuk setiap intelektual Arab yang peduli
terhadap masalah kearaban dan keislaman. Persoalan itu sebenarnya bukan tidak pernah
dibahas oleh pemikir-pemikir Arab sebelumnya. Secara implisit, topik semacam itu
pernah dilontarkan oleh Muhammad ‘Abduh dan ‘Abd al-Rahman Kawâkibi. Namun
sebagai satu wacana epistemik, masalah tersebut baru mendapat sambutan luas pada dua
dekade terakhir. Lebih dari itu semua, masalah tradisi dan modernitas telah menjadi
agenda penting untuk proyek peradaban pemikiran Arab berikutnya.
Gerakan-gerakan pemikiran Islam di Timur Tengah muncul dan berkembang dari
latar belakang situasi sosio-politik seperti tergambar di atas. Gerakan-gerakan itu dalam
tataran idealisme, berada dalam aras persepsional yang sama antara gerakan pemikiran
satu dengan yang lain, tetapi dalam tataran corak atau aksentuasi intelektualitas dan
orientasi mereka berbeda, bahkan dalam banyak kasus bertolak belakang.

16

Issa J. Boullata membagi pemikiran Islam Timur Tengah menjadi dua
kecenderungan, yaitu progresif-modernis dan konservatif-tradisionalis. Menurutnya,
kelompok progresif-modernis adalah gerakan pemikiran yang mengidealkan tatanan
masyarakat Arab yang modern, dengan kata lain, gerakan pemikiran yang berorientasi ke
masa depan (future oriented). Pola berfikir mereka tidak keluar dari frame metodologi
Barat yang mereka klaim sebagai satu-satunya alternatif untuk membangun peradaban
Arab modern. Gerakan pemikiran ini secara mayoritas diwakili oleh kalangan yang
pernah belajar dan berinteraksi dengan pemikiran Barat. Adapun kelompom konservatiftradisional adalah gerakan pemikiran yang memiliki pola pikir dengan frame klasik
(salaf). Mereka sangat membanggakan kemajuan dan kejayaan Islam masa lampau, dan
untuk membangun kamajuan dan kejayaan peradaban Islam masa mendatang, pemikiran
Islam harus berbasis metodologi pemikiran Islam klasik (past oriented).
Muhammad Imarah sedikit berbeda dengan Issa J. Boullata dalam memetakan
pemikiran Islam Timur Tengah. Imarah membagi kecenderungan pemikiran Islam Timur
Tengah dalam tiga varian, yaitu: Pertama, tradisional-konservatif; kedua, reformis (alishlah wa al-tajdid); dan ketiga, sekuler. Luthfi as-Syaukanie dalam bahasa yang berbeda
membagi antara tipologi transformatik, reformistik dan ideal-totalistik. Transformatik
untuk kelompok sekuler, dan total idealistik untuk kelompok tradisional-konservatif.
* Penutup
Demikianlah ketiga trend atau kecenderungan pemikiran Islam Timur Tengah
yang mewarnai wacana ilmiah Arab sampai sekarang. Tiga trend pemikiran ini
merupakan gambaran global dari visi-visi pemikiran Islam yang ada. Pada dasarnya,
setiap trend pemikiran tersebut, jika dikaji lagi secara mendalam, akan muncul varianvarian lain yang lebih komplek. Akan tetapi, kesemuanya berperan dalam menentukan
harapan dan obsesi bangsa kawasan Timur Tengah di masa mendatang. Ketiga tipologi
tersebut, secara kasar, bisa dilihat dalam perspektif paradigmatis, dimana antara masingmasing kelompok mempunyai bahasa khusus yang berbeda-beda, yang tidak dipahami
satu sama lain. Kalaupun bisa dikomunikasikan, dialog antara mereka sulit untuk saling
dimengerti. Itu terjadi misalnya bagaimana usaha kaum liberal dari kalangan
transformatik menyatukan kelompok-kelompok yang sekular dengan kelompok religius,
atau antara kelompok modernis dengan kelompok tradisionalis. Tak pelak, mereka pun

17

menciptakan paradigma ketiga yang juga memiliki kosa kata tersendiri. Begitu juga
dengan

kelompok-kelompok

lain,

meski

mereka

mengklaim

dengan

proyek

peradabannya, bahwa merekalah yang paling compatable dengan kondisi dunia Islam
Timur Tengah, sebenarnya mereka telah terperangkap ke dalam kerangka epistemik yang
pada akhirnya mengarah pada dogmatisme (untuk menghindari istilah sektarianisme).
Tipologi pemikiran Arab kontemporer seperti yang diilustrasikan di atas adalah
refleksi dari interaksi dan sikap para intelektual Arab terhadap isu di sekitar tradisi dan
modernitas. Sikap tersebut kemudian memunculkan (di samping discourse baru
menyangkut isu tradisi dan modernitas) idiom-idiom dan istilah baru dalam kamus
pemikiran Arab yang sebelumnya tidak begitu menyita perhatian.
Jadi, pengkajian ketiga tren pemikiran dalam tulisan ini merupakan upaya awal
untuk memetakan dan memahami karakteristik pemikiran Islam yang sangat beragam.
Dengan demikian, setiap pemikir akan bisa dianalisis, masuk dalam kategori apakah
proyek pemikiran dia, salafi (total idealistik), sekuler, atau reformis moderat?

18

HI Timteng (4)
Zionisme
Zionisme awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan sekitarnya. Gerakan ini
dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas Palestina seperti yang tercantum ada kitab
Yahudi Talmud dan kemudian diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil
Scofield dan Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat. Injil
Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah kelompok Kristen
yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat daya Al-Quds
(Yerusalem). Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut, King Solomon (Nabi Sulaiman
a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya) dan menyimpan banyak harta karun di
bawah tanah tersebut. Harta tersebut bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya
magis yang sangat besar sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia
jika memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan Ordo Sion
yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar. Semua ini balik ke Eropa
setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi (1187). Di Eropa, mereka ditumpas
King Philip Le Bell dan Paus Clement pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram Key”
menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang dilakukan Templar di
salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam markasnya. Apa yang dilakukan para
Templar ini terus berjalan selama berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum ZionisYahudi terus melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah “Zion” tidak lagi menjadi nama tempat,
namun juga sebuah nama gerakan bagi orang-orang Yahudi Sekuler untuk mendirikan
satu negara di Tanah Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Nathan Bernbaum
merupakan tokoh Zionis-Yahudi pertama yang “menyeret” istilah yang pada awalnya
netral ini menjadi begitu politis. Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai
gerakan politik bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina. Gagasan
Bernbaum didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda

19

Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan “negara Israel” di tanah Palestina. Dalam
bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch Kalischer dengan perjuangannya
mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan kemungkinan-kemungkinannya.
Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus dimasak oleh tokoh-tokoh
Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang matang. Seorang Yahudi Jerman bernama
Moses Hess, menyatakan jika untuk menguasai Palestina, maka kaum Yahudi harus
menggandeng orang-orang Barat dan mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke
Palestina setelah kekalahan yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin
Al-Ayyubi beberapa abad silam. Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat dukungan
dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki irisan kepentingan yang sama,
yakni untuk menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan daerah
sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa sesungguhnya tidak disukai oleh
orang-orang Kristen. Pada 1891 sejumlah pengusaha Palestina dengan nada prihatin
mengirim telegram ke Istambul, ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu
Tanah palestina merupakan bagian dari kekuasaannya. Dengan penuh nada cemas, para
pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke wilayahnya akan
benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang ditulis seorang
wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku itu secara detil mengajukan
konsep tentang upaya pendirian “negara Israel” di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan
sebagai “Bapak Zionisme Modern.” Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara
singkat bisa diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila
kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner, pemanggul ide
dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit, dipastikan akan bangkit juga kekuasaan
keuangan kita yang dahsyat.” Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan
sungguh-sungguh dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang
kemudian melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan
dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan negasi dari ide
komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari pergolakan kedua kutub
tersebut.

20

Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan satu
negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka mustahil dengan cara-cara demokratis.
Bahkan Hertzl memberikan resep jitu agar Tanah Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni
dengan jalan memenuhi tanah Palestina dengan orang Yahudi, sehingga Yahudi menjadi
mayoritas. Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus
dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran penyakit, pembukaan
lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya. Agar segala yang dilakukan gerakan
Zionisme bisa diterima oleh dunia internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia
harus bisa memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak berduit
(maksudnya bangsa Palestina) dari perbatasan dengan cara membuka lahan-lahan
pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan dengan itu mencegah mereka
memperoleh pekerjaan di negeri kami. Kedua proses itu harus dilakukan secara rahasia.”
Gerakan ini mengadakan kampanye ke seluruh dunia. Kaum Yahudi mencetak
buku-buku yang kelihatannya ilmiah yang menyatakan jika sebenarnya Tanah Palestina
adalah tanah yang dijanjikan Tuhan kepada bangsa Yahudi. Buku-buku ini disebar ke
seluruh negeri. Bahkan kitab suci orang Kristen pun diberi catatan kaki yang banyak yang
seluruhnya menjadikan ayat-ayat Injil sebagai dukungan bagi berdirinya negara Israel di
Palestina. Scofield adalah orang yang ditugaskan untuk memberi ribuan catatan kaki proZionistik di dalam Injil versi James yang menjadi Injilnya orang-orang Barat. Berbagai
kelompok kajian alkitab disusupi dan menjadikan orang-orang Eropa yang tadinya
memusuhi Yahudi menjadi kini banyak yang menjadi pendukung negara Israel.
Di dalam masa-masa itulah Hertzl menemui Sultan Abdul Hamid II sebagai
Khalifah dari kekhalifahan Turki Utsmaniyah (1876-1909). Dengan segala bujuk rayu,
Hertzl berusaha agar Sultan mengizinkan oarng-orang Yahudi mendirikan negara Israel
di Palestina. Jika Sultan bersedia, maka para pemilik modal Yahudi di seluruh Eropa
akan memulihkan kas keuangan Turki Utsmani yang sedang kosong. Namun Sultan
menolak mentah-mentah hal ini sehingga Zionis-Yahudi menghancurkan Turki
Utsmaniyah lewat seorang agen Yahudi dari Tsalonika bernama Mustafa Kamal Pasha.

21

Hertzl menggelar Kongres Zionis Internasional I di Swiss sebagai upaya
penyatuan sikap tokoh Zionis Dunia. Salah satu hasil kongres berbunyi: “Zionisme
bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang
dilindungi oleh undang-undang.” Theodore Hertzl terpilih sebagai pimpinan gerakan ini
dan menulis dalam buku hariannya, “Kalau saya harus menyimpulkan apa hasil dari
kongres Bassel itu dalam satu kalimat pendek, yang sungguh tidak berani saya
ungkapkan kepada masyarakat, saya akan berkata: Di Bassel saya menciptakan negara
Yahudi!” Protocolat of Zion yang berisi 24 strategi Zionis-Yahudi menguasai dunia juga
disahkan menjadi agenda bersama.
Selain menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmani, Yahudi Internasional juga
bekerja siang-malam mempersiapkan segala hal untuk bisa mewujudkan cita-citanya.
Pada 2 November 1917, Menlu Inggris, Lord Arthur James Balfour, mengirim sebuah
surat yang ditujukan kepada Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Rothschild, untuk
diteruskan kepada Federasi Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang persetujuan
pemerintahan Inggris yang telah menggelar rapat Kabinet tanggal 31 Oktober 1917, atas
permintaan bangsa Yahudi untuk bisa mendapatkan tanah Palestina. Saat itu, sebagian
terbesar wilayah Palestina masih berada di bawah Khilafah Turki Utsmani, hanya saja
kekhalifahan ini sudah diambang kehancuran. Batas-batas yang akan menjadi wilayah
Palestina telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot, 16 Mei 1916, antara
Inggris dan Prancis.
Kata-kata Deklarasi ini kemudian digabungkan ke dalam perjanjian damai Sèvres
dengan Turki Utsmani dan Mandat untuk Palestina. Penyebutan Palestina sebagai satusatunya nominator tempat berdirinya negara Yahudi sebenarnya memiliki catatan yang
panjang. Awalnya ada sejumlah tempat yang dianggap bisa menjadi tempat berdirinya
negara Yahudi di Afrika dan Amerika Selatan, seperti Mozambique, Kongo, Uganda,
bahkan Argentina dicalonkan pada 1897, Cyprus pada 1901, Sinai pada 1902, dan atas
usulan pemerintahan Inggris, Uganda diusulkan kembali pada 1903.
Penyebutan tempat-tempat tersebut mendapat tentangan keras dari para Rabbi
Yahudi Konservatif. Apa yang digalang oleh Hertzl dan kelompok Zionisnya dianggap
sebagai gerakan sekularis yang menunggangi agama Yahudi. Bahkan dalam Kongres
Para Rabbi di Philadelphia-AS, pada akhir abad ke-19, salah satu putusannya adalah

22

menentang adanya satu negara Yahudi yang dipaksakan. Menurut kelompok Rabbi
Konservatif ini, Zionisme merupakan gerakan sekuler yang berlandaskan Talmud, sebuah
kitab Yahudi, dan bukan Taurat Musa. Bagi para Rabbi, negara Yahudi akan didirikan
pada akhir zaman, yakni ketika Sang Messias Yahudi muncul dan memimpin orangorang Yahudi untuk mendirikan negaranya di Palestina. Bagi kalangan Zionis, berdirinya
negara Yahudi tidak harus menunggu kedatangan Messias di akhir zaman, hal ini malah
harus dilakukan secepatnya guna menyambut datangnya Messias. Inilah titik tolak
perbedaan pandangan antara Yahudi Zionis dengan Yahudi Anti-Zionis yang sekarang ini
salah satu kelompoknya adalah Neturei Karta dan juga International Jews Anti Zionist
(IJAN).
Dr. Chaim Weizmann, juru bicara organisasi Zionisme di Inggris dan pendukung
utama Zionisme merupakan seorang pakar kimia yang berhasil mensintesiskan aseton
melalui fermentasi. Aseton diperlukan dalam menghasilkan cordite, bahan eksplosif yang
sangat berguna dalam semua persenjataan Inggris. Jerman diketahui telah memonopoli
ramuan aseton kunci, kalsium asetat. Tanpa kalsium asetat, Inggris tak bisa menciptakan
aseton dan tanpa aseton takkan ada cordite. Jadi, tanpa cordite, Inggris saat itu mungkin
akan kalah dalam Perang Dunia I. Sebab itu, Inggris sangat berhutang budi pada Yahudi,
khususnya kepada Weismann. Inilah mengapa Inggris begitu mendukung kaum Yahudi
untuk mendirikan negara di Palestina.
Pada 14 Mei 1948 Israel sebagai sebuah negara dideklarasikan dan David Ben
Gurion diangkat sebagai PM pertama. PBB mensahkan negara Israel. Langkah PBB ini
membuktikan kepada dunia jika lembaga internasional tersebut mendukung penjajahan
bangsa Palestina yang dilakukan oleh Zionis Israel. Berdirinya Israel didahului upaya
teror, pembunuhan, dan pengusiran terhadap bangsa Palestina, pemilik sah atas Tanah
Suci tersebut.

23

HI Timteng (5)
Sistem Politik dan Pemerintahan di Timteng
* Sistem Politik, Struktur Kekuasaan Tradisional Pra-Islam di Timur Tengah
Berdasarkan karakteristik daratannya, penduduk semenanjung Arab terbagi ke
dalam dua kelompok utama; orang-orang desa (badui) yang nomad dan masyarakat
perkotaan. Orang-orang badui bukan masyarakat gipsi yang mengembara tanpa arah demi
pengembaraan semata. Mereka mewakili bentuk adaptasi terhadap kondisi gurun.
Dimana ada dataran hijau, mereka menggiring ternaknya ke sana.
* Unsur terpenting dalam kehidupan masyarakat badui:
1. unta
2. pohon kurma
3. gurun
* Karakteristik masyarakat badui
1. keteguhan dan kesabaran: mampu bertahan di gurun
2. kepasifan: menanggung beban, daripada mengubah
3. enggan mendahulukan kepentingan umum
4. berkedudukan setara
5. merasa sebagai perwujudan dari pola penciptaan unggulan, bangsa Arab adalah
bangsa yang terbaik
* Fondasi masyarakat badui
1. setiap tenda mewakili sebuah keluarga
2. wilayah yang ditempati tenda-tenda membentuk sebuah hayy
3. semua anggota hayy membentuk sebuah klan/ qaum yang dipimpin oleh kepala
klan yang biasanya dipimpin oleh anggota tertua/ syaikh
4. sejumlah klan yang sedarah bersama-sama membentuk suku/ qabilah
5. kelayakan seseorang menjadi syaikh dilihat dari senioritas usia, kualifikasi
individu, jabatannya selama dikehendaki oleh para anggota suku
6. dalam persoalan hukum, militer dan kepentingan bersama, syaikh berkonsultasi
dengan dewan suku yang terdiri dari para kepala keluarga
7. musibah paling besar adalah putusnya keanggotaaan dalam kesukuan

24

* Terhadap komunitas non-Arab, ada dua perlakuan agar dapat diterima dalam suatu
suku:
1. bagi mantan budak, maka untuk mendapatkan statusnya, ia menjadi mawla (karib)
2. bagi seorang pendatang maka menjadi dakhil (orang yang dilindungi)
Kuatnya semangat dan ikatan kesukuan memunculkan semangat yang dikenal sebagai
semangat kesukuan ashobiyah. Yaitu loyalitas sukarela dan tanpa syarat kepada anggota
klannya.
* Kekhalifahan Sebagai Lembaga Politik
Salah satu kekayaan pranata politik Islam yang belum ada tandingannya dalam
sejarah umat manusia kapanpun adalah sistem kekhalifahan (Khilafah). Sistem ini telah
terbukti mampu membangun hegemoni politik dan budaya yang sangat luas dan jauh
lebih besar dibandingkan dengan yang pernah dicapai bangsa-bangsa Eropa. Diktator
Jerman, Adolf Hitler, dengan pasukan Nazi-nya yang ditakuti dalam Perang Dunia II
hanya pernah “melamun” untuk membuat bangsa Jerman, sebagai bangsa Aria yang
dianggapnya memiliki ras unggul, sebagai bangsa penguasa Eropa. Inggris, Belanda,
Perancis dan negara-negara imperialis kolonialis lainnya pernah memiliki daerah
koloninya di wilayah-wilayah tertentu di Asia dan Amerika Latin. Tetapi, selain terbilang
“relatif kecil” (yaitu hanya terdiri dari beberapa negara yang terpisah-pisah) wilayah
kekuasaan bangsa-bangsa tersebut didapatkan atas paradigma kerakusan ekonomi dan
kekuasaan dengan metode penjajahan, kolonialisasi dan penaklukkan. Kaum Muslimin,
di pihak lain, pernah memiliki suatu daerah kekuasaan yang sangat luas membentang dari
Iran di Timur sampai Spanyol di Barat, dan dari Ethiopia di Selatan sampai Turki di
Utara. Wilayah ini meng-cover tiga wilayah benua sekaligus: Asia, Afrika dan Eropa.
Berbeda dengan motif-motif ekonomi dan nafsu kekuasaan yang menjadi ruh
kolonialisasi oleh negara-negara Eropa, perluasan wilayah Islam digerakkan oleh
semangat tauhid dan disemangati oleh ruh spiritual dimana umat Islam menyebarkan
agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Khilafah sebagaimana definisi gerakan Islam Sunni adalah kepemimpinan umum
bagi seluruh kaum Muslim yang bertujuan untuk menerapkan hukum syariat Islam dan
mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Itu merupakan peninggalan Khilafah Islam
yang suatu ketika pernah terbentang dari Indonesia hingga ke Spanyol selama 1400

25

tahun. Khilafah bukanlah sistem monarki, demokrasi, autoritarianisme, juga bukan
pemerintahan teokrasi, tetapi transaksi kepemimpinan antara Khalifah yang terpilih
dengan umat dalam rangka menerapkan hukum-hukum Islam dalam politik di dalam
maupun di luar negeri.
Perbedaan antara kelompok (aliran) Sunni dan