MAWAPRES MIA PEMANFAATAN LIMBAH BIJI NAN

KARYA TULIS ILMIAH
SELEKSI MAWAPRES FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
“PEMANFAATAN LIMBAH BIJI NANGKA SEBAGAI
SUBSTITUSI BAHAN PEMBUATAN BERAS ANALOG”

OLEH
MIA ANGRAINI SIMANJUNTAK
J1A214038

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkatNyalah karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Biji Nangka
sebagai Bahan Pembuatan Beras Analog” ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Karya tulis ilmiah ini disusun untuk mengikuti Lomba Mawapres yang
diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi.

Pembuatan karya tulis ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya karya penulisan ini.
Saya sangat berharap karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Maka dari itu saya sangatlah mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini.

Jambi, 27 Februari 2017
Hormat saya

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.


Latar Belakang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Biji Nangka

2.2.

Beras Analog

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1

Beras analog dari limbah biji nangka

3.2


Proses Pembuatan Beras Analog dengan Teknologi Ekstruksi

3.3

Implementasi Pembuatan Beras Analog dari Limbah Biji nangka

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan

4.2

Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ABSTRACT

Increased population growth in Indonesia is directly proportional to the
level of the rice consumption also increases so as to meet their needs is often
made of

imported rice. The

food diversification program needs

to

be

done to substituation rice with another raw material. Therefore technology for the
production of analog rice using the localbased non-rice food sources is needed.
Extrusion technology has been used to produce analog rice from broken rice as its
raw material. Recently; extrusion technology has also been used to develop analog
rice using non-rice food material.
Jackfruit seeds is waste that have useful content, among others, rich in
minerals and vitamins, vitamin A (as many as 51 RE) and vitamin C (20 mg),
calories produced as much as 162 calories. Carbohydrate content as much as 36.7

g, calcium is high (20 mg), phosphorous (19 mg) as well as other minerals such as
iron (0.9 mg) and vitamin B1 on seed jackfruit is the highest compared to other
carbohydrate food sources.
Utilization of jackfruit seeds as a maker of analog rice expected to make
use of waste as a product diversification of food and are able to scale up
production developed in.
KEYWORDS : analog rice, jackfruit seeds, extrusion technology.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat hingga
mencapai 1,49% (Briawan, D. 2004). Hal ini sejalan dengan tingkat kebutuhan
energi yang

semakin meningkat. Beras merupakan komponen utama dalam

konsumsi energi per kapita yakni sebesar 54% dalam pola makan masyarakat
Indonesia. Kondisi tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa pada saat beras

cukup, maka ketahanan pangan akan tercapai. Sebaliknya, bila terjadi kekurangan
beras akan timbul kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Dominasi
ketergantungan pada satu jenis pangan tertentu ini secara bertahap harus
dikurangi. Karena kesenjangan antara produksi beras dengan kebutuhan beras di
Indonesia membuat Pemerintah harus mengimpor beras untuk memenuhi
kebutuhan beras dalam negeri.
Untuk menjawab permasalahan ini, berbagai macam program diversifikasi
pangan telah dilakukan guna mensubstitusi beras dengan bahan pokok lainnya,
akan tetapi, pola konsumsi masyarakat yang akrab dengan beras atau nasi sebagai
salah satu bentuk olahan pangan pokok membuat berbagai macam bentuk
diversifikasi seperti pembuatan roti dan mie masih belum tepat. Diversifikasi
pangan yang berbasis sumber daya lokal merupakan salah satu kebijakan
pembangunan pangan dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Masyarakat
diharapkan tidak hanya bergantung pada satu macam produk pangan yaitu beras,
sehingga strategi dan upaya yang dilakukan salah satunya adalah menjadikan
pangan lokal sebagai sumber karbohidrat dalam bentuk tepung-tepungan.
Adanya perkembangan teknologi pangan dapat membantu upaya diversifikasi
pangan dengan cara mengolah bahan-bahan sumber karbohidrat menjadi produk
yang diterima masyarakat. Salah satunya bentuk olahan dari bahan tersebut adalah
beras analog. Karakteristik beras analog ini diharapkan dapat lebih diterima

masyarakat karena memiliki bentuk dan rasa yang menyerupai beras sehingga

masyarakat tidak perlu mengubah pola makannya karena cara konsumsi beras
analog sama seperti beras yang berasal dari padi.
Beras analog merupakan salah satu bentuk solusi yang dapat dikembangkan
dalam mengatasi permasalahan ini baik dalam hal penggunaan sumber pangan
baru ataupun untuk penganekaragaman pangan. Beras analog merupakan tiruan
dari beras yang terbuat bahan-bahan seperti umbi-umbian dan serealia yang
bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti beras. Khusus untuk komposisi
gizinya, beras analog bahkan dapat melebihi apa yang terkandung pada beras
(Slamet, 2012).
Biji nangka sebagai limbah dari buah nangka mempunyai kandungan gizi berupa
karbohidrat, protein, mineral, fosfor yang cukup banyak, namun pemanfaatan biji
buah nangka oleh masyarakat sangat terbatas, yaitu dengan merebus maupun
menyangrai dan belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga tidak memiliki nilai
lebih. Pemanfaatan biji nangka untuk berbagai produk makanan merupakan upaya
untuk meningkatkan penganekaragaman pangan, yang sangat penting untuk
menghindari ketergantungan pada suatu jenis bahan makanan, misalnya beras. Hal ini
memungkinkan pemanfaatan biji nangka diolah menjadi bahan baku industri
makanan atau sebagai bahan baku pembuatan beras analog.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Nangka
Biji nangka ialah biji yang berasal dari buah nangka yang berukuran besar dan
berbentuk bulat lonjong, permukaan kulit buah kasar dan berduri. Pohon nangka
dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 10-20 meter. Tanaman ini mulai
berbuah setelah berumur tiga tahun. Panjang buah sekitar 30-90 cm. Biji nangka
berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang, panjang biji nangka
sekitar 3,5 cm - 4,5 cm dengan berat berkisar 3 hingga 9 gram. Biji nangka
berkeping dua, jumlah rata – rata biji setiap buah nangka adalah 30 hingga 50 biji,
dan rasio berat biji terhadap buah sekitar sepertiga dimana sisanya adalah kulit
dan daging buah.(Ariani, 2007)
Biji nangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat, antara lain mineral
dan vitamin. Kandungan vitamin C dan vitamin B1. Kandungan mineral seperti
kalsium(Ca), Fospor, mineral lainnya seperti zat besi. Kandungan vitamin B1
pada biji nangka merupakan yang tertinggi dibanding makanan sumber
karbohidrat lainnya. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman yang
umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat, maka biji nangka tersebut termasuk

memiliki kadar nutrisi yang relatif potensial seperti: Kalori, protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, zat besi, fosfor dan kadar air.
Tabel 1. Komposisi Kimia Biji Nangka Per 100 Gram.
Komposisi
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Fosfor (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)

Jumlah
165
4,2
0,1
36,7
33

200
1
0
0,2

Vitamin C (mg)
10
Air (g)
57,7
*Sumber : Fairus.,dkk (2010)
2.2 Beras Analog : Sebuah Program Diversifikasi Pangan
Beras analog merupakan tiruan beras yang terbuat dari bahan-bahan seperti
umbi-umbian dan serealia yang bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti
beras (Dewi R.K, 2012). Beras ini dibuat sebagai salah satu langkah atau upaya
diversifikasi pangan. Bahan untuk pembuatan beras analog bisa berasal dari
serealia atau umbi-umbian yang merupakan sumber karbohidrat. Pembuatan beras
analog dengan bahan baku lokal ini selaras dengan program departemen pertanian
untuk tahun 2015 yang dijelaskan secara sederhana lewat skema pada Gambar 1.

Gambar 1. Ide Pengembangan Alur Konsumsi Pangan (Machmur., dkk Kementerian

Pertanian, 2010)

Berdasarkan skema di atas, dapat terlihat bahwa hingga tahun 2015, nasi akan
tetap menjadi ikon utama makanan pokok penduduk Indonesia, sehingga bentuk
beras merupakan bentuk terbaik dalam upaya diversifikasi pangan dibandingkan
bentuk lainnya seperti roti dan mie. Pemanfaatan bahan pangan lokal pun seperti

telah disebutkan sebelumnya merupakan upaya penting dalam meningkatkan
ketahanan pangan Indonesia. Sehingga, pengembangan beras analog berbahan
baku lokal sebagai upaya diversifikasi merupakan titik awal munculnya gagasan
dalam tulisan ini.
Beras analog merupakan sebutan lain dari beras tiruan (artificial rice). Beras
analog merupakan beras tiruan yang berbentuk seperti beras, dapat dibuat dari
tepung non beras dengan penambahan air. Beras analog dikonsumsi seperti
layaknya makan nasi dari beras padi. Beras analog dapat dirancang sehingga
semiliki kandungan gizi hampir sama bahkan melebihi beras padi, dan juga dapat
memiliki sifat fungsional sesuai dengan bahan baku yang digunakan (Noviasari,
2013). Beras analog merupakan produk mirip beras yang dibuat dari sumber
karbohidrat selain padi dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi
beras. Beras analog terbuat dari bahan baku antara lain 50-98% bahan yang
mengandung pati atau turunannya, 2-45% bahan yang dapat memperkaya beras
analog, dan 0,1- 10% hidrokoloid (Samad, M. Y. 2003).
Beras analog dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi ekstrusi yang
telah banyak digunakan dalam memproduksi berbagai produk pangan. Penerapan
teknologi ekstrusi memudahkan dalam pembuatan beras analog, karena paling
efektif dari segi proses dan dapat menghasilkan beras analog yang menyerupai
butir beras. Prinsip ekstrusi adalah proses pengolahan bahan pangan yang
mengkombinasikan beberapa proses yang berkesinambungan antara lain
pencampuran, pemanasan dengan suhu tinggi, pengadonan, shearing, dan
pembentukan hasil ekstrusi. Beras analog dikeringkan sampai kadar air 4-15%
untuk mencapai kadar air optimal sehingga dapat meningkatkan umur simpan
(Noviasari, 2013).

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

3.1 Beras analog dari limbah biji nangka
Beras analog sebagai sebuah gagasan dalam penulisan ini bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan mengenai diversifikasi pangan dan ketahanan
pangan. Potensi pangan pokok yang juga harus memiliki kandungan gizi yang
sesuai dengan pemenuhan kebutuhan gizi pada masyarakat, sehingga dalam hal
ini, munculah gagasan berupa beras analog berbahan dasar limbah biji nangka
dengan tiga tujuan besar yang dapat dicapai baik langsung maupun tidak
langsung, yaitu : diversifikasi pangan, ketahanan pangan, dan pemenuhan gizi
masyarakat Indonesia.
Biji nangka ternyata tidak selalu harus dianggap limbah dan dibuang begitu
saja. Selama ini biji nangka dimanfaatkan hanya dengan merebus dan
memakannya. Namun biji itu ternyata bisa dibuat menjadi komposisi bahan beras
analog.. Kandungan karbohidrat biji nangka, memang lebih rendah dibanding
beras. Kandungan karbohidrat 100 gr beras sebesar 78,9 gr. Jika dibandingkan,
maka 2 kg nangka sebanding dengan 1 kg beras, meski begitu biji nangka dapat di
manfaatkan sebagai alternatif bahan pangan yang cukup bergizi karena masih
adanya kandungan zat lain yang lebih tinggi di banding makanan penghasil
karbohidrat lainnya seperti zat besi dan vitamin B1 (Lihat Tabel 2). Jika
dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai
penghasil karbohidrat maka biji nangka tersebut termasuk memiliki kadar bahan
kimia yang relatif potensial. Kandungan kimia biji nangka jika dibandingkan
dengan beberapa tanaman sumber karbohidrat seperti beras giling, jagung rebus,
dan singkong.

Tabel 2. Komposisi kimia biji nangka dan sumber karbohidrat lain per 100 gram
bahan makan yang dapat di makan
Komposisi
Biji nangka
Kalori (kal)
165,0
Protein (gram)
4,2
Lemak (Gram)
0,1
Karbohidrat (gr)
36,7
Kalsium (mg)
33,0
Besi (mg)
200,0
Fospor (mg)
1,0
Vitamin B1 (mg) 0,20
Vitamin C (mg)
10,0
Air (%)
56,7
Sumber : Setyawati(1990)

Beras giling
360,0
6,8
0,7
78,9
6,0
140,0
0,8
0,12
0,0
13,0

Jagung segar
140,0
4,7
1,3
33,1
6,0
118,0
0,7
0,12
8,0
60,0

Singkong
146,0
1,2
0,3
34,7
33,0
40,0
0,7
0,06
30,0
62,5

Dari tabel di atas kandungan karbohidrat biji nangka tertinggi kedua di
banding beras giling namun kandungan zat besi dan vitamin B1 pada biji nangka
merupakan yang tertinggi dibanding makanan sumber karbohidrat lainnya.
Dalam pembuatan beras analog telah dijelaskan bahwa Beras analog terbuat
dari bahan baku antara lain 50-98% (Samad, M. Y. 2003) bahan yang
mengandung pati atau turunannya, 2-45% bahan yang dapat memperkaya beras
analog, dan 0,1- 10% hidrokoloid (Sari, 2014). Biji nangka sebelum dijadikan
beras analog akan dijadikan tepung, dan kandungan gizi tepung biji nangka
memenuhi syarat sebagai bahan pembuatan beras analog. Kandungan gizi tepung
biji nangka menurut pengujian Balai Penelitian dan Pengembangan Industri dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka (Tiap 100 g)
Komposisi Kimia
Air (%b/b)
Protein (gluten) (%b/b)
Lemak (%b/b)
Abu (%b/b)
Pati (%b/b)

Nilai Gizi Tepung Biji Nangka(%)
10.30
11.70
3.78
3.31
53.77

Gula (%b/b)

2.01

Sumber : Purbasari,dkk (2013)
3.2 Proses Pembuatan Beras Analog dengan Teknologi Ekstruksi

Ahza (1996) seperti dikutip oleh Melianawati (1998) menyatakan bahwa
secara spesifik ekstruksi dapat didefiniskan sebagai proses mendorong bahan di
dalam suatu laras (barrel) dengan mekanisme transport menggunakan ulir (screw)
melewati suatu bukaan (lubang atau die) untuk menghasilkan bentuk yang
diinginkan. Lebih lanjut, menurut Riaz (2001) proses pemasakan ekstruksi
menggabungkan proses pemanasan dengan proses ekstruksi yang menghasilkan
produk pangan yang matang dan memiliki bentuk yang khas. Komponenkomponen pangan seperti air, karbohidrat dan protein mengalami pemasakan
selama proses ekstruksi sehingga menghasilkan adonan yang viscous. Prosesproses yang terjadi selama proses ekstruksi yaitu gelatinisasi pati, denaturasi
protein, inaktivasi enzim, serta penghilangan senyawa toksik dan mikroba.
Keuntungan proses ektruksi antara lain produktivitasnya tinggi, bentuk produk
khas, banyak variasi produk dan mutu produk tinggi karena proses pemasakan
dilakukan pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang pendek. Proses ini
menimbulkan efek yang sama dengan UHT (Ultra High Temperature). Tingkat
gelatinisasi pati, denaturasi protein, dan perubahan struktur pada proses ekstrusi
tergantung pada bahan baku dan kondisi proses (Linko et al., 1981).
Metode ekstrusi dipilih sebagai salah satu teknologi dalam implementasi gagasan
ini karena memiliki peluang yang sangat besar untuk scale-up yang jauh lebih besar
lagi. Dengan kata lain, teknologi ini tidak hanya dapat digunakan di skala pilot plan,
tetapi juga dapat diimplementasikan dalam skala produksi untuk industri besar.
Dengan melihat potensi ini, maka pihak industri manufaktur memiliki peran penting
untuk pengadaan alat-alat ektrusi yang jauh lebih kompleks lagi khususnya untuk
skala yang lebih besar.

3.3 Implementasi Pembuatan Beras Analog dari Limbah Biji nangka

Proses pembuatan beras analog dengan bahan baku biji nangka harus melalui
proses ekstraksi pati Biji nangka. Ektraksi pati dari biji nangka dapat dilakukan
secara basah atau secara kering dengan menjadikan tepung. Ekstraksi secara basah
akan diperoleh pati murni, sedangkan ekstraksi secara kering akan diperoleh

tepung biji nangka. Tahap pembuatan tepung biji nangka meliputi pencucian,
perendaman dalam larutan NaHSO3, blanching, pengirisan, penjemuran dan
penggilingan. Perendaman dalam larutan NaHSO3 bertujuan untuk mencegah
terjadinya “browing” non-enzymatic yang berasal dari reaksi gula pereduksi dan
asam amino dari bahan tersebut.
Dalam proses pembuatan nya diperlukan formulasi yang tepat untuk
mendapatkan komposisi yang tepat khususnya dalam hal ketersediaan serat
pangan dalam produk pangan tersebut. Formulasi yang ditawarkan adalah Tepung
Tapioka 20% : Tepung Beras : 10% : Tepung Biji Nangka 70%.
Prinsip

ekstrusi

adalah

proses

pengolahan

bahan

pangan

yang

mengkombinasikan beberapa proses yang berkesinambungan antara lain
pencampuran, pemanasan dengan suhu tinggi, pengadonan, shearing, dan
pembentukan hasil ekstrusi.
Beras analog dikeringkan sampai kadar air 4-15% untuk mencapai kadar air
optimal sehingga dapat meningkatkan umur simpan (Noviasari, 2013). Metode
pembuatan beras tiruan yang banyak dikembangkan menggunakan teknologi
ekstrusi. Tahapan pembuatan beras analog yaitu :
1. Formulasi (penimbangan bahan-bahan yang diperlukan).Pencampuran
dengan menggunakan pengaduk kering (drymixer) sampai campuran
bahan rata (homogen).
2. Proses kondisioning. Penambahan air dengan jumlah sesuai dengan bahan
yang digunakan dan dilakukan pencampuran menggunakan mixer sampai
air bercampur dengan baik dan rata. Pada tahap prekondisi campuran
bahan baku hasil formulasi dipertahankan pada kondisi hangat (suhu 80 90°C) dan basah selama waktu tertentu dan kemudian dialirkan ke
ekstruder.
3. Ekstrusi dilakukan pada suhu antara 70ºC sampai 110ºC tergantung bahan
yang digunakan. Dengan pangaturan kondisi proses yaitu kecepatan
umpan bahan baku, kecepatan screw dan kecepatan pisau akan didapatkan
bentuk beras yang diinginkan.

4. Pengeringan dilakukan pada suhu (60-80)ºC sampai didapatkan kadar air
kurang dari 14%.
5. Pengemasan.
Setelah didapat produk hasil ekstrusi berupa beras analog, maka diperlukan
suatu uji sensori khususnya uji penerimaan konsumen untuk melihat sejauh mana
produk beras analog yang telah dimasak menjadi nasi itu diterima di masyarakat
dan khususnya dapat menggantikan nasi yang berasal dari beras padi.
Setelah didapat kondisi yang optimum baik secara fisik maupun secara
sensori, maka langkah implemetasi selanjutnya adalah marketisasi produk yang
dapat dilakukan beberapa stakeholder yang khusus bergerak di bidang bisnis
makanan. Implementasi selanjutnya yang dapat mendukung marketisasi produk
beras analog tentunya adalah sosialisasi baik berupa publikasi di banyak media
maupun berupa penyuluhan yang interaktif.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Permasalahan kurang terpenuhinya kebutuhan beras dalam Negeri dapat
dijawab melalui program diversifikasi pangan. Berbagai macam program
diversifikasi pangan telah digunakan guna mensubstitusi beras dengan bahan
pokok lainnya. Inovasi Beras analog menjadi salah satu gagasan yang dirasa tepat
untuk menjawab kasus ini.
Dengan substitusi limbah biji nangka yang memiliki kandungan gizi sesuai
dengan syarat bahan

pembuat

beras analog, maka dirasa tepat untuk

mengembangkan gagasan beras analog fungsional yang berpotensi dalam rangka
diversifikasi pangan dan

ketahanan pangan. Penggunaan teknologi ektrusi

sebagai teknik implementasi juga membuka peluang usaha yang besar di
Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja baru. Selain itu pemanfaatan
limbah biji nangka akan membuka pemikiran baru untuk kita dalam
mengembangkan inovasi-inovasi pengolahan limbah yang lebih bermanfaat.
4.2 Saran
Beras analog berbahan dasar limbah biji nangka ini sangat potensial
dikembangkan, sehingga sangat disarankan untuk pemerintah untuk melakukan
pemberdayaan pada masyarakat dalam industri ini lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Ahza A.B. 1996. Pengenalan Bahan Baku dan Bahan Tambahan untuk Produk

Ariani, D. 2007. Pengaruh Lama Pemeraman dan Konsentrasi Ragi Terhadap
Kadar Glukosa dan Alkohol Tape Biji Nangka.Skripsi. Surakarta : FIKP
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Briawan, D. 2004. Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Dalam Rangka
Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Tesis Master di Sekoloah Pasca
Sarjana IPB. Bogor
Ekstrusi, Bakery, dan Penggorengan. Pelatihan Produk-produk Olahan Ektrusi,
Bakery dan Frying. 2-3 Oktober 1996, Tambun, bekasi.
Dewi, RK. 2012. Rekayasa Beras Analog Berbahan Dasar Modified Cassava
Flour (MOCAF) dengan Teknologi Ekstrusi. Skripsi di Fakultas Teknologi
Pertanian IPB Bogor.
Fairus. S., Hariono., A. Miranthi dan A. Aprianto. 2010. Pengaruh Konsentrasi
HCl dan Waktu Hidrolisis Terhadap Perolehan Glukosa yang Dihasilkan
dari Pati Biji Nangka. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”. Yogyakarta
Linko P.P., P. Colonna dan C. Mercier. 1981. High temperature short time
extrussion cooking. Di dalam : Y. Pomerantz (ed.). Advance in cereal
science and technology. The Inc, St. Paul, Minnesota.
Machmur, M., Dharulsyah, Sawit, M.H., Subagyo, A. dan Rachman, B. 2011.
Diversifikasi Pangan Solusi Tepat Membangun Ketahanan Pangan
Nasional. Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian 2011.
Novisari, S., Kusnandar, F., Butjianto. 2013. Pengembangan Beras Analog
Dengan Memanfaatkan Jangung Puith. Journal Tek. Dan Industri Pangan.
Vol. 24 No. 2 hal 194-200. IPB Bogor.
Purbasari.,dkk. 2013.Bioplastik dari Tepung dan Pati Biji Nangka. Prosiding
SNST Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Riaz M.N. 2001. Selecting the righ extruder. Di dalam : gy, R (ed). Extrusion
Cooking Technologies and Application. CRC Press. Boca Raton, USA.
Samad, M. Y. 2003. Pembuatan Beras Tiruan. (Artificial Rice) dengan Bahan
Baku Ubi Kayu dan Sagu. Proseding Seminar Teknologi untuk Negeri.
Vol. II hal 36 –40/ Humas BPPT/ANY. BPPT. Jakarta.

Slamet, B. 2012. IPB Kembangkan Beras dari Tepung Non Padi.
http://indonesianic.wordpress.com/2012/04/14/ipb-kembangkan-berasdari-tepung-nonpadi/
Styawati, 1990. Karakteristik Pati Dan Manfaatnya dalam Industri. Bogor. IPB

LAMPIRAN
Proses Pembuatan Beras Analog dari Biji Nangka dengan Ekstruder

B
S
P
P
i
P
e
r
o
B
e
P
e
j
P
e
n
d
r
P
l
n
P
e
n
i
F
e
a
m
t
P
e
a
g
P
e
n
c
E
O
n
a
n
P
e
n
u
B
e
n
g
u
k
R
j
(
l
a
r
s
e
n
g
c
p
e
n
i
r
c
s
M
e
u
t
a
i
n
c
g
h
a
r
a
m
i
t
U
m
n
g
a
l
i
s
a
m
b
s
r
L
u
N
a
e
m
i
n
a
s
b
a
n
u
A
r
H
S
r
i
p
n
g
a
n
k
S
a
O
n
u
g
h
g
s
I
n
g
r
a
a
i
a
n
n
n