Manajemen Rujukan Bayi baru lahir

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Manajemen Rujukan Bayi Baru Lahir

I. Prinsip Dasar
Apabila setelah dilahirkan bayi menjadi sakit atau gawat dan membutuhkan fasilitas
dan keahlian yang lebih memadai, bayi harus dirujuk. Keputusan untuk merujuk bayi baru
lahir sebaiknya dibuat oleh petugas pelayanan kesehatan (perawat atau bidan atau dokter)
atas dasar kesepakatan dengan keluarga. Setiap petugas pelayanan kesehatan harus
mengetahui kewenangan dan tanggung jawab tugas masing masing sesuai dengan jenjang
pelayanan kesehatan tempat nya bertugas.
Selama rujukan perawatan ASI diusahakan tetap diberikan. Apabila tidak
memungkinkan ASI tetap harus dikeluarkan supaya payudara tetap produktif. Dalam
menangani bayi baru lahir petugas senantiasa diharapkan :
- Mewaspadai factor resiko
- Mengenal tanda tanda resiko tinggi
- Mengetahui indikasi rujukan
II. Indikasi rujukan Bayi baru lahir
Tanda tanda berikut ini merupakan Indikasi rujukan :
a. Bayi berat lahir rendah ≤ 2.000 gram

b. Bayi tidak mau minum ASI
c. Tangan dan kaki bayi teraba dingin
d. Bayi mengalami gangguan atau kesulitan bernafas
e. Bayi mengalami perdarahan
f. Bayi mengalami kejang kejang
g. Bayi mengalami gejala ikterus yang meningkat
h. Bayi mengalami gangguan saluran cerna di sertai muntah muntah,diare atau tidak
BAB sama sekali dengan perut membuncit
i. Bayi menunjukan tanda infeksi berat
j. Bayi menyandang kelainan bawaan
III. Prosedur Pelaksanaan Rujukan Bayi Baru lahir
Stabilisasi kondisi bayi pada saat transportasi

Rujukan berhasil apabila kematian,kesakitan,dan kecacatan pada BBL dapat ditekan
serendah-rendahnya untuk itu diperlukan langkah langkah sbb.
Sebelum bayi dirujuk, diperlukan stabilitasi keadaan umum bayi dengan tujuan
agar kondisi bayi agar tidak bertambah berat dan meninggal dijalan. Ada kala nya
stabilitasi lengkap tidak dimungkin kan akan tetapi perlu diperhatikan bahwa merujuk
bayi dalam keadaan stabil membahayakan dan tidak dianjurkan, karna itu saharusnya
dilakukan usaha stabilitasi semaksimal mungkin sesuai dengan kewenangan dan

kemampuan fasilitas.
Bayi dinyatakan dalam keadaan stabil apabula suhu tubuh, tekanan darah, cairan
tubuh dan oksigenisasi cukup.
Beberapa penanganan stabilisaasi sebelum pengiriman sebagai berikut:
a. Bayi dengan dehhidrasi harus diberi beri infuse untuk memberikan cairan
b. Bayi dengan kejang kejang perlu diberi pengobatan anti konvulsi terlebih dulu
agar kondisi bayi tidak bertambagh beratt
c. Bayi sesak nafas dengan sianosis harus dibetikan oksigen
d. Suhu tubuh bayi dupertahankan agar tetap hangat dalam batas norma ( 36,537,5º C). Dengan menggunakan thermometer yang dapat membaca suhu
rendah. Jika suhu bayi kurang panas, sedangkan fasilitas ingkubator tidak ada,
bayi dapat di gendong dengan cara kangguru oelh ibunya, ayah atau anggota
keluarganya, atau bayi dapat di bungkus dengan selimut plastic, atau di antar
selimut pembungkus bayi diletakkan alumunium foil.
e. Pemerikasaan gula darah apabila memungkinkan dilakukan dengan
desktrostik dan apabila hasilnya menunjukkan hipoglikemi pemberian infuse
di sesuaikan.
f. Bayi yang muntah muntah atau kembung atau mengalami aspirasi sebauknya
di pasang slang masuk kedalam lambung atau derkompresi.
g. Jejas yang terbuka seperti meningocele, grastroskisis, di tutup dengn kasa
yang basahi dengan cairan NaCl 0,9% hangat.

Keadaaan usaha menstabilkan ini harus dipertahankan selama dalam perjalanan.
Bila keadaaan bayi tidak stabil, tidak di anjurkan membawa bayi ke fasilitas rujjukan
karena akan membahayakan jiwanya. Sebelum bayi dikirim di perlukan stabilisaasi
dengan keadaan umum bayi dengan tujuan kondisi bayi tidak bertambah berat dan
meninggal dijalan. Dalam beberapa keadaan ada kalanya stabilisasi lengkap tidak

dimungkinkan, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa mengangkut bayi dalam keadaan
tidak stabil membahayakan dan tidak di anjurkan. Karna itu sebaiknya dilakukan usaha
stabilisasi semaksimal mungkin sesuai dengan kewenangan dan kemampuan fasilitas.
Bayi dalam keadaan stabil apabila :
-

Suhu tubuh normal (36,5o - 37,5o C)
Tidak ada dehidrasi
Tekanan darah cukup.
Oksigenisasi cukup

IV. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan rujukan :
a. Berfungsi nya mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan puskesmas hingga
rumah sakit tempat rujukan.

b. Adanya komunikasi dua arah antara yang merujuk dan tempat rujukan.
c. Tersedianya tenaga kesehatan yang mampu, terampil dan siaga selama 24 jam.
d. Tersedianya alat kesehatan dan obat obatan sesuai kebutuhan di tempat yang merujuk
dan di tempat rujukan.
e. Tersedianya sarana angkutan atau transportasi selama 24 jam
f. Bagi keluarga tidak mampu tersedia dukungan dana untuk traspor, perawatan dan
engobatan dirumah sakit
g. Tersedianya dana insentif bagi petugas kesehatan yang siaga 24 jam

V. Tanggung jawab petugas dalam pelaksanaan rujukan
1. Tanggung jawab petugas yang merujuk :
 Persiapan rujukan ynag memadai
 Penerangan kepada orang tua atau keluarga mengenai penyakit yang ditemukan atau
diduga.
 Izin rujukan atau tindakan lain yang akan dilakukan.
 Pemberian identifikasi, data (riwayat kehamilan,riwayat kelahiran,riwayat penyakit)
yang ada,yang sudah dilakukan dan yang mungkin diperlukan (hasil
laboratorium,foto rontgen atau contoh darah ibu).
 Stabilasasi keadaan fital janin atau bayi baru lahir selama perjalanan ke tempat tujuan
 Bagi petugas yang menerima rujukan berupa penanganan kasus rujukan


 Pembina kemampuan dan keterampilan teknis petugas puskesmas oleh dokter
spesialis kebidanan dan anak dalam penanganan kasus rujukan neonates
sakit,maksimal sekali setiap 3 bulan
-

1. Bentuk kegiatannya berupa :
Telaah (review) kasus rujukan
Audit maternal – perinatal / neonatal.
Konsultasi dokter spesialis serta kunjungan dokter spesialis.
Penerapan prosedur tetap (protocol) pelayanan esensial dan tata laksana penyakit
pada neonates di setiap jenjang pelayanan kesehatan.

VI. Hubungan kerja sama antara petugas yang merujuk dan petugas ditempat rujukan
Selama bayi dalam perjalanan, petugas yang merujuk perlu menghubungi petugas
ditempat rujukan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi bayi. Hubungna
tersebut dapat melalui fasililitas komunikasi cepat yang tersedia di puskesmas atau
kecamatan, misalnya radio komunikasi, telfon, kurir, dsb. Dengan adanya komunikasi
tersebut, petugas di tempat rujukan mempunyai cukup waktu untuk menyiapkan segala
kebutuhan, sehingga kasus rujukan kangsuung dapat ditangani. Setiapa temoat rujukan

harus selalu siaga 24 jam untuk menerima kasus rujukan. Keluarga atau petugas kesehatan
ynag mendampoingi bayi harus menyerahkan surat atau kartu rujukan, menlengkapi
identitas dan keterangan mengenai penyakit serta melaporkan keadaan penderita selama
perjalanan.
VII. Umpan Balik rujukan dan tindak lanjut kasus pasca rujukan
Tempat rujukan mengurim umpan bbalik mengenai keadaan bayi beserta anjuran
tindak lanjut pasca rujukan terhadap bayi ke petugas yang merujuk (puskesmas/polindes).
Tindak lanjut pasca rujukan bayi sdakit dilaksanakan oleh bidan di desa atao petugas di
daerah binaan pendekatan perawatan kesehatan masyarakat.

VIII. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rujukan

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rujukan dilaksanaan oleh pengelolah dari
jenjang administrasiyang lebih tinggi dengan menggunakan instrumen kuesioner.
Instrumen ini digunakan untuk menilai pelaksanaan rujukan di suatu wilayah dati II.
Sarana nya adalah Tim Audit Maternal Parinetal di Dati II dari Dinas kesehatan dan
dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak dari rumah sakit rujukan yang melakukan
pembahasan rujukan

Indikasi Rujukan

1. Ibu hamil, usia kehamilan



Tempat rujukan
Puskesmas dan



perawatan
Rumah sakit



Puskesmas dengan