UJI PENGARUH PROPILENGLIKOL DAN ETILENGLIKOl TERHADAP PROFll PENETRASI KETOKONAZOL PERKUTAN DALAM BASIS GEL CARBOPOL SECARA IN VITRO

  O & A T PErlAuMff.

SKRIPSI

  H O N G G O K U S U M A T A N T R I

  U JI P E N G A R U H P R O P I L E N G L I K O L D A N E TI L E N G L I K O l

TE R H A D A P P R O F l l P E N E TR A S I K E TO K O N A Z O L

P E R K U TA N D A L A M B A S I S G E L C A R B O P O L

  

S E C A R A I N V I TR O

M A L I K . P E R F U S I A K A A N U N I V E R S

  1 T A S A J R L A N G G A ’

  S U R A B A Y A ff- ^ / j t T < w

  ( a

  F A K U L T A S F A R M A S I U N IV E R S IT A S A IR L A N G G A UJI PENGARUH PROPILENGLIKOL DAN ETILENGLIKOL TERHADAP PROFIL PENETRASI KETOKONAZOL PERKUTAN DALAM BASIS GEL CARBOPOL SECARA IN VITRO SKRIPSI DIBUAT UNTUK MEHENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA FARHASI PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1991

  Oleh HONGGO KUSUMA TAHTRI

  058610824 Disetujui oleh penbinbing

  DR. WIDJI SQERATRI Penbinbing utana

  KATA PENGANTAR Saya ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha

  Kuasa atas segala rahmat dan kemurahanNya sehingga penyu- sunan skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya untuk metnenuhi syarat mencapai gelar sarjana Farmasi pada Fakul- tas Farmasi Universitas Airlangga.

  Banyak bantuan serta petunjuk-petunjuk yang sangat berharga yang diberikan oleh berbagai pihak selama penyu- sunan skrisi ini.

  Perkenankanlah dalam kesempatan ini saya menyampaikan - terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu DR. Widji Soeratri dan Bapak Drs. Moegihardjo selaku dosen pembim- bing yang sudah bersedia meluangkan waktunya untiik member- ikan petunjuk dan pengarahan-pengarahan yang sangat ber­ harga .

  Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Preskripsi- Formulasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya melalui kegia- tan kuliah dan praktika, PT Surya Derniato Medica Lab, PT Roi Surya Prima Farina serta teman-teman yang telah memberikan d o r o n g a n s e ma n g a t bantuan selama proses pengum- pulan data dan penyusunan skrisi. Akhirnya saya sampaikan ucapan terima kasih kepada panitia skripsi yang telah memeriksa skripsi ini. Kepada almamater Fakultas Farmasi Universitas Airlangga skripsi ini dipersembahkan dengan harapan dapat berguna bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

  DAFTAR ISI Halaman

  2.1. Metode in v i v o .....................11

  4.2. Farmakologi........................ 17

  4.1. Sifat fisika-kimia................ 17

  o l ..............................17

  2

  4. Ketokona

  3. Sediaan g e l ..............................13

  2.2. Metode in vitro....................12

  2. Metode u j i penetrasi perkutan..........11

  KATA PENGANTAR.......................................... ii DAFTAR I S I ...............................................iv DAFTAR T A B E L ........................................... vii DAFTAR G A M B A R ........................................... ix DAFTAR LAMPIRAN..................... ................... xi

  1.2.2. Faktor-faktor yang mem- pengaruhi penetrasi per­ kutan .............. ......... 9

  1.2.1. Jalur penetrasi perkutan.... 8

  1.2. Penetrasi perkutan................. 7

  1.1. Anatomi dan fisiologi kulit....... 4

  1. K u l i t ..................................... 4

  II. TINJAUAN PUSTAKA........................... 4

  I. PENDAHULUAN. .................................. 1

  RINGKASAN...............................................xii BAB :

  5. Propilenglikol............. ............ 19

  III. ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN........ 21

  1. Alat-alat................................ 22

  2. Bahan-bahan............................. .22

  3. Tahapan kerja............................22

  3.1. Uji .kualitatif ketokonazol....... 23

  3.2. Pembuatan gel ketokonazol........ 23

  3.3. Karakteristik sediaan............. 24

  3.3.1. Penampilan................. 24

  3.3.2. Pengukuran pH sediaan..... 24

  3.3.3. Pengukuran viskositas sediaan..................... 24

  3.3.3. Homogenitas sediaan....... 25

  3.4. Penetapan penetrasi perkutan..... 28

  3.5. Penentuan kadar ketokonazol dalam cuplikan.....................29

  3.6. Pengukuran kelarutan ketoko­ nazol ............................... 30

  IV. HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA...... 31

  1. Uji kualitatif ......................... 31

  2. Karakterisasi sediaan gel ketoko­ nazol yang meliputi penampilan, pH sediaan, viskositas dan kadar sediaan.................................. 34

  3. Homogenitas kadar ketokonazol dalam g e l ................................ 35

  3.1. Penentuan panjang gelombang terpilih............................ 35

  

  3.3. Pengukuran kadar ketokonazol dalam g e l ........................... 39

  4. Pengukuran laju penetrasi.............. 40

  

  V. PEMBAHASAN.................................. 56

  VI. KESIMPULAN.................................. 61

  VII. SARAN........................................ 62

  VIII. DAFTAR PUSTAKA.............................. 63

  DAFTAR TABEL TABEL Halaman

  1 GEL KETOKONAZOL................................. 23

  2 PEMBUATAN LARUTAN BAKU KERJA KETOKONAZOL..... 26

  3 KARAKTERISASI SEDIAAN GEL KETOKONAZOL.........34

  4 NILAI SERAPAN LARUTAN KETOKONAZOL DALAM PELARUT METANOL DAN NaCl 0,9 % (1:1)

  UNTUK PENENTUAN PANJANG GELOMBANG TERPILIH... 35

  5 NILAI SERAPAN LARUTAN KETOKONAZOL DALAM PELARUT METANOL DAN NaCl 0,9 % (1:1)

  UNTUK PEMBUATAN KURVA BAKU PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m ................................ 37

  6 PENGUKURAN KADAR KETOKONAZOL DALAM SE­ DIAAN DARI BERBAGAI FORMULA.................... 39

  7 DATA PENGAMATAN PENETRASI PERKUTAN GEL TANPA PELEMBAB (FORMULA A) PADA PANJANG

  GELOMBANG 220 n m ................................ 41

  8 DATA PENGAMATAN PENETRASI PERKUTAN GEL DENGAN PELEMBAB PROPILENGLIKOL 17,5 %

  (FORMULA B) PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m .... 45

  9 DATA PENGAMATAN PENETRASI PERKUTAN GEL DENGAN PELEMBAB ETILENGLIKOL 17,5 %

  (FORMULA C) PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m --- 49

  10 DATA PENGAMATAN RATA-RATA PENETRASI PER­ KUTAN GEL TANPA PELEMBAB, PELEMBAB PROPI­ LENGLIKOL 17,5 % DAN ETILENGLIKOL 17,5 %

  PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m ..................53

  11 PENGUKURAN KADAR KETOKONAZOL JENUH DALAM SISTEM PELARUT DARI BERBAGAI FORMULA..........55

  DAFTAR GAMBAR GAMBAR

  1 ANATOMI KULIT.................................... 5

  2 JALUR PENETRASI PERKUTAN........................ 8

  3 RANGKAIAN ALAT UJI PENETRASI PERKUTAN.........28

  4 TERMOGRAM DSC DARI KETOKONAZOL................ 32

  5 SPEKTROGRAM INFRA MERAH KETOKONAZOL........... 33

  6 KURVA NILAI SERAPAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG LARUTAN KETOKONAZOL DALAM PELARUT METANOL DAN NaCl 0,9 % (1:1)..........36

  7 KURVA NILAI SERAPAN VERSUS KONSENTRASI LARUTAN KETOKONAZOL PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m ................................ 38

  8 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL TANPA BAHAN PELEMBAB DALAM LARUTAN NaCl 0,9 % TERHADAP WAKTU (REPLIKASI I ) ...... 42

  9 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL TANPA BAHAN PELEMBAB DALAM LARUTAN NaCl 0,9 X TERHADAP WAKTU (REPLIKASI II)..... 43

  10 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL TANPA BAHAN PELEMBAB DALAM LARUTAN NaCl 0,9 X TERHADAP WAKTU (REPLIKASI III).... 44

  11 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL DENGAN PELEMBAB PROPILENGLIKOL 17,5 %

  DALAM LARUTAN NaCl 0,9 X TERHADAP WAKTU (REPLIKASI I ) ................................... 46

  12 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL DENGAN PELEMBAB PROPILENGLIKOL 17,5 % DALAM LARUTAN NaCl 0,9 % TERHADAP WAKTU

  (REPLIKASI I I ) .................................. 47

  13 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL DENGAN PELEMBAB PROPILENGLIKOL 17,5 % DALAM LARUTAN NaCl 0,9 % TERHADAP WAKTU

  (REPLIKASI III )................................. 48

  14 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL DENGAN PELEMBAB ETILENGLIKOL 17., 5% DALAM LARUTAN NaCl 0,9 % TERHADAP WAKTU

  (REPLIKASI I ) ................................... 50

  15 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL DENGAN PELEMBAB ETILENGLIKOL 17,5% DALAM LARUTAN NaCl 0,9 % TERHADAP WAKTU

  (REPLIKASI I I ) .................................. 51

  16 KURVA LAJU PENETRASI KETOKONAZOL DARI GEL DENGAN PELEMBAB ETILENGLIKOL 17,5% DALAM LARUTAN NaCl 0,9 % TERHADAP WAKTU

  (REPLIKASI I I I ) ................................. 52

  17 KURVA KONSENTRASI RATA-RATA KETOKONAZOL DALAM LARUTAN FISIOLOGIS TERHADAP WAKTU...... 54

  DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN Halaman

  1 DATA PENGAMATAN PENETRASI PERKUTAN GEL TANPA PELEMBAB .( FORMULA A ) PADA PAN­ JANG GELOMBANG 220 n m ......................... 66

  2 DATA PENGAMATAN PENETRASI PERKUTAN GEL DENGAN PELEMBAB PROPILENGLIKOL 17, %

  ( FORMULA B ) PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m .......................................... 67

  3 DATA PENGAMATAN PENETRASI PERKUTAN GEL DENGAN PELEMBAB EETILENGLIKOL 17, X ( FORMULA C ) PADA PANJANG GELOMBANG 220 n m .......................................... 68

  4 CONTOH PERHITUNGAN PENETRASI PERKUTAN GEL KETOKONAZOL................................ 69

  5 PERHITUNGAN STATISTIK......................... 73

  6 TABEL F .95.................................... 77

  7 TABEL K ( > 1 %) ................................. 78

  8 HARGA KOEFISIEN KORELASI PADA DERJAT KEPERCAYAAN 1 % DAN 5 %....................... 79

  9 SERTIFIKAT ANALISA KETOKONAZOL............... 80

  RINGKASAN Dalam memformulasikan suatu sediaan, selalu diingin- kan hasil berupa sediaan farmasi yang bermutu, yaitu mempunyai efek terapeutik yang diinginkan dengan efek samping yang minimal.

  Ketokonazol adalah obat anti jamur yang dapat dipakai secara oral maupun topikal. Namun pada pemakaian secara oral dapat menimbulkan efek samping hepatotoksik yang tidak diinginkan, sehingga untuk pemakaian jangka panjang perlu dihindari.

  Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah membuat sediaan topikal dari sehingga permasalahan di atas dapat diatasi. Keuntungan lainnya pemakaian topikal adalah dapat langsung dioleskan pada tempat yang sakit dan kontak dengan kulit berlangsung lama.

  Dalam sediaan topikal sering ditambahkan pelembab untuk mempertahankan kelembaban sediaan dan mencegah terjadinya lapisan film yang terbentuk setelah terjadi penguapan air dari sediaan. Ternyata pelembab yang ditam­ bahkan dalam sediaan dapat mempengaruhi sifat fisika kimia obat dan keadaan kulit.

  hi JL L I K. !

  B A R I P i £ F wJ ' J ^ ^

  • UNIVfcKSii/iii A/..HANGGA

  P E N D A H U L U A N * S U R A 0 A V & __ '

  Agar tujuan terapi berhasil dengan baik, selalu diusahakan agar bahan berkhasiat dari sediaan dapat menca- pai reseptor dan memberikan efek farmakologi yang diingin- k a n . Selain itu dalam membuat suatu formula diusahakan pula agar sediaan dapat memenuhi kriteria stabil, nysman, dan mempunyai efek samping yang minimal. Apabila obat dapat mencapai sistem sistemik melalui kulit, maka efek samping pengobatan yang diberikan secara oral dapat diku- rangi dengan pemakaian sediaan secara topikal. Keuntungan lainnya pemakaian sediaan topikal adalah dapat langsung dioleskan pada tempat yang sakit, kontak dengan kulit atau tempat yang sakit berlangsung lama dan penggunaannya mudah.

  Agar sediaan topikal dapat memberikan efek farmakolo­ gi, bahan aktif dalam sediaan harus mengalami penetrasi menembus kulit dan mencapai reseptor. Pada pemakian topi­ kal, penetrasi obat melalui kulit dipengaruhi oleh banyak hal antara lain: kondisi kulit karena adanya luka mekanik atau luka kimia oleh asam atau basa kelarutan dan konsen- trasi obat, viskositas sediaan dan kelembaban kulit (1). Kelembaban kulit yang tinggi akan mempermudah penetrasi bahan obat melalui kulit. Kelembaban tersebut antara lain

  2 diperoleh dari sediaan yaitu dengan penambahan bahan pelembab atau humektan misalnya: glicerol, sorbitol, propilenglikol, dan etilenglikol. Adanya bahan tersebut menyebabkan lapisan stratum korneum mengembang dan mening- katkan permeabilitas bahan obat (1). Selain itu adanya bahan pelembab dapat meningkatkan kelarutan bahan obat yang sukar larut sehingga dengan demikian meningkatkan pula penetrasi.

  Pada umumnya pelembab digunakan sebagai bahan tamba- han dalam krim dan gel untuk mempertahankan kelembaban sediaan dan mencegah terjadinya lapisan film yang terben- tuk setelah terjadi penguapan air dari sediaan.

  Salah satu bentuk sediaan topikal yang kini sering dipakai adalah bentuk gel karena berwarna jernih dan memberikan rasa sejuk. Sediaan gel mudah dicuci dan hanya meninggalkan residu yang sedikit. Macam-macam bahan yang digunakan sebagai basis gel adalah etil sellulosa, algi- nat, bentonit dan carbopol. Keuntungan pemakaian carbopol dibandingkan dengan bahan lain adalah sifatnya yang mudah didispersikan dalam air, dengan konsentrasi kecil mempun­ yai kekentalan yang baik dan mempunyai kestabilan yang b a i k .

  Salah satu bahan aktif yang umumnya dibuat dalam bentuk sediaan topikal adalah obat jamur. Macam-macam bahan anti jaraur yang sering digunakan adalah: Flusito- sine, griseofulvin dan turunan imidazole misalnya: keto­ konazol .

  3 Tertarik permasalahan di atas, maka dalam tugas akhir ini ingin diteliti pengaruh pelembab terhadap profil penetrasi ketokonazol perkutan dalam basis gel carbopol. Ketokonazol dalam peneliti'an ini digunakan sebagai model percobaan adalah dengan pertimbangan antara lain sifatnya sukar larut dalam air dan penggunannya sebagai obat topi­ kal .

  Ketokonazol apabila diberikan secara oral akan larut dalam asam lambung sehingga diabsorbsi dengan baik, tetapi dapat menimbulkan efek samping hepatotoksik. Selain itu ketokonazol dapat berinteraksi dengan beberapa macam obat apabila diberikan secara bersama-sama, misalnya pada penderita tukak lambung dengan pengobatan antacid atau H

  

2 antagonis akan mengurangi bioavailabilitas dari keto­

konazol (2, 3).

  Tujuan p e n e l i t i a n

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh bahan pelembab propilenglikol dan etilenglikol terhadap penetrasi ketokonazol melalui kulit secara in vitro, sehingga pemilihan bahan pelembab dapat mempunyai daya guna meningkatan penetrasi. bungan disepanjang permukaan tubuh, sedangkan permukaaan mukosa, konjungtiva dan kornea mata tidak dianggap sebagai bagian kulit (4). Berat kulit rata rata pada orang dewasa lebih kurang delapan pound dan kulit menutupi permukaan tubuh

  5

  seluas 20.000 cm2 ( ). Fungsi kulit adalah sebagai pelindung tubuh terhadap bahan kimia, suhu dan mengatur temperatur tubuh.

  Secara anatomi kulit dibagi menjadi tiga jaringan penyusun yaitu: epidermis, dermis dan lapisan lemak subkutan (2).

  Macam-raacain jaringan penyusun kulit adalah: pembuluh darah, pembuluh lirafe, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, ujung syaraf perasa, jaringan ikat, otot otot lunak dan lemak (6).

  Epidermis merupakan bagian terluar dari kulit mempunyai ketebalan yang bervariasi antara 0,16 mm pada kelopak mata sampai 0,8 mm pada telapak

  5 Berdasarkan histologinya epidermis dibedakan menjadi 5 lapisan, mulai dari yang paling luar adalah sebagai berikut:

  1. Stratum korneum atau lapisan tanduk

  2. Stratum lucidum atau lapisan bening

  3. Stratum granulosum atau lapisan butir

  4. Stratum spinosum atau lapisan taju

  5. Stratum germinativum atau lapisan benih

  rambut

  stratum korneum ep idermis stratum lucidum — stratum i ' . ? granulosum dermis vena x a r t e r l w

  Kelenjar \ ^ | ' J _ , _ sebaseus vN jaringan kelenjar subkutan ker in^at '

  Kerxngat . - v&Afvy vena Gambar 1: Anatomi kulit (6)

  Epidermis ini berfungsi sebagai sawar pelin- dung untuk melawan bakteri, zat kiinia, alergen dan sebagainya.

  Stratum korneum terdiri dari lapisan datar, berlapis tipis dan penuh dengan sel-sel keratin yang sudah mati. Komposisi stratum korneum ini adalah 85 % protein ( terdiri dari 15 % bahan

  6 larut air, 65 % keratin dan sitoplasma dan 5 % protein membran), lipid 7-9 % dan bahan-bahan lain 6-8 % (1). Sel keratin ini mempunyai sifat yang hidrofilik dan mengembang bila dicelupkan dalam air. Lapisan ini mempunyai ketebalan berva- riasi antara 0,02 mm sampai 0,8 mm tergantung pada lokasinya (4). Lapisan ini terletak paling luar.

  Lapisan di bawah stratum korneum adalah stratum lucidum. Lapisan ini terlihat jelas pada irisan melintang kulit tangan dan kaki dan mem­ punyai ketebalan yang cukup dan sel-selnya tidak berinti dan fungsinya dalam proses keratinisasi belum jelas (4).

  Stratum granulosum terdiri dari sel-sel yang datar, sel-sel granular yang kasar, menonjol dalam lapisan germinal sebagai sel yang berinti dan berbentuk kolom (6). Lapisan ini secara aktif ikut mengambil bagian dalam proses keratinisasi.

  Stratum spinosum merupakan lapisan sel yang berduri dan merupakan tingkat differensiasi pertama lapisan epidermal yang tampak secara morfologis.

  Lapisan paling dalam epidermis disebut stra­ tum germinativum, merupakan sel yang hidup dan reproduktif dan dapat mengadakan pembelahan mitosis, sel-sel anak secara bertahap bergeser ke

  7 akan membentuk stratum spinosum (1).

  Lapisan sebelah dalam disebut dermis atau korium terdiri dari jaringan fibrus yang rapat, dan terdapat bersama sama dengan pembuluh darah dan pembuluh limfe, kelenjar sebaseus, kelenjar keringat, serabut syaraf dan otot (1).

  Di bawah dermis terdapat jaringan subkutan yang berfungsi sebagai penyekat panas (7).. Lapi­ san ini terdiri dari jaringan penyambung yang menghubungkan kulit secara longgar dengan organ organ yang berdekatan.

  II. 1.2. Penetrasi perkutan Pada pengobatan secara topikal, bahan obat kontak dengan permukaan kulit. Sebelum bahan tersebut dapat masuk dalam tubuh, obat harus dapat melewati stratum korneutn dan mengalami penetrasi melewati lapisan epidermis lainnya, dermis dan masuk ke dalam pembuluh darah dan saluran limfe. Dengan demikian apabila obat dimaksudkan untuk diabsorbsi, maka obat harus dapat melewati berbagai macam lapisan jaringan kulit.

  Kulit yang sehat merupakan sawar utama terhadap benda dan zat asing, dalam hal ini

  8 II. 1 . 2 . 1 .Jalur penetrasi Obat menembus kulit yang utuh melalui jalur jalur sebagai berikut (6,8):

  1. Diantara sel-sel stratum korneum.

  2. Menembus sel stratum korneum.

  3. Melalui kelenjar sebaseus.

  4. Melalui kelenjar keringat.

  5. Melalui dinding folikel rambut.

  Gambar 2: Jalur penetrasi perkutan (5)

  9 II. 1.2.2. Faktor-faktor yang menpengaruhi penetrasi perkutan Faktor-faktor yang merapengaruhi penetrasi perkutan antara lain adalah: a. Faktor fisiologis kulit (7, 9).

  • Kondisi kulit

  Adanya luka (misalnya kulit yang menge- lupas), luka karena zat kimia dan keadaan kulit yang sakit atau kulit yang tak sempurna akan mengubah kepekaan kulit terhadap pene­ trasi obat.

  • Umur kulit

  Permeabilitas kulit menurun dengan bertambahnya umur kulit secara histologi.

  • Spesies Walaupun ada persamaan antara kulit manusia dengan kulit binatang, terdapat variasi sifat fisik pe'*raukaan kulit antar spesies, sehingga diperlukan pemilihan kulit hewan percobaan yang cermat.
  • Lokasi kulit

  Pada percobaan pada individu yang sama dengan lokasi kulit yang berbeda akan menye- babkan perbedaan permeabilitas. Dan pada percobaan penetrasi pada tempat yang sama

  10 dengan subyek yang berbeda memberikan hasil yang bervariasi.

  • Aliran darah

  Apabila terjadi peningkatan aliran darah melalui dermal, akan meningkatkan kliren penetran.

  • Hidrasi Hidrasi stratum korneum meningkatkan kecepatan penetrasi melalui kulit.
  • Temperatur Ketahanan kulit akan menurun terhadap penetrasi dengan meningkatnya suhu kulit atau absorbsi meningkat dengan meningkatnya suhu.

  b. Faktor fisika kimia obat (1, 8, 9).

  • Konsentrasi obat yang diberikan sesuai dengan hukum Fick yang menyatakan: dM < Cd - C r >

  DSK dt h dimana dM

  Laju difusi dt D koefisien difusi luas membran S K koefisien partisi gradien konsentrasi tebal tnembran h

  11

  • Kelarutan obat

  Kecepatan penetrasi merupakan fungsi kelarutan obat. Kecepatan penetrasi tergan- tung pada kemudahan molekul obat berdifusi ke dalam stratum korneum, dimana mudah atau tidaknya berdifusi ini tergantung pada kelar­ utan obat.

  • Berat molekul obat

  Semakin besar berat molekul obat, ab- sorbsinya semakin sulit.

  c. Basis sediaan (7,10,11,12) Basis sediaan dapat mempengaruhi penetrasi obat ke dalam kulit. Basis sediaan dapat mempengaruhi penetrasi bahan obat dapat mempengaruhi kelarutan bahan obat. Penelitian membuktikan bahwa sediaan obat dapat mening­ katkan atau menghambat absorbsi perkutan dari berbagai obat.

  II. 2. Metode uji penet r a s i perkutan

  II. 2.1. Metode in vivo (7,13)

  Penelitian dengan metode in vivo dilakukan pada hewan percobaan atau pada manusia, antara lain mengamati perubahan jaringan kulit akibat

  ^

  1

  p E i l 2 ' ’UNiVEXSi iVi.S -J

  12 j S U R A B A Y ^ _J

  kulit, atau menganalisa jaringan dan cairan tubuh. Peralatan yang sering digunakan dalam metrode in vivo adalah bahan berlabel radioaktif, kromatografi gas dan reaksi warna spesifik.

  II. 2.2. Metode in vitro (7, 13) Metode ini paling sering digunakan karena lebih yang bersifat sebagai penentu kecepatan. Macam membran yang digunakan dalam metode in vitro: a. Membran kulit alami

  Pada penelitian penetrasi obat melalui kulit secara in vitro, membran yang paling sesuai adalah kulit manusia yang dapat dipero- leh dengan jalan operasi atau dari jenazah.

  Membran kulit yang lain yang dapat digu­ nakan untuk uji in vitro adalah kulit bina- tang. Binatang yang sering digunakan untuk penelitian ini adalah tikus, kelinci, babi dan anjing. Tetapi hewan-hewan ini mempunyai kekurangan yang menyolok yaitu variasi keteba­ lan stratum korneum, jumlah kerapatan kelenjar keringat maupun folikel rambut. Yang paling cocok yang menyerupai absorbsi perkutan pada kulit manusia adalah kulit babi.

  13

  b. Membran kulit sintesis Karena sulitnya untuk mendapatkan kulit manu­ sia serta bervariasinya kulit hewan percobaan, maka untuk.uji in vitro ini sering digunakan membran sintesis. Membran yang paling sering digunakan adalah membran sellulose asetat.

  II. 3. Sediaan gel ( 14,15,16 ) Gel didefinisikan sebagai suatu sediaan dasar berupa lembekan sistem dispersi, terdiri dari partikel anorganik submikroskopik atau organik makro molekul yang tersuspensi atau terbungkus dan terbacara dalam cairan. Jika gel terdiri dari mole­ kul yang seragam dan tersebar ke seluruh cairan sampai tidak terlihat batas yang jelas antara molekul yang terdispersi dengan cairan, gel ini disebut gel satu fasa, sedangkan gel fasa rangkap atau sering disebut dengan lumeran , terdiri dari gurapalan partikel kecil.

  Gel yang bercorak transparan atau translusen lazim disebut jelli. Namun demikian pengertian gel dan jelli masih belura disepakati oleh para ahli dan produsen terutama dibidang kosmetika. Dari pustaka kosmetika, gel lebih condong digunakan untuk keken- talan yang dibuat dari zat gel anorganik seperti

  14 dimaksudkan untuk kentalan yang dibuat dari zat gel organik seperti gom, turunan karboksilat, turunan sellulosa dan surfaktan tertentu.

  Bahan-bahan lain yang sering ditambahkan pada gel adalah pelembab dan pengawet. Pelembab ini untuk maksud memperlicin, sebagai emolien, dan untuk mencegah terjadinya kerak sisa gel setelah komponen lain menguap. Zat pengawet untuk mencegah pertumbuhan jazad renik, karena gel adalah tempat yang baik untuk pertumbuhan jasad renik.

  Basis gel dapat dibedakan menjadi 2, yaitu basis gel yang dibuat dari bahan pembentuk gel yang tidak larut dalam air dan basis gel dari bahan pembentuk gel yang larut dalam air.

  A. Basis gel yang mengandung bahan pembentuk gel yang tidak larut dalam air (14) Biasanya mengandung parafin cair, polioksi etilen atau minyak lemak. Keuntungan basis ini memungkinkan penambahan minyak dari berbagai jenis dan viskositas. Kerugiannya adalah sulit dihilang- kan dari permukaan kulit. Formula ini dapat mengan­ dung parafin cair dan minyak lemak atau mengandung parafin cair dan polioksietilen gliserida lemak.

  15 B. Basis gel yang mengandung bahan pelembab gel yang larut dalam air (17).

  Biasanya mengandung glicerol, propilenglikol, air dengan bahan pembentuk gel dari bahan organik maupun anorganik. Bahan organik untuk pembentuk gel misalnya natrium alginat, carbopol, gelatin dan karboksi metil sellulosa. Contoh formula:

  R/ Natrium karboksi metil sellulosa 5,0 Glycerol

  15,0 Nipagin

  0,1 Air ad

  100,0 R/ Natrium alginat 7,0

  Glycerol 7,0

  Nipagin 0,2

  Air ad 100,0

  R/ Carbopol 0,75

  Trietranolamin 0,75 Nipagin

  0,1 Propilenglikol 17,5 Air ad

  100,0

  16 Biasanya gel hidrofilik mengandung air sehingga bila digunakan pada kulit menyebabkan hidrasi pada stratum korneum dan meningkatkan pula permeabilitas kulit terhadap penetrasi bahan obat. Keuntungan lain basis gel hidrofilik adalah sifatnya mudah dicuci dengan air, terlihat berlemak dan membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan kulit.

  17 II. 4. Retokonazol ( 2, 3, 18 )

  II. 4.1. Sifat fisika-kinia (cis-l-acetyl-4-(4-((2-(2,4-dichloropheny1)-2(1H- imidazole-l-ylmethyl)-l,3 d ioxolan-4-yl)methoxy) phenyl) piperazin).

  Rumus molekul: 026^28^12^404 Berat molekul: 531,4 Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 2 bagian kloroform, larut dalam

  2 bagian kloroform, larut dalam 9 ba­ gian metanol, sangat sedikit larut da- lara eter

  Titik leleh: 148°-152° C (19) 146° C (20)

  II. 4.2. Farnakologi Mekanisme kerja ketokonazol sebagai anti jamur mirip dengan derivat imidazole lainnya yaitu melalui beberapa cara antara lain mengham- bat biosintesa lipid dari jamur sehingga mengubah

  18 membran berubah dan akhirnya menyebabkan kematian sel. Cara lainnya adalah dengan menghambat pengambilan bahan untuk sintesa DNA/RNA dan menumpuk hasil metabolisms normal yaitu hidrogen peroksida (18). Pada penggunaan ketokonazol peroral 400 mg (21), diperoleh kadar puncak rata- rata 13,0 mcg/ml pada jam ke 2.

  19 II. 5. Propilenglikol (22) Berat molekul: 76,09 Pemerian :Cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, rasa agak manis, higroskopis. Kelarutan :Dapat campur dengan air, dengan etanol dan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah dan minyak lemak. Sifat pelembab :Karena sifatnya yang higrosko­ pis maka propilenglikol dapat menarik uap air dari udara dan mempertahankan kadar air dalam sediaan. Etilenglikol (22) Rumus bangun

  Rumus molekul Berat molekul Kelarutan Sifat pelembab

  CH

  20 H

etane 1,2-diol

  : C2 H6 ° 2 : Cairan tak berwarna, tidak ber- bau, higroskopis dan seperti sirup.

  : Dapat campur dengan air, alkohol dan aceton : Karena sifatnya yang higroskopis raaka etilenglikol dapat menarik uap air dari udara dan memperta- hankan kadar air dalam sediaan.

  BAB III ALAT, BAHAN DAN METODE P E N E L I T I A N III. 1. Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  1. Rangkaian alat untuk uj i penetrasi perkutan (23)

  2. Double Beam Spectrofotometer UV 140-02 merk Shimadzu

  3. Membran dari kulit babi

  4. Stirer

  5. Alat-alat gelas

  6. Rion Viscotester VT-04

  III. 2. Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini bila tidak disebutkan lain merupakan bahan dengan kemurnian “Pharmaceutical Grade". Bahan- bahan tersebut adalah:

  1. Carbopol 940 (dari Surya Dermato Medica Lab)

  2. Trietanolamin (dari Surya Dermato Medica Lab)

  3. Propilenglikol (dari Surya Dermato Medica Lab)

  4. Etilenglikol (Wako Pure Chemical Industries Ltd)

  2 2

  6. Nipagin (dari Surya Dermato Medica Lab)

  7. Natrium klorida p.a. (E. Merck)

  8. Metanol p.a. (E. Merck)

  III. . Tah a p a n kerja

  III. . 1. Uji kualitatif ketokonazol

  A. Kemurnian ketokonazol diperiksa berdasarkan titik leburnya dengan alat Differential Scanning Calorimetry (DSC)

  B. Spektrum serapan infra merah dari ketokona- zole yang dibuat pelet dengan kalium bromida diamati. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan literatur.

  .2. Peubuatan gel ketokonazol III.

  Sediaan gel ketokonazol dibuat dengan kadar 2 % dengan penambahan pelembab propilenglikol, etilenglikol maupun tanpa pelembab. Secara keseluruhan penbuatan sediaan dapat dilihat pada tabel 1.

  23 T a b e l 1 . G e l k e t o k o n a z o l Cara pembuatan

  1. Taburkan carbopol pada air sehingga dipero- leh larutan 3 %

  2. Nipagin + air suling, kemudian dipanaskan sambil diaduk sampai larut

  3. Ketokonazo1 + propilenglikol/etilenglikol diaduk sampai homogen 4. (1) + (2) + (3) diaduk sampai homogen.

  5. Trietanolamin + air suling sehingga menjadi larutan 10 %

  6. Tambahkan (5) pada (4) sedikit demi sedikit sambil diaduk pelan-pelan agar tidak terjadi gelembung udara

  24 7. (6) + air suling sampai berat yang diingin kan

  8. Simpan dalam wadah tertutup rapat

  3. Karakteristik sediaan

  III. 3

  Karakterisasi yang dilakukan meliputi:

  III. 3

  3.1. Penanpilan

  • Bentuk - Warna - Bau

  III. 3

  3.2. Pengukuran pH sediaan (24) Pengukuran pH masing-masing sediaan dilakukan dengan pH meter

  Caranya: 5 gram sediaan + 45 ml air suling be-

  2

  bas CO III. 3.

  3.3. Pengukuran viskositas sediaan Caranya: Masing-masing sediaan diukur viskosi- tasnya dengan viskotester pada suhu 32° C

  25 III. 3.3.4. Honogenitas sediaan (20, 24) Dalam hal ini homogenitas sediaan dilakukan dengan menentukan kadar setiap bagian sedia­ an (cuplikan)

  a. Pengambilan cuplikan Cuplikan diambil dari 6 tempat

  o o o o

  yang berbeda seperti gambar di sebelah ini ± 100 mg

  o o

  b. Pembuatan larutan baku induk ketokonazol 100 mcg/ml.

  Ditimbang teliti ketokonazol 100 mg, kemudi- an dilarutkan dalam metanol sehingga mencapai volume 1000 mcg/ml

  c. Pembuatan larutan baku kerja ketokonazol Dibuat larutan baku kerja ketokonazol dengan mengencerkan larutan baku induk keto­ konazol dengan metanol dan NaCl 0,9 % (1:1) hingga diperoleh larutan baku kerja dengan kadar 0,2 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 5 ; 8 ; 10 ;

  15 mcg/ml (lihat tabel 2). Larutan baku kerja ini digunakan untuk menentukan panjang gelombang terpilih, pembuatan kurva baku, menghitung kadar ketokonazol dalam sediaan dan kadar ketokonazol sesudah penetrasi. d. Penentuan panjang gelombang terpilih ditentu- kan dengan menggunakan larutan baku kerja ketokonazol 5 ; 10 ; 15 mcg/ml. Nilai serapan tiap kadar diamati pada rentang pan.jang gelotn- bang 215-235 nm, kemudian dibuat kurva serapan versus panjang gelombang.

  Tabel 2. Pembuatan larutan baku kerja ketokonazol Pengencer an dengan

  Volume larutan Kadar Volume baku larutan metanol-

  NaCl 0,9 */. yang larutan induk yang ditambahkan NaCl 0,9 ’/. hingga d iamb i1

  Cmeg/ml> 250 ml

  0,5 ml 0,5 ml 0,2

  0,5 ml 100 ml 0,5 ml

  0,5 50 ml

  0, 5 ml 1,0 0,5 ml

  1,0 ml 50 ml 2,0 1,0 ml

  O

  3,0 ml 100 ml

  C o 3,0 ml

  5,0 ml 100 ml 5,0 5,0 ml

  O

  25 ml 2,0 ml

  C o 2,0 ml

  50 ml 5,0 ml 5, 0 ml

  10,0 15, 0 ml 100 ml

  15,0 15,0 ml

  27

  e. Pembuatan kurva baku Dibuat dengan mengamati nilai serapan larutan baku kerja dengan kadar 0,2 ; 0,5 ;

  1 ; 2 ; 3 ; 5 ; 8 ; 10 ; 15 mcg/ml pada pan­ jang gelombang maksimum, kemudian dibuat kurva serapan versus kadar larutan baku kerja keto- konazo1.

  Larutan blanko dibuat dengan mencampur metanol dan NaCl 0,9 X (1:1).

  f. Penetapan kadar sediaan Sediaan gel ketokonazol dilarutkan dengan metanol hingga 25 ml, kemudian disaring dengan dengan merabran filter 0,45 raikron. Filtrat hasil saringan penyaringan diambil 1,0 ml +

  1,0 ml NaCl 0,9 % kemudian ditambah dengan larutan metanol-NaCl 0,9 % (1:1) hingga vo- lumenya 10,0 ml. Kocok homogen dan amati serapannya.

  Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang terpilih. Kadar ketokonazol dari cuplikan dihitung dengan raenggunakan kurva b a k u .

  Larutan blanko dibuat dengan menggunakan basis gel tanpa bahan obat dengan perlakuan sama seperti di atas.

  28 III. 3.4. Penetapan penetrasi perkutan

  a. Penyiapan perangkat uj i penetrasi perkutan seperti rangkaian gambar 3.

  Keterangan gambar:

  G

  A = sediaan seberat 2 gram F

  B = membran kulit babi A C = kawat kasa 40 mesh

  D

  D = film berbentuk cincin B

  E = penyangga dari teflon

  E

  ' F = tabung gelas

  V H G = termometer J

  H = beker gelas berisi la­ rutan NaCl 0,9 X

  I = pengaduk magnetik

  J = penangas air Suhu larutan cuplikan 37 0 C

  Gambar 3. Rangkaian alat uji penetrasi perkutan (22)

  b. Beker gelas 500 ml diisi dengan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 400 ml, penangas air dinyala- kan, dan diatur suhunya 37° C dan diaduk dengan kecepatan 200 rpm.

  c. Membran, kasa kawat, film dipasang pada

  29

  d. Tabung dicelupkan ke dalam larutan beker gelas sampai penyangga berada 6 cm dari mulut beker.

  III. 3.5. Penentuan kadar ketokonazol dalan cuplikan Cuplikan diambil dari wadah sebanyak 5 ml pada waktu 0 , 5 ; 1 ; 1 , 5 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 ; 6 ; 7

  ; 8 jam. Cara pengukuran serapan: 3,0 ml cuplikan + 3,0 ml metanol, dicampur homogen, kemudian diamati serapannya.

  Blanko dibuat dengan mencampur larutan cuplikan tanpa bahan obat sebanyak 3,0 ml dengan metanol sebanyak 3,0 ml.

  Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang terpilih. Kadar ketokonazol dalam cuplikan dihitung dengan menggunakan kurva baku dan dikoreksi dengan faktor pengenceran dari Wurster (25). Kemudian dibuat kurva kadar keto­ konazol dalam cuplikan versus waktu.

  30 III. 3.6. P e n g u k u r a n kelarutan ketokonazol Dibuat larutan dengan komposisi air, propi­ lenglikol 17,5.X dan etilenglikol 17,5 5£. Kemu- dian dalam larutan ini dimasukkan ketokonazol berlebih dan diaduk pada suhu 37° C hingga mencapai kejenuhan. Cara pengukuran:

  1.0 ml sampel (dalam keadaan jenuh) yang sudah disaring dengan membran filter 0,45 mikron + 1.0 ml metanol, diencerkan dengan campuran metanol-NaCl 0,9 % dalam perbandingan sama sampai volume 10 ml dalam labu ukur. Kemudian diukur serapannya di spektrofotoaeter pada panjang gelombang terpilih.

  Blanko: 1,0 ml media uji kelarutan + 1,0 ml fietanol diencerkan dengan netanol-NaCl 0,9 % perbandingan sama, sampai 10 ml. (diberlakukan sama dengan sampel)

  BAB IV HASIL DAN P E N G O L A H A N D A T A IV. 1. Uji kualit a t i f Hasil uji kualitatif terhadap ketokonazol secara analisis termal (DSC) diperoleh hasil titik lebur ketokonazol adalah 150,4° C. Pustaka (19) menyebutkan titik lebur ketokonazol antara 148°- 152° C. Hasil pengamatan pengukuran titik lebur dapat dilihat pada termogram (DSC) gambar 4.

  Pengukuran secara spektrofotometri infra merah dapat dilihat pada gambar 5.

  .32 Gambar 4. Termograra DSC dari ketokonazol

  a. Suhu

  b. Entalpi i s i m s n a t

  Gambar 5. Spektrogram infra merah ketokonazol

  a. Hasil percobaan

  34 IV. 2. Karakterisasi sediaan gel ketokonazol Karakterisasi sediaan gel ketokonazol yang meli- puti penampilan, pH sediaan, viskositas dan kadar sediaan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Karakterisasi sediaan gel ketokonazol.

  G e l d e n g a n f o r m u l a * K a r a k t e r A B C P e n a m p i 1 a n - B e n * u k s e t e n g a h s e t e n g a h s e t e n g a h p a d a t p a d a t p a d a t - i Ja r n a p u t i h p u t i h p u t i h -

  • - - - B a u p H s e d i a a n

  7 , 2 7 , 1

  7

   1 r

  V i s k o s i t a s 2 7 0 p o i s e 2 8 5 p o i s e 2 7 5 p o i s e K a d a r s e d i a a n 2 , 1 0 */. 2 , 1 5 ■/. 2 , 1 7 7.

  • Formula A: gel tanpa bahan pelembab

  Formula B: gel mengandung pelembab propilenglikol 17.5 %

  Formula C; gel mengandung pelembab etilenglikol 17.5 %

  35 IV. 3. H o n o g e n i t a s kadar ketokonazol d a l a n gel

  Panjang gelombang terpilih ditentukan dengan menggunakan larutan baku kerja ketokonazol dengan kadar 5 ; 10 ; 15 mcg/ml memberikan nilai serapan seperti tertera pada tabel 4. Tabel 4. Nilai serapan larutan ketokonazol dalam pelarut metanol dan NaCl 0,9 % (1:1) untuk penentuan panjang gelombang terpilih

  m c / > ri R a d a r ( q 1 ) p a n j a n q q e l . c m b a n o V , g 6 0 1 4 , 9 4 0 ( n m ) 4 , 9d'.> 0 , 1 9 5 0 , 3 9 0 0 , 5 6 7 2 1 5 0 , 1 9 0 0 , 3 8 3 0 , 5 6 0 2 1 6 0 , 3 7 8 0 , 5 5 0 2 1 7 0 , 1 8 6 0 , 3 7 5 0 , 5 4 2 2 1 8 0 , l f e b - 0 , 5 4 0 0 , 1 8 3 0 , 3 7 2 2 1 9 0 , 3 6 9 0 , 5 3 8 2 2 0 0 , 1 8 1 0 , 3 6 7 0 , 5 3 2 0 , 1 8 1 2 2 1 n n n 0 , 3 6 5 0 , 5 2 8 0 , 1 8 0 0 , 3 6 1 0 , 5 2 1

  '.*£ 0 , 1 7 9

  36 Pembuatan kurva nilai serapan versus panjang gelombang dapat dilihat pada gambar 6.

  B a p « « S

  Hu&mt plortiK ( mm )

  • * mcjml

  4 .9 9 0 ♦ 9 .9 6 0 a c f f e l 1 4 .9 4

  Gambar 6. Kurva nilai serapan terhadap panjang gelombang larutan ketokonazol dalam pelarut metanol-NaCl 0,9 % (1:1)

  37 IV. 3.2. Pembuatan kurva baku Kurva baku dibuat dari larutan ketokonazol dengan kadar 0 , 2 ; 0 , 5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 5 ; 8 ; 1 0 ;

  15 mcg/ml pada panjang gelombang 220 nm. Tabel 5. Nilai serapan larutan ketokonazol dalam pelarut metanol dan NaCl 0,9 % (1:1) untuk pembuatan kurva baku pada panjang gelombang 220 nm

  S e r a p a n K a d a r S e r a p a n < m c g / m l )

  I I I r a t a - r a t a 0 , 1 9 9 0 , 0 0 6 3 0 , 0 0 1 9 0 , 0 0 4 1 o o

  00 0 , 4 9 8 0 , 0 1 5 5 0 , 0 1 6 8 0 , 9 9 6 0 , 0 3 3 0 0 , 0 3 2 2 0 , 0 3 2 6 1 , 9 9 2 0 , 0 6 7 2 0 , 0 6 9 1 0 , 0 6 8 2 2 , 9 8 8 0 , 1 2 5 0 0 , 1 0 1 0 0 , 1 1 3 0 4 , 9 8 0 0 , 1 8 1 0 0 , 1 8 2 0 0 , 1 8 1 5 7 , 9 6 8 0 , 3 2 0 0 0 , 3 0 4 0 0 , 3 1 2 0 9 , 9 6 0 0 , 3 6 9 0 0 , 3 8 0 0 0 , 3 7 4 5 1 4 , 9 4 0 0 , 5 3 8 0 0 , 5 8 7 0 0 , 5 6 2 5

  38 M 1 L I fcL

  P E R P U S

  1 A K A A N

  " U N I V f c R S l T A S A I R L A N G G a "

  S U R A B A Y A Mir ( mcffal)

  Gambar 7. Kurva nilai serapan versus konsentrasi larutan ketokonazol pada panjang gelom­ bang 220 nm

  39 IV. 3.3. P e n g u k u r a n kadar ketokonazol d a l a n gel Hasil pengukuran kadar ketokonazol dalam sediaan gel yang diambil secara acak untuk uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 6.

  Tabel 6. Pengukuran kadar ketokonazol dalam sediaan dari berbagai formula | Kadar ketokanazol (7.) dari formula

  Cupli kan A B C

  1 104,69 106,21 109,80 'n

  105,74 109,66 109,52 107,77 3 104,61 109,92

  102,80 4 103,84 106,01 105,30 10 6 , 3 8

  5 107,44

  107,32 6 105,97 107,84 105,08

  Rata-rata 107,47 108,42 ± 1,49 ± 1,54

  ± SD ± 1,58

  40 IV. 4. Pengukuran laju penetrasi Hasil pengukuran cuplikan yang diambil dari percobaan dapat dilihat pada masing-masing tabel dan gambar. Tabel 7 dan gambar 8, 9, 10 untuk gel tanpa pelem­ bab (formula A). Tabel 8 dan gambar 11, 12 , 13 untuk gel dengan pelembab propilenglikol (formula B). Tabel 9 dan gambar 14, 15, 16 untuk gel dengan pelembab etilenglikol (formula C).

  41 Tabel 7. Data pengamatan penetrasi perkutan gel tanpa pelembab ( formula A) pada panjang gelombang 220 nm n . repl i-

  N. kasi Jam ke- N.