K KLINIK 22 Mei 2015 1

NAMA
NIM

: Mita Nurlinda

: 110131050

KELAS

:4–B

TUGAS KIMIA KLINIK TEORI

KESEIMBANGAN ASAM-BASA DALAM TUBUH

Sepanjang perbandingan asam karbonat dengan bikarbonat di dalam darah
berada dalam perbandingan 1:20, maka pH darah tetap normal, dan bahwa satu
kemudahan dalam perbandingan ini, yang dihitung dari persamaan Henderson –
Hasselbach pada pH normal dari darah tersebut, akan mengganggu keseimbangan
asam-basa darah dan jaringan dalam arahan asidosis atau alkalosis.


Kandungan H2CO3 dalam darah di bawah kendali system pernafasan
disebabkan ketergantungan asam karbonat terhadap PCO2, yang pada gilirannya
dipantau melalui organ-organ respirasi. Akibatnya, gangguan pada keseimbangan
asam-basa berperan terhadap perubahan dalam kandungan H2CO3 dari darah tersebut
yang disebut dengan pernafasan di dalam organ. Bahkan pernafasan asidosis akan
terjadi ketika keadaan seperti yang menyebabkan akumulasi H2CO3 di dalam darah;
dan pernafasan alkalosis akan terjadi mana kala laju eliminasi CO2 terlalu banyak,
sehingga reduksi H2CO3 terjadi di dalam darah. Mengenai perbandingan asam
karbonat dengan bikarbonat normal 1:20 terganggu, dan pH darah akan turun atau
naik sesuai dengan retensi atau eliminasi CO2 yang berlebihan. Namun bila
kandungan bikarbonat darah dapat diatur untuk memulihkan rasio 1:20 antara asam
karbonat dan bikarbonat, pH-nya akan dengan seketika lebih banyak kembali menjadi
normal. Pengaturan yang demikian dapat disempurnakan oleh ginjal—dalam respirasi

asidosis dengan penyerapan kembali lebih banyak bikarbonat di dalam tubula renal,
dan pada respirasi alkalosis dengan mengizinkan lebih banyak bikarbonat untuk lepas
dari penyerapan ulang dan bahkan yang dikeluarkan ke dalam urin. Respirasi asidosis
atau alkalosis kemudian disebut dengan terkompensasi, yang artinya bahwa meskipun
jumlah asam karbonat dan bikarbonat dalam darah abnormal, pH-nya masih normal
karena rasio dari keduanya telah dipulihkan ke keadaan normal (1:20). Ini adalah

lanjutan dari pembicaraan di atas, bahwa kandungan CO2 dari plasma, yang
merupakan satu ukuran dari kedua asam karbonat dan bikarbonat, akan lebih tinggi
daripada normal dalam respirasi asidosis yang dikompensasikan dan lebih rendah dari
normal pada respirasi alkalosis yang dikompensasikan.

Gangguan pada keseimbangan asam-basa berperan pada perubahan kandungan
bikarbonat di dalam darah, ini dikatakan dengan metabolikasal. Kekurangan
bikarbonat tanpa perubahan dalam asam karbonat akan menghasilkan asidosis
metabolik; jika bikarbonat berlebih dikatakan alkalosis metabolik. Kompensasi akan
terjadi melalui pengaturan konsentrasi asam karbonat, dalam hal yang pertama
melalui eliminasi CO2 dengan lebih banyak (hiperventilasi) dan dalam hal yang
terakhir melalui retensi CO2(respirasi tertekan). Kandungan CO2 dari plasma dengan
jelas akan lebih rendah dari normal pada asidosis metabolik dan lebih tinggi dari
normal pada alkalosis metabolik.

Penyebab Kegagalan Keseimbangan Asam-Basa



Asidosis Metabolik


Hal ini disebabkan oleh berkurangnya fraksi bikarbonat, dengan tidak berubah
atau berubah relatif kecil dalam fraksi asam karbonatnya. Ini adalah paling umum,
yaitu tipe asidosis klasik. Hal ini terjadi pada diabetes tak terkontrol denganketosis,
dalam beberapa kasus muntah saat kehilangan cairan bukan asam, pada penyakit

ginjal, keracunan oleh garan asam, kehilangan cairan usus yang berlebihan (terutama
sekali dari usus kecil dan kolon yang lebih rendah, seperti padacolitis), dan
kehilangan elektrolit apa saja yang berlebihan telah terjadi. Meningkatnya respirasi
(hiperpnea) mungkin satu hal yang penting dari suatu asidosis yang tidak
dikompensasikan.



Asidosis Respirasi

Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya asam karbonat, H2CO3relatif
terhadap bikarbonat, HCO3–. Ini dapat terjadi pada suatu penyakit yang
pernafasannya kurang baik (buruk), sepertipneumonia, episema, lelah kongesti, asma,
atau indepresi dari pusat respirasi (seperti keracunan oleh morfin). Alat pernafasan

yang kurang berfungsi bisa juga menjadi penyebab asidosis respirasi.



Alkalosis Metabolik

Keadaan ini terjadi tatkala ada kenaikan dalam fraksi bikarbonat, dengan tidak
berubah atau berubah relatif kecil dalam fraksi asam karbonat. Mudahnya pengisian
sisa alkali bagi alkalosis yang diproduksi melalui pengisapan alkali dalam jumlah
besar, seperti yang terjadi pada pasien-pasien dalam pengobatan radang dinding
lambung. Tetapi tipe alkalosis ini terjadi jauh lebih umum sebagai akibat dari
tingginya abstruksi usus (seperti padapirolik stenosis), setelah muntah yang
berkepanjangan, atau setelah kehilangan sekresi gastrik yang berlebihan yang
mengandung asam lambung (seperti pada sedotan perut-gastric suction). pH darah
meningkat dari alkalosis tak terkompensasikan setelah berperan untuk tetanus perut,
meskipun kaitannya dengan sakit perut, tentunya, adalah insidental. Sebutan umum
dalam bentuk alkalosis ini adalah kekurangan klorida yang disebabkan oleh
kehilangan isi perut yang rendah akan natrium, tetapi tinggi akan kloridanya (yaitu,

seperti asam hidroklorida—asam lambung).


Ion-ion klorida yang kehilangan kemudian digantikan oleh bikarbonat. Tipe
alkalosis metabolik ini cocok diistilahkan dengan alkalosis „hipokloremik“.
Penggabungan yang sering terjadi dari defisiensi kalium dengan alkalosis
hipokloremik akan dibahas dalam kesempatan yang lain. Alkalosis hipokloremik juga
terjadi pada penyakit „cuching“ dan selama penatalaksanaan kortikotropin atau
kortison.

Pada semua tipe alkalosis tak terkompensasikan, pernafasannya lambat dan
pucat; urinnya mungkin alkalis, tetapi biasanya, disebabkan defisit natrium dan
kalium yang keseringan akan memberi-kan suatu reaksi bahkan dianggap bikarbonat
darah meningkat. Yang bertolak-belakang ini ialah dapat dilambangkan dalam bagian
dengan kenyataan bahwa ekskresi bikarbonat berlebih oleh ginjal akan mengalami
kehilangan natrium yang seiring kondisi tersebut (natrium rendah) tidak dapat
diturunkan.

Jadi ginjal menunda kebutuhan untuk mempertahankan konsentrasi natrium
dalam cairan ekstra-selularnya pada pengeluaran keseimbangan asam-basa. Namun,
setara—bila tidak, dalam situasi yang lazim itu, lebih penting—disebabkan ekskresi
urin asam dengan adanya bikarbonat plasma yang meningkat merupakan pengaruh

dari kekurangan kalium pada ekskresi ion-ion hidrogen oleh ginjal. Alkalosis
metabolik seperti biasanya dialami dialami secara klinis ialah hampir selalu dikaitkan
seiring dengan defisiensi kalium.



Alkalosis Respirasi

Keadaan ini terjadi bila ada kekurangan dalam fraksi asam karbonat, dengan
tiada kaitannya dengan perubahan akan bikarbonatnya. Ini dihasilkan melalui

hiperventilasi histeris, penyakit CNS mempengaruhi sistem pernafasan, keadaan
awalnya adalah keracunan salisilat, hiperpnea diamati pada tingkat tinggi, atau
penggunaan alat pernafasan yang sembrono. Alkalosis

Pengukuran Keseimbangan Asam-Basa

Adanya asidosis atau alkalosis tak dikompensasi dengan akurat ditentukan
melalui pengukuran pH darah. Pada asidosis atau alkalosis respirasi, penentuan pH
darah mutlak diperlukan untuk sebuah diagnosis biokimia yang memadai. Namun,

penentuan pH darah sering tidak dapat dikerjakan dengan mudah secara klinis. Lagi
pula, pengukran ini diperlukan untuk mengetahui apakah tingkat pola elektrolit darah
terganggu pada penentuan terapi korektif yang tepat. Untuk alasan tersebut, penentuan
CO2 yang berasal dari satu contoh plasma darah setelah perlakuan dengan asam
(kapasitas CO2 atau daya gabung CO2) digunakan sebagai pengganti. Ukuran kadar
total H2CO3 dan HCO3– dalam plasma mutlak diperlukan tetapi tidak memberikan
keterangan sebagai rasio distribusi dari dua komponen dari sistem buffer bikarbonat
tersebut (dan disebabkan pH darah tersebut).

Ini juga harus dicatat bahwa penentuan tunggal yang demikian juga gagal
untuk menghitung konsentrasi dari sistem-sistem buffer yang lain seperti hemoglobin
(keduanya dalam bentuk teroksigenasi atau tereduksi), protein serum, dan fosfat. Pada
penyakit, hal itu bisa dicatat perubahannya dan bahkan menggunakan efek penting
pada keseimbangan asam-basa. Namun, penentuan total CO2 darah cukup beralasan
ketika diambil dalam kaitannya dengan pengamatan klinis dan riwayat kasus
penyakitnya. Lagi pula, seperti yang dicatat di atas, hal ini menghasilkan informasi
atas derajat deplesi tepat bisa ditetapkan.

Pengukuran CO2, asam karbonat, dan bikarbonat dari plasma yang berasal
dari darah yang dikumpulkan di bawah minyak untuk mencegah hilangnya gas-gas

atas udara yang memberikan apakah dirancang sebagai kandungan CO2. Hal ini

dilaporkan sebagai volume CO2 per 100mL, pada kondisi suhu dan tekanan yang
baku, karena semua bikarbonat dan asam karbonat dikonversikanmenjadi CO2melalui
asidifikasi dan melalui imposisi vakum dalam peralatan yang digunakan untuk
mengukur gas tersebut. Kandungan CO2 darah vena secara alami lebih tinggi
daripada kandungan CO2 dari darah arteri.

Bila plasma yang disetimbangkan pertama kali dengan udara alveola normal
(tegangan CO2, 40 mm Hg) sebelum plasma tersebut diukur, kapasitas CO2-nya (atau
daya gabung CO2) diperoleh. Semula, kandungan CO2 dan daya gabung CO2secara
praktis adalah identik, tetapi bila tegangan CO2-nya dalam udara alveola pasien
kurang dari 40 mm, maka kapasitas CO2 akan lebih besar dari kandungan CO2-nya.

Pada penilaian kepatahan klinis akibat asidosis/alkalosis metabolik, fraksi
bikarbonat dari darah tersebut secara prima adalah menarik. Bikarbonat plasma
terkadang dirancang kebalikan dari basa karena itu adalah fraksi dari elektrolit plasma
ini yang digunakan untuk menetralkan semua senyaw asam yang masuk ke dalam
darah dan jaringan. Dalam kapasitas ini, bikarbonat plasmanya merupakan pilihan
dari jalur pertama pertahanan. Hasilnya, merupakan ancaman bagi keseimbangan

asam-basa dari tubuh akan direfleksikan dalam suatu perubahan di dalam komponen
susunan elektrolit ini.

Konsentrasi bikarbonat plasma, yang digunakan untuk mengukur kelebihan
dari alkali (basa), dapat diperoleh dari daya gabung CO2-nya. Untuk alasan ini,
diasumsikan bahwa rasio bikarbonat dan asam karbonat adalah 20:1; dengan membagi
daya gabung CO2-nya (yang dinyatakan dalam % vol.) dengan 2,24, maka
konsentrasi bikarbonat plasma dalam mEq/Liter dapat dihasilkan. Reduksi dalam
bikarbonat plasma cukup untuk membuat satu diagnosis asidosis, meskipun ini bisa
keliru karena rasio dari asam karbonat dengan bikarbonat, yang menentukan pH
darah, tidak diketahui.

Sebuah ilustrasi penting dari batasan penentuan kandungan CO2 ialah diperoleh
pada keseimbangan kimia yang berlaku pada keracunan salisilat. Pada keadaan awal,
alkalosis respirasi terjadi karena hiperventilasi yang disebabkan oleh efek racun dari
obat tersebut pada pusat respirasi (pernafasan). Kompensasi menghasilkan
pengurangan kandungan CO2 yang oleh dirinya sendiri menunjukkan adanya asidosis
metabolik;

namun,


pH

darah

terdapat

kenaikan

di

atas

normal,

yang

mengonfirmasikan adanya alkalosis respirasi yang tidak dikompensasikan.

Lagi pula, akibat lelah ginjal (lelah renal) dan gangguan metabolik lain, yaitu

asidosis metabolik „super vena“. Ini tentu saja menjengkelkan dengan menurunnya
cadangan yang dihasilkan oleh upaya pada kompensasi untuk pra-keberadaan
alkalosis respirasi. Saat mana terjadinya asidosis metabolik dapat dideteksi hanya
melalui pengukuran pH darah, suatu pengamatan yang sangat penting dalam
menanggapi terapi elektrolit. Rangkaian peristiwa tersebut yang digambarkan di atas
sebagai karakteristik dari keracunan salisilat juga terjadi akibat alkalosis respirasi dari
sebab lain.

Peranan Ginjal pada Keseimbangan Asam-Basa

Lagi pula, asam karbonat yang dieliminasi oleh organ pernafasan sebagai CO2.
Asam-asam yang lain, yang tidak volatile(mudah menguap), dihasilkan melalui
proses-proses metabolism. Hal itu meliputi asam laktat dan asam piruvat, dan yang
lebih penting lagi adalah asam-asam anorganik, seperti asan hidroklorida (HCl), asam
fosfat (H3PO4), dan asam sulfat (H2SO4). Sekitar 50-150 mEq dari asam-asam
anorganik tersebut dieliminasi oleh ginjal dalam waktu 24 jam. Ini disebabkan betapa
pentingnya asam-asam tersebut secara perlahan-lahan dibufferkan oleh kation,
natrium yang terbanyak; tetapi distal tubula dari ginjal sebagian dari kation ini
diserap-ulang

(sebenarnya

digantikan

untuk

ion

hidrogen),

dan

pH

urin

memungkinkan turun. Asidifikasi (pengasaman) urin dalam “distal tubula” ialah

fungsi yang sangat penting dari ginjal dalam mengubah cadangan kation di dalam
tubuh.

Alat lain yang digunakan oleh ginjal untuk membufferkan asam-asam dan
bahkan untuk mengubah kation (basa) yang tersedia adalah produksi ammonia dari
asam amino. Ammonia disubstitusi untuk kation basa, dan jumlah ammonia yang
dimobilisir untuk tujuan ini bisa ditingkatkan dengan menyolok ketika produksi asam
di dalam tubuh berlebih (misalnya, pada asidosis metabolic, seperti yang terjadi
sebagai hasil dari ketosis diabetes yang tidak terkendali).

Bila basa berlebih, ginjal mengeluarkan urin alkalis (basa) untuk mengoreksi
keseimbangan ini. Detil pengaturan kesetimbangan asam-basa renal (tidak dibahas
dalam artikel ini).

Pada

penyakit

ginjal,

kerusakanglomerulus dan tubula menyebabkan

kegagalan yang perlu dipertimbangkan akan pentingnya mekanisme renal tersebut
bagi pengukuran keseimbangan asam-basa. Penyerapan natrium oleh tubula pada
pertukaran dengan hidrogen adalah kurang, dan retensi berlebih dari katabolit asam,
seperti fosfat dan sulfat, terjadi akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Selain itu,
mekanisme untuk produksi ammonia oleh tubula tidak beroperasi. Akibatnya, asidosis
adalah penemuan umum pada nepritis, yaitu radang buah pinggang.