BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lesi Kulit Berpigmen Melanositik Jinak - Kesesuaian Antara Klinis dan Dermoskopi Polarisasi Kontak pada Nevus Pigmentosus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lesi Kulit Berpigmen Melanositik Jinak

  Lesi kulit berpigmen melanositik jinak merupakan suatu neoplasia (tumor) jinak dan hiperplasia dari melanosit yang terdiri dari suatu spektrum kelainan kulit yang berasal dari akumulasi sel secara masif pada berbagai elemen jaringan

  1 menjadi fokus di epidermis dengan peningkatan dari jumlah melanosit epidermal.

  Neoplasia melanositik jinak mencakup congenital nevomelanocytic nevi (CNN), nevus spilus, common acquired nevomelanocytic nevus (CANN), blue nevus,

  pigmented spindle cell nevus (PSCN), dan nevus Spitz. Sedangkan hiperplasia

  melanositik jinak mencakup lentigo simpleks, lentigo solaris, dan freckles

  1,2 (ephelides).

  Pada neoplasia melanositik, mengingat adanya sel-sel imatur (kurang melanin), ada kemungkinan mutasi tertentu yang mendasari (N-RAS, GNAQ, dan B-RAF) perkembangan melanositik normal dan menghasilkan akumulasi sel

  1,3 nevomelanositik yang tidak bermigrasi dan berdiferensiasi sempurna.

  Hiperplasia melanositik terdiri dari melanosit epidermal pada konsentrasi yang meningkat sehingga terjadi perubahan mekanisme homeostatis melanositik yang normal. Perubahan ini dapat disebabkan kerusakan primer melanositik [seperti mutasi yang diinduksi ultraviolet (UV)] atau perubahan sinyal homeostatis di

  1 lingkungan setempat.

  5

  2.2. Faktor Predisposisi

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nevus antara lain pajanan sinar matahari, trauma kulit, imunosupresi, faktor hormonal, dan faktor genetik.

  Pajanan sinar matahari merupakan predisposisi berkembangnya nevus menjadi

  12,13

  lebih banyak, lebih besar, atau memiliki gambaran atipikal. Darlington et al mengemukakan bahwa pajanan sinar matahari kumulatif secara rutin di siang hari

  14

  merupakan faktor risiko yang penting terbentuknya nevus baru. Trauma kulit dapat memicu pembentukan nevus melalui peningkatan produksi sitokin dan faktor pertumbuhan yang selanjutnya menstimulasi proliferasi melanosit pada lapisan basal. Imunosupresi sistemik juga dapat meningkatkan jumlah nevus, terkadang dengan gambaran atipikal dan atau awitan eruptif. Fenomena ini seringkali terjadi pada pasien kemoterapi, transplantasi ginjal, individu terinfeksi

  human immunodeficiency virus, dan pasien leukemia. Pengaruh hormon pada

  nevus pernah dilaporkan antara lain pada penyakit Adisson, terapi hormon tiroid

  12

  dan hormon pertumbuhan, serta hormon estrogen dan progesteron. Nevus melanositik dapat membesar dan berubah warna menjadi lebih gelap pada kehamilan, serta memiliki gambaran atipia yang sedikit lebih berat dibandingkan

  14,15 dengan individu yang tidak hamil.

  2.3. Nevus Nevomelanositik

2.3.1. Congenital nevomelanocytic nevi (CNN)

  CNN terjadi sejak lahir, dengan ukuran yang bervariasi, serta tidak ada predileksi jenis kelamin telah dibuktikan. Pada satu penelitian dikatakan prevalesi sedikit lebih tinggi pada non kulit putih dibandingkan kulit

  1,16

  putih. CNN mewakili suatu abnormalitas perkembangan dari perkembangan melanositik normal. Hal ini kemungkinan akibat suatu mutasi (seringnya NRAS) yang terjadi dalam suatu sel progenitor yang mengakibatkan akumulasi ekstensif abnormal dari sel-sel melanositik

  1,17 sepanjang jalur migrasi selama perkembangan normal.

  Meskipun CNN rata-rata lebih besar daripada nevus didapat, untuk lesi yang diameternya kurang dari 1,5 cm tidak terdapat pembatasan ukuran spesifik yang dapat digunakan untuk memprediksi dengan tepat apakah suatu nevus kongenital atau didapat. Lesi yang mencapai diameter 1,5 cm atau lebih cenderung merupakan yang kongenital, nevus melanositik atipikal, atau melanoma. Lesi CNN biasanya halus, reguler, dan berbatas tegas, dan garis kulit sedikit mengganggu permukaan kulit jika dilihat dengan pencahayaan oblique. Sejumlah CNN tidak berambut, meskipun demikian, rambut berpigmen gelap, panjang, kasar dapat dijumpai. Lesi dapat memiliki permukaan halus, bergerigi, verukosa, cerebriform, atau

  1,16 lobuler kasar.

  CNN dapat didiagnosis banding dengan Café-au-lait macule, nevus spilus, lentigo simplek, nevus of Ota, mongolian spot, Becker’s melanosis,

  1

  nevus epidermal, nevus sebaseus, dan mastositoma soliter. Penatalaksanaan CNN besar dan kecil, tergantung pada risiko terjadinya melanoma, kosmetik dan pertimbangan fungsional. Oleh karena itu, eksisi CNN yang sangat besar harus dipertimbangkan sedini mungkin, selain pruritus kronis,

  1,16 ulserasi, dan infeksi.

Gambar 2.1. Congenital nevomelanocytic nevi raksasa dengan distribusi pada batang tubuh bagian belakang. Perhatikan adanya nevi satelit. Dikutip sesuai

  aslinya dari kepustakaan no. 1

2.3.2. Nevus spilus

  Nevus spilus terjadi kurang dari 0,2% dari bayi baru lahir, 1% sampai 2% dari anak-anak sekolah kulit putih, dan 2% dewasa kulit putih.

  Belum dijumpai data kejadian pada orang berkulit gelap. Tidak tampak

  1 adanya jenis kelamin menjadi predileksi pada nevus spilus.

  Terdapat postulasi yang menyatakan nevus spilus berkembang dalam jalur yang hampir sama dengan nevus kongenital, tetapi daripada mutasi yang mendasari mengakibatkan akumulasi sel-sel melanositik masif pada dermis, defek genetik membentuk sekelompok sel yang rentan terhadap kejadian sekunder yang mengakibatkan perkembangan neoplasma

  1,16 melanositik individual fokal dalam hiperplasia melanositik lokal.

  Secara klinis, lesi muncul sebagai makula / plak bulat dengan pigmentasi coklat yang tampilannya konsisten dengan lentigo atau makula

  café au-lait termasuk elemen makula dan/atau papul nevomelanositik (atau

  lebih hiperplastik) yang berpigmen lebih gelap. Pigmentasi latar belakang makula coklat berkisar antara <1 cm sampai >10 cm diameternya. Meskipun nevus spilus dapat muncul dimana saja, lesi telah dijumpai terutama pada batang tubuh dan ekstremitas. Nevus spilus telah dihubungkan dengan

  1,16 anomali dengan asal vaskuler, sistem saraf pusat, atau jaringan ikat lain.

  Diagnosis banding dari nevus spilus adalah agminated

  nevomelanocytic nevi, agminated lentigines, Becker melanosis, CNN

  dengan pigmentasi heterogen, serta makula café-au-lait. Tidak ada pedoman standar penatalaksanaan pada nevus spilus, penatalaksanaan berhubungan

  

1

dengan kosmetik adalah dengan eksisi.

Gambar 2.2. Nevus spilus. A. Nevus spilus yang muncul pertama kali pada usia 3 tahun pada mata kaki dan punggung kaki dari seorang wanita berkulit putih berusia

  25 tahun. B. Nevus spilus kongenital pada lengan seorang anak laki-laki berkulit putih berusia 10 tahun. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 1

2.3.3. Common acquired nevomelanocytic nevus (CANN)

  CANN atau disebut juga nevus tipikal berkembang setelah lahir, perlahan membesar secara simetris, dan menjadi stabil, setelah periode waktu tertentu dapat mengalami regresi. Mayoritas CANN ternyata

  1,17 berkembang selama dekade kedua dan ketiga kehidupan.

  Prevalensi CANN bervariasi sesuai dengan etnik. Pajanan lingkungan terhadap radiasi ultraviolet tampaknya merupakan faktor pencetus penting untuk perkembangan CANN. Faktor genetik tampaknya juga memainkan peran dalam perkembangan CANN . Ukuran, frekuensi, dan pola distribusi nevus didapat cenderung sama pada satu keluarga.

  CANN dapat diserang oleh sistem imun pasien, mengakibatkan

  1,2,16 perkembangan dari nevus halo.

  CANN sering disubkategorikan berdasarkan lokasi selnya, yaitu sel- sel di dalam epidermis (junctional), dermis (intradermal) atau kedua daerah

  16,18

  (compound). CANN memiliki tampilan yang sangat beragam. Pada umumnya, tampilan tampak teratur bila dilihat dengan mata telanjang, lesi- lesi mempunyai permukaan dan pola warna homogen, bentuk bulat atau oval, garis-garis bentuk teratur, dan batas-batas relatif tegas. Permukaan nevus bisa memperlihatkan bulu yang lebih kecil dari, sama dengan atau lebih besar dari bulu kulit sekelilingnya. Bulu pada nevus bisa lebih kasar, lebih panjang dan lebih gelap daripada bulu pada kulit. Lesi di telapak tangan dan telapak kaki biasanya tanpa bulu. Sebagian besar CANN tidak membutuhkan pengobatan. Indikasi untuk pengangkatan lesi yang tampak-

  1,18 jinak bisa meliputi persoalan kosmetik atau iritasi yang berkelanjutan.

Gambar 2.3. Common melanocytic nevus . A. Junctional nevus. Makula coklat tua merata, berbentuk bulat, dengan batas halus teratur. B. Two compound nevi.

  Papula berpigmen merata dan nodul berkubah. Lesi atas lebih rata dan berwarna coklat muda dengan bagian pusat sedikit naik. Lesi bawah lebih tua usianya dan naik merata disebabkan peningkatan komponen intradermal. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no.1

2.3.4. Blue Nevus

2.3.4. Blue nevus

  Blue nevus dijumpai kurang dari 1 dari 3.000 bayi baru lahir, pada

  kira-kira 1 dari 1.000 anak-anak berusia ≤ 5 tahun, pada 1% sampai 2% anak sekolah kulit putih, pada 3% orang dewasa Jepang dan pada 0,5%

  1 sampai 4,0% orang dewasa kulit putih yang sehat.

  Asal muasal dari common blue nevus dan blue nevus seluler tidak diketahui, tetapi nevus-nevus ini dapat berasal dari suatu sel prekursor mutan yang mengakibatkan akumulasi dan diferensiasi sel melanositik pada dermis, bukan lokasinya yang normal pada epidermis. Diferensiasi menjadi

  1,16 melanosit folikuler rambut kemungkinan terjadi.

  Common blue nevus biasanya didapat, dan sekali berkembang tetap

  stabil. Common blue nevus biasanya berupa papul biru, biru-keabuan, atau biru-kehitaman soliter, diameternya biasanya kurang dari 10 mm. Blue

  nevus hipopigmentasi, target atau targetoid, dan kombinasi (compound nevomelanocytic nevus dan blue nevus) juga dijumpai. Common blue nevus

  dapat muncul dimana saja, tetapi sekitar setengah dari kasus yang

  1,2,16 dilaporkan berlokasi pada dorsal tangan dan kaki.

  Blue nevus seluler berupa nodul atau papul biru-keabuan atau biru-

  kecoklatan dengan diameter 1-3 cm, terkadang lebih besar. Permukaannya biasanya halus tetapi dapat juga ireguler. Sekitar satu setengah dari kasus

  1,2,16 berlokasi pada bokong atau sakrum.

  Blue nevus dapat didiagnosis banding dengan PSCN, tato, tumor

  glomus, granuloma piogenikum, hemangioma sklerosis, dermatofibroma, serta okronosis. Common blue nevus yang stabil selama bertahun-tahun pada orang dewasa biasanya tidak membutuhkan terapi. Blue nevus plak besar (pilar neurocristic hamartoma) membutuhkan pertimbangan untuk eksisi atau evaluasi periodik terhadap perubahan yang mencurigakan. Blue nevus seluler haruslah dievaluasi untuk eksisi karena potensi keganasannya.

  1

  PSCN pertama kali dideskripsikan oleh Reed pada tahun 1975, dan disebut juga Reed nevus.

  1,19,20

  Usia rata-rata yang telah dilaporkan adalah

Gambar 2.4. Blue nevus. A. Common blue nevus dengan tampilan berupa papul biru-keabuan didapat pada seorang laki-laki dewasa. Digunakan dengan izin dari

  Logical Images, Inc. Rochester NY. B. Common blue nevus dengan tampilan berupa papul biru-keabuan didapat pada bokong seorang pria kulit putih berusia 62 tahun. C. Blue nevus seluler dengan tampilan seperti papul biru kongenital pada punggung bawah seorang pria kulit putih berusia 30 tahun. D. Nevomelanocytic nevus-common blue nevus kombinasi dengan tampilan berupa papul coklat dengan pusat biru-keabuan pada pipi seorang anak laki-laki kulit putih berusia 12 tahun.

  Skala dalam milimeter. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 1

2.3.5. Pigmented spindle cell nevus (PSCN)

  25,3 tahun, dimana mayoritas kasus terjadi pada dekade ketiga kehidupan, dengan prevalensi wanita dilaporkan lebih tinggi dibandingkan laki-laki

  

1

  dengan rasio 2:1, 1,4:1,0, dan 1,3:1,0. Lesi lebih sering ditemukan pada ekstremitas bawah, terutama paha, dan punggung daerah paling sering berikutnya. Diduga bahwa PSCN berasal dari sel-sel progenitor yang sama sehingga menimbulkan melanosit epidermal dan nevomelanosit, tidak

  1,2 diketahui mutasi spesifik telah diidentifikasi.

  PSCN biasanya berupa papul berpigmen gelap yang homogen dan sangat bulat. Pada fase pertumbuhan awal, lesi dapat memiliki tampilan globuler tetapi mayoritas besar lesi ini berwarna gelap yang seragam, batas yang jelas dengan kulit sekitar sering menunjukkan adanya streak /

  1,21 pseudopoda sehingga lesi memiliki tampilan starburst.

  Diagnosis banding dari PSCN yaitu nevus Spitz, blue nevus, hematoma, nevus nevomelanositik junctional, nevus nevomelanositik kombinasi / blue nevus, dan melanoma. Mengingat sulitnya membedakan PSCN secara histopatologi dengan melanoma, sehingga lesi harus dieksisi

  1 3-5 mm dari batas kulit normal.

Gambar 2.5. P igmented spindle cell nevus . A. Plak berwarna coklat yang sangat tua muncul selama beberapa minggu pada paha posterior dari wanita

  berkulit putih berusia 22 tahun. B. Plak berwarna biru gelap muncul de novo 3 bulan sebelumnya pada punggung dari anak laki-laki berkulit putih berusia 8 bulan. Skala pada milimiter. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 1

2.3.6. Nevus Spitz

  Angka kejadian tahunan nevus Spitz 1,4 kasus per 100.000 orang telah diperkirakan di Australia, dibandingkan dengan 25,4 per 100.000 orang untuk melanoma kulit selama interval waktu yang sama. Diantara nevus melanositik yang dieksisi pada anak-anak, 1% sampai 8% kasus diinterpretasikan sebagai nevus Spitz. Nevus Spitz terutama terjadi pada

  1 kulit putih, dan tidak ada predileksi jenis kelamin.

  Dapat diasumsikan bahwa nevus Spitz berasal dari sel-sel progenitor yang sama yang menghasilkan melanosit dan nevomelanosit epidermal.

  Tidak seperti nevus didapat dan nevus kongenital, mutasi B-RAF tampaknya tidak terlibat. Amplifikasi kromosom 11p dan H-RAS dan

  1 mutasi aktivasi H-RAS telah dijumpai pada sejumlah nevus Spitz.

  Tipe nevus Spitz yang paling sering adalah yang soliter, asimptomatik, pink atau merah, tidak berambut, keras, dan berbentuk kubah.

  Sejumlah nevus Spitz dapat tampak seperti keloid. Permukaannya biasanya halus, dan batasnya dapat memudar ke kulit sekitarnya. Lesi verukosa, berbintik, berskuama, berkrusta, atau (jarang) erosi telah dijumpai. Nevus Spitz biasanya asimptomatik, tetapi pruritus, kelembutan, dan/atau pendarahan dapat terjadi. Depigmentasi halo telah dihubungkan dengan

  1,16,22,23 beberapa kasus nevus Spitz. Nevus Spitz juga dapat ditemukan sebagai lesi eruptif yang tersebar luas atau dalam bentuk berkelompok sebagai lesi berkelompok multipel yang terdiri dari papul-papul atau nodul-nodul merah, merah-kecoklatan, coklat, atau coklat tua, dengan permukaan berbintik-bintik halus. Nevus Spitz dapat juga berkembang sebagai lesi tunggal atau multipel dalam suatu CNN besar. Diameter nevus Spitz berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter, rata-ratanya adalah 8 mm dalam suatu serial kasus.

  Kebanyakan kasus berupa papul atau nodul superfisial, meskipun keterlibatan subkutan dapat terjadi.

  1,16,22

  Eksisi lengkap dengan batas 3-5 mm dari kulit normal umumnya cukup untuk penatalaksanaan nevus Spitz. Mengingat kemungkinan melanoma pada kasus-kasus tertentu, batas yang lebih luas dari kulit normal lebih baik untuk histopatologi lesi. Pada individu yang memiliki banyak lesi dibutuhkan pengawasan berkala untuk lesi baru atau lesi yang tidak stabil.

  1,16

Gambar 2.6. Nevus Spitz. A. Plak pink, yang tampak de novo dalam periode 8 minggu, menjadi lebih meninggi seiring dengan waktu, pada area preaurikular dari

  seorang anak laki-laki berkulit putih berusia 4 tahun. B. Papul pink berbentuk kubah, yang tampak de novo selama interval 2 minggu 4 bulan sebelumnya, pada kening seorang anak laki-laki berkulit putih berusia 5 tahun. C. Tumor Spitz berkelompok. Papul dan plak pink berkelompok yang banyak, muncul pada usia 6 bulan, pada wajah seorang anak laki-laki berkulit putih berusia 4 tahun. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 1

2.3.7. Atypical / dysplastic nevi (DN)

  DN umum terjadi pada individu berkulit putih. Prevalensinya bervariasi dan sejumlah variasi diakibatkan oleh perbedaan dari tipe kulit, usia individu yang diteliti dan kemungkinan perbedaan dalam definisi klinis atau variabilitas antarpeneliti. DN tanpa diragukan lagi merupakan prekursor melanoma, meskipun progresi menjadi melanoma tidak umum

  1,2,16 terjadi. Nevus ini juga merupakan penanda resiko untuk melanoma.

  DN muncul dalam pola familial, analisis limited segregation mengisyaratkan transmisi secara autosomal dominan. Meskipun demikian, gen yang rentan secara germ-line belum teridentifikasi untuk DN. Beberapa bukti mengindikasikan bahwa pajanan sinar matahari atau sinar UV penting

  1 dalam etiologi DN.

  Deskripsi orisinil dari DN mengindikasikan bahwa lesinya berukuran lebih dari 5 mm dengan batas yang ireguler, pigmentasi ireguler, dan adanya inflamasi. Pada prakteknya, tampilan klinis DN berada dalam kontinum dengan melanoma in situ, dan klinisi harus menentukan ambang batas yang cukup rendah untuk eksisi untuk mencegah melanoma in situ terlewatkan

  1,2,16 sementara menghindari eksisi dari jumlah nevus jinak yang berlebihan.

Gambar 2.7. D isplastic nevi mempunyai dua ciri mutlak: diameter pada satu dimensi setidaknya 5 mm dan komponen rata yang menonjol, dan dua dari tiga

  ciri lainnya: garis bentuk asimetris tak beraturan, batas tidak tegas dan pigmentasi bervariasi. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 1

2.4. Dermoskopi

  Dermoskopi adalah tehnik diagnostik non invasif menggunakan magnifikasi optik yang memungkinkan visualisasi gambaran morfologik yang tidak terlihat dengan mata telanjang sehingga membuat hubungan antara dermatologi klinis

  24,25

  makroskopik dan dermatopatologi mikroskopik. Tehnik ini mempunyai banyak sinonim termasuk mikroskopi epiluminesens, mikroskopi permukaan

  26,27

  kulit, incident light microscopy, dan dermatoskopi. Pada dasarnya sebuah dermoskop sama fungsinya seperti kaca pembesar tetapi dengan tambahan gambaran dari sistem iluminasi built-in, pembesaran yang lebih tinggi yang dapat diatur, kemampuan menilai struktur sedalam retikular dermis dan kemampuan

  28 merekam gambar. Dermoskopi telah berkembang dari metode eksperimental yang digunakan dalam sejumlah kecil sentra spesialisasi menjadi bagian dari praktik biasa untuk menskrining lesi kulit berpigmen pada banyak klinik rawat jalan, terutama pada beberapa negara Eropa, seperti Austria, Jerman, Italia dan Spanyol. Alat ini terutama digunakan untuk menilai lebih tepat tumor kulit berpigmen dan tidak

  25 berpigmen, apakah lesi tersebut harus dibiopsi atau tidak.

  Mikroskopi permukaan kulit dimulai pada tahun 1663 dimana Kolhaus menyelidiki pembuluh darah kecil pada lipatan kuku dengan bantuan mikroskop.

  Pada tahun 1878, Abbe menjelaskan penggunaan minyak imersi pada mikroskop cahaya dan prinsip ini ditransferkan ke mikroskop permukaan kulit oleh ahli kulit Jerman, Unna, pada tahun 1893. Ia memperkenalkan istilah “diaskopi” dan menerangkan penggunaan minyak imersi dan spatula kaca untuk interpretasi liken planus dan untuk evaluasi infiltrat pada lupus eritematosus. Istilah “dermatoskopi” diperkenalkan pada tahun 1920 oleh ahli kulit Jerman Johann Saphier yang mempublikasikan serial komunikasi menggunakan alat diagnostik baru menyerupai mikroskop binokular dengan sumber cahaya built-in untuk pemeriksaan kulit. Ia menggunakan alat baru ini pada berbagai indikasi dan membuat beberapa observasi morfologik pada struktur anatomis kulit. Mikroskop permukaan kulit selanjutnya berkembang di Amerika Serikat oleh Goldman pada tahun 1950. Ia mempublikasikan serial artikel menarik pada alat-alat baru yang disebutnya “dermoskopi.” Ia adalah ahli kulit pertama yang menggunakan tehnik ini untuk evaluasi lesi kulit berpigmen. Pada tahun 1971, Rona MacKie dengan jelas mengidentifikasi untuk pertama kali keuntungan mikroskop permukaan untuk perbaikan diagnosis preoperatif lesi kulit berpigmen dan untuk diagnosis banding lesi jinak versus ganas. Investigasi dilanjutkan terutama di Eropa oleh beberapa grup Austria dan Jerman. Consensus Conference on Skin Surface

  Microscopy diadakan pada tahun 1989 di Hamburg dan Consensus Netmeeting on Dermoscopy, diadakan pada tahun 2001 di Roma. Saat ini dermoskopi telah 26,27 menjadi tehnik rutin di Eropa dan mulai diterima di negara lain.

2.4.1. Jenis-jenis dermoskopi

  2.4.1.1. Dermoskopi non-polarisasi [nonpolarized dermoscopy (NPD)]

  NPD merupakan dermoskopi standar yang menggunakan sumber cahaya non-polarisasi, halogen, atau lampu pijar.

  Dermoskopi ini memerlukan aplikasi cairan imersi untuk meningkatkan penetrasi cahaya melewati stratum korneum, agar mata pemeriksa dapat melihat struktur kulit yang lebih dalam. Tipe dermoskopi ini merupakan satu-satunya yang tersedia pada tahun 1990-an. Oleh sebab itu, hampir semua struktur, pola, dan algoritma dermoskopi yang telah dideskripsikan sejauh ini didasarkan pada teknologi NPD. Selain itu dermoskopi yang ditunjukkan pada kebanyakan buku teks dan perkuliahan diambil menggunakan

  29 kamera yang disambungkan pada NPD.

  2.4.1.2. Dermoskopi polarisasi [polarized dermoscopy (PD)]

  Dermoskopi polarisasi (PD) diperkenalkan dalam praktek klinis pada tahun 2000. Alat PD menggunakan dua polarizer untuk menghasilkan polarisasi silang. Dengan kondisi ini, polarrizer memungkinkan dermoskopi secara khusus menangkap cahaya yang tersebar dari lapisan kulit yang lebih dalam. Inovasi ini memberi

  24 kemudahan bagi pemeriksa untuk menilai lesi secara tepat.

  Walaupun PD tidak memerlukan kontak langsung dengan cairan imersi, sejumlah alat PD memiliki kedua pilihan baik kontak [polarized light contact dermoscopy (PCD)] atau non-kontak

  30 [polarized light noncontact dermoscopy (PNCD)].

2.4.2. Algoritma untuk prosedur diagnostik dermoskopi

  Board of the Consensus Netmeeting menetapkan prosedur dua

  langkah untuk klasifikasi dari lesi kulit berpigmen. Langkah pertama adalah membedakan antara lesi melanositik dan lesi non-melanositik. Klasifikasi ini didasarkan pada struktur tertentu, jika ada, membantu dengan tepat mengklasifikasikan lesi sebagai melanositik, blue nevus, keratosis seboroik, karsinoma sel basal (KSB), atau angioma. Jika lesi tidak memiliki kriteria positif untuk lesi melanositik dan lesi non-melanositik, lesi perlu dipertimbangkan menjadi lesi melanositik. Sekali lesi diidentifikasi berasal dari melanositik, keputusan harus dibuat apakah lesi melanositik adalah benigna, suspek, atau maligna dengan menggunakan algoritma pola analisis (Pehamberger et al), pola analisis yang telah direvisi, aturan ABCD dari dermoskopi, seven point checklist, three point checklist, dan metode

  24,27,31 Menzies.

Gambar 2.8. Prosedur dua langkah untuk klasifikasi dari lesi kulit berpigmen. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 27Gambar 2.9. Algoritme untuk penentuan lesi melanositik versus non melanositik menurut proporsi Board of the Consensus Netmeeting. Dikutip sesuai aslinya dari

  kepustakaan no. 27

  2.4.3. Gambaran dermoskopi nevus pigmentosus

  Diagnosis dermoskopi dari nevus bergantung pada empat kriteria

  3,32

  dasar, yaitu:

  1. Warna (hitam, coklat, abu-abu, dan biru)

  2. Pola (globular, reticular, starburst, dan struktur pola biru)

  3. Pola spesifik terhadap area tubuh (wajah, akral, kuku)

  4. Distribusi pigmen (multifokal, pusat, eksentrik, dan seragam) Melanin dan hemoglobin merupakan dua komponen yang menentukan warna pada pemeriksaan dermoskopi. Warna merupakan kriteria dermoskopik untuk membantu interpretasi lesi pigmentasi yang meragukan. Bergantung pada lokasi pigmen melanin pada kulit, bermacam warna dapat dilihat dengan metode ini.

  

3

Structureless blue pattern Globular and cobblestone pattern

  Reticular or network pattern Starburst pattern Stratum corneum epidermis Upper dermis Dermo-epidermal junction Upper and reticular dermis

Black Brown Gray Blue

chromophore - melanin

Gambar 2.10. Diagnosis dermoskopi nevi melanositik bergantung pada warna dan pola.

  

Yang paling terpenting kromofor pada nevi melanositik adalah melanin dalam

melanosit atau keratinosit. Memahami histopatologis yang berkorelasi dengan warna

dan pola nevi melanositik. dijelaskan juga mengapa nevi dengan keterlibatan epidermis

yang dominan (yaitu, reticular dan nevi starburst) biasanya menunjukkan warna hitam

untuk hingga coklat, sedangkan nevi dengan keterlibatan dermis yang dominan sering

menunjukkan warna abu-abu dan biru. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 3

Tabel 2.1. Pola dermoskopi nevus pada daerah tubuh khusus

  Site Dermoscopy Face Pseudonetwork pattern intermingled by hairs

Acral Parallel pigmented lines within the furrows or

perpendicular to the furrows

Nail Small pigmented band composed by parallel lines of

uniform color and width

  Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 3

  Berikut deskripsi dari masing-masing nomenklatur gambaran dermoskopi yang dapat ditemukan pada lesi nevus pigmentosus yang diusulkan oleh Consensus Netmeeting yang diadakan di Roma pada tahun

  27,33 2001.

  1. Pigment (reticular) network. Gambaran ini menunjukkan adanya melanin di keratinosit atau melanosit sepanjang junction dermo- epidermal pada lesi melanositik. Merupakan jaringan honeycomb type yang terdiri atas pigmented lines yang merupakan proyeksi rete ridge, dan hypopigmented holes yang merupakan proyeksi papila dermis.

  27,33 Kriteria ini menunjukkan lesi pigmentasi melanositik.

  2. Dots adalah struktur bulat berdiameter kurang dari 0,1 mm. Warna hitam menunjukkan akumulasi pigmen di stratum korneum atau epidermis bagian atas. Warna coklat menunjukkan akumulasi melanin di junction dermo-epidermal. Gambaran abu-abu kebiruan multipel menunjukkan

  27,30,33 melanofag di dermis.

  3. Globules merupakan stuktur bulat hingga oval berbatas jelas, dapat berwarna coklat, hitam, atau merah bergantung pada derajat agregasi melanin. Struktur ini berdiameter lebih dari 0,1 mm dan berhubungan dengan sarang melanositik jinak atau ganas, kumpulan melanin dan/atau melanofag. Struktur ini biasanya terletak di epidermis bawah, junction dermo-epidermal, atau di papila dermis. Pada lesi jinak, kedua tanda ini mempunyai bentuk dan ukuran reguler dan terdistribusi merata serta

  27,30,33 terletak di tengah lesi.

  4. Ramified streaks. Gambaran ini merupakan kriteria ketiga lesi melanositik yang menunjukkan pertumbuhan radial sel yang mengandung melanin. Tanda ini merupakan struktur “fringe”-type pada tepi lesi. Bila terdapat reguler dan simetris di seluruh tepi lesi, dapat

  27,30,33 menggambarkan pola yang ditemukan pada nevus Spitz.

  5. Areas without structure. Bila rete ridge pendek atau sedikit berpigmen,

  

pigment network dapat tidak terlihat. Area tanpa network ini tanpa tanda

  regresi disebut area tanpa struktur. Area ini amorf atau homogen, tanpa jaring, cenderung hipopigmentasi karena tidak terdapat atau berkurangnya intensitas pigmen. Tanda ini tidak spesifik untuk lesi

  27,33 melanositik.

  6. Blue-metallic (blue-steel) area. Pigmentasi biru homogen tanpa pigment

  

network atau globul coklat atau hitam merupakan gambaran khas blue

nevus. Area coklat bisa ada bila terdapat aktivitas junctional misalnya

27,33 pada nevus kombinasi.

  7. Follicular pseudo-openings. Struktur ini merupakan opening tipe komedonal dengan orifisium berwarna gelap atau muda akibat invaginasi epidermis yang berisi keratin. Tanda ini khas pada lesi keratosis

  27,33 seboroik, namun dapat juga ditemukan pada nevus papilomatosis.

  8. Pseudopods. Struktur ini merupakan ekstremitas dari radial streaks yang tampak sebagai proyeksi nodular atau bulbar pada tepi lesi. Tanda ini dapat mempunyai tombol di ujungnya dan dapat menempel pada pigment

  

network atau langsung menempel di badan tumor. Gambaran ini biasanya

27,30,33 sangat berpigmen.

  9. Blue-whitish veil. Tampak berupa pigmentasi biru, opak, ireguler, dan berkonfluens dengan lapisan keputihan di atasnya. Gambaran histopatologis menunjukkan ortokeratosis dan agregasi padat sel berpigmen di dermis. Tanda ini biasanya ditemukan pada lesi blue nevus

  27,30,33 dan melanoma invasif.

  10.Depigmentation area. Berbentuk area putih yang lebih muda dari kulit normal di sekitarnya dan secara histopatologis dapat menunjukkan regresi lesi pigmentasi bahkan fibrosis pada melanoma invasif bila tampak gambaran tidak teratur dan menyerupai jaringan parut. Namun tanda ini juga dapat menunjukkan tidak terdapat pigmentasi tanpa

  33 regresi.

  11.Vaskularisasi. Gambaran menyerupai koma ditemukan pada nevus

  27,33 dermal. Tanda ini sering ditemukan di wajah.

  12.Struktur yang ditemukan pada wajah. Pseudo-net. Pola retikuler kasar akibat ketiadaan epidermal cones. Terdapat di sekitar apendiks kulit pada wajah berupa opening folikel rambut dan ostium kelenjar

  33 keringat. Tampak pada lesi melanositik dan keratosis seboroik.

  14.Struktur yang ditemukan pada regio palmoplantar. Pada lokasi ini,

  pigment network mempunyai aspek morfologis berbeda dengan yang

  terletak di daerah anatomis lainnya. Pada nevus jinak; (a) Pola atur paralel: tampak alur permukaan kulit yang berpigmen; (b) Pola lattice-

  like: selain pigmentasi terdapat garis yang menyilang lekuk; (c) Pola

  33 fibrilar: tampak serat halus menyilang alur alami kulit.

Gambar 2.11. CNN yang besar. A. Gambaran klinis. B. Gambaran dermoskopi menunjukkan pola retikuler. Dikutip dari kepustakaan no. 32.Gambar 2.12. CNN yang besar. A. Gambaran klinis. B. Gambaran dermoskopi menunjukkan pola globuler. Dikutip dari kepustakaan no. 32.Gambar 2.13. Nevus Spitz. A. Gambaran dermoskopi menununjukkan pola starburst.

  B. Gambar dermoskopi pola pigmen negatif. C. Gambaran dermoskopi menunjukkan pola globular. D. Gambaran dermoskopi nevus Spitz pink dengan pembuluh darah titik-titik (dots). Dikutip dari kepustakaan no.32.

Gambar 2.14. A. Papul biru-abu-abu pada lengan kanan. B. Gambaran dermoskopi pigmentasi biru homogen dengan banyak garis-garis, menunjukkan pola starburst.

  Dikutip dari kepustakaan no. 34.

Gambar 2.15. Nevus dermal. A. Foto makroskopis suatu nevus dermal. B.

  Gambaran dermoskopi dari A yang menunjukkan sisa-sisa pigmen dan vaskularisasi berbentuk koma. Dikutip dari kepustakaan no. 33.

Gambar 2.16. Gambaran dermoskopi dari suatu nevus dermal yang menunjukkan komponen globuler dengan pembuluh darah berbentuk koma. Dikutip dari

  kepustakaan no. 33.

Gambar 2.17. Pigmented spindle cell nevus. Gambaran dermoskopinya mirip dengan nevus Spitz. Dalam gambar ini terlihat gambaran globul-globul coklat.

  Dikutip dari kepustakaan no. 35.

Gambar 2.18. Gambaran pseudopods pada pigmented spindle cell nevus. Dikutip dari kepustakaan no. 35.Gambar 2.19. Gambaran kombinasi struktur seperti streaks dan pseudopods pada pigmented spindle cell nevus. Dikutip dari kepustakaan no. 35.Gambar 2.20. Nevus di telapak tangan. Lesi melanositik pada telapak tangan dengan pola alur (furrow) paralel. Pigmentasi di alur-alur tipis (panah) dengan

  globul (kotak) dalam ridge yang tebal (bintang). Dikutip dari kepustakaan no. 36.

Gambar 2.21. Nevus di telapak tangan. Garis coklat pada alur-alur dan tegak lurus dengan alur-alur menunjukkan pola latice-like. Dikutip dari kepustakaan no. 36.

2.5. Kerangka Teori

LESI BERPIGMEN JINAK MELANOSITIK

  2.Lentigo solaris

  2. Blue nevus

  5. Nevus spilus DIAGNOSIS

  4. Nevus Spitz

  Sinar matahari, trauma kulit, imunosupresi, faktor hormonal, faktor genetik HIPERPLASIA Kongenital

  1. CNN

  2. Atypical / dysplastic nevi

  1.Lentigo simpleks

  3. PSCN

  3.Freckles/ ephelides NEOPLASIA Didapat

  1. CAMN

PEMERIKSAAN KLINIS DERMATOLOGIS DERMOSKOPI

Gambar 2.22. Kerangka teori

  IMUNOHISTOKIMIA Faktor Predisposisi

  HISTOPATOLOGIS &

  POLARISASI KONTAK NON KONTAK GAMBARAN DERMOSKOPI POLA WARNA STRUKTUR

  NON-POLARISASI

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Penggunaan Kata Pelengkap Buyu (补语) Dalam Kalimat Bahasa Mandarin Pada Koran Guoji Ribao 《国际日报》补语句子使用分析《Guójì Rìbào》Bǔyǔ Jùzi Shǐyòng Fēnxī

1 7 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kas 2.1.1.1. Pengertian Kas dan Unsur-unsur Kas - Analisis Penerapan Pengendalian Internal Penerimaan Kas dan Piutang Usaha pada PT. Bright Supermart M. Yamin Medan

0 2 29

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen - Pengaruh Promosi dan Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying Dengan Shopping Emotion Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Matahari Department Store Cabang Medan Fair Pla

0 9 29

Pengaruh Promosi dan Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying Dengan Shopping Emotion Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Matahari Department Store Cabang Medan Fair Plaza)

1 2 13

Perbandingan Kadar Enzim Glutation Peroksidase Pada Penderita Katarak Diabetika dan Non Diabetika

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 LENSA 2.1.1 Anatomi Lensa - Perbandingan Kadar Enzim Glutation Peroksidase Pada Penderita Katarak Diabetika dan Non Diabetika

0 0 26

Perbandingan Kadar Enzim Glutation Peroksidase Pada Penderita Katarak Diabetika dan Non Diabetika

0 0 15

Lampiran 1 Kuesioner dan lembar Observasi

0 10 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Sejarah STBM - Sistem Kendali Pintu Parkir Otomatis Menggunakan Bahasa C Berbasis Atmega16

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Sistem Kendali Pintu Parkir Otomatis Menggunakan Bahasa C Berbasis Atmega16

0 1 8