KUALITAS HIDUP (HEALTH RELATED QUALITY

KUALITAS HIDUP KESEHATAN: KONSEP, MODEL DAN PENGGUNAAN

Ajeng Tias Endarti 1

1 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin Alamat korespondensi:

Jalan Raya Pondok Gede No 23-25 Kramat Jati, Jakarta Timur Telp. 021 80885519 ext 1017

ABSTRAK

Hidup yang berkualitas merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua manusia pada semua tingkatan umur. Kualitas hidup didefinisikan sebagai merupakan penilaian kesehatan fisik dan mental secara subjektif, yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya di lingkungan sekitar dan aspek sosial ekonomi pada setiap individu. Ada dua model kualitas hidup yang paling banyak digunakan, yaitu Ferans Model of Quality of Life dan WHO International Classification of Functioning, Disability and Health (WHO ICF). Kedua model ini menyebutkan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh faktor indiviu dan faktor lingkungan. Kualitas hidup dimanfaatkan untuk discrimination, evaluation dan prediction. Instrumen pengukuran kualitas hidup ada yang bersifat generik dan spesifik. Untuk menentukan instrumen kualitas hidup yang akan digunakan, ada beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Yaitu akseptabilitas (acceptability), beban (burden), reliabilitas (reliability), validitas (validity), responsif (responsiveness), pemanfaatan (usefulness) dan kemampuan untuk diinterpretasikan (interpretability).

Kata kunci: Kualitas hidup, konsep, model KUALITAS HIDUP (HEALTH RELATED QUALITY karakteristik masyarakat dan lingkungan serta status

OF LIFE)

kesehatan. Agborsangaya, Lau, Lahtinen, Cooke dan Hidup yang berkualitas merupakan tujuan yang ingin Johnson (2013) mendefinisikan kualitas hidup secara dicapai oleh semua manusia pada semua tingkatan umur lebih sederhana yaitu penilaian individu tentang (Bakas et al., 2012). Romero, et al. (2013) menyatakan kesejahteraan yang berkaitan dengan kesehatan. bahwa hingga saat ini tidak ada konsensus terkait dengan Sementara itu menurut Institute of Health Economics pendefinisian

dalam (IHE) (2008) kualitas hidup adalah status kesehatan mendefinisikannya akan tergantung dari aspek mana yang

subyektif dari persepsi yang ingin dijadikan fokus pengamatan. Namun secara pasien/individu. umum masyarakat di negara-negara barat memiliki

dinilai secara

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan persepsi yang sama tentang kualitas hidup, yaitu bahwa kualitas hidup merupakan penilaian kesehatan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani hidup fisik dan mental secara subjektif, yang sangat (Fayers & Machin, 2007). Pasca ditetapkannya definisi dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya di lingkungan sehat oleh WHO tahun 1946, muncullah konsep kualitas sekitar dan aspek sosial ekonomi pada setiap individu. hidup yang terkait dengan kesehatan yang dikenal dengan

istilah Health Related Quality of Life (HRQoL) (Romero Model Kualitas Hidup

et al., 2013). Model dikembangkan untuk mengetahui kausa dari topik/isu yang sedang diamati. Terkait dengan kualitas

Definisi Kualitas Hidup

hidup, pemodelan kualitas hidup dapat bermanfaat WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi sebagai petunjuk (guidance) penelitian dan aplikasi individu terhadap kehidupan yang dijalaninya sesuai praktis peningkatan kualitas hidup pada populasi yang dengan budaya dan nilai-nilai tempat individu tersebut diamati secara optimal (Bakas et al., 2012). Dalam kurun tinggal serta membandingkan kehidupannya tersebut waktu 35 tahun (1965-2000) Taillefer, Dupuis, Roberge dengan tujuan, harapan, standar dan tujuan yang telah dan Le May (2003) menyebutkan ada 68 model kualitas ditetapkan oleh individu (WHO, 1997). Centers for hidup yang telah dikembangkan. Khusus untuk kualitas Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan hidup yang terkait dengan kesehatan, berdasarkan hasil kualitas hidup lebih fokus pada persepsi individu telaah sistematis yang dilakukan oleh Bakas, et al. (2012) terhadap kondisi kesehatan fisik dan mental serta ditemukan tiga model kualitas hidup yang paling sering hubungannya dengan risiko dan kondisi kesehatan, status digunakan, yaitu Wilson and Clearly Model (Wilson & fungsional, dukungan sosial dan status sosial ekonomi Cleary, 1995), Ferrans Model (Ferrans, Zerwic, Wilbur, (CDC, 2000).

& Larson, 2005) dan WHO International Clasification of Sebuah tinjauan kepustakaan tentang kualitas hidup Functioning Disability and Health (WHO ICF) (WHO, yang ditulis oleh Sajid,Tonsi dan Baig (2008)

2007).

menyebutkan bahwa kualitas hidup merupakan suatu konsep multidimensi dinamis yang dikembangkan untuk Ferrans Model of Quality of Life mengetahui dampak psikologis dari suatu penyakit, yang Penelitian ini menggunakan landasan model kualitas di dalamnya mencakup aspek kesejahteraan ekonomi, hidup yang diajukan oleh Ferrans, Zerwic, Wilbur dan

97

Larson (2005). Model ini merupakan revisi dari model kualitas hidup yang dikembangkan oleh Wilson dan Clearly (1995). Pada model ini kualitas hidup

dipengaruhi oleh karakteristik individu, karakteristik lingkungan dan persepsi sehat secara umum. Secara jelas Ferrans Model of HRQoL digambarkan sebagai berikut.

Fungsi Biologis

Status

Gejala Fungsional

Persepsi Sehat Kualitas Hidup

Karakteristik Lingkungan

Karakteristik Individu

Gambar 1. Ferrans Model of Quality of Life

Sumber: (Ferrans et al., 2005)

a. Karakteristik Lingkungan Menurut model ini karakteristik lingkungan memengaruhi fungsi biologis, gejala, status fungsional, persepsi sehat dan kualitas hidup, yang terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Karakteristik lingkungan sosial adalah pengaruh personal atau sosial terhadap kondisi kesehatan termasuk di dalamnya adalah pengaruh teman, keluarga dan pelayanan kesehatan (Ferrans et al., 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan sosial (García, Banegas, Perez-Regadera, Cabrera, & Rodriguez-Artalejo, 2005), dukungan sosial (Xing, Yu, Chen, Zhang, & Tan, 2013) memiliki korelasi yang signifikan dengan peningkatan skor kualitas hidup. Sementara itu kondisi rumah, tetangga dan tempat kerja yang memengaruhi kualitas hidup masuk ke dalam kategori fisik (Ferrans et al., 2005). Studi kualitas hidup pada populasi umum di Libanon menunjukkan bahwa kualitas hidup populasi yang tinggal di perkotaan lebih baik daripada kualitas hidup populasi yang tinggal di desa (p 0,046) (Sabbah, Drouby, Sabbah, Retel-Rude, & Mercier, 2003).

b. Karakteristik Individu Sama halnya seperti karakteristik lingkungan, karakteristik individu merupakan determinan untuk fungsi biologis, gejala, status fungsional, persepsi sehat dan kualitas hidup. Karakteristik individu terdiri dari demografik, faktor perkembangan, psikologis dan faktor biologis (Ferrans et al., 2005). Faktor demografik terdiri dari jenis kelamin, umur, status pernikahan dan etnis. Faktor ini digunakan oleh para penyedia pelayanan kesehatan untuk menentukan target atau untuk menskrining permasalahan kesehatan (Ferrans et al., 2005). Hasil penelitian secara konsisten menyebutkan bahwa jenis kelamin (Ardalan et al., 2011; Pradono, Hapsari, & Sari, 2009) dan umur (Pradono et al., 2009; Tajvar, Arab, & Montazeri, 2008; White,

Philogene, Fine, & Sinha, 2009) merupakan variabel yang secara bermakna memengaruhi kualitas hidup.

Sementara itu yang dimaksud dengan faktor perkembangan adalah karakteristik individu yang menjelaskan perilaku sehat dan hal ini merupakan dampak dari fungsi biologis. Faktor ini bersifat statis, tetapi walaupun demikian masih dapat diubah dan ditingkatkan dengan intervensi yang tepat (Ferrans et al., 2005). Perilaku sehat yang diamati oleh Lima, et al., (2011) adalah aktifitas fisik, konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok. Dari ketiga perilaku tersebut, dua perilaku yaitu aktifitas fisik dan konsumsi alkohol, memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup. Faktor psikologis merupakan faktor yang bersifat dinamis, dapat dimodifikasi dan dapat merespon suatu intervensi. Faktor psikologis ini terdiri dari penilaian kognitif, respon afektif dan motivasi. Penilaian kognitif meliputi pengetahuan, kepercayaan dan sikap terhadap penyakit, pengobatan ataupun perilaku. Respon afektif adalah hal yang menyebabkan/terkait dengan emosi seperti kecemasan, ketakutan, kesedihan atau kesenangan (Ferrans et al., 2005).

Berdasarkan teori self determination (Ryan & Deci, 2000) motivasi bersifat berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan alasan dalam melakukan suatu aktifitas. Motivasi ini terbagi menjadi dua, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik merujuk pada perilaku yang dilakukan karena dapat menyebabkan kepuasan atau kesenangan. Motivasi ekstrinsik adalah perilaku yang disebabkan/didasarkan pada reward eksternal dan bukan dari dorongan dari dalam diri individu (Ferrans et al., 2005).

Faktor yang terakhir, yaitu faktor biologis meliputi indeks massa tubuh, warna kulit dan genetik terkait dengan penyakit atau risiko penyakit (Ferrans et al., 2005).

c. Fungsi Biologis Menurut framework Leidy (1994) dalam Ferrans et Fungsi biologis pada model ini merujuk pada proses al. (2005), ada empat dimensi status fungsional, yaitu dinamis yang mendukung kehidupan. Fungsi ini dilihat functional capacity , functional performance, functional secara luas pada level molekuler, seluler dan keseluruhan capacity utilization

dan functional reserve. Functional organ tubuh. Peningkatan fungsi biologis berdampak capacity adalah kapasitas maksimal dari seseorang untuk secara langsung dan tidak langsung dengan semua melakukan tugas yang spesifik pada salah satu domain komponen kesehatan, termasuk didalamnya gejala, status fisik, sosial, psikologi dan kognitif. Contohnya kapasitas fungsional, persepsi sehat dan kualitas hidup. maksimal seseorang hanya pada kekuatan fisik atau pada Optimalisasi fungsi biologis merupakan bagian dari daya ingat saja (Ferrans et al., 2005). pengobatan secara holistic (Ferrans et al., 2005).

Functional performance merujuk pada performance Karakteristik individu memengaruhi kerentanan dan seseorang sehari-hari. Hal ini merupakan respon yang ketangguhan individu. Genetik dan psikologis terintegrasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti memengaruhi fungsi seluruh aspek tubuh sehingga dapat choices , nilai dan motivasi. Penilaian functional menimbulkan penyakit (Ferrans et al., 2005). Seperti performance dapat dilihat dari banyaknya aktivitas fisik yang terjadi pada penderita Hemophilia, dimana atau energi yang dikeluarkan pada beberapa kategori. pernyakit tersebut terjadi karena adanya kelainan pada Bisa juga dinilai berdasarkan performance memory. kromosom X (Franchini & Mannucci, 2012). Pada Kapasitas fungsional dapat memengaruhi functional karakteristik lingkungan faktor fisik dan sosial performance pada kondisi dimana penurunan kapasitas memengaruhi fungsi biologis. Sebagai contoh, paparan membatasi performance pada aktivitas sehari-hari bakteri patogen yang berada di lingkungan dapat (Ferrans et al., 2005). menyebabkan penyakit menular (Ferrans et al., 2005).

Dimensi ketiga, yaitu utilisasi kapasitas merujuk pada Interaksi antara faktor individu dan faktor lingkungan, persentase kapasitas fungsional yang digunakan setiap secara ilmu genom, menyebabkan penyakit Alzheimer, harinya. Sedangkan dimensi yang terakhir, yaitu dimensi kanker kolorektal, kanker payudara. Interaksi kedua hal functional reserve , adalah perbedaan antara capacity ini menyebabkan fokus intervensi pada perilaku karena utilization dan functional capacity. Pada umumnya tidak faktor genetik merupakan sesuatu yang tidak dapat ada seseorang yang memiliki 100% kapasitas sehari- dimodifikasi (Ferrans et al., 2005).

harinya dan orang yang memiliki kapasitas yang tinggi biasanya hanya menggunakan sebagian kecil porsi dari

d. Gejala kapasitas hariannya. Ketika kapasitas fungsional Model ini mendefinisikan gejala sebagai persepsi seseorang berkurang karena masalah kesehatan, maka pasien terhadap kondisi fisik, emosional dan kognitif. akan dibutuhkan persentase kapasitas yang lebih besar Semua gejala dapat diukur dengan instrumen yang tepat. untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Capacity Seperti instrumen The Back Pain Classification Scale utilization berkaitan dengan functional reserve dan yang dikembangkan oleh Frank Leavitt dan David C. mengindikasikan potensi yang tidak digunakan. Orang Garron pada tahun 1978 dan bertujuan untuk skrining yang memiliki kapasitas dan functional performance low back pain yang disebabkan oleh aspek psikologis yang rendah akan memiliki functional reserve yang atau disebabkan oleh aspek biologis (McDowell, 2006). tinggi (Ferrans et al., 2005). Suatu gejala dapat diukur dari frekuensi, intensitas dan

Ferrans et al., (2005) menyatakan bahwa untuk stres yang ditimbulkan, kualitas, penyebab, pengobatan, mengukur functional capacity dapat menggunakan konsekuensi, lokasi dan waktu timbulnya gejala. alat/instrumen sesuai dengan domain. Misalnya pada Berdasarkan The Common Sense Model of Illness domain fisik untuk mengukur kapasitas aerobik dapat (Leventhal, Meyer dan Nerens, 1980 dalam Ferrans, menggunakan pengukuran asupan oksigen maksimal, Zerwic, Wilbur & Larson, 2005) dimana orang untuk mengukur kapasitas berjalan dapat diukur dengan mengalami

prosesnya tes enam menit berjalan. Pada functional performance dilatarbelakangi oleh pengalaman somatis sebelumnya dapat diukur dengan Functional Performance Inventory, dan informasi dari lingkungan. Kognitif pasien adalah SF36 dan Sickness Impact Profile (McDowell, 2006). pemikiran suatu kejadian/gejala, penyebabnya, dampak, Sedangkan untuk capacity utilization dan functional prognosis dan pengobatannya. Pengalaman, evaluasi dan reverse tidak ada instrumen yang dikembangkan untuk interpretasi dari suatu gejala merupakan karakteristik pengukuran. Walaupun demikian kedua hal ini dapat individu dan lingkungan (Ferrans et al., 2005).

diukur secara subjektif (Ferrans et al., 2005). Pada Ferrans Model, functional capacity secara langsung

e. Status fungsional dipengaruhi oleh biological function dan gejala yang Status fungsional adalah kemampuan untuk dirasakan.

functional performance menjalankan beberapa jenis tugas. Pandangan tradisional dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungan. melihat status fungsional hanya pada perspektif Pada orang yang menderita COPD, kapasitas fungsional disabilitas dan fokus pada kehilangan fungsi yang dibatasi oleh penggunaan ventilator dan gejala-gejala berdampak pada aktivitas sehari-hari. Sementara pada yang dialami seperti sesak nafas dan kelelahan. Gejala model ini Ferrans et al. (2005) memandang status saja tidak sepenuhnya memengaruhi penurunan fungsional sebagai optimalisasi fungsi yang sudah ada.

Sedangkan

functional capacity , kecuali jika gejala yang dirasakan

yang dijalaninya. Penjelasan detail tentang kualitas hidup dapat dilihat pada subbab 2.3.1., 2.3.3. dan 2.3.4.

f. Persepsi kesehatan secara umum Persepsi sehat merupakan penilaian yang diberikan World Health Organization International Classification oleh individu terhadap kondisi kesehatannya dan of Functioning, Disability and Health (WHO ICF) biasanya mempertimbangkan berbagai macam aspek.

Model kualitas hidup lainnya adalah WHO ICF yang Penilaian menggunakan skala Likert dari buruk (poor) bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja yang hingga sempurna (excellent) (Ferrans et al., 2005). Hal standar yang dapat menggambarkan kesehatan dan ini serupa dengan salah satu pertanyaan yang diajukan kondisi-kondisi yang terkait dengan kesehatan. Model dalam intrumen pengukuran kualitas hidup seperti SF 36. ini terdiri dari dua bagian, dimana masing-masing bagian Pada populasi pekerja di Polandia, diperoleh data bahwa memiliki dua komponen. Bagian pertama adalah rata-rata skor persepsi sehat sebesar 68,0 ± 19,8 dimana functioning and disability , yang terdiri dari fungsi dan skor pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan (p struktur tubuh serta aktifitas dan partisipasi. Bagian <0,001) (Kaleta, Makowiec- Dąbrowska, Dziankowska- kedua adalah faktor kontekstual, yang terdiri dari faktor Zaborszczyk, & Jegier, 2006).

lingkungan dan faktor personal (WHO, 2007). Interaksi antar komponen ICF tersebut di atas

g. Kualitas Hidup

digambarkan

dalam

gambar berikut ini.

Gambar 2. Interaksi Setiap Komponen dan Bagian dalam WHO ICF

Sumber: (WHO, 2007)

Selanjutnya setiap bagian tersebut di atas didefinisikan dalam tabel 1. berikut ini.

Tabel 1. Definisi setiap Bagian/Komponen dalam WHO-ICF

No

Bagian/Komponen

Definisi

1 Fungsi tubuh (Body function)

Fungsi fisiologis dan psikologis dari sistem tubuh

(Body Bagian anatomis dari tubuh, seperti organ, ekstrimitas atas dan structure )

2 Struktur

tubuh

bawah serta bagian-bagiannya

3 Ketidaklengkapan Permasalahan fungsi tubuh atau struktur tubuh yang mengakibatkan (Impairments)

penurunan atau kehilangan fungsi

4 Aktifitas (Activities)

Eksekusi tugas atau tindakan oleh individu

5 Partisipasi (Participation)

Keterlibatan dalam suatu situasi

6 Keterbatasan

aktifitas Kesulitan individu dalam melakukan aktifitas

(Activity limitation) 7 Pembatasan

partisipasi Permasalahan yang dihadapi oleh individu saat berpartisipasi dalam (Participation restriction)

suatu kondisi/keadaan/situasi

8 Faktor lingkungan Lingkungan fisik dan sosial tempat individu tinggal dan menjalankan (environmental factors)

kehidupannya

Sumber: (WHO, 2007)

Pada gambar 1. di atas, ditunjukkan bahwa fungsi Setiap interaksi ini adalah spesifik dan tidak selalu dapat individu merupakan interaksi antara faktor kontekstual diprediksi melalui satu per satu hubungan. Interaksi ini (yaitu faktor lingkungan dan faktor personal) dengan bekerja dalam dua arah, yang mana dengan adanya kondisi kesehatan. Ada interaksi yang dinamis antar disabilitas dapat mengubah kondisi kesehatan. Untuk bagian-bagian ini, dimana intervensi pada satu bagian memperkirakan keterbatasan kapasitas dari satu atau akan berpotensi untuk mengubah bagian yang lainnya.

untuk mengidentifikasi health equity pada berbagai Berdasarkan bagan di atas dapat diketahui bahwa kelompok masyarakat. Hong dan Ahn (2011) faktor kontekstual (lingkungan dan personal) berinteraksi menunjukkan bahwa ada perbedaan status kesehatan, dengan kondisi kesehatan individu untuk menentukan yang diukur dengan kualitas hidup, pada kelompok yang tingkatan fungsi individu. Faktor lingkungan merupakan bervariasi dalam aspek sosial ekonomi, demografi dan faktor yang ekstrinsik dari individu (sikap dan status gizi. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk karakteristik masyarakat, sistem hukum yang berlaku). penyusunan perencanaan pelayanan dan kebijakan pada Sedangkan faktor personal terdiri dari jenis kelamin, ras, populasi spesifik. umur, gaya hidup, kebiasaan, coping styles, dan lain-lain

Pada fungsi evaluation, kualitas hidup dijadikan (WHO, 2007).

sebagai indikator keberhasilan kebijakan (Coons, Rao, Aplikasi dari model ini digunakan oleh beberapa Keininger, & Hays, 2000). Misalnya pada kondisi peneliti untuk mengamati kualitas hidup. Seperti yang pascabencana yang terkait dengan evaluasi kebijakan dilakukan oleh Pollard, Dixon, Dieppe dan Johnston penyelamatan pasca gempa bumi (Liang & Wang, 2013). (2009) yang menunjukkan bahwa instrumen baru yang Pada populasi umum, kualitas hidup dapat dijadikan merefleksikan komponen-komponen ICF memiliki indikator untuk mengevaluasi sistem kesehatan suatu ukuran-ukuran psikometri yang baik dalam melihat wilayah (Romero et al., 2013; Skevington, Dehner, kualitas hidup pasien arthritis akut yang melakukan Gillison, McGrath, & Lovell, 2014). Jika diintegrasikan operasi sendi. Begitu juga yang dilakukan oleh Silva, dengan ilmu ekonomi kesehatan, kualitas hidup dapat Correa, Faria, Correa (2013) yang menggunakan diaplikasikan untuk menghitung dampak ekonomi dari instrumen Nottingham Health Profile (NHP) dan Stroke- suatu penyakit (Mielck, Vogelmann, & Leidl, 2014). Specific Quality of Life (SS-QOL) berdasarkan model

Penggunaan kualitas hidup adalah untuk ICF pada pasien stroke.

memprediksi kebutuhan pelayanan dan pengobatan. Variabel dalam faktor personal dan faktor lingkungan Individu dengan kualitas hidup yang rendah akan dapat berupa variabel-variabel yang membentuk menyebabkan tingginya utilisasi kesehatan. Seperti yang ketangguhan individu serta ketangguhan keluarga dan dilaporkan oleh Chen dan Li (2009) dalam penelitiannya ketangguhan komunitas.

Namun penulis tidak terhadap 700 responden berusia > 14 tahun yang menggunakan model ini sebagai landasan penelitian berkunjung ke dua klinik di Kota Hangzhou, Cina. dikarenakan pada model ini faktor personal dan faktor Variabel lain yang dapat diprediksi oleh kualitas hidup lingkungan tidak langsung memengaruhi kualitas hidup, adalah kebutuhan pelayanan (C. L. Lam, Fong, Lauder, tetapi harus melalui variabel struktur dan fungsi tubuh, & Lam, 2002; Ried, Tueth, Handberg, & Nyanteh, 2006) aktivitas dan partisipasi. Ketiga variabel tersebut satu dan efektifitas biaya setiap pengobatan (Weinstein, sama lain saling berkaitan dan memengaruhi kualitas Siegel, Gold, Kamlet, & Russell, 1996). hidup.

Pengukuran Kualitas Hidup

Penggunaan Kualitas Hidup

Perkembangan studi kualitas hidup menyebabkan Awalnya kualitas hidup digunakan untuk mengukur berkembangnya instrumen-instrumen kualitas hidup. dampak dari penyakit kronis dan pengobatannya terhadap Hingga saat ini ada sekitar 1000 instrumen untuk pasien serta menggambarkan status kesehatan individu mengukur kualitas hidup (Theofilou, 2013). Mulai dari (IHE, 2008; Sajid et al., 2008). Namun pada instrumen kualitas hidup yang sangat spesifik untuk perkembangannya penerapan kualitas hidup ini tidak kondisi penyakit tertentu (Apfelbacher, Jones, Hankins, hanya pada individu tetapi juga dapat digunakan pada & Smith, 2012; McDowell, 2006) hingga instrumen yang level populasi untuk mengukur status kesehatan sifatnya generik yang dapat digunakan dalam segala masyarakat. Sehingga sekarang ini dalam setiap survey kondisi (C. Lam, 2010; McDowell, 2006). kesehatan populasi, pertanyaan tentang kualitas hidup

Instrumen kualitas hidup generik digunakan pada (Kemenkes, 2013) menjadi salah satu variabel yang populasi umum yang heterogen yang didalamnya diukur (C. Lam, 2010).

terdapat berbagai jenis kelompok/individu dengan jenis Ada tiga manfaat utama dari pengukuran kualitas penyakit yang berbeda-beda (C. Lam, 2010; Wiebe, hidup (IHE, 2008). Yang pertama adalah discrimination, Guyatt, Weaver, Matijevic, & Sidwell, 2003). Beberapa dimana kualitas hidup dapat digunakan untuk dimensi yang terkait dengan kesehatan diukur dalam membedakan beban kesakitan antar kelompok atau antar instrumen ini. Kualitas hidup juga digunakan untuk individu pada satu titik waktu. Manfaat kedua adalah penelitian kebijakan kesehatan karena didalamnya evaluation , yaitu mengukur perubahan diri individu atau mengukur dampak penyakit terhadap mental dan fungsi kelompok dalam kurun waktu tertentu. Manfaat terakhir sosial (Sajid et al., 2008). Dengan instrumen ini peneliti adalah prediction, yaitu kemampuan untuk memprediksi dapat membandingkan hasil kualitas hidup dengan suatu keadaan di masa datang.

populasi lainnya atau dengan populasi umum (C. Lam, 2010).

Tabel 2. Daftar Instrumen Kualitas Hidup Generik

No Nama instrument

Angket (5-10 menit) (MO SF)-36 Health Survey 2 MO SF-12 Health Survey

1 Medical Outcome Short Form

Ordinal

36 Survey

Angket (3-4 menit) 3 WHOQOL-100

Angket 10-20 menit)

5 Sickness Impact Profile (SIP)

(20-30 menit)

Angket (NHP)

6 The Nottingham Health Profile Interval

45 Survey klinis

(10-15 menit) 7 Duke Health Profile

Angket 8 The COOP/WONCA Charts

Ordinal

17 Klinis

Angket (< 5 menit) Sumber: (C. Lam, 2010; McDowell, 2006)

Ordinal

9 Klinis

Sebagian besar instrumen kualitas hidup yang banyak (2006) menyebutkan bahwa instrumen ini lebih sensitif berkembang akhir-akhir ini adalah instrumen yang dan responsif dibandingkan yang generik, karena di bersifat spesifik. Instrumen ini diharapkan mampu dalamnya meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang gejala menangkap perhatian pasien yang sedang mengalami spesifik penyakit yang diamati (C. Lam, 2010; Wiebe et kondisi/penyakit tertentu (C. Lam, 2010). Oh dan Ku al., 2003).

Tabel 3. Daftar Instrumen Kualitas Hidup Spesifik

No

Spesifik Pengukuran 1 European Organization for Research and Treatment of Cancer Kanker Quality of Life- Core 30-item Questionnaire –(EORTC-QLQ-30) 2 Functional Assessment of Cancer Treatment (FACT) – General and Kanker specific cancer modules 3 Chronic Respiratory Disease Questionnaire

Nama instrumen

Penyakit pernafasan 4 Chronic Heart Failure Questionnaire

Gagal jantung

5 Adult Asthma QOL Questionnaire Asma pada dewasa 6 Pediatrics Asthma QOL Questionnaire

Asma pada anak-anak 7 Arthritis Impact Measurement Scale (AIMS)

Arthitis

8 Calgary Sleep Apnea QOL Questionnaire

Gangguan tidur

Sumber: (C. Lam, 2010; Wiebe et al., 2003)

Selain dilakukan pada kelompok dewasa, pengukuran langsung, sedangkan pada anak berusia 5-10 tahun kualitas hidup juga dapat dilakukan pada kelompok pengukuran dilakukan kepada orangtua sebagai proxy anak-anak dengan menggunakan instrumen khusus. Pada anak (Hullmann, Ryan, Ramsey, Chaney, & Mullins, kelompok anak-anak dengan usia 10-18 tahun, 2011). Berikut adalah beberapa instrumen kualitas hidup pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan secara pada anak-anak.

Tabel 4. Instrumen Kualitas Hidup Pada Anak

No

Jumlah pertanyaan 1 Child Health Questionnaire (CHQ)

Instrumen

Domain pengukuran

CHQ87= 87 pert Digunakan pada anak dengan kondisi sehat

Fisik dan Psikologis

CHQ-PF50=50 pert maupun yang memiliki penyakit akut dan kronis.

CHQ-PF28=28 pert 2 Disabkids Chronic Generic Measure

Mental, Sosial dan DCGM37= 37 pert (DCGM)

DCGM12= 12 pert Digunakan pada anak berusia 8 –16 tahun yang didiagnosis berbagai penyakit kronis yang berbeda. 3 KINDL-R

Digunakan pada anak berusia 4-16 tahun yang Penghargaan

diri,

sehat maupun yang sedang sakit.

Teman,

Keluarga dan Functioning di sekolah

4 Pediatric Qualify Of Life Inventory

(PEDSQL) 4.0 Generic Core Scales

Emosional

dan

Digunakan pada anak berusia 2-18 tahun yang functioning di

sehat maupun yang memiliki penyakit kronis.

sekolah

Sumber: (Hullmann, Ryan, Ramsey, Chaney, Mullins, 2011).

Kriteria Instrumen Kualitas Hidup akan digunakan, ada beberapa kriteria yang telah Untuk menentukan instrumen kualitas hidup yang ditetapkan. Yaitu akseptabilitas (acceptability), beban

(burden), reliabilitas (reliability), validitas (validity), instrumen/kuesioner dari random error (Coons et al., responsif (responsiveness), pemanfaatan (usefulness) dan 2000; Tavakol & Dennick, 2011). Random error terjadi kemampuan untuk diinterpretasikan (interpretability) karena kekurangtelitian, kelelahan dan ketidakakuratan (IHE, 2008).

alat yang mengakibatkan hasil pengukuran menjadi tidak

a. Akseptabilitas sesuai dengan nilai sebenarnya (McDowell, 2006). Pengukuran yang digunakan dalam instrumen harus Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa dapat diterima (acceptable) oleh pasien/subjek dan reliabilitas adalah kemampuan instrumen untuk klinisi/peneliti sesuai dengan kondisi yang ditentukan memberikan hasil yang konsisten pada pengukuran yang untuk penggunaan instrumen (IHE, 2008). Seperti berulang (waktu pengukuran yang berbeda, responden penggunaan instrumen European Organization for yang berbeda ataupun pemeriksa yang berbeda). Research and Treatment of Cancer (EORTC) yang hanya Tingginya reliabilitas instrumen merupakan salah satu dapat digunakan pada pasien kanker, berasal dari latar determinan validitas, namun tidak secara otomatis belakang budaya yang berbeda serta sangat sensitif menunjukkan validitas instrumen (C. Lam, 2010). terhadap perubahan setelah perawatan (McDowell,

Ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas antar 2006). Sehingga jika instrumen ini digunakan pada pengamat (inter-observer reliability) dan reliabilitas pasien yang tidak sesuai maka akan menghasilkan dalam pengamat (Intra-observer reliability). Inter- gambaran kualitas hidup yang tidak sesuai.

observer reliability atau disebut juga dengan internal Pearce, Sanson-Fisher dan Campbell (2008) consistency , stability , test-retest reliability , atau menyatakan bahwa kesediaan responden untuk mengisi repeatability terjadi jika pengukuran/pengamatan kuesioner, kelengkapan dan lamanya waktu pengisian dilakukan oleh orang yang berbeda (McDowell, 2006). merupakan salah satu indikator akseptabilitas. Dalam Jenis ini paling sering digunakan untuk mengukur pengembangan dan validasi WHOQOL versi Spanyol, reliabilitas, seperti yang dilakukan oleh Pearce, Sanson- tingkat akseptabilitas instrumen cukup tinggi. Hanya Fisher, Campbell (2008) dan Okamoto et al (2013). memerlukan waktu 10-20 menit dan missing data hanya Sedangkan jika pengamatan dilakukan oleh pengamat sekitar 0,2%-2% (Lucas-Carrasco, 2012). Biasanya yang sama namun pada waktu atau responden yang instrumen yang diisi dengan cara mewawancarai berbeda, maka dinamakan dengan istilah intra-observer responden membutuhkan waktu yang lebih lama reliability (McDowell, 2006). dibandingkan dengan instrumen berupa angket. Begitu

Dalam mengukur konsistensi internal, perbedaan juga jika responden penelitian adalah kelompok orangtua periode waktu pengukuran yang tepat adalah antara 2-14 akan memiliki tingkat akseptabilitas yang lebih rendah hari (Pearce et al., 2008). Koefisien korelasi Pearson dibandingkan dengan responden muda (McDowell, awalnya digunakan untuk mengukur konsistensi internal 2006).

( McDowell, 2006). Namun dengan pengukuran ini hanya Selain dilihat berdasarkan hal diatas, dikenal juga bisa melihat korelasi antara satu pengukuran dengan istilah akseptabilitas lintas budaya (cross cultural pengukuran yang lain. Padahal selain korelasi, perlu acceptability ) (Pearce et al., 2008). Kriteria ini dilihat juga kesepakatan (agreement) pengukuran satu ditunjukkan dengan banyaknya instrumen yang oleh pengukuran yang lain (McDowell, 2006). Oleh dialihbahasakan ke berbagai bahasa. Seperti pada karena itu, perlu dilakukan pengukuran kesepakatan instrumen SF12 yang telah diadaptasi oleh 36 negara dan dengan menggunakan Interclass Correlation (ICC) dialihbahasakan ke bahasa Spanyol, Perancis, Jerman, (Pearce et al., 2008). ICC mengukur rata-rata kesamaan Italia, Jepang, Korea dan Vietnam (Ware Jr, Kosinski, & skor pada dua pengukuran. Jika skor pada satu set Keller, 1996).

pengukuran secara sistematis lebih tinggi daripada

b. Beban pengukuran yang lain, maka kriteria reliabilitas tidak Kriteria ini merujuk pada tingkat kesulitan dan tingkat terpenuhi (McDowell, 2006). konsentrasi responden dalam mengisi kuesioner.

Koefisien lainnya yang dapat digunakan untuk Instrumen yang baik adalah instrumen yang memiliki mengukur konsistensi internal adalah Cronbach Alpha. burden yang minimal (IHE, 2008). Contoh beban Tavakol dan Dennick (2011) menyebutkan bahwa nilai pengisian yang

minimal dapat dilihat pada alpha (yang memiliki range 0-1) dipengaruhi oleh pengembangan instrumen 15D di Jepang, dimana lamanya pengukuran, heterogenitas dan asumsi Okamoto, Hisashige, Tanaka dan Kurumatani (2013) persamaan tau (Τ). Asumsi persamaan tau adalah setiap menyatakan bahwa 82,7% responden merasa bahwa item yang ada dalam instrumen mengukur sifat yang kuesioner tersebut sangatlah mudah untuk diisi, 1,5% sama pada skala yang sama. Rendahnya nilai alpha yang merasa cukup sulit dan tidak ada responden (0%) yang dihasilkan menunjukkan ketiga asumsi di atas tidak merasakan sangat kesulitan dalam mengisi instrumen terpenuhi. Nilai alpha yang ideal adalah 0,8. George dan tersebut.

Mallery (2003) mengategorikan nilai alpha sebagaimana

5. berikut ini. Reliabilitas atau konsistensi adalah tingkat kebebasan

c. Reliabilitas

ditampilkan

dalam

table

Tabel 5. Interpretasi Nilai Alpha

Nilai Alpha

Keterangan

Sangat baik

Dapat diterima

Tidak dapat diterima

Sumber: (George & Mallery, 2003)

Untuk mengukur reliabilitas dalam pengamat grafik construct (construct validity) (Fayers & Machin, 2007; Bland Altman dan Standard Error of Measurement Lohr, 2002). (SEM) dapat digunakan (McDowell, 2006). Konsep dari

Validitas konten adalah comprehensiveness atau pengukuran Bland Altman ini adalah mendistribusikan ketepatan pertanyaan-pertanyaan instrumen dalam perbedaan skor dua pengamatan pada setiap mengukur topik/tema spesifik yang telah ditetapkan orang/responden serta membandingkannya dengan rata- (Coons et al., 2000; McDowell, 2006) dan telah rata kedua pengukuran tersebut (Sedgwick, 2013). Dalam mencakup semua isu-isu yang relevan (Fayers & Machin, mengukur variasi dalam subjek dapat dilakukan juga 2007). Fayers dan Machin (2007) mencontohkan jika dengan pendekatan Standard Error of Measurement instrumen ingin mengukur tentang gejala-gejala suatu (SEM) (Lohr, 2002). Suatu intrumen dinyatakan sangat penyakit, maka semua pertanyaan yang ada harus reliabel jika nilai SEM sama dengan nol (McDowell, berkaitan dengan semua gejala-gejala yang relevan dari 2006. Hal 41) yang dapat diperoleh dari persamaan SD x penyakit tersebut. Karena jika tidak maka instrumen

(1-reliabilitas) 1/2 . tidak akan mampu untuk mendeteksi perbedaan antar Pengukuran reliabilitas di atas hanya dapat digunakan kelompok pasien. Pengujian validitas konten dilakukan untuk data numerik. Jika data pengamatan adalah secara kualitatif oleh pada ahli yang kelak akan kategorik (nominal maupun ordinal), maka mengukuran menggunakan instrumen dan diuji oleh target audience menggunakan Kappa index of agreement (Pearce et al., (Pearce et al., 2008). Para ahli ini menguji kejelasan, 2008). Perhitungan nilai Kappa berdasarkan perbedaan kelengkapan dan pengulangan setiap item yang ada antara observed agreement dengan expected agreement dalam instrumen (Lohr, 2002). Ketika content validity (Viera & Garrett, 2005). Observed value (P o ) adalah tidak terpenuhi, maka instrumen akan menghasilkan kesamaan hasil (agreement) pada dua pengamatan yang keputusan/hasil yang tidak tepat (McDowell, 2006). selanjutnya dibagi dengan total populasi. Sedangkan Proses pengujian validitas konten ini dilakukan saat

expected value (P e ) adalah jumlah total masing-masing pengembangan intrumen. Pengujian yang hampir sama kolom dan baris dibagi dengan jumlah total populasi. dengan validitas konten yang dilakukan saat instrumen Kemudian dihitung nilai Kappa dengan menggunakan sudah dibangun dinamakan dengan istilah validitas muka persamaan berikut.

(face validity) (Fayers & Machin, 2007). 𝐾𝑎𝑝𝑝𝑎 =

Sedangkan yang dimaksud dengan validitas kriteria (𝑃 0 −𝑃 𝑒 ) …………………………………………………… adalah seberapa baik kemampuan pengukuran suatu

…………. (1) instrumen bila dibandingkan dengan gold standard (Fayers & Machin, 2007; McDowell, 2006.). Sebagai

kemudian contoh hasil pengukuran dengan instrumen kecemasan diinterpretasikan sesuai dengan panduan di bawah ini. harus dibandingkan dengan hasil pemeriksaan psikiatris Semakin tinggi nilai Kappa menunjukkan instrumen sebagai gold standard (McDowell, 2006). Namun pada semakin reliabel.

Nilai Kappa

yang

diperoleh

instrumen kualitas hidup, yang hingga saat ini belum Tabel 6. Interpretasi Nilai Kappa

memiliki gold standard, pengujian dilakukan dengan

Nilai Kappa

Kesepakatan

membandingkan kuesioner yang sudah well-established

Tidak ada kesepakatan

0,01-0,20

Sedikit sepakat

(Fayers & Machin, 2007).

0,21-0,40

Agak sepakat

Validitas kriteria dibagi menjadi dua, yaitu concurrent

0,41-0,60

Cukup sepakat

validity dan predictive validity (Fayers & Machin, 2007;

0,61-0,80

Sangat sempurna

McDowell, 2006). Concurrent validity adalah kesesuaian

0,81-0,99

Kesepakatan yang sempurna

instrumen dengan gold standar. Tidak semua pengukuran memiliki gold standard. Jika hal tersebut terjadi maka

Sumber: (Viera & Garrett, 2005)

d. Validitas intrumen tersebut dibandingkan dengan instrumen lain Validitas adalah tingkat kemampuan instrumen untuk yang sudah ada sebelumnya. Fayers dan Machin (2007)

mengukur apa yang seharusnya diukur (Coons et al., menyatakan bahwa cara lain yang dapat dilakukan adalah 2000; Fayers & Machin, 2007; McDowell, 2006). Dalam dengan melakukan pengukuran tidak langsung yaitu menguji validitas suatu instrumen, ada tiga jenis validitas wawancara oleh pewawancara yang terlatih. Jika yang diukur, yaitu validitas konten (content validity), kesesuaian kedua instrumen tersebut rendah, maka validitas kriteria (criterion validity) dan validitas concurrent validity instrumen adalah rendah (Fayers &

Machin, 2007). Jenis criterion validity yang lainnya 104 Machin, 2007). Jenis criterion validity yang lainnya 104

Metode dalam menetapkan validitas construct Dalam membandingkan suatu instrumen dengan menyarankan bahwa instrumen harus memiliki hubungan instrumen lainnya (gold standard), tingkat kesesuian yang kuat dengan beberapa variabel (convergent validity) dapat diukur dengan sensitifitas dan spesifisitas (Lohr, dan memiliki hubungan yang lemah dengan variabel 2002). Sensitifitas adalah proporsi orang yang sakit yang lainnya (discriminative validity) (Strauss & Smith, 2009). dikonfirmasi oleh hasil tes pada kelompok orang sakit. Banyak dimensi dalam instrumen kualitas hidup yang Tes sensitifitas ini mengindikasikan kemampuan untuk saling berhubungan (interrelated), sehingga perlu mendeteksi penyakit. Sedangkan spesifisitas adalah dilakukan penghitungan koefisien korelasi antar nilai proporsi orang yang tidak sakit (sehat) yang dikonfirmasi pada skala kualitas hidup yang berbeda (Fayers & oleh hasil tes pada kelompok orang sehat (C. Lam, 2010). Machin, 2007). Korelasi yang sangat tinggi antar dua Nilai sensitifitas dan spesifitas tergantung pada tingkat skala menunjukkan bahwa skala tersebut mengukur keparahan suatu kondisi/penyakit. Deteksi lebih mudah faktor yang sama sehingga memungkinkan untuk dilakukan pada orang dengan kondisi sakit serius/parah menggabungkan kedua skala tersebut tanpa akan daripada orang yang memiliki sakit yang kurang parah kehilangan informasi yang penting. Korelasi antar (McDowell, 2006).

variabel, lemah ataupun kuat, mengindikasikan adanya Tingkat sensitifitas dan spesifisitas suatu instrumen variabel ketiga yang mungkin tidak diketahui yang sangat dipengaruhi oleh titik potong (cut off). Untuk membentuk/membangun hubungan kedua variabel menentukan titik potong yang objektif digunakan kurva tersebut. Convergent validity dan discriminant validity Receiver Operating Characteristics (ROC) (Zou, Liu, biasanya digunakan untuk menilai/membandingkan antar Bandos, Ohno-Machado, & Rockette, 2012). Kurva ROC instrumen, yang mana setiap skala pada kedua instrumen adalah perpotongan nilai sensitifitas dan spesifisitas. tersebut ditujukan untuk mengukur construct yang sama Area yang berada di bawah kurva (Area Under the ROC dan memiliki korelasi yang tinggi (Fayers & Machin, Curve ; AUC) menunjukkan jumlah informasi yang 2007). diberikan oleh tes. Nilai AUC antara 0,5-0,7

e. Responsif

menunjukkan akurasi yang kurang baik. Nilai 0,7-0,9 Lam (2010), Lohr (2002), Coons, Rao, Keinenger, menunjukkan akurasi yang tidak terlalu baik namun Hays (2000) menyatakan bahwa responsiveness adalah instrumen masih bisa digunakan dan nilai >0,9 kemampuan instrumen untuk mendeteksi perubahan menunjukkan instrumen memiliki akurasi yang tinggi sepanjang waktu. Kriteria ini penting jika kualitas hidup (McDowell, 2006).

digunakan untuk mengukur luaran pada uji klinis (C. Jenis validitas yang terakhir adalah validitas Lam, 2010). Secara umum, tingkat respon terhadap construct , yaitu tingkat kemampuan instrumen untuk instrumen kualitas hidup yang bersifat generik adalah mengukur construct (hipotesis tentang suatu entitas, lebih tinggi dari instrumen yang spesifik, sehingga tepat proses atau kejadian yang tidak diamati secara langsung) digunakan untuk menilai dampak intervensi, mengurangi sesuai dengan tujuan dikembangkannya construct beban responden dan menyederhanakan penilaian luaran tersebut (Lohr, 2002; McDowell, 2006). Pengujian ini (Wiebe et al., 2003). memerlukan hipotesis yang menggambarkan hubungan

Dalam mengukur tingkat responsif, Wiebe et al masing-masing construct yang sedang dibangun. Dalam (2003) menggunakan effect size dengan perhitungan pada aplikasinya, construct validation memperhatikan hal tabel 2.8. Effect size mengestimasi besarnya perubahan berikut ini (Fayers & Machin, 2007).

status kesehatan dan dinotasikan dengan selisih dari skor

1. Dimensi. Apakah semua item dalam subscale sebelum dan sesudah (Lohr, 2002). Denominator dari berhubungan dengan variabel laten tunggal atau effect size adalah standar deviasi dari perbedaan antar dua adakah bukti bahwa lebih banyak variabel laten perlu pengamatan, yang biasa disebut dengan Standardized untuk menjelaskan variabilitas yang teramati?;

Response Mean (SRM). SRM adalah varian dari effect

2. Homogenitas. Apakah semua item dalam subscale size . Selanjutnya dilakukan pembobotan effect size dapat memberikan indikasi secara seimbang dan kuat dengan menginversikan varian sebelum dilakukan terhadap variabel laten yang sama?;

analisis general linear models.

3. Tumpang tindih antar variabel laten. Apakah

f. Kebermanfaatan

beberapa item dari satu subscale berkorelasi dengan Kriteria ini merujuk pada kemampuan instrumen untuk variabel laten lainnya?.

memengaruhi pengambilan keputusan, termasuk di Validitas construct merupakan proses yang panjang dalamnya adalah pengaturan individu, memformulasikan (Strauss & Smith, 2009) dan on-going dalam kebijakan klinis dan alokasi sumber daya (IHE, 2008). mempelajari, membuat prediksi dan menguji construct

g. Kemampuan untuk diinterpretasikan (Fayers & Machin, 2007). Setiap studi yang mendukung Hal ini didefinisikan sebagai pemahaman atas skor yang theoretical construct dapat memperkuat teori, namun jika dihasilkan (Lohr, 2002) yang dipengaruhi oleh akumulasi ada satu temuan yang berbeda dapat menyebabkan pengalaman dan bukti empiris. Dalam memberikan pertanyaan bagi semua construct. Penilaian validitas interpretasi harus menjelaskan besarnya perbedaan atau construct menggunakan korelasi, perubahan seiring perubahan penting secara klinis (IHE, 2008). Ware dan

Kosinski (2001) menyatakan bahwa tidak ada batasan Ferrans, C. E., Zerwic, J. J., Wilbur, J. E., & Larson, J. L. baku atas baik/buruknya kualitas hidup. Hal tersebut

(2005). Conceptual model of health ‐related harus dilihat dari konteks norma yang berlaku di

quality of life. Journal of Nursing Scholarship, populasi, konten/kriteria eksternal. Nilai-nilai normatif

37 (4), 336-342.

dari populasi merupakan referensi dalam mengestimasi seberapa besar selisih skor kualitas hidup dari kondisi Franchini, M., & Mannucci, P. M. (2012). Past, present “normal”.

and future of hemophilia: a narrative review. Orphanet J Rare Dis, 7 (1), 24.

DAFTAR PUSTAKA

García, E. L., Banegas, J., Perez-Regadera, A. G., Cabrera, R. H., & Rodriguez-Artalejo, F. (2005). Agborsangaya, C. B., Lau, D., Lahtinen, M., Cooke, T.,

Social network and health-related quality of life & Johnson, J. A. (2013). Health-related quality

in older adults: a population-based study in of life

Spain. Quality of Life Research, 14(2), 511-520. multimorbidity: results of a cross-sectional survey. Quality of Life Research, 22(4), 791-799. George, D., & Mallery, P. (2003). SPSS for Windows step

and healthcare utilization

in

by step: A simple guide and reference. 11.0 Apfelbacher, C. J., Jones, C., Hankins, M., & Smith, H.

update. Forth edition . Boston: Allyn and Bacon. (2012). Validity of two common asthma-specific quality of life questionnaires: Juniper mini Hong, E., & Ahn, B. C. (2011). Income-related health asthma quality of life questionnaire and Sydney

regions in Korea. asthma quality of life questionnaire. Health Qual

inequalities

across

International journal for equity in health, 10 (1), Life Outcomes, 10 , 97.

1-11.

Ardalan, A., Mazaheri, M., Vanrooyen, M., Mowafi, H., Hullmann, S. E., Ryan, J. L., Ramsey, R. R., Chaney, J. Nedjat, S., Naieni, K. H., & Russel, M. (2011).

M., & Mullins, L. L. (2011). Measures of general Post-disaster quality of life among older

pediatric quality of life: Child Health survivors five years after the Bam earthquake:

Questionnaire (CHQ), DISABKIDS Chronic implications for recovery policy. Ageing &

Generic Measure (DCGM), KINDL ‐R, Pediatric Society, 31 (02), 179-196.

Quality of Life Inventory (PedsQL) 4.0 GenericCore Scales, and Quality of My Life

Bakas, T., McLennon, S. M., Carpenter, J. S., Buelow, J. Questionnaire (QoML). Arthritis care & M., Otte, J. L., Hanna, K. M., . . . Welch, J. L.

research, 63 (S11), S420-S430. (2012). Systematic review of health-related quality of life models. Health Qual Life IHE. (2008). IHE Report: The Importance of Measuring Outcomes, 10 (1), 134.

Health-related Quality of Life . Alberta: Institute of Health Economics.

CDC. (2000). Measuring healthy days: Population assessment of health-related quality of life (pp. Kaleta, D., Makowiec- Dąbrowska, T., Dziankowska- 4-6). Atlanta: CDC.

Zaborszczyk, E., & Jegier, A. (2006). Physical activity and self-perceived health status.

Chen, T., & Li, L. (2009). Influence of health-related International journal of occupational medicine quality of life on health service utilization in

and environmental health, 19 (1), 61-69. addition to socio-demographic and morbidity variables among primary care patients in China. Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: International journal of public health, 54 (5),

Kemenkes RI.

325-332. Lam, C. (2010). Subjective quality of life measures- Coons, S. J., Rao, S., Keininger, D. L., & Hays, R. D.

general principles and concepts. In V. R. Preedy (2000). A comparative review of generic quality-

& R. R. Watson (Eds.), Hanbook of disease of-life instruments. Pharmacoeconomics, 17(1),

burdens and quality of life measures . New York: 13-35.

Springers.

Fayers, P., & Machin, D. (2007). The assessment, Lam, C. L., Fong, D. Y., Lauder, I. J., & Lam, T.-P. D. analysis and interpretation of patient-reported

(2002). The effect of health-related quality of life outcomes. Second edition . West Sussex: John

(HRQOL) on health service utilisation of a Wiley and Sons.

Chinese population. Social science & medicine,

55 (9), 1635-1646.

Liang, Y., & Wang, X. (2013). Developing a new

Buletin Penelitian perspective to study the health of survivors of