BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Modifikasi Perencanaan Lantai Gedung Pasar Sakti Kota Tebing Tinggi dengan Menggunakan Flat slab dan Drop panel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stuktur Pelat

  Pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan yang lurus, datar ( tidak melengkung ) dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang lain.Struktur pelat biasa saja dimodelkan oleh elemen solid

  3D,tetapi elemen solid membutuhkan banyak elemen solid untuk menghitung tegangan normal dan tegangan geser dalam arah tebal dimana hal ini diabaikan untuk pelat tipis.Selain itu elemen 3D yang tipis mengundang masalah yang menimbulkan “ill condition “ karena koefisien kekakuan sehubungan dengan regangan arah tebal yaitu adalah sangat besar dibandingkan koefisien regangan kekakuan yang

  ὲ z lain.Geometri tepi suatu pelat dapat dibatasi oleh garis lurus atau garis lengkung.Ditinjau dari segi statika, kondisi tepi bebas,jepit elastis, bertumpuan sederhana, bertumpuan elastis atau dalam beberapa hal dapat berupa tumpuan titik terpusat.Beban statis atau dinamis yang dipikul oleh pelat umumnya tegak lurus permukaan pelat sehingga peralihan yang terjadi pada pelat merupakan akibat dari aksi lentur pelat ( antara lain transisi vertical, lendutan dan rotasi pelat ).

  β x , β y

  Sementara perkembangan mekanika struktur secara keseluruhan dimulai dengan penelitian masalah keseimbangan ,analisa dan percobaan yang pertama kali terhadap pelat terutama dilakukan terhadap getaran bebas.Pendekatan matematis pertama pada teori membrane pelat dibuat oleh Euler ( 1766 ),yang memecahkan masalah getaran bebas pada membrane elastis persegi dan melingkar dengan menggunakan analogi balok silang.Murid Euler, J.Bernouli,Jr., keturunan dari ilmuwan matematik terkenal Bernouli, menerapkan analogi tersebut pada pelat dengan memperkenalkan analogi gridwork.Karena momen torsi pelat belum termasuk dalam persamaan diferensial gerak,ia hanya menemukan adanya kemiripan antara teori dan eksperimen tanpa mendapatkan pengertian umum.

  Ahli fisika Jerman,Chladni, menemukan mode getaran bebas yang bervariasi.Dalam eksperimennya terhadap pelat horizontal, ia menggunakan bubuk yang terdistribusi merata yang setelah induksi getar membentuk pola yang teratur.Bubuk tersebut terakumulasi sepanjang garis nodal,dimana tidak terjasi peralihan vertical.

  Sophie German, ahli matematik Perancis, menemukan persamaan diferensial

  getaran untuk menjelaskan variasi kalkulus.tapi ia gagal ekspresi energy regangan pelat untuk menjelaskan kerja yang dilakukan oleh puntiran ( warping ) permukaan tengah.Walaupun ia memperoleh penghargaan dari Parisian Academy ( 1816 ), para juri kurang puas atas hasil kerjanya, karena tidak memberikan penjelasan yang mendasar.

  Lagrange, salah satu juri, memperbaiki pekerjaan Germain dengan

  menambahkan hal – hal yang kurang, dan menjadi orang pertama yang menggunakan persamaan diferensial yang benar untuk getaran bebas pelat.Persamaan ini tanpa turunannya ditemukan diantara catatan Lagrange setelah ia meninggal( 1813).Pendisain jembatan dan insiyur pertama,Navier ( 1785 – 1836 ) , dapat dianggap sebagai penemu teori elastisitas modern yang sesungguhnya.Aktifitas ilmiahnya mencakup penyelesaian terhadap berbagai masalah pelat.Navier menyusun persamaan diferensial pelat persegi dengan tahanan lentur ( flexural resistance ).Ia juga memperkenalkan metode “eksak” untuk menyelesaikan masalah nilai batas tertentu yang mentransformasikan persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar.Metode Navier ini berdasarkan penggunaan deret trigonometri Fourier yang ditemukan dalam decade yang sama.Penyelesaian yang dikenal sebagai solusi gaya (

  

forced solution ) persamaan diferensial menghasilkan penyelesaian matematis eksak

  yang relative mudah,untuk kondisi batas pelat perletakan sederhana ( tipe Navier ).Poisson ( 1829 ) melanjutkan penggunaan persamaan pelat Navier pada getaran lateral pelat melingkar, yang hanya dapat diterapkan pada pelat tebal.Karena hasil karyanya yang dipublikasikan dalam bukunya yang berjudul Lectures on Mathematical Physics (dalam bahasa Jerman ),Kirchhoff ( 1824 – 1887 ) dianggap sebagai penemu teori pelat lanjutan yang memeperhitungkan kombinasi tarik dan lentur.Dalam menganalisa pelat dengan defleksi besar, ia menemukan bahwa nonlinieritas pelat dan diabaikan.Sumbangan penting lainnya adalah ditemukannnya persamaan frekuensi pelat dan metode peralihan virtual pada penyelesaian maslah pelat.Buku Kirchhhoff diterjemahkan oleh Clebsch.

  Teori pelat yang lebih eksak yang memperhitungkan deformasi akibat gaya geser tranversal diperkenalkan oleh Reissner.Dirusia, penelitian yang dilakukan

  

Volmir dan Panov terutama ditujukan untuk memecahkan masalah non

  linier,sementara Oniashvill dan Gontkevitsh menyelidiki getaran bebas dan getaran gaya pelat.

2.2 Teori Lendutan

  Untuk lendutan yang kecil ( w

  ≤ 0,2 h ), akan tetapi, bila besarnya lendutan

  melampaui batas tertentu ( w

  ≥ 0,30 h ), lendutan lateral akan disertai oleh rentangan

  bidang pusat jika tepi – tepi pelat dikekang terhadap gerakan sebidang.Gaya – gaya membrane akibat rintangan ini akan memperbesar daya pikul beban lateral .Sebagai contoh, jika pelat diizinkan melendut lebih besar daripada ketebalannya, daya pikul bebannya akan jauh lebih tinggi.Bila besar lendutannya maksimal mencapai tebal pelat ( w = h ), aksi membrane akan sebanding dengan aksi lentur . Di atas nilai ini (

  

w > h ), aksi membrane akan lebih dominan.Oleh karena itu, teori pelat yang

maks

  memperhitungkan pengaruh lendutan yang besar harus digunakan pada kasus seperti ini.

  Walaupun teori pelat dengan lendutan besar menganggap lendutan pelat sama dengan atau lebih besar daripada ketebalan pelat, lendutan ini harus tetap kecil relative kecil dibandingkan dimensi pelat lainnya.Walaupun sekarang pengaruh lentur dan rentangan harus ditinjau secara berbarengan, persamaan diferensial pelat yang menyatakan keseimbangan gaya luar dan dalam yang bekerja pada suatu tetapi, pada kasus ini ada gaya sebidang ( n ( ( (

  x ϕ ), n y ϕ) dan (n xy ϕ) yang timbul

  akibat lendutan yang besar. Karena mengandung dua besaran yang tidak diketahui ( w, ϕ), kita memerlukan persamaan tambahan yang menghubungkan fungsi lendutan dan tegangan. Hubungan ini bias diperoleh dari persamaan kompatibilitas yang menyatakan suku – suku tak linier dalam persamaan perpindahan – tegangan bagi lendutan besar ( gambar 2.2 ).Jadi dapat dituliskan :

  = = + ( ) = ( n – vn ) + ( 2.1 )

  y x y

  • = = + ( ) = ( n – vn )

  y x y

  ( )

  • xy

  n γ = γ + γ = + =

  Jika komponen perpindahan dieliminir diferensiasi secara berurutan dan gaya

  • – gaya membrane diganti oleh : n = h n = h dan n = -h ( 2.2 )

  x y xy

  dimana ( , ) menyatakan fungsi tegangan jenis,maka kita peroleh persamaan kompatibilitas :

  4

  = E (( ) ) ( 2.3 ) Δ

  • Dengan memakai persamaan 2.3, persamaan diferensial untuk teori lendutan besar dapat dituliskan secara ringkas sebagai berikut :

  4

  w ( x,y ) = £ ( w, ) + Δ

  4

  ( x,y ) = - ½ £ ( w,w ) Δ

  Dimana operator diferensial £ untuk w dan adalah :

  • 2 ( 2.4 ) + £ ( ,w ) = dan £ ( ,w ) diperoleh dengan mengganti dalam persamaan 2.4 dengan w.

  Pada tahun 1820, Navier mengemukakan makalah pada French Academy of Sciences mengenai penyelesaian pelat segiempat bertumpuan sederhana yang mengalami lentur dengan deret trigonometris ganda.Penyelesaian Navier kadang – kadang disebut penyelesaian persamaan diferensial yang dipaksakan karena cara ini mentransformasi “ secara paksa” persamaan deferensiasi pelat menjadi persamaan aljabar, sehingga sangat mempermudah operasi matematis yang diperlukan.

  Penyelesaian Navier hanya berlaku bagi kondisi tepi pelat segiempat berikut : (w) = 0 ( m ) = 0 ( 2.5 )

  x = 0 , x = a x x = 0, x = a

  (w) = 0 (m ) = 0

  y = 0,y = b y y = 0, y = b yang menyatakan kondisi tepi bertumpuan sederhana diseluruh sisinya.

  Langkah – langkah penyelesaian persamaan diferensial yang memikul beban transversal menurut metode Navier adalah sebagai berikut :

  1. Lendutan dinyatakan dengan deret sinus ganda,

  ∾ ∾

  w (x,y ) = sin sin ( 2.6) ∑ ∑ yang memenuhi semua kondisi tepi yang disebutkan diatas.Dalam persamaan (

  2.6 ) koefisien ekspansi W merupakan besaran yang belum diketahui.

  mn

  2. Beban lateral p juga diekspansi ke deret sinus ganda ;

  z ∾ ∾

  P ( x,y ) = sin sin ( m,n = 1,2,3,…) ( 2.7)

  z ∑ ∑

  Koefisien P dalam ekspansi Fourier ganda bagi beban ini ditentukan dari

  mn

  persamaan :

  (

  F mn = , ) sin sin ∫ ∫

  3. Dengan mensubstitusikan persamaan ( 2.6) dan (2.7) kedalam persamaan diferensial pelat,kita peroleh persamaan aljabar yang selanjutnya digunakan untuk menghitung besaran W mn . Jadi, untuk nilai m dan n tertentu, menjadi :

  • W sin sin = 1/D P sin sin (2.8 )

  mn mn

  Sehingga, W = ( 2.9 )

  mn / ] ( ) ) [ (

  Penjumlahan semua suku menhasilkan penyelesaian analitis untuk lendutan pelat.Dengan demikian,kita dapat tuliskan

  ∾ ∾

  W(x,y ) = sin sin ( 2.10 ) ∑ ∑

  

/ ] ( ) ) [ ( Dengan mensubtitusikan persamaan w(x,y ) ini ke persamaan momen dalam dan gaya geser, kita dapat menentukan gaya dalam, dan karenanya keadaan tegangan ,disetiap titik pelat pada pelat.Misalnya untuk momen pelat,kita peroleh :

  2 ∾ ∾

  M = D ( ) ( + ) sin si n

  x ∑ ∑

  2 ∾ ∾

  • My = D ( ) ( ) sin sin ( 2.11)

  ∑ ∑

  2 ∾ ∾

  Mxy = - D ( 1- v ) cos cos ∑ ∑

  Dengan memanfaatkan dalil superposisi, kita dapat memperluas pemakaian Navier pada pelat segiempat yang memiliki kondisi tepi yang tidak bertumpuan sederhana.Pendekatan dalam kasus seperti ini serupa dengan penyelesaian masalah balok, yakni pengaruh gaya atau momen tepi dijumlahkan dengan penyelesaian pelat bertumpuan sederhana dimana w = penyelesaian pelat homogen dan w =

  p h

  ;

  penyelesaian khusus dari persamaan )

  • w(x,y ) = w

  p h

  ∑w Untuk memperoleh penyelesaian khusus dengan metode levy, dua tepi pelat yang berseberangan harus bertumpuan sederhana dan pelat harus dianggap dengan panjang tak berhingga dalam arah lainnya.Dalam pembahasan selanjutnya, kita anggap tepi di x = 0 dan x = a bertumpuan sederhana dan pusat sistem koordinat pelat diambil di x = 0 dan y = b/2 .Selain itu, metode ini mengharuskan beban lateral memiliki distribusi yang sama pada semua penampang yang sejajar dengan sumbu X.

Gambar 2.1 Letak sistem koordinat untuk metode levy

  ( sumber : Teori dan analisis pelat,R. Szilard) Dari anggapan bahwa b - , persamaan diferensial pelat menjadi

  ( ) ( )

  = (2.12)

  Oleh karena w(x) nerupakan fungsi dari hanya satu variable, persamaan (2.12) menyerupai persamaan diferensial balok :

  ∗ ( )

  ( )

  ( 2.13)

  =

  Dengan membandingkan persamaan ( 2.12) dan ( 2.13),kita dapatkan hubungan sederhana berikut

  2 *

  w = w ( 1 – v ) ( 2.14) persamaan ( 2.12) dapat diselesaikan dengan metode Navier,jadi kita penyelesaian yang berbentuk sebagai berikut

  ∾

  w (x) = sin ( 2.15)

  p ∑

  Dengan menyatakan w dengan deret trigonometris tunggal,kita peroleh

  H

  w (x,y) = (2.16)

  ( ) sin h ∑

  persamaan ini memenuhi kondisi tepi tumpuan sederhana dalam arah X, karena di x

  = 0 , dan x = a,

  w = 0 dan = 0 ( 2.17) atau nilai m tertentu,

  Ym (y) – 2 Y”m (y) + (y) = 0 (2.18)

  Persamaan (2.18 ) merupakan persamaan diferensial homogeny,linear berorde empat dengan koefisien momen konstan.Nadai mendapatkan persamaan penyelesaian persamaan ( 2.18) dalam bentuk fungsi hiperbolik berikut : Ym (y) = A cosh + B sinh + C D cosh (2.19) +

  m m m m Konstanta integrasi Am,Bm,Cm dan Dm dapat ditentukan dari kondisi tepi diempat pelat tepi pelat.Penyelesaian Levy ini bisa disederhanakan dengan memanfaatkan sifat simetris.Jika kondisi tepi pelat simetris terhadap sumbu X, permukaan lendutan harus merupakan fungsi genap dari y: w(+y) = w(-y) dengan demikian,koefisien Cm dan Dm harus diambil sama dengan nol,sehingga diperoleh bentuk sederhana dari persamaan ( 2.19) :

  Y (y) = A cosh + B sinh (2.20)

  m m m

  Jadi pada kasus tepi yang sama di y = ± b/2,penyelesaian diferensial pelat dengan metode levy dapat dinyatakan sebagai :

  ∾ ∾

  w(x,y) = sin ( cosh sinh ) sin ( 2.21) ∑ ∑

  • 2.3 Persamaan Diferensial Pelat Dalam Sistem Koordinat Cartesius

  Pelat adalah suatu solid 3 dimensi yang mempunyai tebal arah h (arah Z) lebih kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya yaitu : panjang L ( arah X ) dan

  x

  lebar L ( arah Y ).Pelat dibagi kedalam beberapa ketebalan pelat yaitu pelat tebal

  y

  dimana ketebalannya sepersepuluh (1/10 ) dari bentang dan pelat tipis dengan ketebalan seperempat puluh ( 1/40 ) dari bentang . Teori pelat dengan lendutan kecil yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love berlaku pada pelat tipis ( L/h > 20) yang didasrkan pada anggapan berikut : a) Bahan pelat bersifat elastis,homogeny dan isotropis

  b) Pelat pada mulanya datar

  c) Tebal pelat relative kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya.Dimensi lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh kali lebih besar daripada ketebalan d) Lendutan sangat kecil dibandingkan dengan tebal pelat.Lendutan maksimum sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal pelat dianggap sebagai batasan untuk teori lendutan yang kecil.Batasan ini juga dapat dinyatakan dalam panjang pelat misalnya, lendutan maksimum lebih kecil dari satu perlima puluh panjang bentang yang kecil e) Kemiringan bidang pusat yang melendut jauh lebih kecil dari satu

  f) Perubahan bentuk pelat bersifat sedemikian rupa sehingga garis lurus,yang semula tegak lurus pusat pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang ( perubahan bentuk akibat gaya geser transversal akan diabaikan ).

  g) Lendutan pelat diakibatkan oleh perpindahan titik – titk bidang pusat yang tegak lurus bidang awalnya.

  h) Besarnya tegangan yang tegak lurus bidang pusat sangat kecil sehingga bisa diabaikan.

  Untuk pelat segiempat, pemakaian sistem koordinat cartesius merupakan cara yang paling mudah.Gaya luar dan dalam serta komponen lendutan u,v, dan w dianggap positif bila searah dengan arah positif sumbu koordinat X,Y, dan Z.Dalam praktek pada bidang teknik, momen positif menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagaian bawah struktur.

  Tinjaulah suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada Gambar 2.2a.Kemudian kita berikan gaya dalam dan momen positif pada bidang – bidang

  dekat. Agar elemen tersebut seimbang, gaya dalam dan momen negative harus bekerja pada bidang jauhnya.

Gambar 2.2 Gaya dalam dan luar pada elemen bidang pusat

  ( sumber : Teori dan analisis pelat,R. Szilard) Dengan menganggap pelat hanya memikul beban lateral ada tiga persamaan keseimbangan dasar berikut yang dapat digunakan : ∑Mx = 0, ∑My = 0, dan ∑Pz = 0 ( 2.22) Perilaku pelat dalam banyak hal analog dengan perilaku jaringan balok silang dua dimensi.Jadi beban luar Pz dipikul oleh gaya geser tranversal Qx dan Qy serta oleh momen lentur Mx dan My .Perbedaan yang jelas dengan aksi jaringan balok silang dua dimensi ialah adanya momen punter Mxy dan Myx.Dalam teori pelat, umumnya gaya dalam dan momen dinyatakan per satuan panjang bidang pusat.Untuk membedakan gaya dalam ini dengan resultan yang disebutkan diatas, notasi

  q ,q ,m ,m ,m , dan m akan digunakan disini. x y x y xy yx

  Sebagai contoh, samakanlah jumlah momen semua gaya dalam terhadap sumbu Y dengan nol ( gambar 2.2 b), sehingga diperoleh : ( m + dx ) dy - m dy + (m dy) dx - m dx - m + dx ( 2.23)

  x x yx yx yx

  • – (q dy = 0

  x x

  ) dy - q Setelah disederhanakan, kita abaikan suku yang mengandung besaran

  2

  ½( q / x) ( dx) dy ,karena merupakan suku beorde tinggi yang sangat kecil.Dengan

  x

  demikian,persamaan (2.23) menjadi : dx dy + dy dx - q dx dy = 0 ( 2.24)

  x

  Dan, setelah dibagi dengan dx dy, kita peroleh : = q ( 2.25) +

  x

  Dengan cara yang sama, penjumlahan momen – momen terhadap X menghasilkan : = q ( 2.26) +

  y

  Penjumlahan semua gaya dalam arah Z menghasilkan persamaan keseimbangan ketiga : dx dy = 0 ( 2.27)

  z

  dy + dy + p Yang setelah dibagi oleh dx dy menjadi : ( 2.28 )

  • z

  = - p

  Dengan memasukkan persamaan ( 2.25) dan ( 2.26 ) ke persamaan ( 2.28 ) dan memperhatikan bahwa m dan m ,kita peroleh :

  xy yx

  • 2 = -p ( x,y ) ( 2.29 )

  z

  Anggapan bahwa bahan bersifat elastis memungkinkan pemakaian hukum Hooke dua dimensi,

  = E + v ( 2.30a) σ x x σ y

  = E + v ( 2.30b)

  

y y x

  dan σ σ Yang menghubungkan tegangan dan regangan pada suatu elemen pelat.Substitusi persamaan ( 2.30a ) kepersamaan ( 2.30b) menghasilkan :

  x = ( x + v y ) ( 2.31)

  σ dengan cara yang sama, kita peroleh = ( + v ) ( 2.32)

  x y x

  σ Momen punter m dan m menimbulkan tegangan geser sebidang dan

  xy yx τ xy ( gambar 2.4 ),yang berhubungan dengan tegangan geser τ yx

  γ melalui persamaan

  yang sejenis dengan hokum hooke persamaannya : =

  τ xy = Gγ xy = τ yx

  ( )

Gambar 2.3 Tegangan pada suatu elemen pelat

  ( sumber : Teori dan analisis pelat,R. Szilard) Sekarang marilah kita tentukan distorsi sudut γ xy = γ’ + γ” dengan membandingkan segiempat ABCD ( gambar 2.5 ) ,yang terletak pada suatu jarak konstan z dari bidang pusat, dengan keadaannya setelah berubah bentuk A’B’C’D’ pada permukaan pelat yang melendut.Dari kedua segitiga kecil dalam gambar 2.6 terlihat bahwa:

  γ’ = dan γ” = ( 2.33)

Gambar 2.4 Penampang sebelum dan setelah berubah bentuk

  ( sumber : Teori dan analisis pelat,R. Szilard) tetapi dari gambar 2.4, u = z = -z (2.34)

  Dengan cara yang sama, v = z = -z (2.35) sehingga, ( 2.36)

  γ xy = γ’ + γ” = -2z Perubahan kelengkungan pada bidang pusat yang melendut didefinisikan sebagai :

  K = - K = - dan X = -

  x y Dimana X menyatakan pemilinan pelat.

  Komponen tegangan dan ( gambar 2.4 ) menimbulkan momen lentur

  σ x σ y

  pada elemen pelat .Jadi, dengan mengintegrasikan komponen tegangan normal,kita peroleh momen lentur yang bekerja pada elemen pelat :

  ( ) ( ) m = dan m = ( 2.37 ) x y

  ∫ ∫

  ( ) ( )

  dihitung dari :

  xy yx

  Demikian pula, momen puntir akibat tegangan geser τ = τ = τ

  ( ) ( ) m = dan m = ( 2.38 ) xy yx

  ∫ ∫

  ( ) ( )

  sehingga m = m

  xy yx xy yx

  namun τ = τ Tegangan normal dan bisa dinyatakan dalam lendutan lateral w.Jadi,

  σ x σ y

  kita dapat tuliskan : = - ( + v ) dan = - ( + v ) ( 2.39 )

  x y σ σ

  Integrasi persamaan ( 2.37 ), setelah substitusi persamaan diatas untuk dan ,

  σ x σ y

  menghasilkan :

  m = - = = ( ) + + + x

  −

  ( )

  • m = - D ( + v ) = ( ) ( 2.40)

  y

  dimana

  D = ( 2.41)

  ( )

2.4 Pengertian Flat Slab

  Suatu flat slab adalah pelat beton bertulang yang ditumpu secara langsung oleh kolom – kolom beton tanpa memakai balok – balok perantara.Pelat dapat mempunyai tebal konstan seluruhnya atau dapat dipertebal di daerah kolom dengan suatu pelat tiang ( drop panel ).Kolom juga mempunyai penampang konstan atau dibesarkan untuk membentuk suatu kepala kolom. Pertebalan pelat bermanfaat dalam mengurangi tegangan geser pons yang mungkin ditimbulkan oleh kolom terhadap pelat,dan pertebalan ini juga meningkatkan besarnya momen lawan di tempat – tempat dimana momen – momen negatif terbesar.Pada umumnya dipakai dengan

  2, beban – beban hidup yang melebihi 7 KN/m atau sekitar itu.

  Flat slab mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan lantai yang

  terdiri dari pelat dan balok.Acuan yang sederhana dan pengurangan tinggi lantai membuat flat slab ini lebih ekonomis. Jendela – jendela dapat dibuat sampai sisi bawah pelat dan tidak ada balok – balok yang menghalangi cahaya dan sirkulasi udara.Tidak adanya sudut-sudut yang tajam dalam memberikan ketahanan dalam kebakaran yang lebih besar adanya karena berkurangnya bahaya pengelupasan beton dan menganganya tulangan.

  Analisa suatu konstruksi flat slab dapat dilakukan dengan membagi konstruksi ke dalam suatu seri dari kerangka – kerangka pengganti atau yang lebih sering terjadi dapat dipakai suatu metode analisa empiris seandainya syarat-syarat berikut : 1) Pelat – pelat harus berbentuk persegi panjang dengan minimum terdapat tiga bentang terus – menerus dalam masing – masing arah dan perbandingan antara bentang yang panjang dan yang pendek tidak lebih 1.33.Tebal pelat harus kira – kira konstan;

  2) Harus disediakan dinding – dinding geser atau tegar untuk menahan semuanya gaya – gaya lateral; 3) Panjang bentang – bentang yang berbatasan dalam masing – masing arah tidak boleh berselisih lebih dari 15 persen dari bentang terpanjang, dan bentang – bentang tepi tidak boleh lebih panjang daripada suatu bentang tengah berbatasan;

  4) Apabila dipakai pelat – pelat tiang, denah pelat – pelat tiang ini harus persegi dan panjangnya dalam masing – masing arah tidak boleh kurang daripada sepertiga dari bentang pelat yang bersangkutan.Pada tepi luar,lebar pelat tiang diukur dari sumbu kolom tegak lurus tepi selebar setengah lebar pelat tiang dalam yang berbatasan.

  Hal yang penting didalam perencanaan flat slab adalah perhitungan untuk geser pons pada pada kepala kolom dan pada perubahan tebal pelat,bila dipakai pelat tiang.Perencanaan geser pons ini harus mengikuti prosedur yang diuraikan dalam bab sebelumnya mengenai geser pons,kecuali bahwa CP 110 mensyaratkan bahwa gaya geser rencana hendaknya diambil sebesar 1,25 x harga perhitungan.Dalam hubungan ini,penggunaan baja lunak didalam perencanaan akan dapat menguntungkan,karena hasil prosentase tulangan yang lebih tinggi akan mengijinkan tegangan geser beton ultimit yang bersangkutan yang lebih tinggi pula.

  Rasio-rasio bentang kedalaman kedalaman efektif yang biasa,dengan dimodifikasi secara sesuai dapat dipakai apabila pelat mempunyai lebar pertebalan paling sedikit sama dengan sepertiga dari bentang yang bersangkutan,kalau tidak rasio-rasio tersebut harus dikalikan dengan suatu factor sebesar 0,9.Dalam segala hal tebal pelat tidak boleh kurang dari 125 mm.

  

Flat slab dicirikan oleh tidak adanya balok- balok sepanjang garis kolom

  dalam,namun balok – balok tepi pada tepi – tepi luar lantai boleh jadi ada atau tidak mempunyai kekuatan geser yang cukup dengan adanya salah satu atau kedua hal berikut:

  1) Drop Panel yaitu pertambahan tebal pelat di dalam daerah kolom. 2) Kepala kolom yaitu pelebaran yang mengecil dari ujung kolom atas.

  

Flat slab termasuk pelat beton dua arah dengan capital,drop panel,atau

  keduanya.Pelat ini sangat sesuai untuk beban berat dan bentang panjang.meskipun bekisting lebih mahal dibandingkan untuk pelat datar ( flat plate ),pelat slab akan memerlukan beton dan tulangan yang lebuh sedikit dibandingkan pelat datar untuk beban dan bentang yang sama.Pelat slab biasanya ekonomis untuk bangunan gedung,parkir,pabrik dan bangunan sejenis dimana drop panel atau kepala kolom yang terbuka dizinkan.Panel atau flat slab dibagi dalam jalur kolom dan jalut tengah,serta momen positf dan momen negatif pada setiap jalur dihitung.Jalur kolom adalah pelat dengan lebar di setiap sisi garis tengah kolom sama dengan ¼ dimensi panel terkecil l dan l .Ini sudah termasuk baloknya jika ada.Jalur tengah adalah

  1

  2 bagian pelat diantara dua jalur kolom.

  Flat slab adalah pelat beton bertulang dengan atau tanpa didukung drop

  panel,umumnya tanpa balok-balok yang langsung ditumpu oleh kolom dengan atau tanpa kepala kolom.Penebalan pelat atau mungkin bertambah luasnya yang terbentuk pada bagian atas karena pada bagian atas yang terdiri dari serangkaian pelat dua arah.Dimana pada bagian atas pelat,itu biasanya memerlukan penebalan pelat pada sekitar daerah kepala kolom agar menambah kekuatan geser.

  Flat slab adalah sebuah pelat dengan atau drop panel, yang ditumpu oleh kolom

  • – kolom tanpa balok – balok dengan atau kepala kolom. Kode negara dalam menentukan pelat mungkin sudah meluas atau mengurangi bentuk bagian atas dengan merencanakan pelat waffle.Konstruksi flat slab ditujukan untuk bangunan- bangunan dengan kolom lingkaran dalam,kolom tepi persegi, dan drop panel.Tebal pelat ditentukan pada konstruksi pelat lantai pada balok-T tetapi dengan tidak adanya balok mengurangai ketinggian lantai dengan jelas dan kemudahan dalam pelaksanaan konstruksi dan bekisting. Persyaratan umum dalam merencanakan flat slab adalah sebagai berikut : 1. Rasio bentang panjang terhadap bentang pendek tidak lebih dari 2.

  a) Metode portal ekuivalen

  b) Metode perencanaan langsung

  • 2 ( d
    • – 40 ) dimana l

  c

  6. Ketebalan pelat umumnya diperiksa melalui defleksi.Ketebalan kurang lebih 125 mm.

  5. Drop panel hanya mempengaruhi distribusi momen jika dimensi drop panel lebih kecil setidaknya sama dengan sepertiga ( 1/3 ) lebih kecil dari dimensi pelat.

  b) Untuk kepala kolom, luas kepala kolom berdasarkan dimensi efektif yang didefinisikan pada persyaratan 3.Diameter efektif kolom atau kepala kolom tidak boleh lebih ¼ dari jarak antara kolom.

  a) Untuk kolom,luas diameter lingkaran ini sama dengan luas kolom

  4. Diameter efektif kolom atau kepala kolom sebagai berikut :

  hc dengan tebal 40 mm dibagian bawah pelat atau drop.

  Untuk lebar kepala kolom l

  adalah dimensi kolom yang ukuran searah dengan l h.

  h

  

( sumber : Reinforced concrete, MacGinley & Choo)

  c

  = l

  hmax

  b) l

  atau

  hc

  a) Dimensi actual l

  3. Dimensi efektif l h pada kepala kolom tidak boleh kurang dari :

Gambar 2.5 Denah Flat slab dan Potongan

  ( sumber : Reinforced concrete, S N Sinha)

Gambar 2.6 Denah Flat Slab dengan drop panelGambar 2.7 Perilaku kegagalan flat slab dalam geser

  ( sumber : Reinforced concrete, Syal & Goel) Flat slab adalah pelat beton bertulang ditumpu drop atau tanpa drop,umumnya

  tanpa balok-balok,oleh kolom dengan atau tanpa diperbesar dengan kepala kolom yang ditunjukkan pada gambar 2.7.Flat slab dapat berbentuk padat atau berongga dalam pelat dua arah.Bentuk rongga oleh adanya perpindahan atau pengisi blok- blok yang permanen.Penulangan direncanakan dalam dua arah atau lebih.Umumnya pelat dibagi menjadi jalur kolom dan jalur tengah.

  Ada beberapa keuntungan konstruksi flat slab yang diuraikan dibawah :

  1. Dalam merencanakan langit-langit yang memberikan penampilan yang menarik dan pencahayaan yang lebih baik ke ruangan.

  2. Tidak memerlukan lantai yang lebih tinggi.

  3. Dengan tidak direncanakan balok – balok ,sehingga membutuhkan perancah yang sederhana.

  4. Mengurangi beban pada pondasi karena kurangnya ketebalan dan kurang tinggi struktur.

  5. Perawatan mudah karena permukaan datar.

  

2.5 PERSYARATAN NOMINAL UNTUK TEBAL PELAT DAN UKURAN

BALOK TEPI, KEPALA KOLOM, DAN PERTEBALAN PELAT DI

KEPALA KOLOM.

2.5.1 Tebal Pelat

  Menyatakan didalam menetapkan batas – batas untuk tebal pelat dalam sistem lantai dua arah,maka persyaratan – persyaratan nominal dan praktis yang tercantum dalam peraturan ACI untuk menuntun para perencana adalah :

  a) Untuk pelat tanpa balok – balok dan pertebalan, 5 inci

  b) Untuk pelat tanpa balok tepi dengan pertebalan cukup, 4 inci

  c) Untuk pelat dengan balok – balok keempat sisinya dengan yang besarnya

  m paling tidak 2,0 ; 3,5 inci.

  Kode negara – negara dalam menentukan ketebalan pelat umumnya diawasi dengan pertimbangan – pertimbangan defleksi,tetapi minimum ketebalannya adalah 125 mm.Pernyataan- pernyataan itu seharusnya ditujukan hanya untuk flat slab tanpa drop panel jika pertimbangan – pertimbangan geser diabaikan dan perencana dalam permasalahan.Kemudian, jika perencana ingin mencegah tulangan geser, perencana dapat memperkenal dengan penambahan tulangan lentur atau menebalkan pelat.Bila digunakan drop yang biasanya ketebalan keseluruhan drop 1.5 kali ketebalan pelat.Awal asumsi ketebalan pelat berdasarkan tebal pelat dengan balok,yang memerlukan modifikasi sesuai kriteria lenturan pada flat slab.

  Umumnya ketebalan flat slab dapat ditentukan dengan perbandingan bentang dengan rasio kedalaman efektif.Untuk pelat dengan drop sesuai dengan bentang rasio bentang efektif akan digunakan secara langsung, sebaliknya rasio ini akan dikalikan

  0.9.Dengan maksud, bentang yang lebih panjang dapat dipertimbangkan.Minimum ketebalan flat slab 125 mm.

  2.5.2 Balok – Balok Tepi

  Bila tidak digunakan balok tepi,atau jika balok tepi cukup kecil dimana kurang dari 0,80,ACI – 9.5.3.3 menyatakan bahwa persyaratan untuk tebal pelat yang dinyatakan harus dinaikkan dengan 10% di dalam panel yang mempunyai tepi yang terputus.

  2.5.3 Kepala Kolom

  Kepala kolom yang digunakan dalam konstruksi pelat cendawan merupakan perbesaran dari kolom bagian atas pada pertemuan dengan pelat lantai.Oleh karena tidak menggunakan balok-balok,maka tujuan dari kepala kolom adalah untuk mendapatkan pertambahan keliling sekitar kolom untuk memindahkan geser dari beban lantai dan untuk menambah tebal dengan berkurangnya keliling di dekat

  o

  kolom.Dengan memisalkan garis maksimum 45 untuk distribusi dari geser kepada kolom,ACI – 13.1.2 menyaratkan bahwa kepala kolom efektif untuk pertimbangan kekuatan agar berada di dalam kerucut bulat terbesar,piramida,atau baji yang

  o

  mengecil dengan puncak 90 yang dapat diikutkan didalam cakupan dari elemen pendukung yang sebenarnya.Garis tengah dari kepala kolom biasanya sekitar 20 sampai 25% dari bentang rata – rata di antara kolom – kolom.

  Dimensi dari kepala kolom dapat ditentukan secara efektif tergantung tebal kepala kolom.Kemiringan sudut kepala,jika pelebaran atas atau teori kemiringan jika

  o

  seragam tidak melebihi dari 45 dari horizontal.Dimensi dapat diukur dengan jarak 40 mm dibagian bawah pelat atau drop yang telah disediakan.Jika persyaratan

  o

  ukuran kepala kolom yang sebenarnya diperoleh sudut kurang dari 45 maka dimensi yang harus digunakan.Persyaratan ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut: l = lebih kecil dari l dan l = l + 2(d – 40 ) mm

  h ho hmax c h

  dimana l adalah dimensi actual,l adalah dimensi kolom yang diukur dari sama

  ho c

  arah, d h adalah tebal kepala kolom bagian atas pelat atau drop,semua ukuran dalam satuan millimeter.

  Jika kepala kolom adalah berbentuk lingkaran, kemudian l menjadi h .Dengan

  h c

  kata lain,nilai h harus dihitung.Nilai h tidak boleh melebihi dari ¼ dari jarak

  c c bentangan antara kolom yang biasanya dalam menentukan ukuran ini dan selanjutnya dapat menghitung ukuran kepala kolom yang paling besar dapat ditentukan.Misalnya,jika perencana merencanakan kolom persegi dan kepala kolom persegi,maka ukuran kepala kolom menjadi 0,88 h ,dimana kurang lebih 0,22l

  c min

  .Dalam menentukan ukuran disesuaikan dengan kepala kolom persegi untuk dapat menentukan nilai h dimana nilai h digunakan dalam semua analisis untuk

  c c menghitung momen lentur.

Gambar 2.8 : Dimensi kepala kolom, ( a) l = l , (b) l = l ,(c) l = l ,(d) l = l h hmax h ho h hmax h ho

  ( sumber : Reinforced concrete, Allen)

  Dimana dalam merencanakan kepala kolom,bagian kepala kolom yang melebar sampai mencapai sudut puncak 90 dan sudah termasuk sampai pada garis-garis luar kolom dan kepala kolom untuk tujuan perencanaan.

2.5.4 Pertebalan Pelat ( Drop Panel )

  Pertebalan pelat yang lazimnya digunakan di dalam konstruksi lantai cendawan merupakan penambahan tebal pelat di sekitar kolom.Bila pertebalan pelat diteruskan dari garis pusat tumpuan paling tidak seperenam dari bentang yang diukur pusat ke pusat dalam masing – masing arah, dan bila proyeksi dibawah pelat paling tidak seperempat dari tebal pelat diluar pertebalan,maka ACI - 9.5.3.2 mengizinkan penggunaan tebal pelat minimum yang disyaratkan yang direduksi dengan 10%.Untuk menentukan tulangan,mensyaratkan bahwa tebal dari drop panel di bawah pelat harus dimisalkan pada harga yang tidak melebihi seperempat dari jarak antara tepi dari drop panel dan tepi dari kepala kolom.Oleh karena persyaratan ini,tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menggunakan drop panel yang lebih tebal.

  Dalam menentukan dimensi pertebalan pelat ( drop panel ) seperti yang dinyatakan sebelumnya, factor-faktor yang mempengaruhi dalam lebar pelat pada potongan persegi panjang dan potongan ini dapat ditentukan dari garis tengah bentangan pelat.Sehingga dalam menentukan tebal pelat antara panel akan dapat diperiksa.

  Berbeda dengan dengan type pelat ini dapat mengurangi tebal bagian bawahnya jika itu dilakukan,kemudian memodifikasi pada balok – T.Begitu juga, untuk penampang kritis lainnya dapat direncanakan.

Gambar 2.9 Denah drop panel jalur kolom dan jalur tengahGambar 2.10 Potongan drop panel

  ( sumber : Reinforced concrete, Allen)

  Bila drop panel dapat berbentuk persegi dalam perencanaan, dan memiliki panjang dalam setiap arah tidak lebih dari sepertiga panjang panel dalam arahnya.Untuk panel luar, lebar drop dengan sudut sampai didalam panel yang terputus dan diukur dari garis pusat kolom sama dengan setengah lebar panel untuk panel dalam.

2.6 Konsep Pendekatan Struktur Plat Dua Arah

  Untuk membahas lenturan pelat dua arah, pertama – tama ditinjau perilaku fisik suatu panel pelat segi empat yang ditumpu oleh komponen struktur sanngat kaku pada keempat sisinya, misalnya balok kaku atau dinding geser.Apabila pelat menahan beban luar termasuk beban gravitasi berat sendiri yang bekerja padanya, pelat melendut membentuk cekungan seperti bentuk piringan makan.Apabila sudut – sudutnya tidak dicetak secara monolit dengan tumpuannya boleh jadi akan terangkat karenanya.Derajat kelengkungan cekungan menunjukkan besar momen yang terjadi, semakin curam cekungan berarti semakin besar momennya. Untuk pelat yang panjang dan lebar tidak sama, cekungan lebih curam pada potongan melintang tegak lurus sisi panjangnya, yang berarti terjadi momen lebih besar pada sisi panjang atau beban lebih besar pada arah bentang pendek. Intensitas kecuraman cekungan, yang berarti juga besarnya momen berikut redistribusinya pada masing – masing arah tergantung pada derajat kekakuan tumpuan. Sehingga memungkinkan terjadinya kasus dimana perbandingan kekakuan balok terhadap pelat mengakibatkan kelengkungan dan momen pada arah panjang lebih besar dari arah lebar, seperti yang berlaku pada pelat dimana tumpuannya berupa grid atau kolom pada balok. Dengan demikian dapat pula disimpulkan, karena pelat bersifat fleksibel dan umumnya bertulang lemah maka redistribusi momennya akan sangat tergantung pada kekakuan relative komponen struktur tumpuan terhadap palat yang ditumpunya. Penjabaran perilaku fisik tersebut adalah penyerderhaan pengertian dari suatu mekanisme statis tak tentu berderajat banyak yang sangat kompleks.

  Selanjutnya dengan menggunakan model pelat seperti tampak pada gambar 2.11 dilakukan peninjauan lajur AB dan DE pada masing – masing tengah bentang panjang dan lebar. Seperti yang sudah dikenal, lendutan balok diatas tumpuan sederhana akibat beban merata adalah :

  ( 2.42) Δ =

  4

  l , dimana nilai konstatan k adalah : Atau, Δ = kW u n k = ( 2.43)

Gambar 2.11 Model Pelat dua arah

  ( sumber : Struktur beton bertulang, Istimawan Dipohusodo)

  kembali pada model gambar 2.11, apabila lebar lajur AB sama dengan DE , dengan panjang masing – masing l, maka :

  4 AB = kw AB ( p)

  Δ

  4 DE = kw AB ( p)

  Δ Dimana w dan w adalah bagian intensitas beban total w yang ditransformasikan

  AB DE u

  ke lajur AB dan DE,w = w + w

  u AB DE

  Kedua persamaan lendutan tersebut diatas harus sesuai, sehingga bila disamakan akan diperoleh : dan

  w = w =

AB DE

2.7 Persyaratan Kekuatan

  Penerapan factor keamanan dalam struktur bangunan di satu pihak bertujuan untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya runtuh yang membayakan bagi penghuni, dilain pihak juga memperhitungkan factor ekonomi bangunan. Sehingga untuk mendapatkan factor keamanan yang sesuai, perlu ditetapkan kebutuhan relative yang ingin dicapai untuk dipakai sebagai konsep factor keamanan tersebut.Struktur bangunan dan komponen – komponennya harus direncanakan untuk mampu memikul beban lebih diatas beban yang diharapkan bekerja. Kapasitas lebih tersebut disediakan untuk memperhitungkan dua keadaan yaitu kemungkinan terdapatnya beban kerja yang lebih besar dari yang ditetapkan dan kemungkinan Terjadi penyimpangan kekuatan komponen struktur akibat bahan dasar ataupun pengerjaan yang tidak memenuhi syarat.

  Kriteria dasar kuat rencana dapat diungkapkan sebagai berikut : Kekuatan yang tersedia

  ≥ kekuatan yang dibutuhkan

  Kekuatan setiap penampang komponen struktur harus diperhitungkan dengan menggunakan kriteria dasar tersbut. Kekuatan yang dibutuhkan, atau disebut kuat

  

perlu dapat diungkapkan sebagai beban rencana ataupun momen, gaya geser dan

  gaya – gaya lain yang berhubungan dengan beban rencana. Beban rencana atau beban terfaktor didapatkan dari mengalikan beban kerja dengan factor beban, dan kemudian digunakan subskrip u sebagai penunjuknya. Dengan demikian, apanila digunakan kata sifat rencana atau rancangan menunjukkan beban sudah terfaktor.Untuk beban mati dan hidup menetapkan bahwa beban – beban kerja atau beban guna melalui persamaan berikut :

  W = 1,2W + 1,6 W ( 2.44)

  U D L

  Dimana Wu adalah kuat rencana ( beban ultimit ), W adalah beban mati, dan W

  D L

  adalah beban hidup.Faktor beban berbeda untuk beban mati, beban hidup,beban angin ataupun beban gempa. Penggunaan factor beban adalah usaha untuk memperkirakan kemungkinan terdapat beban kerja yang lebih besar dari ditetapkan, perubahan penggunaan, ataupun urutan dan metode pelaksanaan yang berbeda. Seperti diketahui, kenyataan didalam praktek terdapat beban hidup tertentu yang cenderung timbul lebih besar dari perkiraan awal.lain halnya dengan beban mati yang sebagian besar darinya berupa berat sendiri,sehingga factor beban beban dapat ditentukan lebih lecil.Untuk memperhitungkan berat struktur, berat satuan beton

  3

  3

  bertulang rata – rata ditetapkan sebesar 2400kg/m = 24 KN/ m dan penyimpangannya tergantung pada jumlah kandungan baja tulangannya. Kuat ultimit komponen struktur harus memperhitungkan seleruh beban kerja yang bekerja dan masing – masing dikalikan dengan factor beban yang sesuai.

  Pemakaian factor

  ϕ dimaksudkan untuk memperhitungkan kemungkinan

  penyimpangan terhadap kekuatan bahan,pengerjaan, ketidak tepatan ukuran, pengendalian, dan pengawasan pelaksanaan, yang sekalipun masing – masing factor mungkin dalam toleransi persyaratan tetapi kombinasinya memberikan kapasitas yang rendah. Dengan demikian, apabila factor

  ϕ dikalikan dengan kuat ideal teoretik

  berarti sudah termasuk memperhitungkan tingkat daklitas, kepentingan, serta tingkat ketepatan ukuran suatu komponen struktur sedemikian hingga kekuatannya dapat ditentukan.

  Standar SK SNI pasal 2.2.3 ayat 2 memberikan factor reduksi kekuatan

  ϕ

  untuk berbagai mekenisme, antara lain sebagi berikut :

  • Lentur tanpa beban aksial = 0,80

  = 0,60

  • Geser dan puntir
  • Tarik aksial, tanpa dan dengan lentur = 0,80

  = 0,65

Dokumen yang terkait

KATA PENGANTAR - Pengaruh Lokasi, Harga Dan Fasilitas Terhadap Loyalitas Konsumen Doorsmeer Anugrah Jaya Motor

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Padi - Pemanfaatan Adsorben Jerami Padi Yang Diaktivasi Dengan Hcl Untuk Menyerap Logam Zn (Ii) Dari Limbah Elektroplatting

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Ekonomi Dalam Perspektif Islam. 2.1.1 Pengertian Ekonomi Islam. - Analisis Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Pos Keadilan Peduli Umat (Pkpu) Di Kota Medan

0 0 35

Analisis Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Pos Keadilan Peduli Umat (Pkpu) Di Kota Medan

0 0 8

Analisis Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Pos Keadilan Peduli Umat (Pkpu) Di Kota Medan

0 0 7

Analisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Medan/Sumatera Utara I)

0 1 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewajiban Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2.1.1 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) - Analisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (

0 0 38

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Medan/Sumatera Utara

0 2 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Pt Perkebunan Nusantara Iv (Studi Kasus : Pks Kebun Ptpn Iv Kecamatan Sosa)

0 0 27

KATA PENGANTAR - Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Pt Perkebunan Nusantara Iv (Studi Kasus : Pks Kebun Ptpn Iv Kecamatan Sosa)

0 0 17