BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Pt Perkebunan Nusantara Iv (Studi Kasus : Pks Kebun Ptpn Iv Kecamatan Sosa)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

  Industri pabrik kelapa sawit (PKS) dapat menghasilkan limbah yang berupa limbah cair dan padat. Limbah padat dapat dibuang ke lahan kosong, dikubur ataupun dibakar di dalam increnerator.sedangkan limbah cair dapat dibuang keperairan ataupun sungai. Namun dengan bertambahnya kesadaran manusia terhadap kualitas sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup,cara pembuangan limbah secara langsung tidak lagi diperbolehkan.

  Begitu juga jika limbah yang dihasilkan dapat merusak lingkungan sekitarnya.Maka dari pertimbangan tersebut, Pabrik kelapa sawit diharuskan untuk memiliki sarana pengelolaan limbah.tentu dalam pengolahan limbah memerlukan biaya operasional pengolahan.

  Maka untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah yang murah, dan mudah dalam pengoperasiannya serta dengan biaya yang relatif terjangkau, khususnya dalam industri pabrik kelapa sawit baik pabrik dalam skala kecil, skala sedang maupun skala besar. Secara umum bangunan instalasi pengolahan air limbah Pabrik kelapa sawit menerapkan teknologi pengolahan air limbah dengan proses bilogi yaitu dengan metode aplikasi lahan ataupun sistem kolam yang masih dianggap terjangkau terutama pada industri perkebunan yang tidak dekat dari perkotaan. Namun sistem pengolahan ini memerlukan waktu (retention time) yang relatif lama yang berfungsi untuk menurunkan kandungan konsentrasi COD,BOD, serta zat padat yang tersuspensi dengan baik.

  Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No:Kep-51/MENLH/10/1995 tentang “Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak kelapa Sawit”, yang mengharuskan bahwa pabrik kelapa sawit harus mengolah air limbah sampai dengan standar yang diijinkan, maka kebutuhan teknologi pengolahan air limbah pabrik kelapa sawit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu di kembangkan, namun kendala yang banyak dijumpai yaitu teknologi yang ada saat ini masih relative mahal, sedangkan dilain pihak dana yang tersedia untuk membangun alat pengolahan air limbah sangat terbatas.

  Dalam pengolahan air limbah pabrik kelapa sawit (PKS)dengan kapasitas yang besar 50 ton TBS/jam, biasanya menggunakan teknologi pengolahan air limbah yaitu dengan “sitem kolam” atau ponding system”namun untuk pabrik yang berkapasitas kecil cara tersebut sangatlah kurang ekonomis karena biaya pengoperasiannya cukup besar, dan kontrol operasionalnya lebih sulit. Untuk mengatasi hal tersebut,perlu informasi dan teknologi sistem tersebut, khususnya teknologi pengolahan air limbah pabrik kelapa sawit (PKS) beserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan juga kekurangannya.

  Namun dengan adanya informasi yang berkembang, maka pihak manajemen pabrik kelapa sawit (PKS) maupun pihak dari PTPN dapat memilih teknologi pengolahan air limbah yang sesuai dengan kondisi maupun jumlah dari air limbah yang dikelola, yang layak secara teknis, ekonomis dan dapat memenuhi standar dari lingkungan hidup yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri.

  

2.1.1 Peraturan Perundangan Yang Mengatur Pengelolaan Lingkungan

Pabrik Kelapa Sawit

   Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran

  Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274).

   Undang – Undang No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air .

   Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 

  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep - 51/ MenLH /10 /1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri Minyak Sawit.

   Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

   Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

   Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001

  Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

   Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

   Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

  Air dan Pengendalian Pencemaran Air. ( sebagai pengganti UU No. 20 tahun 1990 ).

2.2 Sumber Asal Air Limbah

  Data mengenai sumber air limbah dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah rata-rata aliran air limbah dari berbagai jenis perumahan,industri dan aliran air tanah yang ada di sekitarnya. Kesemuanya ini harus dihitung perkembangannya atau pertumbuhannya sebelum membuat suatu bangunan pengolahan air limbah serta merencanakan pemasangan saluran pembawanya (Sugiharto,1987).

2.2.1 Limbah Industri Kelapa Sawit

  Proses pengolahan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah cair minyak kelapa sawit yang mengandung bahan organik yang tinggi, sehinggga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi juga. Pengolaha sawit pada pabrik kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah Yaitu:

   limbah cair  limbah padat, dan  gas

  Dimana limbah gas yang keluar dari cerobong asap boiler, dan limbah padat berupa solid, cangkang, sabut dan abu. Diantara limbah diatas yang menjadi permasalahan adalah limbah cair karena jumlahnya sangat banyak dibanding dengan yang lainnya.

  Secara umum dampak yang diperoleh dari hasil limbah cair industri minyak kelapa sawit adalah badan air penerima akan tercemar, karena biasanya hampir setiap industri pabrik kelapa sawit berlokasi dekat dengan badan sungai. Sehingga sungai yang tercampur dengan limbah menjadi kotor dan senyawa – senyawa yang terkandung didalamnya sangat membahayakan terhadap lingkungan maupun kesehatan.

  Hasil dari limbah cair industri kelapa sawit bila dibiarkan tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan terbentuknya senyawa amonia (NH N), dan ini disebabkan bahan organik yang terkandung didalam limbah cair

  3

  tersebut akan terurai dan membentuk senyawa amoniak.Salah satu bentuk teknik pengendalian dan pengolahan limbah pabrik kelapa sawit adalah dengan melakukan biodegradasi terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam kondisi anaerob menjadi kondisi aerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan penerima.Sehingga dengan demikian aspek pengendalian pengolahan secara optimal dapat:

  1. Mengurangi tingkat pencemaran serta dampak negatif yang ditimbulkan dari limbah serta dapat dikendalikan dengan baik.

  2. Tercapainya hasil standar yang ditetapkan/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air (sungai).

2.3 Karakteristik Limbah Cair PKS

  Limbah cair PKS mengandung padatan terlarut maupun emulsi minyak di dalam air. Limbah cair mengandung senyawa-senyawa organik seperti sellulosa dan tannin ataupun turunan alkaloid lainnya seperti karotin. Padatan terlarut melayang dan juga mengemulsi serta bahan-bahan organik lainnya yang terurai ataupun terdegradasi disebabkan mikroorganisme, ini menyebabkan bau dan berwarna hitam (Nainggolan.2011).

2.3.1 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ( LCPKS )

  Limbah yang dibuang ke badan air penerima (sungai) harus memenuhi baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan di dalam peraturan agar limbah tersebut aman dan tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Baku mutu limbah cair untuk industri minyak kelapa sawit, dimana Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep-51/MENLH/10/1995 pada lampiran A IV, dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti yang tercantum di bawah ini.

  Tabel .2.1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit

PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN

  mg L MAKSIMUM BOD 5 250

  1.5 COD 500

  1.5 TSS 300

  1.8 MINYAK DAN LEMAK

  

30

  0.18 AMONIA TOTAL (NH 3 N)

  

20

  0.12 PH 6.0 - 9.0 Sumber : KEP 51-/MENLH/10/1995

2.3.2 Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

  Teknologi pengolahan Limbah cair pabrik kelapa sawit adalah salah satu cara untuk memisahkan, menghilangkan, dan mengurangi unsur pencemar dalam limbah.

  Teknologi pengolahan limbah mempunyai ukuran dan spesifik. Kemampuan wadah penampungan limbah seperti kolam limbah diukur dengan beban volume per satuan luas dan satuan waktu atau dikenal dengan istilah sludge loading rate. Kemampuan proses pengolahan kolam diukur dengan waktu penahanan hidrolis (WPH).

  Waktu penahanan hidrolis atau waktu tinggal limbah dalam reaktor mempunyai peranan yang amat penting dalam menuju keberhasilan pengolahan limbah.

  Besarnya debit limbah dibandingkan dengan ukuran volume kolam atau reaktor akan menentukan waktu tinggal limbah dalam kolam. Sedangkan volume kolam sangat dipengaruhi konsentrasi padatan limbah.

  Volume limbah juga sangat menentukan ukuran dari kolam. Semakin besar volume limbah maka akan semakin besar kolam limbah yang diperlukan sehingga mengakibatkan waktu penahanan hidrolis ( WPH ) menjadi lebih lama, akan tetapi sebaliknya jika volume kolam kecil maka WPH akan menjadi lebih singkat tapi mungkin prosesnya tidak sempurna. Karena itu perlu diketahui ukuran bak kolam baik dari segi kedalaman maupun luas permukaan (Harahap,2012 ).

2.3.3 Pemeliharaan Kolam Limbah

  Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan kolam limbah Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

   Menguras lumpur yang berada pada tiap – tiap kolam, jika kolam

  1 telah memenuhi / kedalaman kolam pada dimensi awal.

  3

   Memeriksa jaringan pipa dan instalasi lainnya yang ada pada sistem secara rutin untuk mencegah terjadinya penyumbatan ataupun kerusakan lainnya.

   Pemeliharaan konstruksi kolam secara rutin dan memperbaiki setiap kerusakan yang terjadi pada dinding kolam.

2.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL )

  Metode pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit yang lazim dan biasa digunakan oleh pihak industri perkebunan kelapa sawit ada 2 metode yaitu:

  1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application ).

  2. Sistem Kolam (Ponding System). Agar dapat mengurangi tingkat pencemaran limbah sebelum dibuang ke badan sungai, maka perlu dilakukan pengolahan pada air limbah minyak kelapa sawit tersebut,pada umumnya dalam pengolahan limbah, PKS menggunakan sistem yang disebut dengan sistem kolam (biologis) aerob – anaerob.

  Pada sistem pengolahan air limbah secara biologis masih dianggap cara yang paling murah bila dibandingkan dengan cara kimia, karena mengingat harga bahan kimia relatif mahal serta volume air limbah kelapa sawit yang cukup besar.

  Sistem pengolahan air limbah secara biologis berlangsung secara berkelanjutan, yaitu pada kolam anaerobik, fakultatif, aerobik, dan sedimentasi tanpa menambahkan zat kimia lainnya, melainkan hanya membutuhkan waktu (retention

  

time) dalam proses perombakan zat organik oleh mikroorganisme. Sehingga terjadi

  suatu perubahan kualitas air limbah yang diinginkan pada tiap-tiap kolam tersebut, baik itu kolam anaerobik, fakultatif, aerobik dan lain – lain.

  Proses dengan Sistem kolam (Ponding System) dapat dikatakan sebagai proses biologi yang bertujuan untuk merombak zat pencemar organik menjadi karbondioksida dan jaringan sellulosa sehingga mudah untuk memisahkan antara limbah air dengan bahan pencemar. Pada proses ini yang berperan adalah mikro organik yang dapat menguraikan zat – zat organik limbah menjadi zat – zat yang sederhana.

2.5 Proses Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

  Pengoperasian pabrik kelapa sawit secara efisien dan efektif akan

  3

  menghasilkan limbah cair sekitar 0,6 – 0,8 m /Ton Tandan Buah Segar (TBS ).Untuk menanggulangi masalah limbah cair pada IPAL PKS pada umumnya menggunakan unit – unit kolam pengolahan. PKS yang menggunakan sistem ini pada umumnya mempergunakan lahan yang cukup luas dan mempunyai beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan bahan baku mutu limbah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Gambar 2.1 Alur Pengolahan Limbah dengan Sistem Kolam.

1. Fat Pit

  Tahap ini merupakan awal proses pengolahan air limbah PKS yaitu sebagai tempat pengutipan sisa minyak yang terikat dalam limbah cair dan dikembalikan dalam proses pengolahan, sehingga kadar minyak dalam air dapat berkurang.

  Minyak yang masih terikat dalam air limbah dalam jumlah yang cukup tinggi dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme merombak bahan organik, disamping itu dengan adanya minyak akan membentuk lapisan film pada permukaan air, dapat menghambat penetrasi cahaya kedalam air sehingga dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme.

  2. Pendinginan (Cooling Pond)

  Cooling Pond ini merupakan lanjutan proses dari fat pit, Colling pond berfungsi menurunkan temperatur limbah cair yang dikeluarkan dari ruang produksi. karena air limbah segar yang keluar dari pabrik atau dari fat pit umumnya masih panas (50 – 70

  C) maka terlebih dahulu temperatur harus diturunkan hingga 38-40 C yang merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai.

  Bagian dasar dan dinding cooling pond (kolam pendingin) dilapisi dengan semen sehingga kedap air. biasanya proses pendinginan dilakukan selama 48 jam. (Naibaho, M. Ponten 1998) .

  3. Netralisasi

  Kolam ini berfungsi untuk menetralkan pH limbah yang masih asam yang terdapat pada kolam – kolam sebelumnya menjadi ± 6,5 -7,0.

  4. Pengasaman

  Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pH nya naik setelah asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut.

  Pengasaman tidak selalu dilakukan orang, karena dengan penambahan unit ini maka akan terjadi penambahan unit pengolahan sehingga untuk pengolahan limbah akan membutuhkan lahan yang lebih luas serta biaya yang jauh lebih mahal.

  5. Kolam Anaerobik

  Limbah yang telah dinetralkan kemudian dialirkan ke kolam anaerobik. Pada kolam ini limbah cair masih mengandung senyawa organik yang kompleks seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang akan dirombak oleh bakteri anaerobik menjadi asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana (CH ), karbondioksida (CO ), dan

  4

  2

  air (H O). Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah

  2 dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan juga berjalan dengan baik.

  6. Kolam Fakultatif Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik ke kolam aerobik.

  Pada kolam ini proses perombakan masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses yang belum terselesaikan pada kolam anaerobik.

  7. Kolam Aerobik

  Pada kolam ini cairan limbah diperkaya kandungan oksigennya dengan aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerobik. Kemudian limbah dialirkan ke sungai yang ada pada daerah industri minyak tersebut.

2.6 Sistem Penyaluran Air Limbah

2.6.1 Sistem Penyaluran Limbah Terpisah

  Sistem penyaluran terpisah adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar. Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain:

  1) Periode musim hujan dan kemarau lama. 2) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik. 3)

  Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.

  4) Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau dan musim hujan relatif besar.

  5) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).

  Kelebihan sistem ini adalah masing - masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran.

2.6.2 Sistem Penyaluran Limbah Tercampur

  Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun.

  Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan buangan.

2.7 Garis Tenaga dan Garis Tekanan pada Pipa

  Sesuai dengan prinsip bernoulli, tenaga total atau tinggi tekanan efektif di setiap titik pada saluran pipa merupakan jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan dan tinggi kecepatan. 2

  • 2

  (2.1) = z +

  Dimana : H = tenaga total atau tinggi tekanan efektif pada suatu titik (m) Z = ketinggian dasar saluran terhadap suatu datum (m)

  2 P = tekanan air pada suatu titik (N/m )

  

3

  γ = berat jenis zat cair (kg/m ) v = kecepatan aliran pada pipa (m/s)

  2

  g = gravitasi (m/s ) Garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga, yang digambarkan di atas tampang memanjang pipa seperti yang ditunjukan pada gambar

  2.2. Perubahan diameter pipa dan tempat-tempat tertentu di mana kehilangan tenaga sekunder terjadi ditandai dengan penurunan garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga sekunder diabaikan, maka kehilangan tenaga hanya disebabkan oleh gesekan pipa. (Triadmodjo, Bambang 2003).

Gambar 2.2 Garis tenaga dan tekanan

2.7.1 Pipa hubungan seri

  Apabila suatu aliran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang berbeda, dan pipa tersebut adalah dalam hubungan seri. Gambar 2.3 menunjukkan suatu sistem tiga pipa dengan karakteristik berbeda yang dihubungkan dengan secara seri. Panjang, diameter dan koefisien gesekan masing-masing pipa adalah L , L , L ; D ,

  1

  2

  3

  1 D , D dan f , f , f .

  2

  3

  1

  2

  3 Gambar 2.3 Pipa hubungan seri

  Jika beda tinggi muka air kedua kolam diketahui, akan dicari besar debit aliran Q dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan energi (Bernoulli).

  Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga. Seperti terlihat pada gambar, garis tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan tenaga pada masing-masing pipa adalah h , h dan h Dianggap bahwa kehilangan

  f1 f2 f3.

  tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan.

   Q = Q = Q = Q

  (2.2)

  1

  2

3 Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 (pada garis aliran):

  1 1 2 2 2 2

  • = (2.3)

  1 2 ℎ

  

1

  2

  3

  2

2 Pada kedua titik, tinggi tekanan adalah H dan H , dan kecepatan V = V = 0

  1

  2

  1

  2

  (tampang aliran sangat besar), sehingga persamaan diatas menjadi:

  z + H = z + H + h + h h

  1

  1

  2 2 f1 f2 + f3

  (z + H ) – (z + H ) = h + h h

  1

  1

  2 2 f1 f2 + f3

  Atau

  H = h + h h

  (2.4)

  f1 f2 + f3

  Dengan mengunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan (2.4) menjadi: 1 1 2 2 3 3

  • (2.5)

  =

  1

  2

  3 1

  2 2

  2

3

  

2

Untuk masing-masing pipa kecepatan aliran:

  = = = (2.6)

  1 2

  2 2

  3 2 1 /4 /4 /4 1 1 Substitusikan nilai V , V , dan V ke dalam persamaan (2.5), didapat: 2

  1

  2

  3

  8 1 1 2 2 3 3 5 + + 5 5 (2.7)

  = 2 � � 1 2 3 Debit aliran adalah:

  �2 ℎ

  (2.8) = 1/2

  1 1 2 2 3 3

  • 5

  5

  5

  • 4 � �

  1

  2

3 Kadang-kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen

  yang mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila kehilangan tekanan pada pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipa-pipa yang diganti.

  Sejumlah pipa dengan bermacam-macam nilai f , L, dan D akan dijadikan suatu pipa ekivalen. Untuk itu diambil diameter D dan koefisien gesekan f dari pipa

  e e yang terpanjang (atau yang telah ditentukan), dan kemudian ditentukan panjang pipa ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa ekivalen: 2

  8 5 (2.9)

  = 2 � � Substitusikan dari persamaan (2.7) ke persamaan (2.9) didapat: 5 1 1 2 2 3 3

  = 5 5 + + 5 (2.10) � � 1 2 3

2.7.2 Pipa dengan pompa

  Pompa digunakan untuk menaikkan zat cair dari kolam ke suatu kolam lain dengan selisih elevasi muka air Hs, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4, maka daya yang digunakan oleh pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut.

  Kehilangan tenaga adalah ekivalen denganpenambahan tinggi elevasi, sehingga efeknya sama dengan jika pompa menaikkan zat cair setinggi

  H = Hs + Σh f

  Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan sehingga garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan.

Gambar 2.4 Pipa dengan Pompa

  Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan pipa 2 yaitu sebesar h

  f1

  dan h . Pada pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga (dan tenaga) menurun

  f2

  sampai di bawah pipa. Bagian pipa dimana garis tekanan di bawah sumbu pipa mempunyai tekanan negatif. Sedang pipa 2 merupakan pipa tekan. daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair :

  (2.11) = atau dalam satuan hp (horse power, daya kuda):

  (2.12) =

  75

  dengan

  η adalah efisiensi pompa. Pada pemakian pompa, efisiensi pompa digunakan sebagai pembagi dalam rumus daya pompa.

2.8 Tinjauan Hidrolika Aliran dalam IPAL

   2.8.1 Aliran Melalui Pipa

  Pipa merupakan saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran, dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh, Fluida yang di alirkan melalui pipa biasanya berupa zat cair atau gas dan tekanannya bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer.

  Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Karena mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang di alirkan adalah zat cair. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer. (Triatmodjo,Bambang, 2003).

  2.8.2 Kehilangan Tenaga Akibat Gesekan Pipa

  Apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V = V dan persamaan

  1 2,

  di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kehilangan tenaga akibat gesekan. 1 2 = + +

  (2.13)

  1

  2

  ℎ � � − � � atau

  ∆

  = (2.14)

  ℎ ∆ − Kehilangan tenaga sama dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.

Gambar 2.5 Rumus Darcy-Weisbach

  Seperti terlihat pada gambar 2.5 tampang lintang aliran melalui pipa adalah konstan yaitu A, sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p

  1

  dan p . Jarak antar tampang 1 dan 2 adalah ΔL. Gaya-gaya yang bekerja pada zat cair

  2 adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan.

  Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat:

  F = M a

  (2.15)

  p A - p A+ P (2.16)

  γ AΔL sin α - τ ΔL =M x 0

  1 2 o

  Dengan P adalah keliling basah pipa. Oleh karena selisih tekanan adalah Δp maka :

  1 P

  (2.17) ΔpA +γ AΔL sin α - τ ΔL = 0

  o

  Kedua ruas dibagi dengan Aγ, sehingga:

  ∆ ∆

  • ∆ ∆

  (2.18) ∆ −

  • (2.19) atau

  = 0 ∆ =

  = 0∆

  o

  2

  = CV

  o

  τ

  ) Dengan anggapan bahwa :

  2

  = f (V

  o

  ) berarti juga τ

  2

  = f (V

  f

  . Dengan demikian apabila h

  sebanding dengan τ

  (2.20) =

  f

  di mana n ≈ 2 Untuk aliran melalui pipa dengan dimensi dan zat cair tertentu. persamaan (2.23) menunjukan bahwa h

  n

  (2.23) Persamaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa kehilangan tenaga sebanding dengan V

  4 ∆

  =

  (2.22) sehingga persamaan diatas menjadi: ℎ

  4

  =

  /4

  Untuk pipa lingkaran: R= = 2

  R = A/P = jari-jari hidrolis dan I = h f L= kemiringan garis energi.

  Di mana : Δz = ΔL sin a.

  = (2.21)

  (2.24) dengan C adalah konstanta, maka persamaan (2.24) menjadi :

  4 ∆

  = (2.25)

  ℎ Dengan mendefinisikan f = 8C/ ρ maka persamaan di atas menjadi: 2

  ∆

  = (2.26)

  ℎ

2 Apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan (2.26) menjadi :

  2 =

  (2.27) ℎ

2 Persamaan (2.27) disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran

  melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut f adalah koefisien gesekan Darcy-

  

Weisbach yang tidak berdimensi. Koefisien f merupakan fungsi dari angka Reynolds

  dari kekasaran pipa. Pada tahun 1944 Moody memperkenalkan suatu grafik yang mempermudahkan dalam penentuan nilai f atau yang biasa disebut moody diagram.

Gambar 2.6 Diagram Moody untuk nilai f pipa

  Corrugated Metal 0,023 – 0,029 Steel formed Concrete 0,012 – 0,014

  Smooth Concrete pipe 120 – 140 Rought pipe (e.g.roughconcrete pipe) 60 – 80

  Riveted steel pipe 100 – 110 Cast iron pipe 95 – 100

  Type of Pipe Manning’s n PVC ,Glass,or enameled steel pipe 130 – 150

Tabel 2.3. Koefisien Hazen-Williams,CH

  Sumber: Brater et al. (1996);ASCE (1976)

  Plastic (smooth) 0,011 – 0,015 PVC 0,009 – 0,010

  Type of pipe Manning’s n Galvanized Iron 0,015 – 0,017

  Alternatif lain untuk menentukan nilai f dengan menggunakan koefisien manning, Chezy atau Hazen-williams.

Tabel 2.2. Koefisien manning untuk beberapa jenis pipa

  (2.29)

  0.08 �

  0.26 .

  156.06 � 2 .

  (2.28) f=

  f= 124.58 21/3

  Sumber: Brater et al. (1996);ASCE(1976)

2.8.3 Kehilangan Tenaga Sekunder Dalam Pipa

  Di samping adanya kehilangan tenaga akibat gesekan (kehilangan tenaga primer), terjadi pula kehilangan tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa, sambungan, belokan dan katub (kehilangan tenaga sekunder). Pada pipa panjang, kehilangan tenaga primer biasanya jauh lebih besar dari pada kehilangan tenaga sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan tenaga sekunder dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan.

  Apabila kehilangan tenaga sekunder kurang 5 % dari kehilangan tenaga primer maka kehilangan tenaga tersebut bisa diabaikan.

  a. Kehilangan energi akibat penyempitan (contraction) 2 2 =

  (2.30)

2 Di mana :

  H = tinggi hilang akibat penyempitan c

  K = koefisien kehilangan energi akibat penyempitan c

  V = kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D (yaitu di hilir dari

  2

  2

  penyempitan)

Tabel 2.4. Nilai Kc untuk berbagai nilai D /D

  2

  1

  

/ 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

  2

  1 0,5 0,45 0,38 0,28 0,14 0,00 Sumber: Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003.

  b. Kehilangan energi akibat pembesaran tampang (expansion). 1 2 =

  (2.31)

  2

  di mana 1

  2

  = (2.32)

  � − 1� 2 Apabila pipa masuk ke kolam yang besar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7, di mana A = = 0 maka : ∞ sehingga V 1 2

  2

  2

  = (2.33)

2 Kehilangan tenaga pada perbesaran penampang akan berkurang apabila

  perbesaran dibuat secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan dalam gambar 2.8, kehilangan tenaga diberikan oleh persamaan berikut: 1 2 2 2

  − ′

  = (2.34)

  2 Gambar 2.7 Pipa menuju kolam Gambar 2.8 Perbesar penampang

Tabel 2.5. Nilai K untuk berbagai nilai

  

α

e

  A

  10

  20

  30

  40

  50

  60

  75 0,078 0,31 0,49 0,60 0,67 0,72 0,72

  Sumber: Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003

  c. Kehilangan energi akibat belokkan pipa Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokkan tergantung pada sudut belokkan pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokkan adalah sama dengan rumus pada perubahan penampang, yaitu : 2

  = (2.35)

  2 Gambar 2.9 Belokkan pipa

Tabel 2.6. Nilai K untuk berbagai nilai

  

α

b

  A

  20

  40

  60

  80

  90 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98

  Sumber: Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003

  o

  Untuk sudut belokkan 90 dan dengan belokkan halus (berangsur-angsur), kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokkan dan diameter pipa. Nilai K untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel 2.7.

  b

  .

Gambar 2.10 Perbandingan nilai R/D untuk nilai KTabel 2.7. Nilai K untuk berbagai nilai R/D

  b

  A

  1

  2

  4

  6

  10

  16

  20 0,35 0,19 0,17 0,22 0,32 0,38 0,42

  Sumber :Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktualisasi Diri 2.1.1 Pengertian Aktualisasi Diri - Pengaruh Kebutuhan Aktualisasi Diri Dan Penghargaan Terhadap Prestasi Kerja Perawat Rsu Bunda Thamrin Medan

1 5 24

KATA PENGANTAR - Pengaruh Kebutuhan Aktualisasi Diri Dan Penghargaan Terhadap Prestasi Kerja Perawat Rsu Bunda Thamrin Medan

0 22 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran - Pengaruh Lokasi, Harga Dan Fasilitas Terhadap Loyalitas Konsumen Doorsmeer Anugrah Jaya Motor

0 0 20

KATA PENGANTAR - Pengaruh Lokasi, Harga Dan Fasilitas Terhadap Loyalitas Konsumen Doorsmeer Anugrah Jaya Motor

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Padi - Pemanfaatan Adsorben Jerami Padi Yang Diaktivasi Dengan Hcl Untuk Menyerap Logam Zn (Ii) Dari Limbah Elektroplatting

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Ekonomi Dalam Perspektif Islam. 2.1.1 Pengertian Ekonomi Islam. - Analisis Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Pos Keadilan Peduli Umat (Pkpu) Di Kota Medan

0 0 35

Analisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Medan/Sumatera Utara I)

0 1 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewajiban Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2.1.1 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) - Analisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (

0 0 38

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Medan/Sumatera Utara

0 2 9

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KEWAJIBAN KEPEMILIKAN NPWP, KEPATUHAN WAJIB PAJAK, PEMERIKSAAN PAJAK DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah MedanSumatera Utara I)

0 0 13