Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Eliminasi di RSUD. dr.Pirngadi Medan

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi

2.1 Sistem tubuh yang berperan dalam Eliminasi Alvi

  Eliminasi produk sisa yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar, karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Potter & Perry, 2006).

  Organ saluran pencernaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah.

2.1.1 Saluran gastrointestinal bagian atas a.

  Mulut Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan pertama kali untuk sistem pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan gigi dan lidah serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Secara umum, mulut terdiri dari 2 bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi, dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung dengan faring. Palatum terdiri atas palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lender. Di rongga mulut, makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dengan cara dicabik dan dikunyah, serta secara kimiawi melalui peran dari enzim di saliva (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

  b.

  Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan ronggan mulut dengan esophagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel). Di sini juga terletak persimpangan antara jalan napas dan makanan, letaknya

  9 dielakang rongga mulut, didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

  c.

  Esophagus Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui sfingter esophagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang) kembali ke tenggorok. Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. Makanan didorong oleh gerakan peristaltik lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esofagus berkontraksi di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah (atau di depan) bolus berkontraksi. Kontraksi-relaksasi otot halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya. Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esofagus dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian bawah terletak diantara esofagus dan lambung (Potter & Perry, 2006).

  d.

  Lambung Lambug merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Fungsi utama dari lambung adalah menyimpan makanan yang sudah bercampur dengan cairan yang dihasilkan lambung (getah lambung). Makanan akan masuk kedalam lambung dari esofagus melalui otot berbentuk cincin yang disebut dengan sfingter. Sfringter ini dapat membuka dan menutup dan berfungsi mencegah masuknya kembali isi lambung kedalam esofagus. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semi cair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorbsi dari pada makanan padat. Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang cepat dapat mengalami masalah pencernaan yang serius karena makanan tidak di pecah menjadi kimus (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

  10

2.1.2 Saluran gastrointestinal bagian bawah a.

  Usus halus Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian: duodenum,jejunum,dan ileum. Kimus bercampur dengan enzim- enzim pencernaan saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi (kontraksi dan relaksasi otot halus secara bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicern. Pada saat kimus bercmpur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga memungkinkan absorbs kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorbs. Enzim di dalam usus halus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi unsure-unsur dasar. Nutrisi hamper seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami perubahan besar (Potter & Perry, 2006).

  b.

  Usus besar Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus.

  Ia memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: kolon asenden, kolon tranversum dan kolon desenden (Tarwoto dan Wartonah, 2010) c.

  Rectum Rectum meupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada baggian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

2.2 Proses defekasi

  Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar atau proses pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dolam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu:

  11 a.

  Refleks defekasi intrinsiks Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.

  b.

  Refleks defekasi parasimpatis Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.

  Dorongan usus juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi oto elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

2.3 Pola Defekasi

  Waktu defekasi dan jumlah feses sangatlah bersifat individual. Orang dalam keadaan normal, frekuensi buang air besar 1 kali sehari. Tetapi ada pula yang buang air besar 3-4 kali seminggu. Ada yang buang air besar setelah sarapan pagi, ada pula yang malam hari. Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel training yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Umumnya, jumah feses bergantung pada jumah intake makanan. Namun secara khusus, jumlah feses sangat bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang dimakan. Pola defekasi akan berubah karena adanya konstipasi. Kondisi ini berpengaruh terhadap konsistensi dan frekuensi buang air besar (Asmadi, 2008).

  12

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi

  Banyak faktor yang mempengaruhi proses eliminasi fekal, diantara nya dibawah ini:

  Tabel 1. Faktor yang Mempengruhi Eliminasi Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Faktor yang Meningkatkan Eliminasi Faktor yang Merusak Eliminasi

  Lingkungan yang bebas stress Stress emosional (ansietas atau depresi) Kemampuan untuk mengikuti pola Gagal mencetuskan refleks defekasi, defekasi pribadi, privasi kurang waktu atau kurang privasi. Diet tinggi serat Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat Asupan cairan normal (jus buah, cairan Asupan cairan berkurang hangat) Olahraga (berjalan) Imobilitas atau tidak aktif Kemampuan untuk mengambil posisi Tidak mampu jongkok akibat jongkok imobilitas, usia lanjut, deformitas musculoskeletal, nyeri, dan nyeri selama defekasi. Diberikan laksatif dan katartik secara Penggunaan analgetik narkotik, tepat antibiotic, dan anastesi umum, serta penggunaan katartik yang berlebihan.

1. Usia

  Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi (Potter & Perry, 2006).

  Beberapa lansia mungkin tidak lagi memili gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Beberapa perubahan pada saluran GI yang berlangsung seiring dengan proses penuaan, tertera dalam table dibawah ini.

  13

  Tabel 2. Perubahan Normal pada Saluran GI akibat Proses Penuaan Perubahan Normal pada Saluran GI akibat Proses Penuaan Bagian Perubahan Penyebab Saluran GI

  Esophagus Motlitas menurun, khususnya Degenerasi sel-sel saraf pada sepertiga bagia esophagus bawah

  Lambung Penurunan dalam sekresi asam Degenerasi mukosa lambung Media lambung yang bersifat basa menyebabkan malabsorbsi zat besi. Kehilangan sel-sel parietal menyebabkan hilangnya faktor intrinsic, yang dibutuhkan untuk absorbs vitamin B

  12 ,

  walaupun enzim pencernaan menurun, sisa enzim yang tersedia cukup untuk proses pencernaan. Usus halus Sel-sel pegabsorbsi lebih Asorbsi tidak dipengaruhi sedikit secara signifikan Usus besar Peristltik menurun Peningkatan kantung-kantung pada dinding usus yang melemah disebut Peristaltic berkurang divertikulosis. Sensasi saraf lebih tumpul Konstipasi

  Sinyal defekasi hilang Hati Ukuran berkurang Kapasitas penyimpanan dan kemampuan untuk mensintesis protein berkurang.

  14 Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak lagi mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI, hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan proses penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.

  Pengososngan esophagus yang melambat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dibagian epigaster abdomen. Lansia juga kehilangan tonus tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingtera anus. Walaupun integritas sfingter eksterna tetap utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga mereka cenderung mengalami konstipasi (Potter & Perry, 2006).

2. Diet

  Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang di konsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltik dan menimbulkan refleks defekasi. Makanan- makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi: a.

  Buah-buahan mentah (apel, jeruk, dll).

  b.

  Buah-buahan yang diolah (prum) c. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis) d. Sayur-sayuran mentah (seledri, mentimun) e. Gandum utuh (sereal,roti)

  Makanan yan menghasilkan gas, seperti: bawang,kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltik. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus berdistensi, meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic, tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.

  15

  16 3. Asupa Cairan

  Asupan cairan yang tidak adekuaat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6-8 gelas (1400-2000 ml) cairan setiap hari. Minuman yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.

  4. Aktifitas Fisik Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktifitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.

  5. Faktor pskologis Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respon stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efeknya yaitu dapat menyebabkan diare dan distensi gas.

  6. Pengobatan Obat-obat untuk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunkan dengan benar, laksatif dan katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun penggunaan katartik dalam waktu jangka yang lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh aksatif.penggunaan laksatif yang berlebihan juga menyebabkan diare berat yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.

  7. Gaya hidup Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.

  8. Penyakit Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit- penyakit yang berhubungan langsung dengan sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.

  9. Nyeri Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tdak menimbulkan nyeri. Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.

  10. Kerusakan sesori dan motoris Kerusakan pada sistem sensori dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensori dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya (Potter & Perry, 2006).

2.5 Masalah Defekasi

  Masalah yang umum pada defekasi antara lain: konstipasi, diare, hemoroid, impaksi, inkontinensia, flatulen. Yang akan dibahas disini adalah konstipasi.

  Konstipsi adalah gangguan eliminasi yang diakibatkan oleh pngeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stress psikologi, obat-obatan, kurang aktivitas, dan usia. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses di absorbs. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum (Potter & Perry, 2006).

  Penyebab umum konstipasi yaitu: 1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.

2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewani (mis: daging, telur) dan karbohidrat sering mengalami masalah konstipasi.

  Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltic.

  17

  3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olah raga yang teratur menyebabkan konstipasi.

  4. Pemakaian laksatif yang berat menyebabkan hilangnya refleks defekasi normal.

  5. Obat penenang, zat besi, diuretik, antacid dalam kalsium atau aluminium dapat menyebabkan konstipasi.

  6. Lansia mengalami perlambatan peristaltik, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.

  7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI, seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan diverticulitis (Potter & Perry, 2006).

  Proses Keperawatan Eliminasi Fekal: Konstipasi

  1. Pengkajian

  Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginspeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan.

  a.

  Riwayat Keperawatan Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakana sebagai “normal” atau atau

  “tidak normal” mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal.

  1. Pola defekasi : Frekuensi, pernah berubah 2.

  Perilaku defekasi : Penggunaan laksatif, cara memperthankan pola 3. Deskripsi feses :Warna, bau, dan tekstur 4. Diet : Makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makanan yang teratur atau tidak.

  5. Cairan : Jumlah dan jenis minuman per hari 6.

  Aktivitas : kegiatan yang sehari-hari 7. Kegiatan yang spesifik

  18

  8. Penggunaan medikasi : obat-obatan yag memengaruhi defekasi 9.

  Stress: stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana menerima.

  10. Pembedahan/penyakit menetap (Tarwoto dan Wartonah, 2006) b. Pemeriksaan fisik

  Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.

  1. Mulut Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.

  2. Abdomen Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh drah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus. Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan di dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan di regangkan.

  Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus di setiap kuadran. Bising usus normal tejadi setiap 5-15 detik dan berlangsng selama setelah sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi “tinkling” (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (bising usus kurang dari lima kali per menit) terjadi jika klien menderita ileus paralitik, seperti yang terjadi pada klien setelah menjalani pembedahan abdomen. Bsing

  19 usus yang bernada tinggi dan hiperaktif (bising usus 35 kali atau lebih per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.

  Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada di bawah abdomen tersebut.

  Perkusi mendeteksi lesi, cairan atau gas di dalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor, dan cairan menghasilkan bunyi tumpu dalam perkusi.

3. Rectum

  Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat adannya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rectum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rectum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rectum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidak nyamanan.

  c.

  Keadaan feses Menginspeksi karakteristik feses, memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap karakteristik feses dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kunci dalam melakukan pengkajian ialah mengetahui apakah ada perubahan tebaru yang terjadi. Klien adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai tentang hal ini.

  20

  21 Tabel 3. Karakteristik Feses

  Karakteristik Feses Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal

  Warna Bau Konsistensi Bentuk Unsur-unsur

  Bayi: kuning,orang dewasa : coklat Bau menyengat, dipengaruhi oleh makanan. Lunak dan berbentuk Menyerupai diameter rectum Makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air.

  Putih atau warna tanah liat. Hitam atau warna ter (melena) Merah Pucat mengandung lemak Amis dan perubahan bau.

  Cair Padat Kecil, berbentuk pensil Darah, bus, materi asing, lendir, cacing.

  Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagia bawah Malabsorbsi lemak Darah didalam feses dan infeksi.

  Diare, penurunan absorbsi.Konstipasi.

  Obstruksi dan peristaltik yang cepat.

  Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.

  (Aziz Alimul, 2006) d.

  Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi. Analisa kandungan feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti tumor, perdarahan, dan infeksi.

2. Diagnosa keperawatan Gangguan eliminasi bowel: konstipasi.

  22 Spesiemen feses. Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa spesimen diambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat waktu. Institusi menyediakan wadah khusus untuk tempat spesimen feses. Beberapa pemeriksaan memerlukan penempatan spesimen didalam pengawetan kimia. Pemeiksaan diagnostik meliputi kolonoskopi, endoskop fiberoptik, rontgen dengan kontras.

  2.1 Kemungkinan berhubungan dengan : a.

  Kelemahan otot abdomen b. Eliminasi atau defekasi tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat defekasi) c.

  Kebiasaan defekasi yang tidak teratur d. Imobilisasi e. Menurunnya aktifitas fisik.

  f.

  Stress g.

  Kurang privasi h. Menurunnya mobilitas intestinal i. Perubahan atau pembatasan diet

  2.2 Kemungkinan data yang ditemukan a.

  Menurunnya bising usus b. Mual c. Nyeri abdomen d. Perasaan penuh atau tekanan pada rectum e. Nyeri saat defekasi f. Kelelahan umum g.

  Adanya masa pada abdomen bagian kiri bawah h. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar

  2.3 Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a.

  Anemia b. Hipotirodisme c.

  Dialysis ginjal d. Pembedahan abdomen e. Paralisis f. Ceder spinal cord g.

  Imobilisasi yang lama

2.4 Tujuan yang diharapkan a.

  Pasien kembali ke pola normal dari fungsi fekal b. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.

  Gangguan eliminasi bowel: konstipasi di tandai dengan

3. Perencanaan

  Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan criteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan atau rutinits eliminasi klien sebanyak mungkin. Apabila kebiasaan menyebbkn masalah eliminasi, perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru. Pola defekasi bervariasi pada setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk merencanaka intervensi yang efektif.

  Apabila klien tidak mampu melakukan suatu fungsi atau aktivitas, atau mengalami kelemahan akibat penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan. Seringkali anggota keluarga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian, penyuluhan kepada klien dan keluarga merupakan bagian dari rencana asuhan yang sangat penting (Potter & Perry, 2006).

  Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut: 1. Memahami arti dari eliminasi normal.

2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup 3.

  Membantu latihan secara teratur 4. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur 5. Mempertahankan defekasi secara normal 6. Mencegah gangguan integritas kulit.

  23

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I.

  24 B. Asuhan Keperawatan Dasar

  a. Nama : Ny. L

  Beristirahat B. Quantity/quality

  Apa penyebabnya tiba-tiba saat bangun tidur, badan pasien sebelah kiri terasa kaku dan sukar di gerakkan.

  Provocative/palliative 1.

  Pasien dengan keluhan tidak bisa berjalan, dan belum BAB selama dirawat di RS.

  Tanggal pengkajian : 04-06-2014 n. Tanggal operasi : - o. Diagnosa Medis : Stroke

  h. Alamat : Jl. Kelapa Lk. 19 Belawan i. Tanggal Masuk RS : 01-05-2014 j. No. Register : 00.92.11.49 k. Ruang/kamar : Neurologi/ Melati 2 Lt. 3 l. Golongan darah : B m.

  g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

  f. Pendidikan : SD

  e. Agama : Islam

  d. Status Perkawinan : Janda

  c. Jenis kelamin : Perempuan

  b. Tempat / tanggal lahir : Padang Sidempuan ( 65 tahun )

II. KELUHAN UTAMA

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARAN A.

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

  1. Bagaimana dirasakan pasien mengatakan akhir-akhir ini memang agak sulit untuk berjalan, cepat lelah.

  2. Bagaimana dilihat pasien tampak lemah dan kaku pada bagian kaki dan tangan sebelah kiri.

IV. Region

  1. Dimana lokasinya Dibagian kaki dan tangan sebelah kiri

  2. Apakah menyebar Tidak menyebar

V. Severity

  Pasien mengatakan kaku pada bagian kaki dan tangan sebelah kiri, dan mengganggu aktifitasnya.

VI. Time

  Pasien mengatakan kekakuan di bagian tubuhnya terjadi secara tiba-tiba disaat pasien bangun tidur.

VII. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A.

  Penyakit yang pernah dialami Menurut penuturan Ny.L baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritanya sekarang tetapi sewaktu Ny.L masih muda, Ny. L pernah di rawat di RS karena terserang penyakit magh. Ny. L mengatakan ia di beri obat oleh dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh dokter.

  B.

  Pengobatan/ tindakan yang dilakukan Pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritakannya sekarang dan belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya C. Pernah dirawat/dioperasi

  Pasien tidak pernah menjalani pembedahan sebelumnya

  25

  26 D. Lama dirawat

  Pasien pernah dirawat 4 hari di RS E. Alergi

  Tidak ada riwayat alergi

VIII. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A.

  Orang tua Kedua orang tua pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serius sehinggah harus dirawat di rumas sakit

  B.

  Saudara kandung Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama C. Penyakit keturunan yang ada

  Tidak ada riwayat penyakit keturunan D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

  Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan jiwa E. Anggota keluarga yang meninggal

  Kedua orang tua pasien dan suami pasien

IX. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA/ GENOGRAM

  Ket:

  : Laki – laki : menikah : Perempuan : anak : meninggal : tinggal serumah

  : Pasien

X. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A.

  Presepsi pasien tentang penyakitnya Pasien mengatakan penyakit yang dideritanya sekarang karena usia nya yang semakin lanjut.

  B.

  Konsep Diri:

  • Gambaran diri: Pasien menyukai semua bagian tubuh nya

  : Pasien berharap tetap bisa menjadi ibu

  • Ideal diri yang baik bagi anak-anak nya.

  : Pasien adalah seorang ibu yang baik bagi

  • Harga diri anak-anak nya.

  : Pasien adalah ibu yang bertanggung jawab

  • Peran diri di rumah mengurus anak-anak nya.

  : Pasien adalah seorang ibu dari ke tiga

  • Identitas orang anak nya.

  C.

  Keadaan emosi: Pasien mampu mengendalikan emosi nya dengan baik D. Hubungan sosial :

  • Orang yang berarti

  Orang yang berarti dan berpengaruh dalam hidup pasien saat ini adalah ketiga anak nya.

  • Hubungan dengan keluarga

  Hubungan pasien dengan keluarga baik, keluarga tetap setia menemani, merawat dan menjaga pasien ketika selama dirawat di RS.

  27

  • Hubungan dengan orang lain

  Pasien mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan orang-orang disekitarnya.

  • Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

  Pasien tidak mempunyai hambatan berinteraksi dengan orang lain.

  E.

  Spiritual:

  • Nilai dan keyakinan

  Ny. L berkeyakinan seorang muslim

  • Kegiatan ibadah

  Pasien sering berdo’a dan membaca ayat-ayat Al_Qur’an

XI. PEMERIKSAAN FISIK A.

  Keadaan Umum Keadaan Ny.L tampak lemas, penglihatan Ny.L masih jelas, begitupun pendengarannya, masih dapat mendengar dengan jelas. kulit sudah keriput, kaki dan tangan kaku.

  B.

  Tanda-tanda vital

  

o

  C

  • Suhu tubuh : 37
  • Tekanan darah: 120/90 mmHg

  : 90 x/i

  • Nadi - Pernafasan : 22 x/i

  : 5

  • Nyeri : 155 cm
  • TB

  : 50 kg

  • BB C.

  Pemeriksaan Head to toe 1.

  Kepala dan rambutBentuk

  • Bulat, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan
  • Ubun-ubun : Simetris - Kulit kepala : Bersih, tidak ada iritasi

  28

  2. Rambut

  • Penyebaran dan keadaan rambut: Rambut ikal dan penyebaran merata
  • Bau: Rambut tidak bau dan tidak ber aroma
  • Warna kulit : Berwarna kuning langsat 3.

  Wajah

  • Warna kulit: Kuning langsat
  • Struktur wajah: Simetris, tidak ada kelainan 4.

  Mata

  • Kelengkapan dan kesimetrisan: Bola mata simetris, pergerakan bola mata normal
  • Palpebra: Tidak ada
  • Konjungtiva dan sklera: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
  • Pupil: Isokor, reflex cahaya +/+
  • Cornea dan iris: tidak ada pengapuran katarak, tidak ada odema, tidak ada tanda peradangan.
  • Visus: <3 meter, pasien mengalami gangguan panggilan jarak jauh.
  • Tekanan bola mata : Tidak ada tekanan pada bola mata.

  5. Hidung

  • Tulang hidung dan posisi seputum nasi: Anatomis, simetris
  • Lubang hidung: Bersih, tidak ada polip
  • Cuping hidung: tidak di temukan pernafasan cuping hidung 6.

  Telinga

  • Bentuk telinga: Simetris kanan/kiri
  • Ukuran telinga: Simetris kanan/kiri
  • Lubang telinga: Bersih dan tidak berbau
  • Ketajaman pendengaran: Pendengaran tidak ada kelainan 7.

  Mulut dan faring

  • Keadaan bibir: Bibir lembab, tidak pecah-pecah, berwarna merah

  29

  • Kedaan gusi dan gigi: Ditemui karang gigi, dan gigi pasien sudah tidak lengkap lagi
  • Keadaan lidah: Lidah bersih, kekuatan otot lidah baik, fungsi pengecapan baik.
  • Orofaring: Ovula simetris 8.

  Leher

  • Posisi trachea: Kedudukan trachea normal, tidak ada massa dan nyeri tekan
  • Thyroid: Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid
  • Suara: suara kurang jelas
  • Kelenjar limfe: tidak ada pembengkakan
  • Vena jugularis: teraba, kuat dan teratur
  • Denyut nadi karotis : teraba, kuat dan teratur 9.

  Pemeriksaan integument

  • Kebersihan: Bersih - Kehangatan: Hangat (normal)
  • Warna: kuning langsat
  • Turgor: kembali >2 detik
  • Kelembaban: Lembab - Kelainan pada kulit: tidak terdapat kelainan pada kulit 10.

  Pemeriksaan thoraks/dada

  • Inspeksi thoraks: Normal anterior posterior
  • Pernafasan (frekuensi, irama): frekuensi 22 x/i, irama teratur, suara nafas vesikuler
  • Tanda kesulitan bernafas: tidak terdapat pernafasan dengan menggunakan cuping hidung 11.

  Pemeriksaan paru Ny.S tidak mengeluhkan batuk, sesak napas, tidak ada suara tambahan dan tidak ada riwayat sakit asma

  • Palpasi getaran suara: getaran dapat dirasakan oleh telapak tangan ketika melakukan palpasi. Suara di hantarkan dari laring-laring bronkus.

  30

  • Perkusi: resonan - Auskultasi: vesikuler: intensitas rendah.

  12. Pemeriksaan jantung

  • Inspeksi: tidak ada tonjolan dan massa
  • Palpasi: palpasi area epigastrik, dibawah processus xipoideus, tidak ada pulsasi
  • Perkusi: suara resonans jantung di atas paru, berubah

  “dullness” diatas jantung

  • Auskultasi: denyut teratur 13.

  Pemeriksaan sistem kardiovaskuler Ny.S tidak mengeluhkan nyeri pada dadanya. Denyut nadi normal, begitupun dengna tekanan darahnya.

  14. Pemeriksaan sistem gastrointestinal Ny.S tidak dapat mencerna makanan dengan baik, kadang

  • – kadang perut Ny.S tepatnya di ulu hati terasa sakit jika Ny.S jarang makan, BAB 5 hari sekali. Perut Ny.S terasa tegang dan keras saat di palpasi.

  15. Pemeriksaan genitourinary Ny.S tidak mengeluhkan saat berkemih. Urine keluar dengan lancar.

  16. Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) Saat dilakukan pengkajian Ny.l dapat menggerakkan kedua kaki dan tangannya, walaupun bagian kaki dan tangan sebelah kiri kaku untuk di gerakka. Kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 dan kiri 1. Kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 3.

  17. Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis) Ny.S dapat mengingat kejadian puluhan tahun lalu, tetapi lupa dengan kejadian sebulan yang lalu yang telah di lakukan.

  Otot wajah Ny.L dapat terlihat baik ketika Ny.L dapat tersenyum. Otot tangan dan kaki sebelah kiri melamah.

  31

  18. Fungsi motorik dan sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin, getaran)

  • Diberikan sentuhan di bagian tubuh (kaki, tungkai, lengan dan wajah) dengan menggunakan kapas gulung, Ny. L mengatakan “ya” dan dapat merasakan lokasi sentuhan tersebut
  • Diberikan tes tajam tumpul di bagian tubuh sama seperti di atas dengan menggunakan ujung pulpen tajam dan ujung belakang pulpen tumpul, Ny. L dapat merasakan dan mengatakan “tajam” dan “tumpul”
  • Diberikan tes panas dan dingi di bagian tubuh dengan menggunakan tabung reaksi yang berisi air panas dan air dingin, Ny. L dapat merasakan nya.

XII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI 1.

  Pola makan dan minum Ny.S makan 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Ny.L mengatakan tidak selera untuk makan hanya 4-6 sendok saja, sedikit sayur dan lauk tidak bisa makan yang terlalu pedas, makan nasi keras. Ny.L minum air teh hangat dan teh manis tetapi jarang minum, sekitar 1-2 gelas perhari, tidak suka minum banyak karena sering BAK.

2. Perawatan diri

  Tubuh, pakaian,rambut dan kuku Ny. L terlihat bersih 3. Pola kegiatan/ aktivitas

  Ny.L dapat kekamar mandi dengan menggunakan korsi roda di bantu oleh keluarga, menggerak-gerakkan tangan dan kaki nya pada pagi hari untuk melatih otot tangan dan kaki yg kaku, Ny.L juga dapat melakukan ibadah sholat dengan berbaring di tempat tidur. Ny.L tidur pada malam hari jam 10.00 Wib dan bangun pagi jam 5.00 Wib. Ny.L bisa tidur lagi walau terbangun pada malam hari untuk BAK. Ny.L tidak bisa tidur siang, jika dipaksakan untuk tidur siang kepala Ny.L akan terasa sakit.

  32

4. Pola Eliminasi

  • BAK : lancar, frekuensi 5-7 kali sehari, tidak ada rasa tertahan, warna urin kuning.
  • BAB : Ny.L mengatkan susah untuk BAB, frekuensi 1 x 5 hari, perut teraba keras, terasa tidak nyaman, saat BAB sakit, feses keras, warnanya coklat kehitaman.

2. Analisa Data No Data Etiologi Problem

  1. Ds : Pola BAB tidak teratur Gangguan Ny. L mengatakan susah kebutuhan untuk BAB, frekuensi 1x5 Nafsu makan menurun eliminasi : hari, perut terasa penuh konstipasi

  Perut terasa penuh Do:

  • Feses keras

  Pembesaran abdomen

  • Tekanan pada rectum

  Tekanan pada rectum Pengeluaran feses sulit dan nyeri

  Konstipasi

  2. Ds : Sulit BAB Nutrisi kurang Ny. L mengatakan tidak dari kebutuhan selera makan, saat makan Abdomen keras hanya 4-6 sendok saja, sedikit minum hanya 1-2 Bising usus tidak gelas per hari. terdengar

  33 Do : Perut terasa penuh

  • Bising usus tidak

  Nafsu makan menurun terdengar

  • Abdomen teraba keras keras

  Menurunnya intake makanan

  3. Ds : Pembuluh darah pecah Ganggua Ny. L dating RS, dengan mobilisasi keluhan tangan dan kaki sebelah kiri tidak bisa Perdarahan digerakkan Do:

  Hemiparese

  • Kekuatan otot ekstremitas atas kanan :5 dan kiri :1, Kekuatan Gangguan mobilitas fisik otot ekstremitas bawah kanan :5 dan kiri :3
  • ADL klien dibantu maksimal oleh keluarga

3. Rumusan masalah keperawatan : 1.

  Gangguan kebutuhan dasar eliminasi 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan 3. Gangguan mobilitas fisik

  Diagnose keperawatan 1.

  Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur ditandai dengan perasaan penuh atau tekanan pada rectum.

  2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan ditandai dengan ketidak mampuan mencerna makanan dan gigi ompong .

  34

4. Perencanaan Hari / tanggal Dx Perencanaan Keperawatan

  Rencana Tindakan Rasional 1.

  Refleks gastrokolik paling

  2. Membantu feses lebih lunak 3.

  Makanan yang mengandung tinggi serat meningkatkan peristaltic dan membantu menggerakkan isi usus di dalam saluran GI, dengan meningkatkan masa feses dan kandungan cairannya.

  Dorong pasien mengambil 1.

  2. Berikan cairan adekuat (6

  instruksikan pasien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltic (gandum, roti, apel, selada, seledri

  Konstipasi menurun 2. Pola eliminasi teratur 3. Feses lunak dan berbentuk 4. Mengeluarkan feses tanpa bantuan 5. Tidak adanya nyeri saat defekasi

  35 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular sekunder ditandai dengan kekuatan otot kaki dan lengan lemah.

  2. Pasien memiliki jadwal defekasi yang teratur Hasil yang diharapkan: 1.

  Pasien memahami dan menelan makanan serta cairan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengeluaran feses yang lunak dan berbentuk.

  1 Tujuan : 1.

  04 Juni 2014

  Rabu /

  Prioritas masalah keperawatan : Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur ditandai dengan perasaan penuh atau tekanan pada rectum .

  • – 8 gelas ) 3.
waktu untuk defekasi 30 sensitife pada pag hari dan sampai 60 menit ssetelah setelah makan. sarapan.

  4.

  4. Berikan pendidikan Mengurangi / menghindari kesehatan : inkontinensia a.

  Personal hygiene b.

  Kebiasaan diet c. Aktifitas d.

  Kebiasaan buang air besar

  5.

  5. Minta pasien mengatakan Kontrak tentang perilaku komitmennya untuk yang dilakukan antara klien berupaya melakukan dan perawat defekasi dalam 5 menit memperlihatkan setelah merasakan keberhasilan modifikasi keinginan untuk defekasi perilaku.

  Hari / Dx Perencanaan Keperawatan tanggal

  Rabu /

  2 Tujuan:

  19 Juni 1.

  Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam 2013 batas normal Hasil yang di harapkan: 1.

  Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan 2. Melaporkan keadekuatan tingkat energi

  Rencana Tindakan Rasional 1.

  1. Buat perencanaan makan Menjaga pola makan pasien dengan pasien untuk sehingga klien makan secara dimasukkan ke dalam teratur jadwal makan.

  2.

  2. Dukung anggota Pasien merasa nyaman keluarga untuk dengan makanan yang menyediakan makanan disukainya sehingga dapat

  36

  37 kesukaan klien.

  3 Tujuan :

  2. Mengetahui keadaan

  1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan yang dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.

  Kaji kemungkinan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.

  Rencana Tindakan Rasional 1.

  − Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang terkena/kompensasi. − Mempertahankan integritas kulit. − Kebutuhan ADL terpenuhi.

   Mampu mempertahankan kekuatan otot Kriteria Hasil :

  19 Juni 2013

  3. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi 4. Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

  Rabu /

  Hari / tanggal Dx Perencanaan Keperawatan

  5. Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien 6. Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan

  4. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

  3. Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

  6. Pasien terbiasa makan dengan terencana dan teratur. meningkatkan nafsu makan pasien.

  5. Pastikan pola diet yang pasien sukai atau tidak disukai.

2. Kaji tanda-tanda vital.

  umum klien melalui tanda-tanda vital.

  3.

  3. Ubah posisi pasien Menurunkan resiko minimal setiap 2 jam. terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

  4.

  4. Ajarkan pasien latihan Meminimalkan atrofi rentang gerak aktif dan otot, meningkatkan pasif, libatkan keluarga sirkulasi, membantu dalam melakukan mencegah kontraktur. tindakan.

  5.

  5. Tempatkan bantal Mencegah abduksi bahu dibawah aksila untuk dan fleksi siku. melakukan abduksi pada tangan. titik-titik tekanan pada

  Inspeksi kulit terutama daerah yang menonjol pada daerah yang paling berisiko untuk tertekan dan menonjol terjadinya penurunan secara teratur, lakukan perfusi atau iskemia. massage pada daerah tertekan, sanggah tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah.

  38

6. Implementasi dan Evaluasi Hari/ tanggal Dx Implementasi Evaluasi

  • Klien mampu menyebutkan pentingnya sayur, buah, dan minum banyak untuk melancarkan BAB.
  • NaCl 0,9% 20 tetes/menit
  • TD: 120/90 mmHg
  • HR: 90 x/i
  • RR: 22 x/i
  • T: 37

  4. Mendorong pasien mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit setelah sarapan.

  S : klen mengatakan sudah bisa BAB hari ini O:

  Kamis

  05 Juni 2014

  1 1.

  Memantau KU pasien 2. Meinstruksikan pasien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltic.

  3. Memerikan cairan adekuat (6–8 gelas)

5. Memberikan pendidikan tantang a.

  Kebiasaan diet c. Aktifitas d.

  Kebiasaan buang air besar 6. Meminta pasien mengatakan komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit setelah merasakan keinginan untuk defekasi 7. Mengukur tanda-tanda vital 8. Member terapi cairan NaCl 0,9%

  • Konstipasi menurun
  • Pola eliminasi mulai teratur
  • Feses lunak dan berbentuk
  • Klien mulai menggerak-gerakkan lengan dan kaki nya

  39

  o

  C

  A: Tujuan sebagian teratasi

  P: Intervensi dilanjutkan

  Personal hygiene b.

  • Member terapi sesuai indikasi dokter
  • Pasien mampu menyebutkan pentingnya sayur, buah
  • NaCl 0,9% 20 tetes/menit
  • TD: 120/90 mmHg
  • HR: 90 x/i
  • RR: 22 x/i
  • T: 37

  • Pasien sudah mulai selera makan
  • Member terapi sesuai indikasi dokter

  40 Hari/

  tanggal

Dx Implementasi Evaluasi

  Kamis

  05 Juni 2014

  2 1.

  Memantau KU pasien 2. Meinstruksikan klien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltic (gandum, roti, apel, selada, seledri) 3. Memerikan cairan adekuat (6 – 8 gelas)

  Member terapi cairan NaCl 0,9%

  S : Pasien mengatakan sudah selera untuk makan O:

4. Mengukur tanda-tanda vital 5.

  o

  C

  A: Tujuan sebagian teratasi

  P: Intervensi dilanjutkan

  Hari/ No Implementasi Keperawatan Evaluasi Tanggal Dx

  Kamis

  3

a. S= Klien mengatakan Mengkaji tanda-tanda vital.

  05 Juni

  b. anggota gerak bagian Mengubah posisi pasien 2014 minimal setiap 2 jam. kiri sudah mulai dapat c. digerakan.

  Memantau kekuatan otot pasien O= Kekuatan otot d. ekstremitas atas kanan 5

  Mengajarkan pasien latihan rentang gerak aktif dan pasif, dan kiri 3. Kekuatan otot libatkan keluarga dalam ekstremitas bawah melakukan tindakan. kanan 5 dan kiri 3.

  A= Masalah sebagianteratasi P= Intervensi dilanjutkan.

  41

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Praktik Kerja Lapangan Mandiri Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

0 0 11

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

1 1 18

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 38

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Investment Opportunity Set (IOS) - Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indone

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian - Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORITIS - Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)

0 0 24

Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIVAIDS)

0 0 14