BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Investment Opportunity Set (IOS) - Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indone

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Investment Opportunity Set (IOS)
Aktivitas penting dalam perusahaan adalah melakukan investasi yang
menghasilkan keuntungan. Perusahaan tidak terlepas dari adanya kegiatan
investasi karena dengan adanya investasi yang efektif maka perusahaan akan
dapat memperoleh keuntungan yang optimal pula. Setiap perusahaan memiliki
kesempatan investasi yang berbeda-beda. Untuk itu perlu adanya penilaian
kesempatan investasi perusahaan yang dikaitkan dengan kebijakan perusahaan
khususnya kebijakan deviden dan kebijakaan pendanaan.

2.1.1.1. Pengertian dan Langkah-Langkah Investasi
Dalam fungsi ekonominya pasar modal menyediakan fasilitas untuk
memindahkan dana dari lender (pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke
borrower (pihak yang memerlukan dana) dengan menginvestasikan dana yang
mereka miliki, lender mengharapkan memperoleh imbalan dari penyerahan dana
tersebut dari sisi borrower, tersedianya dana dari pihak luar lender
memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedinya
dana hasil operasi perusahaan.

Halim (2005:4) menyatakan “Investasi pada hakekatnya merupakan
penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan
di masa mendatang”. Sedangkan Jogiyanto (2003:5) menyatakan “investasi dapat

8
Universitas Sumatera Utara

didefenisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam
produksi yang effesien selama periode waktu yang tertentu”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
investasi merupakan pengalokasian dana pada suatu jenis investasi tertentu untuk
mendapatkan tingkat pengembalaian (return) di masa yang akan datang. Untuk
melakukan investasi di pasar modal diperlukan pengetahuan yang cukup,
pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang akan
dibeli, mana yang akan dijual, dan mana yang tetap dimiliki. Investor baik
individual ataupun lembaga dalam melakukan kegiatan investasi akan melakukan
langkah-langkah dalam investasi.
Sharpe et. al (2005:11) menyatakan langkah-langkah dalam melakukan
proses investasi antara lain :
1). Kebijakan investasi, langkah pertama menentukan kebijakan investasi,

meliputi penentuan tujuan investor dan banyaknya kekayaan yang dapat
diinvestasikan. Karena terdapatnya hubungan positif antara resiko dan return
untuk strategi investasi, bukan suatu hal yang tepat bagi seorang investor
untuk berkata bahwa tujuannya adalah “memperoleh banyak keuntungan”.
Yang tepat bagi seorang investor dalam kondisi seperti ini adalah menyatakan
tujuannya untuk memperoleh banyak keuntungan dengan memahami bahwa
ada kemungkinan terjadinya kerugian.
2). Analisis sekuritas, langkah kedua dalam proses investasi adalah melakukan
analisis sekuritas, yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual
(atau beberapa kelompok sekuritas) yang masuk ke dalam kategori luas aset

Universitas Sumatera Utara

keuangan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Salah satu tujuan melakukan
penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga
(mispriced).
3). Pembentukan portofolio, langkah ketiga dalam proses investasi, pembentukan
(penyusunan portofolio), melibatkan identifikasi aset-aset khusus mana yang
akan dijadikan investasi, juga menentukan besarnya bagian kekayaan investor
yang akan diinvestasikan ke tiap aset tersebut. Di sini masalah selektifitas,

penentuan waktu dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
4). Revisi portofolio, langkah keempat dalam proses investasi, revisi portofolio,
berkenaan dengan pengulangan priodik dari ketiga langkah sebelumnya.
Yaitu, dari waktu ke waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya,
yang pada gilirannya berarti portofolio yang dipegangnya tidak lagi optimal.
5). Evaluasi kinerja portofolio, langkah kelima dalam proses investasi, evaluasi
kinerja portfolio, meliputi penentuan kinerja portofolio secara priodik, tidak
hanya berdasarkan return yang dihasilkan tetapi juga resiko yang dihadapi
investor. Jadi diperlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko dan juga
standar (benchmark) yang relevan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
kegiatan investasi, baik pada sektor rill ataupun sektor keuangan investor
menentukan langkah-langkah yang umum untuk dijalankan. Langkah-langkah
tersebut meliputi pengalokasian dana investor pada sekuritas yang akan
diinvestasikan berkenaan dengan masalah proporsi dari aset yang sesuai dengan
keadaan financial investor, melakukan seleksi sekuritas berkaitan dengan analisis

Universitas Sumatera Utara


sekuritas yang akan diinvestasikan dalam bentuk individual ataupun deversifikasi
melalui pembentukan portofolio dengan menggunakan analisis fundamental atau
analisis tehnikal, revisi dan penggantian sekuritas yang telah dibentuk hal ini
penting dilakukan agar kegiatan investasi yang dilakukan, diharapkan akan dapat
memenuhi tujuan investasi, karena sekuritas yang berada dipasar umumnya tidak
memiliki kinerja yang tetap, tetapi berubah sesuai dengan keadaan pasar.

2.1.1.2. Pengertian dan Pengukuran Investment Opportunity Set (IOS)
Munculnya istilah Investment Oportunity Set dikemukakan oleh Myers
(1977) yang menjelaskan bahwa nilai perusahaan terdiri atas dua komponen, yaitu
asset yang dimiliki (asset in place) dan kesempatan investasi (investment
opportunities). Perbedaan mendasar antara keduanya adalah bahwa nilai peluang
investasi bergantung pada investasi diskresioner masa depan sedangkan nilai asset
in place tidak (Adam dan Goyal, 2007).
Kesimpulannya bahwa adanya pilihan investasi yang dapat menghasilkan
keuntungan di masa datang merupakan kesempatan bertumbuh bagi perusahaan
yang akan menaikkan nilai perusahaan. Pilihan-pilihan investasi di masa datang
ini kemudian dikenal dengan istilah Investment Oportunity Set (IOS). Investment
Oportunity Set perusahaan merupakan karakteristik penting perusahaan bahwa
Investment Oportunity Set ini telah sangat mempengaruhi cara perusahaan

dipandang oleh manajer, investor, dan kreditur.
Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Kallapur dan Trombley
(1999), Gul dan Kealey (1999), Adam dan Goyal (2007) dan lainnya

Universitas Sumatera Utara

menggunakan berbagai proksi yaitu Price-based proxies, Investment–based
proxies and Variance measures.
1) Price-based proxies, pendekatan ini berdasar pada pemikiran bahwa harapan
pertumbuhan perusahaan dinyatakan kedalam harga saham, sehingga
perusahaan bertumbuh akan memiliki nilai pasar lebih tinggi relatif terhadap
aset yang dimiliki (asset in place). Proksi berdasarkan harga ini berbentuk
rasio sebagai suatu ukuran aset yang dimiliki dengan nilai pasar perusahaan.
Rasio-rasio yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya
sebagai proksi berdasar harga dalam pengukuran IOS antara lain adalah
market to book value of equity, market to book value of assets, Tobin’s Q,
earnings to price ratios dan current assets to nat sales (Kallapur dan
Trombley, 1999).
2) Investment–based proxies, pendekatan ini berdasar pada pemikiran bahwa
tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS

suatu perusahaan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi akan memiliki investasi
dengan tingkat yang tinggi pula sebagaimana IOS telah dikonversikan ke
dalam assets in place waktu demi waktu. Proksi berdasarkan investasi ini
berbentuk rasio yang membandingkan ukuran investasi dengan ukuran asset
yang telah miliki atau hasil operasi dari asset yang telah dimiliki. Rasio-rasio
yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya sebagai proksi
berdasar investasi dalam pengukuran IOS antara lain adalah ratio of capital
expenditure to total assets. ratio of capital expenditure to firm value,

Universitas Sumatera Utara

investment to sales ratio, ratio of capital additional to assets book value, log
of firm value (Kallapur dan Trombley, 1999).
3) Variance measures, pengukuran ini berdasar pada opsi investasi menjadi lebih
bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran memperkirakan besarnya opsi
yang tumbuh, seperti variabilitas return. Rasio-rasio yang telah digunakan
dalam penelitian-penelitian sebelumnya sebagai proksi berdasar varian dalam
pengukuran IOS antara lain adalah variance of returns, assets betas, the
variance of assets deflated sales (Kallapur dan Trombley, 1999).
Berdasarkan beberapa proksi IOS diatas maka penelitian ini menggunakan

proksi IOS berupa earnings to price ratios (EPR), ratio of capital expenditure to
total assets (CAPBVA) dan variance of returns (VAR). Alasannya adalah proksi
tersebut sudah merepleksikan proksi IOS secara keseluruhan dan telah dilakukan
pengujian-pengujian oleh para peneliti. Berikut adalah penjelasan setiap proksi
IOS yang digunakan dalam penelitian ini.
a. Earnings to Price ratios (EPR)
Earnings to Price ratios (EPR) adalah perbandingan antara earning
pershare/laba per lembar saham dengan harga pasar perlembar saham. EPR
menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Rasio EPR menunjukkan jumlah yang rela dibayarkan
oleh investor untuk setiap dolar laba yang dilaporkan (Brigham dan Houston,
1999:150). Earnings to Price ratios (EPR) yang lebih tinggi menunjukkan
bahwa proporsi yang lebih besar dari nilai ekuitas yang dipandang oleh
investor terhadap peluang pertumbuhan. Kesimpulan ini mengasumsikan

Universitas Sumatera Utara

bahwa proxy laba per lembar saham lebih kecil, sedangkan nilai pasar sebuah
perusahaan dari ekuitas mencerminkan nilai tunai dari seluruh arus kas masa
depan yang lebih besar, yaitu, arus kas dari saham yang beredar dan peluang

investasi masa depan (Adam dan Goyal, 2007).
b. Ratio of capital expenditure to total assets (CAPBVA)
Rasio CAPBVA menunjukkan adanya aliran tambahan modal saham
perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi aktiva tetap yang
produktif. Proksi ini untuk menghubungkan adanya aliran tambahan modal
saham perusahaan untuk tambahan aktiva produktif sehingga berpotensi
sebagai perusahaan bertumbuh. Pengukuran variabel ini adalah bahwa belanja
modal sebagian besar discretionary dan mengarah pada perolehan peluang
investasi baru. Misalnya, dengan mengembangkan cadangan mineral,
perusahaan memperoleh pilihan untuk mengekstrak logam. Perusahaan yang
memiliki peluang investasi lebih memperoleh kesempatan untuk tumbuh
(growt) lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang
memiliki peluang investasi yang kecil (Adam dan Goyal, 2007).
c. Variance of Returns (VAR)
Varian return suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan harga-harga
saham dan perubahan return saham di pasar. Varian return saham dalam hal
ini mewakili risiko saham sering dihubungkan dengan penyimpangan atau
deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Tandelilin
(2007:55) mengatakan “Varian (variance) maupun standar deviasi merupakan


Universitas Sumatera Utara

ukuran besarnya penyebaran variabel random diantara rata-ratanya, semakin
besar penyebarannya, semakin besar varian atau standar deviasi investasi
tersebut”. Jogianto (2009:221) mengatakan “Varian (variance) merupakan
kuadrat dari deviasi standar“ Semakin tinggi rasio ini maka semakin cepat
reaksi investor terhadap pergerakan harga saham perusahaan.

2.1.2. Struktur Modal (DER)
Perusahaan

dalam

menjalankan

aktivitas

operasionalnya


akan

membutuhkan modal yang cukup agar aktivitas operasi tidak terganggu.
Penggunaan modal ini tentu saja perlu mempertimbangkan beberapa aspek dalam
memperoleh modal. Hal ini berkaitan dengan penentuan struktur modal
perusahaan yang berasal dari internal perusahaan dan eksternal.

2.1.2.1. Pengertian dan Pengukuran Struktur Modal (DER)
Foster (1986:65) mengatakan “struktur modal merupakan rasio yang
menghitung pendanaan perusahaan antara penggunaan hutang dan ekuitas
pemegang saham”. Asnawi danWijaya (2005:121) mengatakan :”Struktur modal
merupakan sisi kanan dari neraca, jadi merupakan kombinasi antara utang dan
modal sendiri. Riset biasanya berkenaan dengan komposisi dua hal ini, biasa
dikenal sebagai DER (Debt to Equity Ratio) atau Leverage [debt/(debt+equity)]”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Struktur
Modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara modal internal dan
modal eksternal. Modal internal bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga

Universitas Sumatera Utara


dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Sedangkan modal eksternal diartikan
dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.

2.1.2.2. Teori Struktur Modal (DER)
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan
mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur struktur modal tersebut
maka dapat digunakan beberapa teori yang menjelaskan struktur modal dalam
suatu perusahaan.
a. Trade Off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (1977),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya

keagenan

(agency

costs)

yang

meningkat

akibat

dari

turunnya kredibilitas suatu perusahaan (Asnawi danWijaya, 2005:121).
Husnan (2005:231) mengatakan bahwa “secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa Trade Off menganut pola keseimbangan antara keuntungan
penggunaan dana dari utang dengan tngkat bunga yang tinggi dan biaya
kebangkrutan”.
Sundjaya dan Barlian (2002:242) menjelaskan bahwa ”struktur modal
yang optimal didasarkan atas keseimbangan antara manfaat dan biaya dari
pembiayaan dengan pinjaman. Manfaat terbesar dari suatu pembiayaan dengan

Universitas Sumatera Utara

pinjaman adalah pengurangan pajak yang diperoleh dari pemerintah yang
mengizinkan bunga atas pinjaman dapat dikurangi dalam menghitung pendpatan
kena pajak”.
Brigham dan Weston, (1999:431) teori trade off memberi 3 pernyataan
penggunaan utang yang dapat digunakan untuk menentukan secara pasti struktur
modal optimal setiap perusahaan, yaitu :
1. Perusahaan dengan resiko lebih tinggi, diukur dengan variabelitas retur atas
aktiva perusahaan, harus meminjam lebih sedikit dari pada perusahaan
dengan resiko lebih rendah. Semakin tinggi variabelitas, semakin tinggi
kemungkinan tekanan finansial pada setiap tingkat resiko utang, semakin
tinggi espektasi biaya tekanan finansial. Dengan demikian, perusahaan
dengan resiko bisnis yang lebih rendah dapat meminjam lebih banyak
sebelum biaya tekanan finansial menyerap habis keuntungan pajak dari utang.
2. Perusahaan yang operasinya menggunakan aktiva berwujud, aktiva yang
memiliki pasar misalnya real estate dapat meminjam lebih banyak dari pada
perusahaan yang nilainya terutama berasal dari aktiva tak berwujud, misalnya
paten dan goodwill. Aktiva spesifik, aktiva tidak berwujud, dan peluang
pertumbuhan akan kehilangan nilainya jika tekanan finansial terjadi
dibanding dengan aktiva berwujud standar.
3. Perusahaan yang memiliki tarif pajak yang tinggi, yang kemungkinan
berlanjut pada masa yang akan datang dapat meminjam lebih banyak daripada
perusahaan dengan tarif pajak dan prospek pajak yang lebih rendah. Tarif
pajak yang tinggi menyebabkan keuntungan yang lebih besar daripada

Universitas Sumatera Utara

pendanaan dengan utang, sehingga perusahaan dengan tarif pajak yang lebih
tinggi dapat meminjam lebih banyak, hal lain dianggap sama, sebelum
keuntungan pajak diserap oleh biaya tekanan finansial dan biaya keagenan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
teori trade off mengindikasikan setiap perusahaan harus menetapkan target
struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan
marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi keseimbangan biaya dan
keuntungan marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi itu nilai
perusahaan menjadi maksimum. Teori Trade Off juga menjelaskan bahwa struktur
modal optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak dengan
biaya tekanan finansial dari penambahan utang, sehingga biaya dan keuntungan
dari penambahan utang di trade off (saling tukar antara satu sama lain). Tekanan
finansial biasanya terjadi hanya pada perusahaan yang memiliki utang, perusahaan
yang bebas dari utang biasanya tidak mengalami tekanan finansial.

b. Pecking Order Theory
Teori pecking order adalah teori yang menjelaskan bahwa manajemen
secara sistematis mendahulukan pendanaan investasi dengan menggunakan dana
internal (laba ditahan) daripada penggunaan dana eksternal dan mendahulukan
utang daripada ekuitas jika pendanaan eksternal dibutuhkan. Dalam pandangan
pecking order, perusahaan sebaiknya menggunakan dana internal sebanyak
mungkin untuk mendanai proyek baru. Apabila dana internal tidak mencukupi

Universitas Sumatera Utara

maka utang atau sekuritas yang paling aman lebih didahulukan daripada sumber
dana eksternal lainnya (Sartono, 2010:242).
Myers (1977) berpendapat bahwa Manajer mengikuti teori pecking order
menyatakan bahwa manajer lebih mengutamakan pendanaan internal daripada
pendanaan eksternal. Dengan demikian, jika arus kas internal lebih besar dari
kebutuhan investasi maka manajer akan membayarkan free cash flow untuk
melunasi utang atau membeli sekuritas. Sebaliknya jika arus kas internal lebih
kecil dari kebutuhan investasi maka manajer pertama akan menjual sekuritas, jika
tidak cukup akan menggunakan utang, penerbitan ekuitas merupakan pilihan
terakhir (Asnawi danWijaya, 2005:121).
Kesimpulannya menurut teori pecking order, perusahaan tidak memiliki
struktur modal optimal, sebab pendanaan perusahaan tidak sepenuhnya tergantung
pada biaya modal. Tetapi berdasarkan pada urutan hirarki (dana internal, utang,
dan ekuitas). Urutan pendanaan dimulai dari laba ditahan, utang, dan penerbitan
saham (ekuitas) pada urutan terakhir. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa
penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan utang dan ekuitas. Menurut
teori pecking order juga mengisyaratkan peningkatan profitabilitas akan
meningkatkan laba ditahan, yang dapat digunakan untuk pendanaan investasi.
Sehingga semangkin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin
sedikit pendanaan dengan menggunakan utang. Teori ini menjelaskan mengapa
perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah
sedikit.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Kebijakan Deviden
2.1.3.1. Pengertian dan Pengukuran Kebijakan Deviden
Kebijakan deviden adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau akan
ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.
Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan deviden merupakan pembagian
keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang
dihasilkan perusahaan (Husnan, 2005:94).
Asnawi dan Wijaya ( 2005:131), mengatakan ”Deviden merupakan balas
jasa pada pemegang saham. Namun demikian, pembagian deviden merupakan
keputusan resedual (sisa). Jika perusahaan memperoleh laba, pertimbangan
penggunan laba adalah : (i) laba dapat ditahan (retained earning/RE) sebagai
tambahan modal, (ii) diinvestasikan lagi, serta (iii) sebagian dibagikan sebagai
deviden”.
Sartono (2010:285) mengatakan “kebijakan deviden adalah keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa dating”. Sedangkan Kioso dan Wygant (2001:72) mengatakan
“Kebijakan deviden adalah kebijakan pembagian deviden yang didasarkan pada
akumulasi laba yaitu laba bersih yang tersedia”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa kebijakan
deviden merupakan kebijakan perusahaan dalam hal pendistribusian sebagian

Universitas Sumatera Utara

keuntungan perusahaan yang akan diberikan kepada para pemegang saham.
Dalam menentukan kebijakan deviden, perusahaan mungkin mempertimbangkan
berbagai faktor. Semakin tinggi deviden yang dibagikan kepada pemegang saham
akan semakin mengurangi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan sumber
dana intern dalam rangka mengadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang
akan menurunkan nilai perusahaan, sebab petumbuhan deviden akan semakin
berkurang. Oleh karena itu tugas manajer keuangan untuk bisa menentukan
kebijakan deviden yang optimal agar bisa menjaga nilai perusahaan. Besarkecilnya deviden yang akan dibagikan perusahaan dipengaruhi banyak faktor
diantaranya adalah kesempatan investasi dan struktur modal. Semakin pesat
perkembangan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan maka
semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan
dana dalam rangka akspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari laba, hutang dan
menerbitkan saham baru. Kebijakan deviden dapat dihitung melalui dividend
payout ratio. Menurut Rahardjo (2007:132), “rasio pembayaran dividen (dividend
payout ratio) mengukur porsi penghasilan yang dibayarkan dalam dividen”.

2.1.3.2. Teori Kebijakan Deviden
Kebijkan deviden sampai saat ini masih merupakan teka-teki (puzzle) yang
masih diperdebatkan. Ada beberapa teori yang dapat digunakan Sebagai landasan
dalam menentukan kebijakan deviden untuk perusahaan, sehingga dapat dijadikan
pemahaman mengapa suatu perusahaan mengambil kebijakan deviden.

Universitas Sumatera Utara

Terdapat tiga kebijakan dalam menentukan kebijakan deviden (Hartono,
2009:225):
a. Modgliani-Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan (irrelevan dividend), hal ini berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang
optimal, karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan
ataupun biaya modal.
b. Gordon-Lintner mempunyai pendapat lain, bahwa dividen lebih kecil risikonya
dibanding capital gain, sehingga Gordon- Lintner menyarankan perusahaan
untuk menentukan dividend payout ratio atau bagian laba setelah pajak yang
dibagikan dalam bentuk dividen yang tinggi dan menawarkan dividend yield
yang tinggi untuk meminimumkan biaya modal, teori ini terkenal dengan
sebutan the bird in the hand fallacy.
c. Kelompok ketiga berpendapat bahwa karena dividen cenderung dikenakan
yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat
keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang lebih
tinggi.
Teori-teori kebijakan deviden selengkapnya adalah:
(1). Residual Theory
Teori ini menyatakan bahwa deviden dibayar oleh kapital yang sama
setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Dasar dari kebijakan
ini adalah kenyataan bahwa investor lebih menginginkan perusahaan menahan
dan menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam bentuk
deviden apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

laba yang lebih tinggi daripada tingkat pengembalian (laba) rata-rata yang
dapat dihasilkan sendiri oleh investor dari investasi lain yang sebanding. Kata
residual mengandung arti sisa, dan kebijakan ini menyiratkan bahwa deviden
sebaiknya dibayarkan jika ada laba yang “tersisa”. Jika ada sisa dana internal
setelah investasi dilakukan, bayar deviden pada investor. Tapi, jika semua
modal internal dibutuhkan untuk mendanai bagian modal investasi yang
diusulkan, tidak perlu membayar deviden (Asnawi dan Wijaya, 2005:47).
(2). Bird In The Hand Theory
Teori ini menyatakan bahwa pemegang saham menganggap
kebijakan deviden adalah relevan terhadap nilai saham. Hal ini didasar pada
pendapat bahwa pemodal lebih menyukai deviden karena penerimaan deviden
merupakan penghasilan yang pasti disbanding capital gain. Pemegang saham
akan menilai bahwa deviden yang diterima mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibanding laba yang ditahan (retained earnings). Sehingga perusahaan
sebaiknya menetapkan deviden dengan pay out ratio dan menwarkan deviden
yield yang tinggi (Asnawi dan Wijaya, 2005:47).
(3). Devidend Irrelevance Theory
Teori ini menyatakan bahwa kebijakan deviden bukan faktor yang
relevan terhadap nilai saham. Menurut Modigliani dan Miller, nilai suatu
perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh
laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut
MM, deviden adalah tidak relevan (Atmaja, 2008:285).

Universitas Sumatera Utara

Tiga teori lain yang dapat membantu memahami kebijakan deviden
dikutip dari Sartono (2010:285) adalah Tax Differential Theory, Information
Content Hypothesis dan Clientile Effect.
1. Tax Differential Theory
Argumen ini sebagian besar didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak
atas pendapatan deviden dan perolehan modal. Pajak atas pendapatan deviden
dibayarkan saat deviden diterima, sementara pajak atas apresiasi harga
(perolehan modal) ditunda hingga saham benarbenar dijual. Dalam hal
pertimbangan pajak, sebagian besar investor masih lebih suka penahanan
pendapatan perusahaan daripada pembayaran deviden tunai. Pendapatan yang
ditahan dalam perusahaan akan meningkatkan harga saham, tapi peningkatan
tersebut tidak dipajak hingga saham dijual. Ini menyatakan bahwa kebijakan
membayar deviden rendah akan mengakibatkan harga saham yang lebih
tinggi. Artinya, deviden tinggi merugikan investor, sementara deviden rendah
dan retensi tinggi membantu investor (Sartono, 2010:285).
2. Information Content Hypothesis
Modgliani dan Miller (MM) berpendapat bahwa kebijakan dividen
adalah tidak relevan dengan mengasumsikan baik investor maupun manajer
memiliki informasi yang sama atas kesempatan berbagai kesempatan
investasi. MM berkesimpulan bahwa reaksi investor terhadap perubahan
deviden tidak berarti sebagai indikasi bahwa investor lebih menyukai deviden
dibanding laba ditahan. Kenyataan bahwa harga saham berubah mengikuti
perubahan deviden semata-mata karena adanya information content dalam

Universitas Sumatera Utara

pengumuman deviden atau adanya informasi atas kesempatan investasi.
Perbedaan kemampuan mengakses informasi (information asymmetry) antara
manajemen dan investor bisa mengakibatkan harga saham yang lebih rendah
daripada yang akan terjadi pada kondisi pasti (Sartono, 2010:285).
3. Clientile Effect
Efek klien adalah kecenderungan perusahaan untuk menarik jenis
investor yang menyukai kebijakan devidennya. Secara ringkasnya dapat
dikatakan bahwa para investor yang menginginkan pendapatan dari investasi
untuk periode berjalan akan memiliki saham pada perusahaan yang
membagikan deviden dalam jumlah besar, sedangkan investor yang tidak
membutuhkan penghasilan kas untuk periode berjalan akan menginvestasikan
modalnya pada perusahaan yang membagikan deviden dalam jumlah kecil.
Hal ini menyiratkan bahwa setiap perusahaan seharusnya menetapkan
kebijakan khusus yang oleh manajemennya dianggap paling tepat dan
kemudian mengijinkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan ini
untuk menjual sahamnya kepada investor lain yang menyukainya (Sartono,
2010:286).

2.2. Review Penelitian Terdahulu
Suharli

(2007)

meneliti

Pengaruh

Profitability

dan

Investment

Opportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen Tunai dengan Likuiditas Sebagai
Variabel Penguat (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Periode 2002-2003). Hasil penelitian ini adalah kebijakan jumlah pembagian

Universitas Sumatera Utara

dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas
perusahaan. Sedangkan IOS tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
Sadaliah dan Syafitri (2008) meneliti pengaruh profitability dan
investment oportuniti set terhadap deviden tunai pada perusahaan terbuka di BEI.
Hasil penelitiannya membuktikan bahwa secara parsial ROE dan NPM
berpengaruh terhadap deviden tunai sedangkan IOS tidak berpengaruh.
Ravichandran Subramania, S. Susela Devi and Maran Marimuthu (2011) meneliti
Investment opportunity set and dividend policy in Malaysia. Hasilnya Negative
significant association Investment opportunity set and dividend payout. Gul dan
Kealy (1999) meneliti Investment opportunity set and corporate debt and dividend
policies of Korean Companies. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa terdapat
hubungan negatif antara opsi tumbuh dari kesempatan investasi dengan leverage
dan deviden.
Subagyo (2011) meneliti Efektivitas kebijakan struktur modal dalam
meningkatkan nilai perusahaan. Hasilnya mengidikasikan adanya kecederungan
investasi yang berlebih (over investment) yang dilakukan oleh manajemen pada
saat peluang investasinya tinggi. Sebaliknya, penggunaan utang dapat membatasi
manajemen melakukan investasi yang berlebih. Susanto (2011) meneliti
Kepemilikan saham, Kebijakan Deviden, Karakteristik Perusahaan, Resiko
Sistematik, Set Peluang Investasi, dan Kebijakan Hutang. Hasilnya INST, DIV,
GROW, ROA, SIZE, dan IOS berpengaruh terhadap DTA.
Marpaung dan Hadianto (2009) meneliti tentang pengaruh profitabilitas
dan investment opportunity set terhadap kebijakan deviden. Hasil penelitiannya

Universitas Sumatera Utara

membuktikan bahwa kesempatan investasi yang diproksikan dengan market to
book value of equity berpengaruh terhadap kebijakan deviden. Pada tabel 2.1
berikut ini akan dijabarkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai judul,
masalah, variabel dan hasil penelitian.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No.

Nama

1

Suharli

2

3

4

Tahun
2007

Sadalia
h dan
Syafitr
i

2008

Subram
ania,
Devi
and
Marim
uthu
Herry
Subag
yo

2011

2011

Judul Peneliti
Pengaruh
Profitability
dan
Investment
Opportunity
Set
Terhadap Kebijakan
Dividen
Tunai
dengan
Likuiditas
Sebagai
Variabel
Penguat (Studi pada
Perusahaan
yang
Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta
Periode 2002-2003)
Pengaruh
profitability
dan
investment oportuniti
set terhadap deviden
tunai
pada
perusahaan terbuka
di BEI
Investment
opportunity set and
dividend policy in
Malaysia

Efektivitas kebijakan
struktur modal dalam
meningkatkan nilai
perusahaan
Manufaktur di BEI

Variabel
-

-

-

-

-

-

-

-

variabel
dependent
:DPR
variabel
independe
nt : ROI,
FA dan
CR

variabel
dependent
:Deviden
variabel
independe
nt : ROE,
NPM dan
IOS
variabel
dependent
:DPR
variabel
independe
nt : MVE
variabel
dependent
:
nilai
perusahaa
n (Tobins
Q)
variabel
independe
nt
:Struktur
modal
(DTA),
Peluang

Metode Analisis
Data
Analisis Regresi
Berganda
(Multiple
Regresion
Anylisis)

Analisis Regresi
Berganda
(Multiple
Regresion
Anylisis)

Analisis Regresi
Sederhana

Analisis Regresi
Berganda
(Multiple
Regresion
Anylisis)

Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini
adalah
kebijakan
jumlah
pembagian
dividen perusahaan
dipengaruhi
oleh
profitabilitas
dan
diperkuat
oleh
likuiditas perusahaan.
Sedangkan IOS tidak
memiliki pengaruh
yang signifikan.

Hasil penelitiannya
membuktikan bahwa
secara parsial ROE
dan
NPM
berpengaruh terhadap
deviden
tunai
sedangkan IOS tidak
berpengaruh
Negative significant
association
Investment
opportunity set and
dividend payout
Temuan
ini
mengidikasikan
adanya kecederungan
investasi
yang
berlebih
(over
yang
investment)
dilakukan
oleh
manajemen pada saat
peluang investasinya
tinggi.
Sebaliknya,
penggunaan
utang
dapat
membatasi
manajemen

Universitas Sumatera Utara

5

Gul
dan
Kealy

6

1999

2009
Marpa
ung
dan
Hadian
to

7

Susanto

2011

Investment
opportunity set and
corporate debt and
dividend policies of
Korean Companies

Pengaruh
profitabilitas
dan
investment
opportunity
set
terhadap kebijakan
deviden Perusahaan
Manufaktur di BEI

Kepemilikan saham,
Kebijakan Deviden,
Karakteristik
Perusahaan, Resiko
Sistematik,
Set
Peluang
Investasi,
dan
Kebijakan
Hutang Perusahaan
Manufaktur di BEI

-

-

-

-

-

-

tumbuh
(MBVE)
dan
variabel
dependent
:Devident
Yield
variabel
independe
nt:MBAS
SET,CAB
PVA, EP.
variabel
dependent
:DPR
variabel
independe
nt:market
to book
value of
equity
variabel
dependent
:DPR
variabel
independe
nt:DTA,
INST,
GROW,
ROA,
SIZE,
BETA,
IOS

melakukan investasi
yang berlebih.
Analisis Regresi
Berganda
(Multiple
Regresion
Anylisis)

Hasil penelitiannya
membuktikan bahwa
terdapat
hubungan
negatif antara opsi
tumbuh
dari
kesempatan investasi
dengan leverage dan
deviden.

Analisis Regresi
Berganda
(Multiple
Regresion
Anylisis)

Hasil penelitiannya
membuktikan bahwa
kesempatan investasi
yang
diproksikan
dengan market to
book value of equity
berpengaruh terhadap
kebijakan deviden

Analisis Regresi
Berganda
(Multiple
Regresion
Anylisis)

INST, DIV, GROW,
ROA, SIZE, dan IOS
berpengaruh terhadap
DTA

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat - Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat vTradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan

0 1 23

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Rumah Sakit Islam Malahayati Medan 3.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Islam Malahayati Medan - Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

0 1 72

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

0 0 34

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

1 2 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur - Praktik Kerja Lapangan Mandiri Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Ora

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Praktik Kerja Lapangan Mandiri Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

0 0 11

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

1 1 18

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 38

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI

0 1 13