Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

  Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan sebagai cara untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, dan dapat menghasilkan energi. Makanan yang dimakan akan melalui berbagai proses seperti digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh (Proverawati & Asfuah, 2009).

  Dampak dari proses tersebut menghasilkan status gizi dimana menurut Supariasa, dkk (2000) status gizi sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, sedangkan menurut Suhadjo (1992) adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Sementara itu menurut Notoatmodjo (1997) status gizi merupakan konsumsi gizi makanan pada seseorang yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan.

  Peran dan kedudukan Penilaian Status gizi di dalam ilmu gizi adalah untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu atau masyarakat. Status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.

  Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu 1.

  Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antopometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

  Istilah Nutritional Anthropometry mula-mula muncul dalam Body

  

Measurements and Human Nutrition yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966

  yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda. Pengukuran antropometri ada 2 tipe yaitu : pertumbuhan dan ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas lemak.

  Pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik yang dapat untuk menilai status gizi. Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala, tebal lipatan kulit (skinfold) diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak (Narendra, 2006). Jenis pengukuran antropometri, antara lain : .

  1) Berat dan Tinggi Badan terhadap Umur

  Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah diubah. Namun indicator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB.

  Indikator TB/ U menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini.

  Kelebihan indikator BB/U a.

  Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; b. Sensitive untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan c.

  Dapat mendeteksi kegemukan Kelemahan indikator BB/U a.

  Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau oedem b.

  Data umur yang akurat seringkali sulit diperoleh terutama di Negara- negara yang sedang berkembang c.

  Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak bergerak terus.

  d.

  Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbanganaknya karena dianggapa sperti barang dagangan. Kelebihan indikator TB/U (PB/U) a.

  Dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau b. Dapat dijadikan indicator keadaan sosial ekonomi penduduk

  Kekurangan indikator TB/U (PB/U) a.

  Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita b.

  Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini c. Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di

  Negara-negara berkembang d. Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional

  2) Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita pengukur.

  Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan lingkaran kepala (dikutip oleh Behrman, 1968). Sedangkan lingkaran lengan menggunakan baku dari Wolanski, 1961 yang berturut-turut diperbaiki pada tahun 1969.

  3) Tebal kulit

  Tebal kulit diukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan, subskapula dan daerah pinggul penting untuk menilai kegemukan.

  Memerlukan latihan karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal (Harpenden Caliper).

  4) Indeks Massa Tubuh (IMT)

  Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah

  Quetelet’s index memiliki

  formula berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). IMT mulai disosialisasikan untuk penilaian status mutrisi pada anak dalam kurva CDC (Center for Disease Center) tahun 2004. Tingkat kelebihan berat badan harus dinyatakan dengan SD dari mean (rerata) IMT untuk populasi umur tertentu. Mean IMT juga bervariasi seperti pada berat badan normal pada status gizi dan frekuensi kelebihan berat pada rerata IMT dan standard deviasi yang dihitung (Narendra, 2006).

  Kelebihan indikator BB/ TB a.

  Independen terhadap umur dan ras b. Dapat menilai status kurus dan gemuk dan keadaan marasmus atau

  KEP berat lainnya Kelemahan indikator BB/ TB a.

  Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak bergerak terus.

  b.

  Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbanganaknya karena dianggapa sperti barang dagangan.

  c.

  Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok usia balita d.

  Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional e.

  Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal, atau jangkung. (Soekirman, 2000)

2. Klinis

  Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

  3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

  4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness).

  Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

  Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah berdasarkan survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

  1. Survey Konsumsi Makanan

  Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

  Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikanan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.

  Survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

  2. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

  3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkap bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.

  Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain- lain. (Supariasa, 2002)

2.2 Klasifikasi Status Gizi

  Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference (Ibnu Fajar et al, 2002). Berdasarkan Semi Loka Antopometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku rujukan

  

World Health Organization – National Centre for Health Service (WHONCHS)

  (Gizi Indonesia, Vol. XV No 2 tahun 1999). Berdasarkan baku WHONCHS status gizi dibagi menjadi empat, yaitu:

  1. Gizi lebih Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Asupan energi yang berlebihan secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (overweight) dan obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini.

  Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energi yang positif (Gibney, 2008). Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama pola makan. Pola makan berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidat, rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga menjadikan mutu makanan ke arah tidak seimbang. Dampak masalah gizi lebih tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan penyakit hati (Supariasa, 2002). Penanggulangan masalah gizi lebih adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik. Penyeimbangan masukan energy dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol (Almatsier, 2001).

  2. Gizi baik Gizi baik adalah gizi yang seimbang. Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002). Sekjen Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Dr. dr. Saptawati Bardosono (2009) memberikan 10 tanda umum gizi baik, yaitu: 1) Bertambah umur, bertambah padat, bertambah tinggi. Tubuh dengan asupan gizi baik akan mempunyai tulang dan otot yang sehat dan kuat karena konsumsi protein dan kalsiumnya cukup. Jika kebutuhan protein dan kalsium terpenuhi maka massa tubuh akan bertambah dan tubuh akan bertambah tinggi. 2) Postur tubuh tegap dan otot padat. Tubuh yang memiliki massa otot yang padat dan tegap berarti tidak kekurangan protein dan kalsium.

  Mengonsumsi susu dapat membantu mencapai postur ideal. 3) Rambut berkilau dan kuat. Protein dari daging, ayam, ikan dan kacang- kacangan dapat membuat rambut menjadi lebih sehat dan kuat.

  4) Kulit dan kuku bersih dan tidak pucat. Kulit dan kuku bersih menandakan asupan vitamin A, C, E dan mineral terpenuhi.

  5) Wajah ceria, mata bening dan bibir segar. Mata yang sehat dan bening didapat dari konsumsi vitamin A dan C seperti tomat dan wortel. Bibir segar didapat dari vitamin B, C dan E seperti yang terdapat dalam wortel, kentang, udang, mangga, jeruk.

  6) Gigi bersih dan gusi merah muda. Gigi dan gusi sehat dibutuhkan untuk membantu mencerna makanan dengan baik. Untuk itu, asupan kalsium dan vitamin B pun diperlukan.

  7) Nafsu makan baik dan buang air besar teratur. Nafsu makan baik dilihat dari intensitas anak makan, idealnya yaitu 3 kali sehari. Buang air besar pun harusnya setiap hari agar sisa makanan dalam usus besat tidak menjadi racun bagi tubuh yang dapat mengganggu nafsu makan.

  8) Bergerak aktif dan berbicara lancar sesuai umur. 9) Penuh perhatian dan bereaksi aktif

  10) Tidur nyenyak

  3. Gizi Kurang Menurut Moehji, S (2003) Gizi kurang adalah kekurangan bahan- bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) pada tahun 1999, telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi kurang seperti pada bagan di bawah ini. Empat masalah gizi kurang yang mendominasi di Indonesia, yaitu (Almatsier, 2001) 1) Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP bisa menurunkan produktivitas kerja dan derajat kesehatan sehingga rentan terhadap penyakit. Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya KEP, namun selain kemiskinan faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping serta tentang pemeliharaan lingungan yang sehat (Almatsier, 2001).

  2) Anemia Gizi Besi (AGB) Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi (AGB). Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologik tinggi (asal hewan), dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid atau persalinan. AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan produktivitas kerja, penurunan kemampuan berpikir dan penurunan antibody sehingga mudah terserang infeksi. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian tablet atau sirup besi kepada kelompok sasaran.

  3) Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Kekurangan iodium umumnya banyak ditemukan di daerah pegunungan dimana tanah kurang mengandung iodium. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid). Pada anak-anak menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan jasmani, maupun mental. Ini menampakkan diri berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang atau bodoh. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium/iodized oil capsule kepada semua wanita usia subur da anak sekolah di daerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur.

  4) Kurang Vitamin A (KVA) KVA merupakan suatu ganguan yang disebabkan karena kurangnya asupan vitamin A dalam tubuh. KVA dapat mengakibatkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian khususnya pada anak-anak. Selain itu KVA dapat menurunkan epitelisme sel-sel kulit . Faktor yang menyebabkan timbulnya KVA adalah kemiskinan dan minim pengetahuan akan gizi.

4. Gizi buruk

  Gizi buruk merupakan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh penyebab langsung yaitu intake zat gizi dari makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi. Penyebab langsung dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ketersediaan pangan keluarga yang rendah, perilaku kesehatan termasuk pola asuh ibu dan anak yang tidak benar, serta pelayanan kesehatan rendah dan lingkungan yang tidak sehat. Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-tanda bahaya. Dampak gizi buruk pada anak terutama balita: 1) Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.

  2) Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi. 3) Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.

  Dalam menginterpretasikan status gizi dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas tersebut dapat disajikan dalam standar deviasi unit. Standar Deviasi disebut juga dengan Z-score. WHO menyarankan untuk mengunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negatif 2 SD unit (Z-score) dari median. Dibawah nilai median -2 SD unit dinyatakan gizi kurang (Supariasa, 2001).

  Rumus perhitungan Z-score adalah : Z

  • – score = Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

  Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB Standar Baku Antropometri WHO 2005 No Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi

  1 < -3 SD Gizi buruk

  • 3 s/d < -2 SD Gizi kurang
  • 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih 2 < -3 SD Sangat pendek
  • 3 s/d < -2 SD Pendek -2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi 3 < -3 SD Sangat kurus
  • 3 s/d < -2 SD Kurus -2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk

  Sumber:

  Gizi buruk juga dikatakan sebagai status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).

  Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata.

  Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk

  

(severe malnutrition ) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh

  kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).

  Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).

  Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).

  Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan sebuah peran utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya di negara-negara berkembang (WHO, 2001). Bentuk bahaya dari malnutrisi termasuk marasmus, kretinisme, kerusakan otak yang irreversible akibat defisiensi iodin, kebutaan, peningkatan faktor risiko terhadap penyakit infeksi, dan kematian akibat defisiensi vitamin A (WHO, 2004).

  Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus- kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 1) Marasmus

  Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

  a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua

  c. Iga gambang dan perut cekung

  d. Otot paha mengendor (baggy pant)

  e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar 2) Kwashiorkor

  Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

  b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

  c. Wajah membulat dan sembab

  d. Pandangan mata anak sayu

  e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

  f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 3) Kwashiorkor

  Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

  Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1) Penyebab Langsung.

  Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

  2) Penyebab tidak langsung, Ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan.

  Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).

  Sesungguhnya masalah gizi buruk merupakan masalah yang kompleks karena penyebabnya multi faktor dan multi dimensi sehingga penanganannya memerlukan pendekatan yang menyeluruh, meliputi penyembuhan dan pemulihan anak-anak yang sudah menjadi gizi buruk, dan pencegahan dan peningkatan untuk menjaga/mempertahankan anak yang sehat tetap sehat.

  Tidak jauh berbeda menurut UNICEF enyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang di konsumsi atau makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu (1) Faktor ketidaktersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak; (3) Pengolalaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai (UNICEF, 2007).

  Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.

  Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

  

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia

  (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

  Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).

  Oleh Burkhalter dalam tulisan Soekirman juga dituliskan tentang dampak kekurangan gizi secara umum dikelompokkan dalam 11 kategori, yaitu dampak terhadap :kematian anak, penyakit anak, kematian ibu, kesuburan wanita atau fertilitas, fungsi mata, kecerdasan, prestasi sekolah, anggaran pendidikan dan kesehatan pemerintah, jumlah dan nilai ekonomi air susu ibu, produktivitas kerja, masalah ekonomi bangsa.

  Gizi buruk merupakan suatu penyakit yang multikausal atau tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja namun banyak faktor yang menyertai untuk terjadinya penyakit gizi buruk sehingga dalam penanggulangannya harus dengan pendekatan dari setiap aspek yang mempengaruhinya baik dari ketersediaan pangan,pengolahan, penyajian, maupun pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi. Kesehatan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.

  Upaya yang langsung ke sasaran berupa pelayanan dasar gizi, kesehatan dan pendidikan. Sedang upaya tidak langsung meliputi: a) Jaminan ketahanan pangan sehingga setiap keluarga dan penduduk miskin dapat dipenuhi hak azasinya yaitu hak untuk memperoleh makanan yang cukup;

  b) memperluas kesempatan kerja untuk meningkatkan daya beli;

  c) membangun dan mengembangkan industri kecil dan menengah unuk memberikan kesempatan penduduk miskin meningkatkan pendapatan melalui usaha produksi barang dan jasa. (Soekirman, 2000)

2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan

1. Prinsip

  1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral.

  2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa pemulihan.

  3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik, padat.

  4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi sebesar 30-60 % dari total kalori. 5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.

  6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

2. Jumlah dan Frekuensi

  Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap: 1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:

  • Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair (Formula 100).
  • Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5- 7 kali pemberian/hari (Formula 100).

  3) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat.

  

3. Penerapan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (buku pedoman

Tatalaksana Anak Gizi Buruk I dan II)

  a. Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit penyerta/penyulit.

  b. Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut: 1) Fase Stabilisasi

  Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80- 100 KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI. 2) Fase Transisi

  Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.

  3) Fase Rehabilitasi Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.

  4) Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah) Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun.

4. Kriteria sembuh:

  Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang sebagai berikut: a) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif

  b) BB/PB atau BB/TB > -3 SD

  c) Komplikasi sudah teratasi

  d) Ibu telah mendapat konseling gizi

  e) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut- turut f) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

  (Buku Pedoman tata Laksana Gizi Buruk, 2011).

  Dalam setiap fase tindakan pelayanan memiliki unsur gizi yang beragam

untuk mencegah dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh balita karena gizi

  

buruk dengan mengatasi hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, gangguan

keseimbangan elektrolit, infeksi, kekurangan zat gizi mikro, dll.

  Langkah-langkah tersebut diaplikasikan dalam penanggulangan gizi buruk dan disajikan dalam table 2.2 berikut: Sumber: Buku Pedoman tata Laksana Gizi Buruk, 2011 5.

   Waktu dan frekuensi pelaksanaan

  Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut: 1) 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu 2)

  Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu

  Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan ketentuan, jika:

  3) Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau

  Pusat Pemulihan Gizi (PPG) 4) Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan tambahan dan konseling.

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Ibu, Dukungan Suami, Budaya dan Kualitas Pelayanan KB dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDR (IUD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Return on Investment dan Arus Kas Operasi Terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 16

2.1 Rancangan Faktorial - Aplikasi Metode Permukaan ResponTerhadap Kehilangan Minyak Berdasarkan Suhu, Waktu dan Tekanan Pada Proses Perebusan Kelapa Sawit di PT. Socfin Indonesia Bangun Bandar

0 0 11

Aplikasi Metode Permukaan ResponTerhadap Kehilangan Minyak Berdasarkan Suhu, Waktu dan Tekanan Pada Proses Perebusan Kelapa Sawit di PT. Socfin Indonesia Bangun Bandar

0 2 12

Kuesioner Penelitian Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah ( Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2015

0 0 30

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

0 0 7

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

0 0 16

Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kista Ovarium - Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013

0 1 21

Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013

0 0 17