BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan - Musyawarah Mufakat Dalam Upacara Ritual Syukuran Laut Masyarakat Melayu di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

  kuesioner dan dokumentasi. Hal ini memberi gambaran bahwa dalam penelitian tidak mengabaikan pendapat masyarakat setempat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian yang Relevan

  Tinjauan pustaka atau sering juga disebut kajian yang relevan ialah salah satu cara

  9 untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat tentang informasi data yang ingin kita teliti.

  Oleh karena itu, penulis melakukan tinjauan pustaka adalah sebagai referensi, teori dan konsep yang berkaitan dengan tulisan ini sehingga dapat memudahkan menyelesaikan permasalahan dalam penulisan.

  Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kajian penulis yaitu disertasi Mantera dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir Timur di Sumatera Utara: kajian tentang fungsi dan nilai-nilai budaya oleh Prof. Wan Syaifuddin. Didalamnya membahas mengenai fungsi dan nilai dari upacara adat budaya yang ada didalam masyarakat melayu Sumatera Timur.

  Ritual Jamuan Laut di Jaring Halus, sebagai referensi tambahan yang didalamnya membahas keberadaan upacara syukuran laut dan mantra dengan mengoperasikan teori semiotika. Upacara ritual syukuran laut ini dilaksanakan oleh masyarakat Melayu di Desa Jaring Halus, Kecamatan secanggang, Kabupaten Langkat. Fokus utama kajian ini ialah upacara syukuran laut yang melibatkan pawang, tempat dan waktu upacara, masyarakat pendukung, kegiatan, persiapan, pasca upacara, makan bersama, dan lainnya.

  Tesis Irfan (2003), mengenai Kearifan Tradisional Masyarakat dalam Mengelola Sumber Daya alam Laut. Menjelaskan bahwa kearifan tradisional masyarakat yang tinggal di daerah pesisir yang menjadikan Laut sebagai sumber utama merupakan konsepsi terpeliharanya sumber daya alam. Apabila kearifan tersebut dijaga maka akan tercapai keharmonisan. 9

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Langkat Secanggang

  Andi Prastowo, Dunia Penelitian, diakses dari http;//dunia-penelitian.blogspot.com/2011/10/pengertian-

  Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari kosmologi ialah ilmu pengetahuan yang meneliti asal usul, struktur, hubungan ruang waktu dalam alam semesta.

  Kosmologi masyarakat Sumatera Timur mempunyai kaitan dengan kepercayaan tradisional, ialah mempercayai bahwa alam semesta wujud sebagai kesatuan alam nyata dengan alam ghaib. Oleh karena itu, mereka percaya apabila terjadi perubahan di alam nyata adalah manifestasi yang diperlihatkan oleh kuasa dari alam ghaib. Hal ini terwujud sebagai fenomena alam seperti awan berarak, rebut petir, guruh, air pasang, gelombang besar, dan lain-lain. Selain itu, masyarakat melayu Sumatera Timur menggunakan alam nyata bagi memenuhi keperluan hidupnya. Namun, mereka mengambil sumber alam tersebut secukupnya saja.

  10

  adalah sesuatu yang sangat mengagumkan dan menarik perhatian manusia untuk mencari tahu lebih jauh serta mempelajarinya lebih mendalam. Hal ini dikarenakan keteraturan di alam semesta bersifat natural dan tidak menyalahi kodrat.

  Masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam menjalani hidup mengikuti kepada peraturan yang sudah digariskan atau ketentuan alaminya.

  11 Hal demikian juga dilakukan oleh masyarakat Melayu yang mendiami Desa Jaring Halus di Kecamatan Secanggang.

  Masyarakat Melayu tersebut senantiasa menjaga sikap dan prilaku di kehidupannya sehari- hari. Mereka memelihara nilai-nilai sosial dalam berinteraksi dengan sesamanya maupun terhadap pengunjung yang datang ke pulau tersebut. Hal ini adalah wujud dari keinginan memelihara dan menjaga keseimbangan alam dengan membina nilai-nilai didaktik dalam kehidupan.

10 Tuanku Luckman Sinar dan Wan Syaifuddin, Kebudayaan Melayu Sumatera Timur. Medan: USUPress, 2002,

  hlm 209

  Nilai-nilai sosial ini tidak hanya terdapat dalam tutur kata ketika berbicara, namun juga diekspresikan dalam jenis ungkapan, kiasan, dan lainnya. Hal serupa juga tampak pada penyelenggaraan acara adat tradisi, yaitu dengan ketentuan waktu yang telah ditetapkan. Mereka aktif melaksanakan berbagai upacara ritual, seperti perkawinan, kelahiran anak, upacara kematian, menjauhkan bala penyakit, bencana alam, serta menjamu laut. Hal ini mennggambarkan bahwa masyarakat Pulau Jaring Halus, Kecamatan Secanggang memiliki adat-istiadat dan kaya akan budaya yang bersumber dari nilai keluhuran.

  2.2.1 Letak Geografi dan Sejarah Singkat kotanya Stabat. Nama Langkat sendiri diambil dari nama kesultanan Langkat yang dahulu pernah ada di tempat yang kini dikenal dengan nama Tanjung Pura, yaitu sekitar 20 Km. Kabupaten Langkat terdiri dari beberapa kecamatan dan desa, Salah satunya adalah Desa Jaring Halus.

  Desa Jaring Halus adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Secara geografis desa ini terletak pada 3º51’30”-3º59’45” LU dan 98º 30’- 98º42’ BT dengan ketinggian lebih kurang 1 mdpl. Desa ini merupakan desa pesisir yang berbatasan dengan selat Malaka di sebelah utara, sebelah selatan dengan Desa Selotong Kecamatan Secanggang, sebelah timur dengan Kuala Besar Kecamatan Secanggang, dan

  12 sebelah Barat dengan Desa Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura.

  Desa ini mempunyai luas 2.554 ha pada tahun 2014. Jumlah penduduk Desa Jaring Halus sebanyak 3.261 orang (785 KK), yang terdiri atas 1.662 laki-laki dan 1.599 perempuan. 12 Masyarakat di desa ini terdiri atas berbagai suku seperti suku Melayu yang mayoritas

  

Pemerintah Kabupaten Langkat, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kelurahan Tahun 2014, Daftar mendiami desa tersebut serta merupakan penduduk asli, juga terdapat suku pendatang, seperti

  13 suku Banjar, Mandailing, Jawa, dan Aceh.

  Pada awalnya, Desa Jaring Halus ini hanyalah sebuah daratan di tengah laut yang tidak berpenghuni. Desa ini pertama kali dihuni oleh keluarga Abu Bakar Bin Awang, berasal dari Malaysia yang melarikan diri ke Indonesia pada saat terjadi peperangan dengan penjajah Inggris. Sebelum ia membuat perkampungan ini, ia terlebih dahulu meminta izin kepada

  14 Sultan Langkat (Sultan Musa) melalui perantara Datok Secanggang.

  Di pulau tersebut banyak ditemukan rumput yang bentuknya seperti jari. Oleh karenanya, desa ini dinamakan Rumput Jari Halus. Namun seiring berjalannya waktu, terjadi pergesan pengucapan sehingga desa tersebut sekarang dikenal dengan nama Desa Jaring

  15 .

  2.2.2 Adat-istiadat Masyarakat Masyarakat Melayu pada umumnya masih sering melaksanakan upacara-upacara adat khususnya dalam acara-acara pernikahan, kelahiran anak, menempati rumah baru, membuka hutan untuk dijadikan perladangan, dan lain sebagainya. Pelaksanaan upacara ritual ini pada umumnya telah ditemukan pada masa masyarakat Melayu lama sepanjang pesisir pulau

  16 Sumatera, yakni di daerah Langkat, Deli, Serdang, Batu Bara, Siak, dan seterusnya.

  Mayoritas masyarakat Melayu Langkat sudah beragama Islam dan ajaran-ajaran Islam tersebut terlihat jelas dalam kebudayaan dan adat-istiadat masyarakatnya. Misalnya ketika membicarakan suatu permasalahan dalam sebuah kampung, biasanya akan dimusyawarahkan di masjid.

  13 14 Daftar Isian Profil Desa, Op.cit. hlm 19 15 Julpikar, op. cit. di Desa Jaring Halus Julpikar, log. Cit. di Desa Jaring Halus

  Pengamalan ajaran Islam yang begitu kuat pada masyarakat Melayu , ternyata belum bisa menepis kepercayaan-kepercayaan yang bersifat animisme dalam kehidupan sehari-hari.

  Hal demikian dapat dibuktikan bahwa upacara-upacara yang sering dilaksanakan masih memiliki pengaruh kepercayaan Hindu. Salah satunya adalah upacara ritual syukuran laut agar mudah mendapatkan rezeki.

  Oleh karena itu, adanya asimilasi antara kepercayaan-kepercayaan pra-Islam dengan ajaran-ajaran Islam sendiri telah menimbulkan budaya dan adat-istiadat tersendiri bagi mereka.

2.3 Konsep Kesusastraan Tradisi

  Sastra Melayu tradisi disebut juga dengan nama sastra Melayu lama atau sastra lisan dikenal oleh masyarakat sejak dahulu sebelum adanya tulisan, yang merupakan refleksi bagaimana ketamadunan masyarakat tersebut. Sastra lisan atau sastra rakyat merupakan hasil karya sastra milik bersama atau milik sekumpulan masyarakat yang diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain secara lisan atau dari mulut ke mulut, baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan maupun tradisi lain yang bukan lisan sehingga menentukan bahwa sastra tersebut adalah sastra rakyat.

  Peristiwa penuturan sastra lisan itu adalah panggung sosial dengan ranah kolektivitas di samping adanya panggung perseorangan yang monolog. Sastra lisan dahulu sangat digemari oleh warga masyarakat dan biasanya didengarkan secara kolektif karena mengandung gagasan, pikiran, ajaran dan harapan masyarakat. Suasana kebersamaan yang dihasilkan dari sastra lisan berdampak positif terhadap menguatnya ikatan sosial diantara

  17 anggota masyarakat.

  Kesusastraan lisan atau tradisi dapat dirujuk sebagai hasil karya yang memiliki pesan dan pemikiran tertentu. Gagasan tersebut menjadi sebuah konsep kesusastraan tradisi yang melahirkan aksi dan tingkah laku yang keluar secara alamiah. Kenyataan tersebut menciptakan integritas dan kebersamaan dikalangan masyarakat yang menjalani konsep tersebut dikehidupannya. Berkaitan dengan lokasi penelitian yaitu di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang merupakan wilayah Melayu Sumatera Timur, penulis mencoba mengkhususkan identifikasi tradisi kesusastraan. tertentu. Ciri pertama, berhubungan dengan cara ia disampaikan, yaitu secara lisan. Namun, sebagian darinya telah dituliskan kemudian dilisankan pula. Kedua, melibatkan soal penciptaan dari kesusastraan rakyat masyarakat Melayu Sumatera Timur, yaitu lebih banyak lahir dan berkembang dari dalam masyarakat sederhana. Ketiga, mengandung ciri-ciri budaya asal masyarakat yang melahirkannya, hingga menggambarkan suasana masyarakat Melayu yang alamiah. Keempat, kepunyaan bersama. Kelima, di dalam kesusastraan masyarakat Melayu Sumatera Timur terdapat unsur-unsur pemikiran yang luas terhadap kehidupan

  18 masyarakatnya, pengajaran atau bersifat didaktik dan unsur pensejarahan.

  Dari pengertian, ciri, wujud dan jenis pengetahuan yang diperoleh dari pembahasan tradisi lisan, dapat disimpulkan bahwa didalam tradisi lisan terkandung norma dan nilai-nilai keluhuran yang bersumber dari nusantara yang merupakan harta pusaka nenek moyang

17 Robert Sibarani, Kearifan Lokal (Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan), Jakarta, Asosiasi Tradisi Lisan.

  2012 Hlm. 33 terdahulu. Warisan leluhur bangsa ini dapat dimamfaatkan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat yang rukun, makmur dan penuh keberkahan.

  Kultur budaya yang berkembang di Kabupaten Langkat sangat banyak hubungannya dengan alam dikarenakan daerah ini secara georafis berada di pesisir Sumatera. Oleh sebab itu, masyarakatnya banyak memamfaatkan lingkungan dengan hasil alamnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dikarenakan pengaruh lingkungan tersebut, masyarakat Melayu Kabupaten Langkat melakukan proses adaptasi dalam mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material. Melalui proses tersebut lahirlah berbagai karya sastra seperti ritual syukuran laut.

  Masyarakat Melayu di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara masih mempercayai adanya kekuatan ghaib terhadap kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara mengatasi tantangan hidup yang berhubungan dengan sistem mata pencaharian mereka sebagai nelayan, yaitu dengan rnengadakan suatu bentuk upacara untuk menghindarkan mara bahaya dari mereka. Melalui upacara syukuran laut rasa solidaritas terwujud dan dengan adanya aktivitas masyarakat, maka upacara syukuran laut dapat diadakan.

  Upacara ritual ini dilaksanakan empat tahun sekali, kecualai ada isyarat dari mimpi pawang atau fenomena alam seperti terjadi wabah penyakit dan iklim yang tidak mendukung

  19 untuk mencari nafkah, sehingga waktu pelaksanaannya ini dapat dipercepat.

  Abdullah menjelaskah bahwa Pelaksanaan upacara syukuran laut ini dilakukan oleh pawang dan dibantu oleh masyarakat dan pemerintah yang sebelumnya sudah disepakati dalam musyawarah. Adapun tahap pelaksaan ritual Syukuran Laut sebagai berikut:

   Persiapan Ritual Syukuran Laut Persiapan ritual syukuran laut yaitu diadakan musyawarah yang didalamnya membahas ketetapan waktu, tempat sekaligus tatacara agar terlaksana perayaan tersebut. Musyawarah ini dilaksanakan dibalai desa dengan menghadirkan perangkat pemerintah di Desa jaring Halus, pawang dan perwakilan masyarakat.

   Permulaan Perayaan Awal mula dilaksanakan ritual tersebut, yaitu pawang menancapkan panji di yang terbuat dari buluh. Panji tersebut di tancapkan di dekat muara ketika fajar mulai menyingsing. Kemudian pawang memercikkan air kearah panji tersebut sekaligus membacakan mantera. Hal ini menandakan perayaan ritual sudah dimulai. Adapun mantera yang dibaca oleh pawang ialah : Assalamu’alaikum alaikum salam Hai, saidina Alam Marilah bersama aku Akulah bomoh yang asal Bomoh yang usul Bomoh yang tidak tiru Bomoh yag turun-temurun Marilah mu bersama-sama aku Aku nak buat kenduri khidmad Assalamu’laikum Aku kirim salam pada jin tanah Aku tahu asalmu Mu keluar dari air ketuban

  Bukan aku melepas bala mustaka Sang kala Sang Lipat melepas bala mustaka Jin taru melepas bala mustaka

   Menghantarkan persembahan Ketika matahari sudah terbit yaitu sekitar pukul 09.00 Wib, hantaran yang akan di berikan ke laut siap di hanyutkan oleh pawang dan di disertai beberapa anggota masyarakat.

  Hantaran tersebut sudah dipersiapkan sebelumnya, yaitu berupa: kepala dan tulang dari seekor kambing jantan, ayam, dan bahan lainnya.

  Ketika menghanyutkan persembahan ke Laut, pawang membaca mantera sebagai berikut : Assalamu’laikum alikum salam Nenek putrid hijau Yang diam di galah jambu air Tempat jin turun berkecimpung Sungai pusat Tesek Pauh Jenggi Mohon beta minta ampun minta maaf Terimalah persembahan anak cucu Nenek putrid hijau Banyak tanda ada Sedikit tanda terkenang

   Selesai pelaksanaan Ritual

  Setelah persembahan tersebut diihanyutkan ke tengah laut, pawang dan beberapa anggota masyarakat yang ikut serta menghantarkan persembahan tersebut tidak boleh melihat kebelakang. Setiba di desa seluruhnya berkumpul dan makan bersama-sama, serta berdoa yang dipimpin oleh pawang agar ritual tersebut diberkati oleh Tuhan yang maha kuasa.

   Pawang Membaca Pantang Larang

  20 ritual syukuran laut.

  Adapun pantang larangnya adalah sebagai berikut 1.

  Dilarang adanya perkelahian baik secara fisik maupun dengan ucapan yang semena- mena.

2. Tidak boleh berkegiatan selama 1 hari, yaitu mulai dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore.

  Artinya masyarakat harus istirahat dari pekerjaannya dan berdiam di dalam rumah. Tidak boleh keluar rumah kecuali beberapa alasan yang disepakati.

  3. Dilarang menagkap ikan hari jumat dan hari-hari besar islam dari pukul 06.00 sampai dengan 18.00

  4. Tidak boleh menjatuhkan benda apapun selama upacara berlangsung. Apabila hal itu terjadi maka benda yang dijatuhkan tidak boleh diambil kembali kecuali ketika masa

  21 pantang larang berakhir.

  20 wawawncara dengan Abdullah, di desa Jaring Halus

2.5 Pendekataan Sosiologi Sastra

  Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata

  

sosio (Yunani) (Socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti

  sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna,

  

soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai

  asal usul pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, member petunjuk dan intruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah berbentuk menjadi kata jadian kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik. Maka, sosiologi sastra dapat diartikan pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan segi

  22 kemasyarakatannya .

  Sastra adalah lembaga sosial yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya; dan bahasa adalah adalah salah satu ciptaan sosial. Sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sifat sosial tertentu, atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu. Oleh Karena itu, karya sastra dikenal sebagai cerminan atau pantulan hubungan sosial tiap individu maupun

  23 masyarakat.

  Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sudah sejak dulu, karya sastra dikenal dalam beberapa tindakan sosiokultural masyarakat seperti pada upacara keagamaan, perkawinan, kelahiran, pekerjaan sehari-hari atau masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaaan, dan intuisi. Dari pendapat ini, tampak

  24 bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra.

  Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang dalam menganalisisnya mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan yang terdapat di dalam karya sastra.

  Karya sastra tidak dapat dipahami dengan selengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan atau peradaban yang menghasilkannya. Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal balik dari faktor-faktor kultural dan sosial (masyarakat). Sedangkan Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah; pertama, sebagai suatu kekuatan atau faktor material istimewa, dan kedua, sebagai tradisi. Yaitu kecendrungan

  25 spiritual maupun kultural yang bersifat kolektif.

  23 24 Ratna, log. cit. hlm 3-6 25 Ratna, opcit, hlm 8-15

Sapardi Djoko Damono, Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra, Jakarta, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

  Sosiologi sastra memiliki tiga ciri dasar, yaitu : (1)

  Kecendrungan manusia untuk mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan, dengan demikian ia dapat berwatak rasional dan signifikan di dalam korelasinya dengan lingkungan;

  Kecendrungan pada koherensi dalam proses penstrukturan yang global; dan (3)

  Dengan sendirinya ia mempunyai sifat dinamik serta kecendrungan untuk merubah struktur walaupun manusia menjadi bagian struktur tersebut.

  26 Dan terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu : (1)

  Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan;

  (2) Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya; (3)

  Penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.

27 Berkaitan dengan objek kajian yaitu musyawarah untuk mufakat sebagai nilai-nilai tunjuk

  ajar Melayu, penulis pada penelitian ini menggunakan perspektif pertama dan kedua. Yakni menganalisis aspek sosial khususnya kemampuan masyarakat Desa Jaring Halus dalam 26 Goldmann (1981:11) dalam buku Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta,

  Medpress, 2008, hlm 79 22 Laurenson dan Swingewood (1971) dalam buku Endraswara, Op.cit.hlm 79 menyelesaikan permasalahan dengan bermusyawarah juga nilai dan norma yang terkandung di dalamnya, serta penyesuaikan diri dengan lingkungan dalam bentuk melaksanakan upacara syukuran laut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara dan logos yaitu ilmu

  atau pengetahuan. Metodologi artinya cara atau teknik melakukan sesuatu yang bersifat ilmiah untuk mencapai tujuan tertentu. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencatat, merumuskan, mencari, dan menganalisis suatu masalah yang dilakukan secara sistematis yang akhirnya diperoleh hasil dalam bentuk laporan. Jadi, metodelogi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu untuk memperoleh jawaban dari persoalan yang diteliti.

3.1 Desain Penelitian

  Desain penelitian atau dapat juga disebut metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari kebenaran dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang diajukan.

Dokumen yang terkait

Hubungan Tekanan Darah Dengan Faal Ginjal Pada Pasien Hipertensi Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sayuran 2.1.1. Pengertian sayuran - Analisa Perubahan Kandungan Nitrit (NO2-) dalam Rebusan Sayur Bayam Hijau dengan Metode Spektrofotometri

1 1 15

2 - ) DALAM HASIL REBUSAN SAYUR BAYAM HIJAU DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI TESIS

0 0 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian - Akurasi Duke Model Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Pada Pasien Rawat Inap

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) - Akurasi Duke Model Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Pada Pasien Rawat Inap

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Modifikasi Dan Karakterisasi Karet Alam Siklis (Resiprena 35) Dengan Anhidrida Maleat Sebagai Substituen Bahan Pengikat Cat Sintetis

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja Putri Terhadap Hygiene Pada Saat Menstruasi di SMA CAHAYA Medan Tahun 2015

0 1 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi (KB) 2.1.1 Pengertian Kontrasepsi (KB) - Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sunggal

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trauma Pada Dinding Toraks - Gambaran Penatalaksanaan Trauma Toraks Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14