Arti Penting Ternak Kelinci Bagi Masyarakat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Ternak Kelinci Bagi Masyarakat Indonesia

  Ternak kelinci adalah salah satu komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging dengan kandungan protein hewani yang tinggi. Kelinci mulai didomestikasi sejak 2000 tahun yang silam dengan tujuan sebagai hewan pemelihaaran, penghasil daging, kulit (fur), wol dan hewan percobaan untuk penelitian. Kelinci mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu dikembangkan hampir diseluruh dunia. Bahkan kelinci bisa berkembang di daerah dengan populasi penduduk yang relatif tinggi (Susilowati et al., 2010).

  Seekor induk kelinci mampu melahirkan 4-6 kali dalam setiap tahun dengan rata-rata jumlah anak yang disapih sebanyak 4-12 anak setiap kelahiran. Daging kelinci mengandung kolestrol jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi. Kadar kolestrol daging kelinci sekitar 164 mg/100 g, sedangkan kadar kolestrol daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 g daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara kandungan protein daging untuk ternak lain hanya mencapai 12-20 % (Masanto dan Agus, 2010).

  Usaha ternak kelinci merupakan komponen penting dalam usaha tani penduduk pedesaan karena pemeliharaan ternak kelinci dapat membantu pendapatan rakyat pedesaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di sekitarnya (Kusnadi, 2004).

  Analisis Usaha Ternak Kelinci

  Usaha ternak kelinci yang dikelola masyarakat pedesaan secara umum masih merupakan usaha pola budidaya yang sifatnya sebagai tabungan, yang pengolahannya bersifat usaha campuran (diservikasi) dan berperan dalam mendukung memperbaiki ekonomi rumah tangga. Kondisi demikian memperlihatkan kecendrungan peternak memelihara ternak belum mempertimbangkan manajemen pemeliharaan ternak yang baik sehingga optimalisasi sebagai sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih berbasis sumberdaya pakan yang tersedia di lokasi tanpa diikuti dengan upaya peningkatan mutunya, modal biaya rendah (Low Eksternal Input), bahkan dapat dinyatakan dengan tanpa adanya biaya produksi (zero cost) (Priyanto et al., 2004).

  Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

  Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha, baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha (Hermanto, 1996).

  Total Biaya Produksi

  Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).

  Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk mengahsilkan sejumlah output tertentu, sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatkan produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al., 1995).

  Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap misalnya: biaya penyusutan, biaya gaji, biaya asuransi, biaya sewa, biaya bunga dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak tetap (variabel) adalah jenis biaya yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya volume produksi apabila volume produksi bertambah, sehingga biaya variabel akan meningkat. Sebaliknya apabila volume produksi berkurang maka biaya variabel akan menurun. Biaya variabel adalah biaya-biaya langsung seperti bahan baku tenaga kerja langsung pakan dan lain-lain. Biaya total (total cost) adalah jumlah biaya tetap total ditambah dengan biaya variabel total pada masing-masing tingkat atau volume suatu produksi (Jumingan, 2006).

  Biaya Bibit Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga

  biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup kelinci rex berkisar Rp. 30.000 sampai Rp. 200.000/ekor 2013). Pemilihan bibit didasarkan pada jenis ternak, keturunan dan postur tubuh, Bibit harus jelas jenisnya, berasal dari peternakan yang memiliki catatan tetuanya dengan kriteria - kriteria dari bibit tersebut dan sesuai harapan konsumen. Bibit tidak mengandung penyakit, terlihat sehat dan mampu berkembang biak (Raharjo, 1994).

  Biaya Ransum

  Biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara ransum yang dikonsumsi dengan harga ransum perkilogramnya. Biaya pakan kelinci yang terdiri dari pakan hijauan yang diperoleh secara gratis dan konsentrat yang terdiri dari dedak bekatul sebanyak 50 kg/bulan dengan harga dedak 2.000/kg dan biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan sebesar Rp. 100.000/bulan (Sarwono, 2000). Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Menurut Raharjo (1994) harga pakan yang cenderung naik dan dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan

  Biaya Obat-obatan Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan

  yang diberikan pada ternak yang sakit. Pengobatan pada ternak diharapkan dapat mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya. Obat-obatan pada kasus penyakit menular pada kelinci rex juga sering menelan biaya yang tidak sedikit. Menurut Aziz (2009) obat-obatan, vaksin dan vitamin dapat digunakan sebagai alternatif manajemen risiko produksi pada usaha ternak. Menurut Bappenas (2009) biaya vitamin dan obat-obatan untuk kelinci Rp 50.000/bulan yang terdiri dari vitamin dan obat kembung.

  Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang

  Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang. Kandang bermanfaat untuk mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Menurut Bappenas (2009) biaya perlengkapan kandang sebesar Rp.

  500.000 untuk 16 ekor kelinci antara lain meliputi kandang, botol minum dan tempat pakan. Biaya sewa lahan kandang kelinci rex dengan menggunakan kandang baterai dengan 16 ekor kelinci rex selama 2 tahun sebesar Rp. 1.000.000,- atau Rp. 2.064,-/bulan/ekor. Peralatan kandang antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, tempat pakan, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang.

  Biaya Tenaga Kerja

  Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara beberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Berdasarkan UMRP SUMUT 2013 (Upah minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.600.000/bulan. Menurut Jalafarm (2009), 1 ekor kelinci = 0,001 ST. Menurut Antono (2006), menyatakan bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara kelinci 5 ST (Satuan Ternak) yaitu sebanyak 5.000 ekor kelinci. Biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor kelinci/bulan adalah sebesar Rp. 1.600.000/5.000 ekor kelinci = Rp. 320,-/ekor/bulan. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja (Rasyaf, 2009).

  Total Hasil Produksi (Pendapatan)

  Pendapatan usaha adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan kelinci dari kegiatan usaha penggemukan kelinci dan pendapatan berupa hasil ikutan (by product ), misalnya pupuk kandang (Aritonang, 1993).

  Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, kotoran, urine dan pupuk dan produk-produk lainnya yang dihasilkan merupakan komponen pendapatan (Budiono, 1990).

  Biaya Penjualan Kelinci Penjualan kelinci yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir

  dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui (Kotler, 1994). Biaya penjualan kelinci mengikuti permintaan pasar dan harga penjulan dapat berubah. Untuk kelinci anakan umur 3 bulan dengan berat 2 kg lebih seharga Rp. 75.000 - 100.000/ekor dan calon indukan umur 4 bulan dengan harga Rp. 150.00 - 300.000/bulan (Bappenas, 2009).

  Segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan perusahaan, baik yang menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer suatu perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan harga jual (Nitisemito, 1994 ).

  Biaya Penjualan Kotoran dan Urine Kelinci Penjualan kotoran kelinci rex diperoleh dari harga jual kotoran kelinci perkilogramnya. harga kotoran di pasaran berkisar antara 500 – 1000/kg.

  Penjualan urine kelinci rex diperoleh dari harga jual urine kelinci perliternya dan harga urine kelinci di pasaran berkisar antara Rp 10.000 - Rp15.000/liter.

  Harganya yang masih cukup tinggi ini menjadi potensi bisnis yang cukup besar dan bisa dijadikan usaha bisnis (Bappenas, 2009).

  Analisis Laba Rugi (Keuntungan-Kerugian)

  Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi. Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya perusahaan dikatakan laba. Sebaliknya jika jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya perusahaan dikatakan rugi (Kasmir, 2008).

  Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut.

  Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu.

  Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

  Analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

  Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost

  

ratio (BCR) yaitu imbangan antara total penghasilan (input) dengan total biaya

  (out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).

  B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987), menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila

  B/C Ratio > 1 : Efisien B/C Ratio = 1 : Impas B/C Ratio < 1 : Tidak efisien Total hasil produksi

  B/C Ratio =

  Total biaya produksi Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1.

  Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Ratio nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

  IOFC (Income Over Feed Cost)

  IOFC (Income Over Feed Cost) adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan dibandingkan dengan biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi tersebut (Prawirokusumo, 1990).

  Beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (Income Over Feed Cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan paerkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot hidup ternak (Hermanto, 1996).

  Pemasaran Kelinci Rex Permintaan produk peternakan terus meningkat dengan adanya

  peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perlunya makanan yang berkualitas dan bergizi serta adanya dukungan membaiknya pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Disisi lain peternakan belum mampu menyediakan produk daging untuk memenuhi permintaan konsumen, sehingga berakibat ketergantungan terhadap impor yang semakin besar.

  Sesuai dengan tugas/fungsi subsektor peternakan sebagai bagian integral dalam pembangunan ekonomi nasional yang berperan penting dalam penyediaan protein hewani, lapangan kerja dan pengembangan potensi wilayah untuk itu diperlukan strategi guna meningkatkan populasi ternak. Sebagai upaya untuk meningkatkan populasi dan mengoptimalkan produktivitas ternak perlu dikembangkan suatu sistem pertanian yang diarahkan untuk mentransformasikan pertanian tradisional menjadi usaha agribisnis yang berpotensi. Salah satu usaha agribisnis yang memiliki potensi untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan agribisnis ternak kelinci rex. Kelinci rex memiliki potensi biologis yang tinggi, diantaranya dapat dikawinkan kapan saja asal telah dewasa kelamin, beranak banyak, waktu bunting pendek dan pertumbuhan cepat. Selain itu juga mempunyai kemampuan memanfaatkan hijauan dan produk limbah secara efisien sehingga tidak bersaing dengan manusia (Murtidjo, 1995).

  Karateristik Ternak Kelinci Rex

  Ternak kelinci merupakan salah satu bagian yang memberikan pengaruh sebagai salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk dikembangkan. Budidaya ternak kelinci cocok dilakukan masyarakat karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al., 1982).

  Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci pengahasil bulu dan kelinci penghasil daging. Kelinci jenis rex selain dari bulunya, kelinci rex juga bisa dijadikan sebagai kelinci pedaging. Contoh kelinci penghasil kulit dan bulu adalah rex dan satin.

  Sementara itu beberapa kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, New Zeeland White, Vlameusreus, Satin, Atin, dan rex (Masanto dan Agus, 2010).

  Pakan Ternak Kelinci

  Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efisiensi priduktivitas, karena pakan adalah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha peternakan. Oleh karena itu ternak harus diberi ransum yang sesuai dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1995).

  Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tingginya produktivitas ternak. Penerapan tata laksana pemberian pakan yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan, merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci secara efisien (Muslih et al., 2011).

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Indonesia

0 0 13

Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Indonesia dan Jepang tentang Joint Crediting Mechanism 2013 untuk Kemitraan Pertumbuhan Rendah Karbon

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN - Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Indonesia dan Jepang tentang Joint Crediting Mechanism 2013 untuk Kemitraan Pertumbuhan Rendah Karbon

0 0 23

Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Indonesia dan Jepang tentang Joint Crediting Mechanism 2013 untuk Kemitraan Pertumbuhan Rendah Karbon

0 0 10

BAB II SISTEM PERDAGANGAN EFEK PASAR MODAL DI INDONESIA A. Pasar Modal di Indonesia - Akibat Hukum Pengalihan Kepemilikan Efek Terhadap Efek Yang Dititipkan Pada Bank Kustodian

0 1 33

BAB II PENGATURAN PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT OLEH INDUSTRI JASA KEUANGAN A. Ruang Lingkup Industri Jasa Keuangan Bank - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 18

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

1 2 10

Optimasi Perencanaan Produksi Dengan Goal Programming Di Pt. Agri First Indonesia

0 1 18