Tindakan kekerasan pada anak dalam kelua

Opini

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

Tindakan Kekerasan pada Anak
dalam Keluarga
Lianny Solihin *)

Pendahuluan
ada saat ini di Indonesia berbagai masalah seakan tidak pernah
berhenti, mulai dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis politik
yang berkelanjutan, kerusuhan hingga perseteruan di antara kelompok,
golongan maupun aparat negara yang saat ini sedang marak. Masalah sosial
sudah menjadi topik yang hangat dibicarakan, misalnya masalah kemiskinan,
kejahatan dan juga kesenjangan sosial, begitu pula dengan berbagai kasus
kekerasan yang kerap terjadi belakangan ini.
Menurut surat kabar harian Kompas, Kamis 23 Mei 2002, kekerasan domestik
atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi
terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia
3-6 tahun. Sebanyak 80% kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh
keluarga mereka, 10% terjadi di lingkungan pendidikan, dan sisanya orang tak

dikenal.
Setiap bulannya terdapat 30 kasus kekerasan yang diadukan oleh korbannya
kepada lembaga konseling Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Sebanyak
60% merupakan korban kekerasan ringan, berupa kekerasan verbal atau caci
maki, sedangkan 40% sisanya mengalami kekerasan fisik hingga seksual.
Kasus kekerasan terhadap pria, wanita bahkan anakpun sering menjadi
headline di berbagai media. Namun, banyak kasus yang belum terungkap,
karena kasus kekerasan ini dianggap sebagai suatu hal yang tidak penting,
terutama masalah kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Begitu banyak kasus
kekerasan yang terjadi pada anak tetapi hanya sedikit kasus yang ditindaklanjuti.
Padahal, seorang anak merupakan generasi penerus bangsa kehidupan masa
kecil anak sangat berpengaruh terhadap sikap mental dan moral anak ketika
dewasa nanti. Bagaimanakah tanggapan pemerintah akan hal ini? Apakah

P

*) Kepala TKK XI BPK PENABUR Jakarta

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004


129

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

sebuah undang-undang atau peraturan tertulis saja sudah cukup menjamin
terpenuhinya hak-hak mereka?
Kenyataannya, masih banyak anak Indonesia yang belum memperoleh
jaminan terpenuhi hak-haknya, antara lain banyak yang menjadi korban
kekerasan, penelantaran, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, dan
perlakuan tidak manusiawi. Semua tindakan kekerasan kepada anak-anak
direkam dalam bawah sadar mereka dan dibawa sampai kepada masa dewasa,
dan terus sepanjang hidupnya. Tindakan-tindakan di atas dapat dikategorikan
sebagai child abuse atau perlakuan kejam terhadap anak-anak. Child abuse
itu sendiri berkisar sejak pengabaian anak sampai kepada perkosaan dan
pembunuhan. Terry E. Lawson, psikiater anak membagi child abuse menjadi 4
(empat) macam, yaitu emotional abuse, terjadi ketika si ibu setelah mengetahui
anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Si ibu membiarkan anak
basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu
itu. Si ibu boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi.
Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional

itu berlangsung konsisten. Verbal abuse, terjadi ketika si ibu, setelah mengetahui
anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk “diam” atau “jangan
menangis”. Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan
kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”,
dan seterusnya. Physical abuse, terjadi ketika si ibu memukul anak (ketika
anak sebenarnya membutuhkan perhatian). Memukul anak dengan tangan atau
kayu, kulit atau logam akan diingat anak itu. Sexual abuse, biasanya tidak
terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. Walaupun
ada beberapa kasus ketika anak perempuan menderita kekerasan seksual dalam
usia enam bulan.
Berdasarkan data yang didapat dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for Tourism Research & Development Universitas Gadjah
Mada, mengenai berita tentang child abuse yang terjadi dari tahun 1992–2002
di 7 kota besar yaitu, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung
Pandang dan Kupang, ditemukan bahwa ada 3969 kasus, dengan rincian sexual
abuse 65.8%, physical abuse 19.6%, emotional abuse 6.3%, dan child neglect
8.3%.
Berdasarkan kategori usia korban:
1. Kasus sexual abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (33%) dan
terendah usia 0-5 tahun (7,7%).
2. Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan

terendah usia 13-15 tahun (16.2%).
3. Kasus emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%)
dan terendah usia 16-18 tahun (0.9%).

130

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

4.

1.

2.
3.
4.

Kasus child neglect: persentase teringgi usia 0-5 tahun (74.7%) dan
terendah usia 16-18 tahun (6.0%).

Berdasarkan tempat terjadinya kekerasan :
Kasus sexual abuse: rumah (48.7%), sekolah (4.6%), tempat umum
(6.1%), tempat kerja (3.0%), dan tempat lainnya-di antaranya motel,
hotel dll (37.6%).
Kasus physical abuse: rumah (25.5%), sekolah (10.0%), tempat umum
(22.0%), tempat kerja (5.8%), dan tempat lainnya (36.6%).
Kasus emotional abuse: rumah (30.1%), sekolah (13.0%), tempat umum
(16.1%), tempat kerja (2.1%), dan tempat lainnya (38.9%).
Kasus child neglect: rumah (18.8%), sekolah (1.9%), tempat umum
(33.8%), tempat kerja (1.9%), dan tempat lainnya (43.5%).

Tindakan kekerasan adalah salah satu problem sosial yang besar pada
masyarakat modern. Problem sosial adalah pola perilaku masyarakat atau
sejumlah besar anggota masyarakat yang secara meluas tidak dikehendaki
masyarakat tetapi disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan diperlukan tindakan
sosial untuk menghadapinya. Benarkah kekerasan pada anak-anak sekarang
sudah menjadi problem sosial? Tanpa kita sadari, child abuse sering terjadi di
sekitar kita, seperti anak-anak kecil yang bekerja di jalan raya, pantai, pabrik
atau tempat berbahaya lainnya juga perkelahian antar pelajar, atau mungkin
hal tersebut terjadi pada salah seorang anggota keluarga kita. Ada satu jawaban

atas semua pertanyaan di atas yaitu bahwa kekerasan pada anak-anak memang
sudah menjadi problem sosial di negri ini. Karena itulah tulisan ini mencoba
untuk lebih menyadarkan masyarakat terhadap kekerasan pada anak-anak.

Tinjauan Pustaka
Psikologi Perkembangan
Bijou dan Baer merumuskan psikologi perkembangan sebagai lapangan khusus
yang mempelajari “peningkatan-peningkatan yang terjadi oleh interaksi antara
tingkah laku dengan hal-hal yang timbul di lingkungan”. Dengan kata lain,
psikologi perkembangan berhubungan dengan variable-variabel yang secara
historis mempengaruhi tingkah laku, akibat, atau pengaruh dari interaksi yang
sudah lewat terhadap interaksi yang sekarang sedang dialami.
Bijou dan Baer mengkategorikan asal usul rangsangan-rangsangan yang
sampai pada anak dan mempengaruhi perkembangannya, yakni :

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

131

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga


a.

Fisik: meliputi keadaan-keadaan alam yang bebas seperti : pegunungan
dan pepohonan, serta benda buatan manusia seperti : meja, kursi, rumah
dan sebagainya.
b. Kimiawi: gas dan larutan yang mempengaruhi jarak tertentu seperti bau
panggang ayam, parfum, asap dan yang langsung mengena pada
permukaan tubuh seperti sabun, obat-obatan antiseptik, asam belerang.
c.
Organismik: struktur biologis dan fungsi-fungsi kefaalan pada organisme
seperti rangsangan dari alat-alat pernapasan, pencernaan, kardiovaskuler,
kelenjar buntu, persyarafan dan system otot-otot.
d. Sosial: penampilan, perbuatan dan interaksi antar orang-orang, ibu, ayah,
saudara, guru, teman dan dirinya sendiri.
Harold Stevenson, dahulu Direktur Institut Perkembangan Anak, Universitas Minnesota, merumuskan bahwa “psikologi perkembangan berhubungan
dengan studi mengenai perubahan tingkah laku sepanjang hidup”. Sedangkan,
Richard M. Lerner merumuskan psikologi perkembangan sebagai pengetahuan
yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang
hidup. Psikolog perkembangan, misalnya mempelajari bagaimana proses

berpikir pada anak-anak umur satu, dua atau lima tahun menunjukkan persamaan
atau perbedaan. Atau, bagaimana kepribadian seseorang berubah dan
berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa.

Psikologi Anak
Sejak lahir sampai saat kematian, manusia itu tumbuh mekar, mengalami banyak
proses perubahan dan perkembangan. Karena itu prinsip perkembangan itu
sifatnya progresif. Lagipula prinsip perkembangan tersebut ada di dalam diri
anak itu sendiri. Proses perkembangan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
a. Hereditas/warisan sejak lahir
Misalnya: bakat, pembawaan, konstitusi, potensi-potensi psikis dan fisik.
b. Faktor-faktor lingkungan
Ada hukum konvergensi, dimana faktor intern dan ekstern saling bertemu
dan saling mempengaruhi.
Tujuan dari perkembangan adalah menjadi manusia dewasa yang sanggup
bertanggung jawab sendiri dan mandiri. Oleh karena individualitas anak adalah
unik (bakat pembawaan, potensialitas dan sifat-sifat yang karakteristik), maka
setiap perkembangan individu itu punya pola yang khas; tidak pernah ada
yang identik sama. Masing-masing anak akan tumbuh berkembang menjadi

pribadi yang unik. Lagipula setiap anak yang tumbuh berkembang itu selalu
mengalami perubahan pada setiap tingkat perkembangannya.

132

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

Setiap anak juga merupakan subyek aktif, yang bebas menentukan tujuan
hidupnya sendiri, yaitu kebahagiaan lahir batin di dunia dan di akhirat, walaupun
kebahagiaan itu sendiri berlainan arti dan bentuknya bagi setiap pribadi.
Demikian pula cara untuk mencapai kebahagiaan itu pastilah berbeda. Sehingga
bisa dikatakan bahwa tujuan akhir dari hidup setiap orang itu pasti berbeda
juga. Dengan demikian tugas utama setiap orang tua adalah : (a) memberikan
fasilitas bagi perkembangan anak dan (b) membantu memperlancar
perkembangan anak menurut irama dan temponya sendiri-sendiri.
Sejak lahir anak-anak menampilkan cirri-ciri karakteristik yang individual,
berbeda satu dengan yang lainnya. Semua cirri individual ini cenderung untuk
terus tumbuh dan berkembang sampai pada masa pubertas, adolensi dan

dewasa. Oleh karena itu individu itu merupakan pribadi yang unik, serta tiada
duanya dan berusaha merealisasikan diri dalam satu lingkungan sosial. Maka
tidak mungkin seorang anak hidup tanpa satu lingkungan sosial tertentu, jika
anak itu mau tumbuh normal dan mengalami proses manusiawi atau proses
pembudayaan dalam suatu lingkungan kultural. Selanjutnya kondisi itu menjadi
menguntungkan dan positif sifatnya, bila kombinasi dari pengaruh sosial dan
potensi hereditas bisa saling mendukung (hukum konvergensi); bisa bekerja
sama secara akrab, dan membantu proses realisasi diri dan proses sosialisasi
anak. Sebaliknya, kondisi jadi tidak sehat bila perkembangan anak menjadi
terhambat ataupun rusak karenanya.

Psikologi Orang Tua
Pengaruh Sikap Orang Tua terhadap Anak
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar
dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Segala sesuatu yang dibuat anak
mempengaruhi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Keluarga memberikan
dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak.
Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah
laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat.
Di samping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak,

keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan
pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional telah dimiliki bayi
yang baru lahir. Peranan dan tanggung jawab yang harus dimainkan orang tua
dalam membina anak adalah besar. Namun, kenyataannya dalam melakukan
peran tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar, orang tua dapat
membangkitkan rasa ketidakpastian dan rasa bersalah pada anak.
Sejak bayi masih dalam kandungan, interaksi yang harmonis antara ayah
dan ibu menjadi faktor amat penting. Bila suami kurang memberikan dukungan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

133

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

dan kasih saying selama kehamilan, sadar atau tidak sadar sang ibu akan
merasa bersalah atau membenci anaknya yang belum lahir. Anak yang tidak
dicintai oleh orang tua biasanya cenderung menjadi orang dewasa yang
membenci dirinya sendiri dan merasa tidak layak untuk dicintai, serta dihinggapi
rasa cemas. Perhatian dan kesetiaan anak dapat terbagi karena tingkah laku
orang tuanya. Timbul rasa takut yang mendalam pada anak-anak di bawah
usia enam tahun jika perhatian dan kasih saying orang tuanya berkurang,
anak merasa cemas terhadap segala hal yang bisa membahayakan hubungan
kasih saying antara ia dan orang tuanya.
Dr. Halim G Ginott memperingatkan orang tua akan besarnya pengaruh
ancaman yang dilontarkan kepada anak. Ia mengatakan “Yang paling ditakuti
anak-anak ialah tidak dicintai atau ditinggalkan oleh orang tuanya. Jadi jangan
sekali-kali mengancam akan meninggalkan anak, secara bergurau maupun
dengan marah”.
Sikap otoriter sering dipertahankan oleh orang tua dengan dalih untuk
menanamkan disiplin pada anak. Sebagai akibat dari sikap otoriter ini, anak
menunjukkan sikap pasif (hanya menunggu saja), dan menyerahkan segalanya
kepada orang tua. Di samping itu, menurut Watson, sikap otoriter, sering
menimbulkan pula gejala-gejala kecemasan, mudah putus asa, tidak dapat
merencanakan sesuatu, juga penolakan terhadap orang lain, lemah hati atau
mudah berprasangka. Tingkah laku yang tidak dikehendaki pada diri anak dapat
merupakan gambaran dari keadaan di dalam keluarga.
Hal yang paling penting adalah bahwa kehidupan seorang anak hendaknya
tidak diatur oleh kebutuhan orang tua dan menjadikan anak sebagai obyek
untuk kepentingan orang tua. Efisiensi menurut konsep orang tua ini akan
mengeringkan potensi anak, menghambat perkembangan emosional anak,
serta menelantarkan minat anak.
Astrid Lindgern, seorang penulis wanita dari Swedia yang banyak menulis
buku tentang anak mengatakan : “Seorang anak yang diperlakukan dengan
kasih sayang oleh orang tuanya dan mencintai orang tuanya, akan menghasilkan
suatu hubungan yang penuh kasih saying dalam lingkungannya. Si anak akan
memupuk sikap ini selama hidupnya”.

Otoriter Orang Tua terhadap Anak
Beberapa orang tua membenarkan penggunaan kekuasan dengan beranggapan
bahwa hal tersebut cukup efektif dan tidak berbahaya. Tetapi hal itu bukan
berarti bahwa penggunaan kekuasaan dan otoritas itu tidak merugikan;
penggunaan kekuasan dan otoritas itu akan lebih berbahaya apabila orang tua
tidak konsisten. Apabila orang tua merasa bahwa mereka perlu menggunakan

134

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

otoritas, maka konsistensi di dalam penerapannya akan memberikan
kesempatan yang lebih banyak pada anak untuk mengenali tingkah laku mana
yang baik atau tidak baik.
Terlihat jelas bahwa orang tua yang memiliki masalah berat dalam
hubungannya dengan anak-anak mereka adalah orang-orang yang memiliki
konsep-konsep yang sangat kuat dan kaku mengenai apa yang benar dan apa
yang salah. Semakin yakin orang tua atas kebenaran nilai-nilai dan keyakinan
mereka, semakin cenderung orang tua itu memaksakannya pada anak mereka.
Orang tua semacam itu biasanya juga cenderung untuk tidak dapat menerima
tingkah laku yang nampaknya menyimpang dari nilai-nilai dan keyakinan
mereka.

Pandangan Orang Tua terhadap Anak
Ada beberapa pandangan mengenai keyakinan orang tua bahwa anak pada
dasarnya jahat. Beberapa tindakan kekerasan dilakukan oleh orang tua dengan
keyakinan bahwa anak tidak dapat dipercaya karena mereka nakal sejak lahir.
Sikap yang demikian terhadap anak telah lama berpengaruh kuat terhadap
filsafat membesarkan anak dalam kebudayaan Barat. Karena sikap itu adalah
praktek “mengusir setan dari dalam diri anak” dan keyakinan “mematahkan
kemauan anak”. Pandangan negatif orang tua yang luar biasa tentang sifat
anak-anak berakar kuat dalam sejarah kita. John Wesley, dalam khotbahnya
tahun 1742 berjudul On Obidience to Parents, mengutip sebuah surat kabar
dari ibunya yang mengatakan : “Untuk membentuk pikiran anak, hal pertama
yang harus dilakukan adalah menundukkan kemauannya. Lakukan pekerjaan
ini sebelum mereka dapat lari sendiri, sebelum mereka sama sekali bisa bicara.
Meskipun menyakitkan, taklukkan kekerasan kepala mereka, patahkan
kemauannya apabila engkau tidak ingin menggagalkan anak. Karena itu biarkan
anak, sejak usia satu tahun diajari takut kepada cambuk dan menangis pelanpelan”.
Ide yang sama muncul dalam pelajaran John Calvin tentang anak-anak.
Menurutnya, pengendalian diri, kepatuhan, pengakuan otoritas dan hormat
kepada yang lebih tua adalah semua hasil pelatihan tahun pertama, yaitu masa
kanak-kanak. Sekalipun sebagian besar orang tua sekarang tidak keterlaluan
menganggap anak “jahat”, banyak yang masih tetap cenderung yakin bahwa
anak-anak akan selalu berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya, bila
mereka dapat, mereka akan bertingkah mementingkan diri sendiri.
Peter Cook, seorang psikolog Selandia Baru, mengganggap bahwa anakanak sebagai hina, suka melawan, bahkan jahat, yang disebutnya “orientasi
ketidakpercayaan dasar”. Teori orientasi ketidakpercayaan dasar ini cenderung
menjadi ramalan pemenuhan diri sendiri. Bila kenakalan dianggap sebagai
hasil kegagalan mengawasi kecenderungan alam yang dianggap primitif, liar
Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

135

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

dan jelek, keyakinan orang tua mungkin harus diperkuat bahwa kenakalan
harus dilenyapkan dengan pelatihan yang tepat, bila mungkin dengan kasih
saying; tetapi penggunaan kekerasan atau ancaman mungkin diperlukan bila
dijumpai penolakan. Ini bisa dinyatakan sebagai “kekerasan dibenarkan bila
bisa dianggap sebagai alasan yang baik”.

Kematangan Emosional Orang Tua dan Pengaruhnya
Kematangan emosional orang tua sangatlah mempengaruhi keadaan
perkembangan anak. Keadaan dan kematangan emosional orang tua
mempengaruhi serta menentukan taraf pemuasan kebutuhan-kebutuhan
psikologis yang penting pada anak dalam kehidupannya dalam keluarga. Taraf
pemuasan kebutuhan psikologis itu akan pula mempengaruhi dan menentukan
proses pendewasaan anak tersebut.
Emosi orang tua yang telah mencapai kedewasaan yaitu yang telah
mencapai kematangan akan menyebabkan perkembangan yang sehat pada
anak-anak mereka. Sebaliknya, emosi orang tua yang belum mencapai taraf
kedewasaan yang sungguh-sungguh yaitu orang tua yang secara emosional
belum stabil akan menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam usaha anak-anak
itu untuk mendewasakan diri secara emosional atau membebaskan dirinya
secara emosional dari orang tua.
Ketidakmatangan emosional orang tua mengakibatkan perlakuan-perlakuan
orang tua yang kurang terhadap anak-anak, misalnya sangat menguasai anak
secara otokratis dan memperlakukan anak dengan keras. Kalau orang tua
bereaksi terhadap emosi negatif anak dengan emosi negatif pula, tidak akan
membuat anak merasa aman untuk mengekspresikan emosinya. Emosi orang
tua yang kuat membuat anak takut sehingga mereka menjadi tidak peka
terhadap perasaan-perasaannya karena baginya tidak aman mengekspresikan
perasaannya itu. Menciptakan kesempatan yang aman bagi anak-anak untuk
mengekspresikan dan merasakan kemarahan, kesedihan, ketakutan
menghubungkan kembali anak-anak dengan kebutuhan dasar dalam diri mereka
akan cinta orang tua.

Membina Hubungan Baik antara Orang Tua dan Anak
Ada beberapa faktor penting dalam mengusahakan terbinanya hubungan baik
antara orang tua dengan anaknya:
a. Akuilah dan hargailah anak.
Anak adalah anak; mereka memiliki pikiran, perasaan, sikap dan minat yang
berbeda dari orang dewasa. Dan setiap anak merupakan pribadi yang unik,
yang berbeda dengan anak lain. Jadi jelas tidak dapat dibenarkan, bila orang

136

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

tua membandingkan kemampuan dan sifat-sifat satu anak dengan yang lain,
karena setiap anak adalah unik.
1. Rumuskan peraturan secara jelas tepat dan mudah dimengerti anak.
Dr. Halim G. Ginott dalam bukunya Between Parents and Child, membagi
tiga daerah disiplin:
a) Daerah “hijau”, yang melingkupi tingkah laku yang diperbolehkan,
bahkan diinginkan.
b) Daerah “merah”, melingkupi tingkah laku yang sama sekali tidak
dapat diizinkan bahkan harus dicegah.
c) Daerah “kuning”, melingkupi tingkah laku yang sebenarnya tidak
ideal, tetapi karena alasan-alasan tertentu ditolerir.
2. Laksanakan peraturan-peraturan secara konsisten dan uniform (tetap
dan seragam).
Peraturan harus konsisten, artinya tetap (tidak gampang berubah). Dalam
proses pendidikan, orang tua dituntut untuk tetap menegakkan disiplin
dengan sikap yang tenang serta ramah tetapi tegas.
3. Hati-hatilah dalam memilih cara untuk menegakkan disiplin.
Orang tua dengan mudah bisa menimbulkan rasa benci, takut dan tidak
aman bila kurang hati-hati pada waktu memilih cara dalam rangka
menegakkan disiplin. Maka dalam menegakkan disiplin orang tua harus
selalu mementingkan tujuan disiplin itu dan tidak semata-mata disiplin
itu sendiri.
4. Perbaiki secepatnya bila terjadi kesalahan-kesalahan.
Bila orang tua melihat anaknya berbuat kesalahan, perbaikilah secepat
mungkin; jangan menunda atau mengumpulkan beberapa kesalahan
terlebih dulu baru menegurnya. Jika demikian anak akan melupakan
kesalahannya dan mungkin memungkirinya.
5. Bina hubungan baik dengan semua anggota keluarga.
Membina hubungan baik antara anggota keluarga sangatlah penting.
Interaksi yang pertama kali dialami seorang anak adalah interaksi dengan
orang tuanya, kemudian dengan anggota keluarga yang lain.
Hubungan baik antara orang tua dan anggota keluarga yang lain dapat
dicapai dengan cara sebagai berikut:
a) Mendengarkan apa yang diutarakan anak, baik itu berwujud cerita,
kesukaran ataupun pertanyaan-pertanyaan. Orang tua harus menyediakan
waktu untuk mendengarkan anaknya.
b) Menceritakan pengalaman-pengalaman yang dialami orang tua, sehingga
anak bisa mengetahui dan belajar bagaimana cara orang tua mengatasi
kesulitannya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

137

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

c)
d)

Tunjukkan tanda-tanda kasih antara lain dengan membelai, mencium,
menepuk bahu dan lain-lain.
Hubungan orang tua dan anak tidak boleh dibiarkan terlalu lama tegang.
Secepatnya orang tua harus melupakan kesalahan anaknya dan
menciptakan kembali hubungan yang baik.

Hasil Penelitian Esterpretasi
Ketika berusia 10 tahun, Kezia dianiaya oleh Ibu kandungnya sampai
mendapat 50 jahitan. Ia kemudian ditolong oleh tetangganya seorang oma.
Setelah sembuh, Kezia tidak mau pulang kerumahnya karena takut kepada
ibunya, tetapi Kezia merasa kasihan kepada ibunya yang sedang sakit dan ia
meminta kepada oma itu untuk mendoakannya. Kezia anak tunggal dan masih
mempunyai ayah yang tidak pernah mau peduli kepada Kezia dan ibunya,
sedangkan keadaan ekonominya cukup baik.
Tindakan ibunya itu menyebabkan prestasi belajar Kezia menurun dan dia
menarik diri dari pergaulan dengan teman–temannya yang sebelumnya begitu
dinikmatinya.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulan:
1. Psikologi perkembangan berhubungan dengan bagaimana kepribadian
seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai
dewasa (sepanjang hidup). Proses perkembangan dipengaruhi oleh
hereditas (warisan sejak lahir) dan faktor–faktor lingkungan.
2. Setiap anak mempunyai keunikannya masing–masing dan merupakan
subyek aktif yang bebas menentukan tujuan hidupnya. Untuk itu tugas
utama setiap orang tua ialah memberi fasilitas bagi perkembangan anak
dan membantu memperlancar perkembangan anak, karena keluarga
merupakan lembaga pertama sebagai dasar dalam kehidupan anak, maka
segala perbuatan orang tua sangat menentukan kehidupan anak. Dr. Halim
G. Ginott mengatakan “Kasih sayang orang tua terhadap anak sangat
dibutuhkan”.
3. Kehidupan anak hendaknya tidak diatur oleh kebutuhan orang tua dan
jangan menjadikan sebagai objek untuk kepentingan orang tua.
4. Hasil kasih sayang orang tua yang dirasakan anaknya akan membuat
anak dapat bersikap baik selama hidupnya.
5. Orang tua yang sangat dominan di rumah akan terlihat bagaimana sikap
orang tua yang tidak dapat menerima tingkah laku anaknya yang
menyimpang dari keyakinan orang tuanya.

138

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga

6.
7.

Pikiran anak dapat dibentuk dengan menundukkan kemauannya
Pelatihan tahun pertama (masa kanak-kanak) sangat menentukan
kehidupan anak dikemudian hari dan pelatihan yang tepat adalah masa
anak-anak.
8. Perkembangan anak dan kebutuhan dasar dalam diri anak sangat
dipengaruhi oleh kematangan emosional orang tua.
9. Faktor–faktor agar tercipta hubungan baik antara orang tua dengan
anaknya:
a. Akuilah dan hargailah anak apa adanya.
b. Lakukan peraturan–peraturan secara konsisten dan uniform.
c. Hati–hatilah dalam memilih cara untuk menegakkan disiplin.
d. Perbaiki secepatnya bila terjadi kesalahan–kesalahan.
e. Bina hubungan baik dengan semua anggota keluarga.
10. Masa depan anak, kesuksesan maupun kegagalan banyak dipengaruhi
oleh peranan orang tua di masa kecil anak. Komunikasi yang dibina dengan
semaksimal mungkin akan memberikan dasar terpenting dalam pendidikan
anak. Dasar pembinaan komunikasi adalah dengan menanamkan
pengertian pada diri orang tua bahwa bayi adalah manusia sepenuhnya
sejak kelahiran. Hal inilah yang sering dilupakan oleh orang tua. Orang
tua cenderung mengganggap anaknya tidak tahu apa-apa. Orang tua
merasa tidak perlu memberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan
pikirannya kepada anak-anaknya. Mereka menganggap anaknya belum
saatnya berbicara dan berdiskusi tentang suatu masalah dalam keluarga
tersebut. Padahal mungkin masalah itu berkaitan dengan anak tersebut.
Hal inilah yang sering menjadi penyebab terjadinya tindakan kekerasan
pada anak dalam keluarganya.

Daftar Pustaka
Dalyono, M.Drs. (1997). Psikologi pendidikan. Jakarta : P.T. Rineka Cipta
Ginott, Halim G., Dr. (2001). Between parents and child. Jakarta : P.T. Gramedia
Pustaka Utama
Gunarsa, Singgih D. (1995). Prof. Dr., dan Gunarsa, Yulia Singgih, Dra. Psikologi
Perkembangan anak dan Remaja. Jakarta : P.T. BPK Gunung Mulia
_____Harian Kompas, 22 Mei 2002

Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004

139

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15