Perkembangan Perekonomian dan Indonesia dala

MAKALAH

Perkembangan Perekonomian Indonesia
dalam Menghadapi Persaingan Global
serta Mewujudkan Pemerataan di Seluruh
Indonesia

Heni Nugraheni

F1217036

S1 Manajemen (Transfer)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sebelas Maret
2017/2018

BAB 1 PENDAHULUAN

Sebagian besar negara-negara berkembang adalah negara agraris, baik
itu ditinjau dari prespektif ekonomi, sosial dan budayanya. Pertanian, baik itu
pertanian subsiten maupun komersial, merupakan aktivitas ekonomi yang utama,

baik itu di tinjau dari jumlah atau presentase angkatan kerja yang diserapnya,
maupun ditinjau dari proporsi sumbungannya ke PDB. Pertumbuhan ekonomi
merupakan maslah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang menuju
keadaan yang lebih baik selama periode tertentu dan dapat dikaitkan juga
sebagai keadaan kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan
ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Dalam
analisis makro pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari
pertimbangan pendapatan nasional rill yang dicapai satu negara.
Perbincangan menarik di tengah kesadaran berkontribusi di era global
saat ini adalah terkait dibidang ekonomi dan pengolalaan lingkungan di samping
tentunya faktor hukum dan politik yang menjadi tema utama selama ini. Perhatian
terhadap isu dan pembahasan konstitusi terkait ekonomi sedikit dan begitu
terbatas, padahal tidak dipungkiri bidang ekonomi merupakan sendi utama dalam
pembangunan roda kehidupan bangsa dan bernegara.
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem perekonomian
yang mengizinkan adanya peran pemerintah untuk mengatur dan mengendalikan
kondisi perekonomian sehingga pemerintah di Indonesia mempunyai kuasa
untuk mengatur perekonomian negara secara umum. Menurut Samuelson dan
Nordhaus (2001) memaparkan tentang tiga fungsi pemerintah dalam sebuah

ekonomi pasar, yaitu : 1) meningkatkan efisiensi dengan menciptakan
persaingan, mengendalikan eksternalitas seperti polusi dan menyediakan
barang-barang publik, 2) memajukan keadilan dengan menggunakan pajak dan
program-program pengeluarannya untuk mendistribusikan kembali pendapatan
pemerintah kepada kelompok-kelompok khusus dan 3) membantu stabilitas dan
pertumbuhan makroekonomi seperti mengurangi pengangguran dan inflasi serta
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal dan regulasi moneter.

Peran pemerintah tersebut diwujudkan dengan membuat suatu peraturan
atau program untuk mengatur pola perekonomian yang diharapkan. Peran
pemerintah tersebut sebagai akibat dari keberadaan pemerintah sebagai
representasi dari perwujudan kekuasaan yang terdapat disuatu wilayah.
Pembagian kekuasaan di Indonesia menganut sistem trias politika yaitu
eksekutif, legislatif dan yudikatif yang ketiganya berperan dalam mengatur dan
mengendalikan. Pancasila merupakan ideologi yang digunakan oleh negara
Indonesia. Oleh karena itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat
dikatakan suatu negara yang menerapkan Sistem Kenegaraan Pancasila. Jadi,
seluruh aspek-aspek yang terkandung di dalamnya harus berdasarkan ideologi
Pancasila, baik politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, hankamnas dan
hankamrata, maupun ekonomi. Jadi, jika moralitas teori ekonomi Smith adalah

kebebasan (liberalism) dan moralitas teori ekonomi Marx adalah dictator
mayoritas (oleh kaum proletar), maka moralitas ekonomi Pancasila mencakup
ajaran-ajaran Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan
Sosial.

BAB 2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perekonomian Indonesia dalam mengahadapi persaingan
global?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam mewujudkan pemerataan di seluruh
Indonesia?

BAB 3 KAJIAN LITERATUR

A. Sejarah Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia
Sistem Perekonomian Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh Sistem
Ekonomi Kolonial Belanda yang selama 350 tahun berkuasa atas ekonomi
Indonesia. Pada awal kedatangannya di Indonesia, kolonial tidak datang sebagai
penjajah fisik namun penjajah ekonomi. Dengan organisasi perdagangannya
bernama VOC, mereka memonopoli pasar rempah-rempah yang pada masa itu

merupakan komoditi andalan nusantara. Mereka menggunakan kekerasan
senjata untuk menguasai rempah-rempah.
Ketika tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar, pemerintah Belanda
melaksanakan sistem tanam paksa (culture stelsel) untuk menutup defisit
anggaran kerajaan akibat perang melawan berbagai perlawanan di Nusantara.
Sistem tanam paksa yang berlangsung selama lebih dari satu abad ini
mendatangkan

banyak

keuntungan

di

pihak

kerajaan

Belanda


tetapi

mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat Nusantara. Namun, saat mulai
berkembang liberalisme di Eropa, kebijakan tanam paksa ini menuai banyak
kritik, sehingga pemerintah Belanda mengubahnya menjadi Sistem Ekonomi
Kapitalis-Liberal.
Melalui Undang-undang Agraria tahun 1870, pemerintah Belanda
mengundang sektor swasta untuk menyewa lahan perkebunan dalam jangka
waktu yang lama. Lahan perkebunan yang semula dikendalikan pemerintah
Belanda diambil alih oleh swasta, sedangkan pemerintah mendapatkan
keuntungan dari pajak perseroan dan pajak pendapatan sektor swasta.
Persoalan baru muncul ketika perkebunan swasta dan perkebunan rakyat
menanam jenis tanaman yang sama akibatnya perkebunan rakyat sulit bersaing
karena memiliki modal yang lebih kecil dibandingkan sektor swasta (Mubyarto,
2002).
Setelah

Indonesia

merdeka,


para

pemimpin

bangsa

berusaha

merumuskan kembali Sistem Ekonomi Indonesia yang dianggap ideal dengan
kondisi bangsa. Muhammad Hatta mengemukakan sebuah konsep tentang

Sistem Ekonomi Indonesia, yaitu Sistem Ekonomi Kerakyatan. Dalam Sistem
Ekonomi Kerakyatan, semua aktivitas ekonomi harus disatukan dalam organisasi
koperasi sebagai bangun usaha yang sesuai dengan asas kekeluargaan. Hanya
dalam asas kekeluargaan dapat diwujudkan prinsip demokrasi ekonomi, yaitu
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, sedangkan pengelolaannya
dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat nsendiri (Mubyarto, 2002).
Konsep Sistem Ekonomi Kerakyatan inilah yang kemudian dituangkan dalam
UUD 1945 sebagai dasar sistem perekonomian nasional.

Sistem ekonomi seperti yang dikonsepkan oleh Muhammad Hatta
tersebut, ternyata tidak langsung berhasil dijalankan oleh pemerintahan
Indonesia. Beberapa waktu setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami masamasa sulit hingga pada puncaknya terjadi perpecahan pemimpin nasional
ditandai dengan mundurnya Muhammad Hatta pada tahun 1956. Sejak saat itu
Sukarno memegang kekuasaan yang sangat besar, sehingga Sistem Ekonomi
Etatisme berjalan di Indonesia. Negara mengendalikan sistem produksi dan
distribusi. Hiperinflasi hingga 650 persen yang terjadi pada tahun 1966
menghentikan sistem tersebut. Kekacauan sosial politik yang kemudian terjadi
membuat Sukarno praktis tidak mampu melakukan kebijakan apapun untuk
memperbaiki keadaan.
Setelah rejim Orde Lama ditumbangkan oleh peristiwa berdarah 1966,
rejim Orde Baru muncul dengan membawa sistem ekonomi yang baru yang
ternyata juga tidak sepenuhnya sesuai dengan dasar sistem ekonomi yang
termuat dalam UUD 1945. Sistem Ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru
bersandar pada “trilogi pembangunan“, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas ekonomi, dan pemerataan. Meskipun pemerintah selalu mengklaim
dirinya tidak menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalis, tetapi pada praktiknya
Indonesia telah melakukan berbagai liberalisasi ekonomi yang semakin
memarjinalisasi peranan ekonomi rakyat.


B. Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN
Sejalan dengan pesatnya dinamika hubungan antar-bangsa di berbagai
kawasan, ASEAN menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia

Tenggara. Pada pertemuan informal para Kepala Negara ASEAN di Kuala
Lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati ASEAN Vision 2020 yang
kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi
Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk HPA berisi antara lain: kondisi yang
ingin diwujudkan di beberapa bidang, seperti orientasi ke luar, hidup
berdampingan secara damai dan menciptakan perdamian internasional.
Beberapa agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan
Visi 2020 adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ekonomi,
lingkungan hidup, sosial, teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan
perdamaian, serta turisme melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk
hubungan

kerjasama

yang


baik

dan

saling

menguntungkan

diantara

negaranegara anggota ASEAN.
Selanjutnya pada KTT ASEAN ke 9 di Bali pada tahun 2003 dihasilkan
Bali Concord II, yang menyepakati pembentukan ASEAN Community untuk
mempererat integrasi ASEAN. Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN
Community yang disesuaikan dengan tiga pilar didalam ASEAN Vision 2020,
yaitu pada bidang keamanan politik (ASEAN Political-Security Community),
ekonomi (ASEAN Economic Community), dan sosial budaya (ASEAN SocioCulture Community).
Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC,
maka dibuatlah AEC Blueprint yang memuat empat pilar utama yaitu (1) ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan

elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran
modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing
ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen,
hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan ecommerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang
merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan
prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan
Vietnam; dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh
dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam

hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam
jejaring produksi global.
Dengan

berlakunya

MEA

2015,

berarti


negara-negara

ASEAN

menyepakati perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya
mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint
merupakan pedoman bagi negaranegara Anggota ASEAN dalam mewujudkan
AEC 2015

C. Perangkat Sistem Ekonomi Dalam UUD 1945
Seperti yang telah disebutkan di atas, Muhammad Hatta telah
menggagas Sistem Ekonomi Indonesia yang dituangkan dalam UUD 1945 pasal
33:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. umi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Berdasarkan pasal tersebut, tercantum dasar demokrasi ekonomi, di
mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan bukan kemakmuran perorangan. Oleh sebab itu, perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bentuk
usaha yang sesuai dengan prinsip tersebut adalah koperasi. Konsep Sistem
Ekonomi yang berdasarkan pasal tersebut menempatkan negara pada pelindung
dan pembangun perekonomian yang dikuasai dan mampu dikendalikan oleh
rakyat.

D. Sistem Ekonomi Pancasila
Konsep Sistem Ekonomi Pancasila mulai dikembangkan lebih serius
sejak Seminar Nasional di Universitas Gadjah Mada tahun 1980. Pada waktu itu
Ekonomi Pancasila tidak sekadar dimaknai sebagai sebuah Sistem Ekonomi,
seperti konsep Sistem Ekonomi Pancasila-nya Emil Salim (1966), melainkan
mulai digagas sebagai sebuah ilmu ekonomi (alternatif). Ekonomi Pancasila yang
dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi (terutama dari UGM) pada waktu itu
merupakan refleksi kritis terhadap sistem dan ilmu ekonomi yang “keliru”, serta
mulai menyimpang dari jati diri dan realitas sosial-ekonomi bangsa (rakyat)
Indonesia.
Gagasan ini telah memicu polemik terbuka yang melibatkan tokoh-tokoh
ekonomi/politik dalam dan luar negeri (William Liddle, Peter Mc. Cawley, jurnal
BIES (Bulletin of Indonesian Economic Studies), dan FEER (Far Eastern
Economic Review). Namun, perhatian terhadap gagasan Sistem Ekonomi
Pancasila makin melemah karena tidak didukung oleh rezim Orde Baru, yang
ditopang teknokrat ekonomi berhaluan Neo-Liberal.
Sistem Ekonomi Pancasila digali berdasar pemikiran bahwa Sistem
Ekonomi sangat terkait dengan ideologi, sistem nilai dan sosial-budaya
(kelembagaan) masyarakat di mana sistem itu dikembangkan. Mubyarto
menyatakan dengan jelas bahwa ekonomi Pancasila merupakan Sistem Ekonomi
yang khas (berjati-diri) Indonesia, yang digali dan dikembangkan berdasar
kehidupan ekonomi riil (real-life economy) rakyat Indonesia. Ekonomi Pancasila
berpijak pada kombinasi antara gagasan-gagasan normatif dan fakta-fakta
empirik yang telah dirumuskan oleh founding fathers bangsa dalam wujud silasila dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal (ekonomi) UUD
1945 (asli), yaitu pasal 27 (ayat 2), 31, 33, dan 34. Ekonomi Pancasila adalah
Sistem Ekonomi yang mengacu pada sila-sila dalam Pancasila, yang terwujud
dalam lima landasan ekonomi, yaitu ekonomi moralistik (ber-Ketuhanan),
ekonomi kemanusiaan, nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi (ekonomi
kerakyatan), dan diarahkan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Secara khusus, terdapat lima prinsip penerapan Sistem Ekonomi
Pancasila, yaitu: Pertama, roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, sosial, dan moral. Kedua, ada kehendak kuat warga
masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, yaitu tidak membiarkan
terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.
Ketiga, semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi makin jelas
adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan
mandiri. Keempat, demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan:
koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan
masyarakat. Kelima, keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara
perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas,
bebas, dan bertanggung jawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (Hamid, 2005).

BAB 4 PEMBAHASAN

A. Sistem Ekonomi Indonesia Dewasa Ini
Dasar negara Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi yang
dikonsepkan adalah Ekonomi Kerakyatan (ekonomi yang dikuasai oleh rakyat),
tetapi kenyataannya aktivitas ekonomi yang berlangsung saat ini mencerminkan
Sistem Ekonomi Kapitalis, sehingga saat ini yang terjadi adalah dualisme
ekonomi.
Dualisme

ekonomi

mengacu

pada

pemikiran

J.H.

Boeke

yang

menggambarkan adanya dua keadaan yang amat berbeda dalam suatu
masyarakat, yang hidup berkembang secara berdampingan. Keadaan pertama
bersifat “superior”, sedangkan yang lainnya bersifat “inferior”, seperti halnya
adanya cara produksi modern berdampingan dengan cara produksi tradisional,
antara orang kaya dengan orang miskin tak berpendidikan, dan keadaan lain
yang kontras dalam satu masa dan tempat (Hudiyanto, 2002).
Mengacu pada pengertian tersebut, kiranya tidak sulit mengamati
bekerjanya dualisme ekonomi dalam Sistem Ekonomi Indonesia saat ini.

Dualisme ekonomi di Indonesia tidak hanya mewujud sebagai akibat perbedaan
taraf pengembangan teknologi, melainkan tampak sebagai perbedaan konsep
nilai (falsafah), ideologi, dan sosial-budaya, yang mempengaruhi bekerjanya
sistem ekonomi.
Di desa-desa (pedalaman) dan di sebagian masyarakat kota yang masih
menganut kolektivisme banyak dijumpai tradisi yang memunculkan sistem
ekonomi tertentu, yang tidak selalu sejalan dengan sistem ekonomi yang
dominan. Ada sistem arisan, “sambatan” (kerja bakti), “nyumbang”, dan sistem
pertukaran lokal (sebagian subsistem), yang masih berkembang meskipun
sistem-sistem produksi dan keuangan modern makin berkembang pesat. Di sisi
lain, perkembangan sektor ekonomi formal di pusat-pusat perkotaan tetap saja
tidak mampu menampung banyaknya tenaga kerja, yang akhirnya berusaha di
sektor informal. Dalam struktur ekonomi nasional pun perbedaan (konfigurasi)
antara pelaku ekonomi konglomerat dan pelaku ekonomi rakyat masih terlihat
jelas. Masing-masing menganut sistem nilai yang berbeda, yang memunculkan
perbedaan sistem ekonomi yang terbentuk.
Derajat hubungan (ketergantungan) antara kedua sistem (pelaku)
umumnya terjadi dalam pola yang tidak seimbang. Dalam hal ini, sistem (pelaku)
ekonomi superior (dominan) cenderung mensubordinasi sistem (pelaku) ekonomi
inferior karena kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan SDM yang
dikuasai pelaku ekonomi di sektor modern tersebut. Namun, tetap saja ada
resistensi dari pelaku ekonomi tradisional di pedesaan yang berupaya
mengembangkan tatanan sosial-ekonomi yang sesuai dengan sistem nilai dan
sistem sosial-budaya mereka. Teori dualisme ekonomi dalam konteks Indonesia
saat ini membantu untuk menganalisis dialektik hubungan ekonomi antarpelaku
ekonomi. Dalam perkembangannya, antara dua keadaan yang kontras tersebut
tidak lagi dapat berdampingan secara sejajar, melainkan satu sistem
tersubordinasi oleh sistem yang dominan.
Kenyataan model dualisme ekonomi ini berpengaruh dalam pengambilan
kebijakan ekonomi dan penyusunan strategi pembangunan. Dalam struktur
dualistik yang timpang, pengaruh kebijakan ekonomi dapat berbeda (tradeoff),
sehingga dibutuhkan kebijakan afirmatif (pemihakan) kepada pelaku ekonomi

yang kecil, rentan, dan miskin. Jika tidak, kebijakan yang didesain secara makrodeduktif cenderung selalu menguntungkan (makin memakmurkan) pelaku
ekonomi besar (sektor modern), yang membawa korban pada kemerosotan
kesejahteraan pelaku ekonomi rakyat yang umumnya bergerak di sektor informal,
pertanian, dan di wilayah pedesaan (Hamid, 2005).
Situasi dualisme ekonomi tersebut tidak dapat dibiarkan terjadi terus
menerus. Bangsa Indonesia harus segera mengambil langkah konkret dengan
mengembangkan sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi sosial dan kultural
bangsa untuk menyelesaikan masalah ekonomi yang saat ini mendera.

B. Posisi Indonesia
Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang
telah disepakati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU No 7
Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diperkenalkan ke masyarakat
sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor
masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur ketentuan umum tentang
perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar
menggunakan

bahasa

Indonesia

didalam

pelabelan,

dan

peningkatan

penggunaan produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan
mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah
Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa
untuk kepentingan nasional misalnya untuk melindungi keamanan nasional.
Untuk pilar ekonomi, Indonesia juga masih harus meningkatkan daya
produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industri yang
berbasis nilai tambah. Oleh karena itu Indonesia perlu kerja keras melakukan
hilirisasi produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat
diandalkan mulai dari pertanian, kelautan dan perkebunan. Tetapi semua produk
tersebut belum sampai ke hilir untuk mengurangi inpor barang jadi, sebab
Indonesia telah memiliki bahan baku yang cukup.
Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sektorsektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber

Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini
merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke
Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

C. Konteks Pembangunan Nasional
Pada hakekatnya pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya
pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat,

bangsa,

dan

Negara.

Pembangunan

dilaksanakan

untuk

mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD
1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan Nasional dilaksanakan secara
terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan untuk
memacu peningkatan kemampuan Nasional, dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju.
Pembangunan

Nasional

dilaksanakan

bersama

oleh

masyarakat

dan

pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pebangunan, dan pemerintah
berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana
yang menunjang sehingga akan saling mengisi, saling melengkapi dalam
kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan Nasional.
Pembangunan

Nasional

meliputi

pembangunan

daerah

yang

dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti pembangunan
daerah harus merata di seluruh wilayah dan diselenggarakan dari, oleh, dan
untuk rakyat. Secara umum pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk:
(a) Mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya;
(b) Memperkokoh kesatuan ekonomi Nasional, serta (c) Memelihara efisiensi
pertumbuhan Nasional. Poernomosidi H (1975) dalam Listiyah M (1996)
menyatakan bahwa salah satu diantara ke tiga tujuan tersebut merupakan
sentral,

yaitu

keseimbangan

antar

daerah

dalam

hal

pertumbuhan.

Keseimbangan antar daerah akan memenuhi keadilan sosial, mengurangi
kesenjangan pertumbuhan antar daerah, dan merupakan bagian untuk mencapai
pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia sebagai pemantapan
perwujudan Wawasan Nusantara.

BAB 5 KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan dari beberapa bab yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Dasar negara Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi yang
dikonsepkan adalah Ekonomi Kerakyatan (ekonomi yang dikuasai oleh
rakyat), tetapi kenyataannya aktivitas ekonomi yang berlangsung saat ini
mencerminkan Sistem Ekonomi Kapitalis, sehingga saat ini yang terjadi
adalah

dualisme

ekonomi.

Keadaan

pertama

bersifat

“superior”,

sedangkan yang lainnya bersifat “inferior”, seperti halnya adanya cara
produksi modern berdampingan dengan cara produksi tradisional.
2. Dengan jumlah penduduk 252 juta, masyarakat Indonesia sebenarnya
memiliki porsi keuntungan paling besar dengan 50 persen penduduk dari
600 juta penduduk ASEAN. Paling tidak ada 4 (empat) hal yang menjadi
fokus dalam persaingan global terutama MEA, pertama, negara-negara di
kawasan kesatuan pasar dan basis produksi. Kedua, MEA akan dijadikan
sebagai kawasan dengan tingkat kompetisi yang sangat tinggi. Ketiga,
MEA akan dijadikan sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi
yang

merata.

Keempat,

MEA

akan

diintegrasikan

terhadap

perkembangan ekonomi yang merata diantara seluruh kawasan ASEAN.
3. Penerapan Sistem Ekonomi Pancasila yang dilakukan pemerintah adalah
berada disila ke 5 yaitu keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil
antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi
yang luas, bebas, dan bertanggung jawab, menuju perwujudan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Agustine, O. V. (2014). Konstitusi Ekonomi menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) Tahun 2015. Jurnal Konstitusi, 11(4), 759-781.

Baeti, N. (2013). Pengaruh Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Pengeluaran
Kabupaten/Kota

Pemerintah
di

Provinsi

Terhadap
Jawa

Pembangunan

Tengah

Tahun

Manusia
2007-2011.

Economics Development Analysis Journal, 2(3).

Budianta, A. (2010). Pengembangan wilayah perbatasan sebagai upaya
pemerataan pembangunan wilayah di Indonesia. SMARTek, 8(1).

Hamid, E. S. (2014). Perekonomian Indonesia.

Husen, C., Kaluge, D., & Pratama, Y. P. (2017). Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di
Sektor Perbankan: Peningkatan Peran Perbankan Dalam Pemerataan
Sebagai Wujud Dari Keadilan Sosial di Perekonomian Indonesia.
Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, 15(2).

Ilham, N., & Swastika, D. K. (2016). Analisis daya saing susu segar dalam negeri
pasca krisis ekonomi dan dampak kebijakan pemerintah terhadap
usaha peternakan sapi perah di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi,
19(1), 19-43.

Malau, M. T. (2014). Aspek hukum peraturan dan kebijakan Pemerintah
Indonesia menghadapi liberalisasi ekonomi regional: Masyarakat

Ekonomi Asean 2015. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan
Hukum Nasional, 3(2), 163-182.
Pratama, Y. P. (2016). Suara Akar Rumput: Kebudayaan yang Mendasari
Perilaku Ekonomi. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, 14(1).

Pujoalwanto, B. (2014). Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis, dan
Empiris.

Setyanto, A. R., Samodra, B. R., & Pratama, Y. P. (2015). Kajian Strategi
Pemberdayaan UMKM Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas
Kawasan Asean (Studi Kasus Kampung Batik Laweyan). ETIKONOMI,
14(2).

Sulistiyana, R. P., Samudro, B. R., & Pratama, Y. P. (2017). Partai Politik, Kepala
Daerah Dan Performa Ekonomi Regional (Studi Kasus Provinsi di
Indonesia Tahun 2010-2014). Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan,
15(1).

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24