LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA KONSEP MEDI

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. (Asuhan Persalinan Normal, 2010).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2009).
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity,
Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1.

Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

2.

Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

3.


Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

4.

Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010)
Nilai APGAR
Tanda

0

1

2

Frekuensi

Tidak ada

100/menit

tidak Menangis kuat

C. ETIOLOGI
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi
menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan
dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu
diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah (Gomella, 2009):
1.

Faktor ibu
 Pre-eklampsi dan eklampsi
 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)


Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).

 Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
 Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomella,
2009).
2.

Faktor Tali Pusat
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat (Gomella, 2009).

3.

Faktor Bayi
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital)
 Air


ketuban

bercampur

mekonium

(warna

kehijauan)

(Gomella,2009).
D. PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat

CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat
ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar

sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak
yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari
jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole
paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali
dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan
normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang

perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada
pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan
sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat
lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama
setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli
masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini

janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan
tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang
dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya
udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni
sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan
tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat
menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru
seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga
oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan
tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas
dalam paru tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan
tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat
reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi,
gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan
ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen
tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik.
Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin
terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses
kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2,
menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan
sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan

menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin
berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut,
bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat
lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera (Manuaba, 2009).

E. MANISFISTASI KLINIS
Tanda dan gejala asfiksia menurut Ghai, 2010 yaitu:
 Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari
lOOx/menit dan tidak teratur


Mekonium dalam air ketuban ibu

 Apnoe
 Pucat
 Sianosis
 Penurunan kesadaran terhadap stimulus

 Kejang
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1.

Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya
asfiksia neonatorum.

 Gangguan/ kesulitan waktu lahir


Cara dilahirkan

 Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan
(Ghai, 2010).
2.

Pemeriksaan fisik
 Bayi tidak bernafas atau menangis
 Denyut jantung kurang dari 100x/menit
 Tonus otot menurun
 Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi
 BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).

3.

Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosis pada darah tali pusat jika: PaO2 < 50 mm H2O, PaCO2 >
55 mm H2 dan pH < 7,30 (Ghai, 2010)
b. Pemeriksaan pH darah janin dengan menggunakan amnioskopi
yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH
itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
(Wiknjosastro, 2007).
c. Analisa Gas Darah: Analisa dilakukan pada darah arteri, penting
untuk

mengetahui

adanya

asidosis

dan

alkalosis

respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi
SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).

d. Elektrolit Darah: Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh
akibatnya persediaan garam-garam elektrolit sebagai buffer juga
terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat, hipokalsemi,
hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan
uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum,
natrium, keton atau protein (Harris, 2009).
e. Gula darah: Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium
dengan test urine untuk kandungan glukosa. Menurut Harris
(2009), penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi.
f. Pemeriksaan

radiologik:

Pemeriksaan

radiologik

seperti

ultrasonografi (USG),computed tomography scan (CT-Scan) dan
magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi
dalam menegakkan diagnosis
g. USG ( Kepala )
h. Penilaian APGAR score
i. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
j. Foto polos dada (Ghai, 2010)
G. PENATALAKSANAAN
Terapi dan pengobatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2008) adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel
jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan
untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan:
 Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak
 Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar
 Bungkus bayi dengan kain kering
2. Pembersihan jalan nafas

Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas,
Breathing/ mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/
memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat).
A : Memastikan saluran nafas terbuka
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
 Menghisap mulut, hidung dan trakhea, Saluran nafas bagian atas
segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus
posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
 Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
B : Memulai pernafasan
 Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan atau
rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul
kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan
suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
 Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan
balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C : Mempertahankan sirkulasi darah: Rangsangan dan pertahankan
sirkulasi darah dengan cara kompres pada daerah dada.
D : Pemberian obat-obatan
 Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80
x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat
dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung.
Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat
melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi
jantung
 Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%,
Nacl, RL).

Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau
diduga

adanya

kehilangan

darah

akut

dengan

tanda-tanda

hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan
pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis
metabolik.
 Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak
memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP
sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph
darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan volume
disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
 Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian
narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.
Menurut Perinasia (2010), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai
tingkatan asfiksia, antara lain:
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-9)
Caranya:
 Bayi dibungkus dengan kain hangat
 Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut
 Bersihkan badan dan tali pusat
 Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke
dalam inkubator
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya:
 Bersihkan jalan napas

 Berikan oksigen 2 liter per menit
 Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu
ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag)
 Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara

perlahan-lahan,

untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat
3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
Caranya:
 Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag
 Berikan oksigen 4-5 liter per menit
 Bila tidak berhasil lakukan ETT
 Bersihkan jalan napas melalui ETT
 Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
4cc.
H. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap asfiksia

neonatorum adalah

dengan

menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat
kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat
kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak
faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat
istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak
dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia, 2009).
I.

PENCEGAHAN SAAT PERSALINAN
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah
penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
“Yang harus diperhatikan”:

1.

Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta
pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.

2.

Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan
oksigen dan darah segar.

3.

Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu lama pada kala II (Perinasia, 2009).

KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang
tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus

mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan
keperawatan kepada klien
1.

Identitas Pasien yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat,
jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR,
identitas keluarga, dll.

2.

Keluhan Utama : Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak
bias bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan
keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan
asidosis metabolic

3.

Riwayat kehamilan dan kelahiran
a.

Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan
dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.

b.

Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab
partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari
kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian
obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan
bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal,
lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir

c.

Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi
organ.

4.

Riwayat kesehatan
a.

RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,

anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan
dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
b.

RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi
hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal
atau tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi
organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak
menangis.

c.

RKK
Biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes,
hipertensiyang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.

5.

Pemeriksaan fisik
a.

Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

b.

Kepala
Kemungkinan

ditemukan

caput

succedaneum

atau

cephal

haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c.

Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan
refleksi terhadap cahaya.

d.

Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.

e.

Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.

f.

Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

g.

Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.

h.

Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung kurang/lebih dari
100 x/menit.

i.

Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering

terdapat

retensi karena GI Tract belum sempurna.
j.

Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tandatanda infeksi pada tali pusat.

k.

Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat
labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan,
kadang perdarahan.

l.

Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeces.

m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.

n.

Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan saraf pusat atau adanya patah tulang.

B. DIAGNOSA
1.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

2.

Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin

3.

Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik

4.

Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif

C. INTERVENSI
NO
1

DIAGNOSA
Pola napas tidak

TUJUAN : KH
NOC

efektif b.d

Status

hipoventilasi.

Ventilasi (0403) :

Batasan
karakteristik :
 Bernapas
menggunakan
otot napas
tambahan.
 Dispnea
 Napas pendek
 Frekwensi
napas < 25
kali / menit atau
> 60 kali /
menit

Respirasi

INTERVENSI
NIC
: Manajemen Jalan
Napas (3140) :

1. Pernapasan

1. Buka jalan napas

pasien

2. Posisikan

30-60X/menit.
2. Pengembangan
dada simetris.

bayi

untuk
memaksimalkan
ventilasi

3. Irama pernapasan
teratur

dan

mengurangi
dispnea

4. Tidak ada retraksi
dada

saat

bernapas
5. Inspirasi

dalam

tidak ditemukan

3. Auskultasi suara
napas,

catat

adanya

suara

tambahan
4. Identifikasi bayi

6. Saat

bernapas

perlunya

tidak

memakai

pemasangan alat

otot

napas

tambahan
7. Bernapas mudah
tidak ada suara
napas tambahan

jalan

napas

buatan
5. Keluarkan sekret
dengan suctin
6. Monitor respirasi
dan
oksigen

ststus
bila

memungkinkan
Monitor Respirasi
(3350) :
1. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
upaya bernapas
2. Monitor
pergerakan,
kesimetrisan
dada, retraksi
dada dan alat
bantu pernapasan
3. Monitor adanya
cuping hidung
4. Monitor pada
pernapasan:
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
respirasi
kusmaul, cheyne
stokes, apnea
5. Monitor adanya
penggunaan otot
diafragma
6. Auskultasi suara
napas, catat area
penurunan dan
ketidakadanya
ventilasi dan

2

Hipotermi

bunyi napas.
NIC

b.d NOC

terpapar lingkungan Termoregulasi

Pengobatan

dingin.

Hipotermi (3800) :

Batasan
karakteristik :
 Pucat
 Kulit dingin
 Suhu tubuh di
bawah rentang
normal
 Menggigil

Neonatus (0801) :
1. Suhu axila 36-37˚
C
2. RR

dari lingkungan
:

30-60

X/menit
3. Warna

kulit
ada

distress respirasi
5. Tidak menggigil

 Pengisian

6. Bayi

 Bradicardia

hangat (di dalam
incubator atau di

 Kuku sianosis
kapiler lambat

yang dingin ke
tempat yang

merah muda
4. Tidak

1. Pindahkan bayi

tidak

gelisah
7. Bayi tidak letargi

bawah lampu
sorot)
2. Bila basah segera
ganti pakaian
bayi dengan yang
hangat dan

 Thachycardia

kering, beri

 Hipoxia

selimut
3. Monitor suhu
bayi
4. Monitor gejala
hipotermi :
fatigue, lemah,
apatis, perubahan
warna kulit.
5. Monitor status
pernapasan
6. Monitor

3

Pola makan bayi
tidak efektif b.d

NOC

intake/output
NIC
Enteral

Tube

kegagalan

1. Berat badan

Feeding (1056) :

neurologik

sesuai dengan

Batasan

usia

karakteristik :
 Tidak mampu
dalam
menghisap,

1. Pasang NGT /
OGT

2. Tinja sesuai

2. Monitor

dengan usia

ketepatan insersi

3. Urin sesuai

NGT / OGT

dengan usia

3. Cek

menelan dan

usus

bernafas

4. Monitor terhadap

 Tidak mampu

muntah / distensi

dalam memulai

abdomen

atau menunjang

5. Timbang

penghisapan

BB

bayi

efektif

6. Observasi

 Tidak mampu

bentuk, frekuensi

dalam

BAB dan BAK

mempertahanka

4

peristaltic

7. Cek residu 4-6

n penghisapan

jam

sebelum

efektif

pemberian

Resiko infeksi

NOC

enteral
NICHJ

Faktor Resiko :

Status Imun (0702) :

Mengontrol Infeksi

 Prosedur invasif
 Ketidak adanya
pera-watan
imun buatan

1. RR

: (6540) :

30-60X/menit
2. Irama

napas

teratur

incubator
setelah dipakai

 Malnutrisi

3. Suhu 36-370 C

 Perubahan PH

4. Integritas

kulit

baik
5. Integritas nukosa
baik

1. Bersihkan box /

bayi lain
2. Pertahankan
teknik

isolasi

bagi bayi berpenyakit

6. Leukosit

dalam

batas normal

menular
3. Batasi
pengunjung
4. Instruksikan
pada
pengunjung
untuk

cuci

tangan sebelum
dan

sesudah

berkunjung
5. Gunakan sabun
antimikrobia
untuk

cuci

tangan
6. Cuci

tangan

sebelum

dan

sesudah

mela-

kukan tindakan
keperawatan
7. Pakai

sarung

tangan dan baju
sebagai
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan
alat
9. Ganti letak IV
perifer dan line
kontrol

dan

dressing sesuai
ketentuan
10.

Tingkatkan

intake nutrisi
11.

Beri

antibiotik

bila

perlu.
Mencegah

Infeksi

(6550)
1. Monitor

tanda

dan

gejala

infeksi sistemik
dan lokal
2. Batasi
pengunjung
3. Skrining
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
4. Pertahankan
teknik
pada

aseptik
bayi

beresiko
5. Bila

perlu

pertahankan
teknik isolasi
6. Beri perawatan
kulit pada area
eritema
7. Inspeksi

kulit

dan

membran

mukosa
terhadap
kemerahan,
panas,

dan

drainase
8. Dorong
masukan nutrisi
yang cukup
9. Berikan
antibiotik
sesuai program
D. IMPLEMENTASI
Implementsi yang dimaksud adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana perawatan, meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat,
melaksanakan advis dokter dan ketentuan rumah sakit.
E. EVALUASI
Perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah
kesehatan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lain.