Studio II Landasan Teori Kecamatan Sukab

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1

Analisis Fisik

2.1.1 Metode Analisis Kawasan Lindung

Gambar 2.1
Tahapan Metode Super Impose/Superimpose
(Sumber: Hasil Analisis 2014)

Metode Super Impose merupakan pendekatan yang digunakan dalam perencanaan tata
guna lahan. Metode Super Impose dibentuk melalui penggunaan secara seri, suatu peta yang
masing-masing mewakili faktor penting lingkungan atau lahan. Dalam kaitannya dengan proses
perencanaan kawasan, metode Super Impose berguna dalam menentukan land capability dan
land suitability dari tanah. Untuk mendukung penggunaan metode Super Impose dibutuhkan
peta dan data-data mengenai :
a. Peta dan data kondisi kemiringan, ketinggian, curah hujan, jenis tanah (skala sama)
b. Data kebijakan penentuan kawasan lindung dan budidaya
a. Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990

b. Peraturan Daerah Jawa Barat No. 2 Tahun 2006
Tahapan-tahapan dalam penggunaan metoda Super Impose adalah, sebagai berikut :
10

11

12

Gambar 2.3
Bagan Penentuan Kawasan Lindung
(Sumber: Perda Jawa Barat Tahun 2006)

13
2.1.2

Metode Analisis Kawasan Budidaya
Suatu

daerah


memiliki

kawasan

budidaya

yang

dapat

digunakan

untuk

dikembangkan dan didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam
penentuan kawasan budidaya dapat digunakan 2 Metode yaitu:
a. Metode analsis menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41 Tahun 2007
Analisis Peraturan Menteri PU No. 41 Tahun 2007 merupakan aturan yang digunakan
untuk menentukan kriteria peruntukan kawasan budidaya. Tujuan dari peraturan ini secara
umum adalah sebagai acuan dibidang penataan ruang bagi pemerintah kabupaten/kota

serta pemangku kepentingan (stakeholders) lain dalam kegiatan perencanaan kawasan
budidaya di wilayahnya.
Dalam Studio II Analsis, Permen PU No. 41 Tahun 2007 peranannya sangat penting
yaitu digunakan sebagai acuan dalam penentuan arahan kawasan budidaya dan arahan
pola ruang. Permen PU No. 41 Tahun 2007 memiliki kriteria peruntukan:
a. Peruntukan Hutan Produksi
b. Peruntukan Pertanian
c. Peruntukan Pertambangan
d. Peruntukan Permukiman
e. Peruntukan Industri
f.

Peruntukan Pariwisata

g. Peruntukan Perdagangan dan Jasa.
Berikut bagan proses kesesuaian lahan budidaya menurut Permen Pu No. 41 Tahun
2007 menjadi acuan pola ruang Kecamatan Sukabumi.

14


Gambar 2.4
Bagan Analisis Kesebuaian Lahan Menurut Permen PU No. 41 Tahun 2007
(Sumber: Permen PU No. 41 Tahun 2007)

15

2.1.3 Analisis Kependudukan
Penduduk bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu
tertentu. Kependudukan adalah hal-hal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama,
pertumbuhan, persebaran, kualitas kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik sosial,
ekonomi, budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut. Dalam Perencanaan Tata
Ruang, penduduk sebagai sumberdaya manusia (Human Resources), dimana sumberdaya
yang dimaksud disini adalah kelompok manusia atau masyarakat, yang terdiri atas :
a. Keadaan penduduk, jumlah penduduk , kepadatan penduduk, penyebaran
penduduk, susunan atau struktur penduduk (menurut umur, jenis kelamin, agama,
pendididikan, kesehatan, angkatan kerja, mata pencaharian, pendapatan, dan
sebagainya.
b. Proses penduduk, suatu proses merupakan beberapa perubahan tertentu yang
berurutan pada suatu jangka waktu. Proses penduduk dapat berlaku :
 Secara alamiah, disebabkab oleh kelahiran dan kematian

 Secara buatan atau secara sosial, disebabkan oleh migrasi, yaitu in-migrasi dan
out-migrasi.
c. Lingkungan sosial penduduk, merupakan sebagian dari kebudayaan penduduk.
i.

Pola kendali (pattern of control) : agama, adat-istiadat, tradisi, kebiasaan,
pemerintahan, hukum dan sebagainya. Jadi, seluruh masyarakat mulai dari tiap
orang (pribadi) diatur oleh pola kendali tersebut.

ii.

Pola kegiatan (pattern of activities)
 Kegiatan sosial: berkeluarga, kesehatan, pendidikan, berkreasi, dsb.
 Kegiatan ekonomi : cara berproduksi, mata pencaharian, cara berkonsumsi,
cara berhemat, dsb.

iii.

Pola binaan atau pola kontruksi (pattern of contruction)
Hal ini merupakan segala sesuatu yang dibangun dan dibuat oleh manusia,

sehingga hasilnya tampak dan nyata. Pola bina ini dapat berupa:
 Prasarana (jalan, bangunan, rumah, irigasi, tanah pertanian, dsb).
 Sarana (mesin, kendaraan, alat komunikasi, alat elektronika, alat rumah
tangga, dsb).

 Metoda Garis Regresi (Regresi Linier)
eknik yang berdasarkan data masa lampau dengan

penggambaran kurva

polynomial akan dapat digambarkan sebagai suatu garis regresi, dengan rumus :

16

Pt + x=a+b(x )
Keterangan:
Pt+x

= Jumlah penduduk pada tahun yang dicari t + x


X

= Pertambahan penduduk dihitung dari tahun dasar

a,b

= Tetapan (kontanta)

2.1.4 Analisis Perekonomian
Analisis LQ


-

LQ merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis
lain, yaitu Shift Share Analysis

-

Secara umum, metode LQ digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis

(aktifitas)

-

LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu
wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.

-

LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam
aktifitas tertantu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam toatal aktifitas
wilayah

-

Secara oprasional, LQ diidentifikasikan sebagai rasio presentase dari total
aktifitas pada sub wilayah ke-I terhadap persentase aktifitas total terhadap
wilayah yang diamati.

Keterangan :

Si = pendaptan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indicator lain dari industi/sektor
tertentu di suatu wilayah
S = total pendapataan, nilai tambah, kesempatan kerja/indicator tertentu di wilayah
tersebut
Ni = pendepatan, nilai tambah, kesempatan kerja/indikator lain dari industi/sektor tertentu
di wilayah perbandingan yang lebih luas
N = total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja/indicator lain di wilayah
perbandingan yang lebih luas



Analisis Shift – Share
Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah, pergeseran

struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor unggulan daerah
dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan (wilayah yang lebih luas) dalam

17
dua atau lebih kurun waktu. Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan
sektor daerah sama dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau

pertumbuhan kinerja ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen :
1) Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur kinerja perubahan
ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa daerah yang
bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan secara
umum.
2) Komponen

Pertumbuhan

Proporsional

(KPP),

yaitu

mengukur

perbedaan

pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat. Apabila

komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif, berarti sektor
tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika negatif, sektor
tersebut menurun kinerjanya.
3) Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK), yaitu mengukur
kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama pada perekonomian
acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif, maka daya saing sektor
lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada ekonomi acuan, dan apabila
negatif terjadi sebaliknya.

Di mana :
Y*

=

Indikator ekonomi acuan akhir tahun kajian

Y

=

Indikator ekonomi acuan awal tahun kajian

Y’i

=

Indikator ekonomi acuan sektor i akhir tahun kajian

Yi

=

Indikator ekonomi acuan sektor i awal tahun kajian

y’i

=

Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i akhir tahun kajian

yi

=

Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i awal tahun kajian

2.1.5

Analisis Prasarana dan Sarana



Prasarana Air Bersih
Air bersih adalah air yang telah memenuhi syarat kesehatan baik ditinjau dari syarat

kualitas maupun kuantiutas. Air bersih digunakan untuk keperluan rumah tangga (domestik)
dan non rumah tangga (non domestik). Sistem penyediaan air bersih terdiri atas dua, yaitu
secara individu

Sumur gali, pompa tangan/mesin, penampuangan air hujan, diambil

langsung atau mengguanakan selang ke rumah-rumah.
o

Untuk pengadaan air bersih dapat kita hitung rata-rata kebutuhan air bersih dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

18
Qrata – rata = Qdomestik + Qnon domestik (liter/detik)
Qdomestik = (Persentase Σpenduduk dilayani x SR pemakaian perhari yaitu 130 L/O/
H) + (Persentase Σpenduduk dilayani x KU pemakaian perhari yaitu
30 L/O/H)
Qnon

domestik

= [(Pelayanan Umum 10% x Qdomestik) + (Industri 20% x Qdomestik) +
(Perdagangan 15% x Qdomestik)]

o

Untuk kebutuhan air bersih yang harus di produksi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Qproduksi = Qrata – rata + Qkebocoran
kebocoran



= 20% s/d 30% dari Qrata – rata

Prasarana Air Limbah
Dalam pengelolaannya, air limbah dapat diolah dengan dua sistem yaitu onsite

sistem (pengelolaan air limbah yang dilakukan di rumah masing-masing atau secara
berkelompok membuang limbahnya pada suatu tempat) dan offsite sistem (limbah dari
masing-masing rumah dibuatkan saluran dan dialirkan secara bersamaan ke suatu tempat
untuk diolah). Untuk menampung air limbah pada offsite system membtuhkan sistem
jaringan perpipaan/saluran dengan dimensi yang memadai sesuai kaidah teknis. Untuk
menghitung prasarana air limbah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1 unit septic tank untuk 1 KK atau 5 orang
MCK diperuntukkan untuk 60 jiiwa atau 12 KK.
Standar pembuangan air limbah: 100 L/O/H = 0,001 L/Detik
Prediksi jumlah septic tank : persentase tingkat pelayanan x KK (Kepala Keluarga)
Prediksi jumlah MCK : persentase tingkat pelayanan x KK (Kepala Keluarga)
Produksi air limbah domestik : jumlah penduduk x standar pembuangan air limbah
Produksi air limbah non domestik = [(Pelayanan Umum 10% x produksi air limbah
domestik) + (Industri 20% x produksi air limbah domestik) + (Perdagangan 15% x
produksi air limbah domestik)]
Total produksi air limbah : produksi air limbah domestik (liter/detik) + produksi air limbah
non domestik (liter/detik)


Prasarana Persampahan
Dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan penyediaan tong sampah di

rumah masing-masing atau secara berkelompok kemudian membuangnya pada suatu
tempat atau TPSS) atau dapat diangkut oleh truk kontainer untuk dibuang ke TPA (Tempat

19
Pembuagan Akhir). Untuk menghitung prasarana persampahan dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
Prediksi volume sampah/timbulan sampah domestik : 2,5 liter Liter/orang/hari atau
0,02m3/orang/hari
Prediksi volume sampah/timbulan sampah non domestik : 25% x prediksi volume
sampah domestik
Prediksi

volume

sampah/timbulan

sampah

rata



rata

:

Prediksi

volume

sampah/timbulan sampah domestik + Prediksi volume sampah/timbulan sampah non
domestik
Ukuran TPSS yaitu 15 m3 dan faktor pemadatan yaitu 0,71
Proyeksi jumlah TPSS : (Timbulan Sampah Rata – Rata x Faktor Pemadatan) / Standar
Ukuran TPSS


Prasarana Listrik
Suatu kesatuan sistem jaringan yang terdiri dari sumber pembangkit listrik, gardu

induk/hubung, gardu pembagi, jaringan kabel tegangan tinggi, tegangan menengah dan
tegangan rendah dan untuk pelayanan kapasitas daya disesuaikan dengan jenis rumah
serta daya minimal yang harus disediakan untuk setiap rumah yaitu 900 watt/900 VA. Untuk
menghitung prasarana kelistrikan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Standar pelayanan minimal daya listrik domestik : Rumah mewah yaitu 1.300 watt,
rumah sedang dan rumah sederhana yaitu 900 watt
Kebutuhan listrik domestik : Prediksi kebutuhan rumah menurut jenis rumah x standar
pelayanan minimal daya listrik
Kebutuhan listrik non domestik : 40% kebutuhan listrik domestik
Total kebutuhan listrik : Kebutuhan listrik domestik + kebutuhan listrik non domestik
Kebutuhan gardu : Total kebutuhan listrik / standar gardu (630 KVA = 630.000 VA =
630.000 watt)


Analisis Sarana
Metode perhitungan sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan,

sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sarana RTH dan olahraga :
Tabel 2.1
Faktor Pengali Analisis Sarana
No

Standard (Jiwa /

Faktor

.
1.
2.
3.
4.

Ha)
< 100 Jiwa / Ha
100 – 250 Jiwa / Ha
250 – 500 Jiwa / Ha
> 500 Jiwa / Ha

Pengali
2
1,5
1
0.75

Sumber : SNI 03-1733-2004

20

Proyeksi Sarana=

Jumlah Penduduk Tahun Proyeksi
standar pelayanan sarana x faktor pengali

J umlah Kebutuhan Sarana=Jumlah Sarana Proyeksi−Jumlah Sarana Eksisting

Metode perhitungan sarana perumahan :
Dengan ratio perbandingan 1 : 2 : 3 (1 untuk rumah mewah : 2 rumah sedang : 3 rumah
sederhana).
Peruntukan rumah mewah yaitu 650 m2, rumah sedang yaitu 250m2, rumah sederhana
yaitu 100 m2.

Rumah Mewah=

1
x Kepala Keluarga (KK)
6

Rumah Sedang=
Rumah Sederhana=

2
Kepala Keluarga (KK)
6
3
x Kepala Keluarga (KK)
6

Kebutuhan = Keberadaan Rumah Proyeksi – Keberadaan Rumah Eksisting

Met
de

o
Luas Sarana Pemakaman : Jumlah penduduk x asumsi tingkat kematian x
standar luas pemakaman 1 jenazah menurut Permen PU No. 5 tahun 2008

perhitungan sarana pemakaman :



Prasarana Telekomunikasi

Untuk menghitung prasarana telekomunikasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1 unit BTS radius pelayanannya 5 km = 500.000 m2 = 50 Ha (mencari jari – jari). Maka :
3,14 x (50 Ha)2 = 7.850 Ha
Formulasi kebutuhan proyeksi kebutuhan BTS : Luas Kecamatan / 7.850 Ha
Tabel 2.2
Tinjauan/Pedoman Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Analisis
Sarana

a.
b.
c.
d.

Rincian Analisis
Sarana Perumahan
Sarana Peribadatan
Sarana Kesehatan
Sarana
Pemerintahan dan

a.
b.
c.

Pedoman
SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
SNI no 03-6981-2004 Tata cara perencanaan lingkungan
perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan.
Permen PU No. 5 tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan

21
Analisis

Rincian Analisis

e.
f.
g.

Pelayanan Umum
Sarana RTH dan
Olahraga
Sarana Pemakaman
Sarana Pendidikan

d.

e.

a.
b.
c.
Prasaran
a

d.
e.
f.

Prasarana Air Bersih
Prasarana Air
Limbah
Prasarana
Persampahan
Prasarana
Kelistrikan
Prasarana
Telekomunikasi
Prasarana Drainase

a.
b.
c.
d.
e.

Pedoman
dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan pada BAB II
Tentang Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan pada sub
bab 2.1. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan halaman 30
point a.
Permenpera No. 10 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian
Berimbang, pasal 1 tentang rasio perbandingan untuk hunian,
pasal 9 tentang luas kavling rumah sederhana.
Permenpera No 11 tahun 2008 tentang Pedoman Keserasian
Kawasan Perumahan dan Permukiman, pasal 1 point 16 dan
point 17 tentang luas rumah menengah dan rumah mewah.
Dinas PU Cipta Karya, Prop. Jawa Barat Tahun 1990 tentang
Air Bersih
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001,
Direktorat teknik penyehatan Direktorat Jenderal cipta karya
dan departemen PU tahun 1988 (10% untuk pelayanan umum,
industri 20% dan perdagangan 15%)
SNI 03-1733-2004 dan SNI 03-6981-2004
Keputusan Direksi PT.PLN (Persero) No. 605.K/DIR/2010
Tentang Buku 4 Standar Kontruksi Gardu Distribusi dan Gardu
Hubung Tenaga Listrik

Sumber : Pedoma Analisis Sarana dan Prasarana

2.1.6

Analisis Transportasi



Kapasitas Dan Tingkat Pelayanan Jalan
Menurut MKJI (1997) Kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan atau orang

yang dapat melintasi suatu titik pada lajur jalan pada periode waktu tertentu dalam kondisi
jalan tertentu atau merupakan arus maksimum yang bisa dilewatkan pada suatu ruas jalan.
Dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam. Kapasitas jalan terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
1.

Kapasitas dasar (Basic Capacity)
Jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintasi suatu penampang

jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.
Digunakan sebagai dasar perhitungan untuk kapasitas rencana. Arus dikatakan pada
kondisi ideal jika :
1. Uninterupted flow
2. Kendaraan yang lewat sejenis (kendaraan penumpang)
3. Lebar lajur min 3,5 m
4. Kebebasan samping 1,8 m
5. Desain AH dan AV bagus (datar, V = 120 km/jam)
6. Utk lalin 2 jalur 2 arah, memungkinkan utk menyiap dg jarak pandang 500 m
2.

Kapasitas rencana (Design Capacity)
Jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintasi suatu penampang

jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang berlaku tanpa

22
mengakibatkan kemcetan, kelambatan, dan bahaya yang masih dalam batas-batas yang
diinginkan.
3.

Kapasitas yang mungkin (Possible Capacity)
Jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintasi suatu penampang

jalan tertentu selama 1 jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang berlaku (pada
saat itu) Kapasitas yang mungkin < Kapasitas rencana.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dan ruas jalan yakni sebagai
berikut:
1. Kondisi lalu lintas
1. Kondisi jalan
2. Kondisi fasilitas jalan
Di Kecamatan Sukabumi, terdapat 3 jalan yang akan dihitung tingkat pelayanannya,
yaitu Jalan Sudajayagirang, Jalan Parungseah dan jalan Selabintana. Ketiga jalan tersebut
adalah jalan-jalan yang memiliki tingkat keramaian paling tinggi di Desa Warnasari. Dalam
analisis ini, perlu dihitung volume kendaraan (smp/jam) dan kapasitas jalan. Kapasitas (smp/
jam) adalah arus maksimum yang stabil di mana kendaraan diharapkan dapat melewati
suatu segmen atau titik tertentu pada suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu dengan
kondisi geometric, pola dan komposisi lalu lilntas tertentu, dan faktor lingkungan tertentu
pula (MKJI, 1996).
Untuk menentukan volume jalan perlu juga dihitung Kapasitas jalan, faktor
penyesuaian lebar jalur lalu-lintas, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian
hambatan samping dan faktor penyesuaian ukuran kota. Berikut ini adalah persamaan untuk
menghitung kapasitas jalan:

C (smp / jam)=C 0 X FC W X FC SP X FC SF X FC CS
Dimana: C
C0

= Kapasitas
= Kapasitas Dasar

FCW = faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas
FCSP = faktor penyesuaian pemisah arah
FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping
FCCS = faktor penyesuaian ukuran kota
 Analisis Gravitasi
Teroi gravitasi wilayah pertamakali diterapkan oleh W. Reilly (1929), seorang ahli
geografi untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih.
Berdasarkan hasil pennelitiannya, Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara

23
dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan memperhatikan faktor jumlah penduduk
dan jarak antarakedua wilayah

tersebut. Untuk mengukur

kekuatan interaksi

antarwilayah digunakan formulasi sebagai berikut.

I A B =k x

P A PB
2
( d AB )

Keterangan:
I A B : kekuatan interaksi antara wilayah A dan B
K

: angka konstanta empiris

PA

: Jumlah penduduk wilayah A

PB

: jumlah penduduk wilayah B

DAB : jarak wilayah A dan Wilayah B
 Analisis Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan ukuran kenyamanan atau kemudahan suatu tata guna lahan
berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem
jaringan transportasi (Black, 1981). Definisi mudah atau susah setiap orang pasti berbedabeda, karena penilaian ini cenderung bersifat subjektif. Sebagian orang ada yang menilai
aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak dari dua lokasi. Artinya makin pendek jarak 2 lokasi
maka makin tinggi akssibilitas, karena mudah untuk dijangkau. Tetapi bagaimana pada saat
terjadi macet, secara otomatis tempat yang kita tuju tidak mudah dijangkau lagi walaupun
pada kenyataannya jaraknya dekat bahkan mungkin dekat sekali. Sehingga orang pun akan
menganggap bahwa waktu lebih tepat untuk menentukan aksesibiltas pada suatu tata guna
lahan dari pada jarak. Di bidang transportasi, aksesibilitas adalah kemudahan mencapai
suatu tujuan, dengan tersedianya berbagai rute alternatif menuju satu tempat. Ukuran yang
biasa digunakan dalam analisis lalu lintas i adalah

Aksesibilitas ( i ) =∑ Peluang j X f (C ij )
j

Dimana:
i

= indeks zona asal

j

= indeks zona tujuan

f (Cij)

= fungsi biaya perjalanan

Model aksesibilitas tersebut bisa dibuat untuk pengguna kendaraan pribadi maupun
pengguna kendaraan umum. Secara lebih mudah akssesibilitas bisa dihitung atas dasar
panjang jalan per kilometer persegi, semakin panjang berarti semakin tinggi aksesibilitasnya.
 Matriks Asal Tujuan (MAT)

24
Matrik Asal Tujuan (MAT) sebagai salah satu bentuk informasi pola perjalanan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam banyak studi transportasi. Estimasi MAT
dari data arus lalulintas adalah merupakan salah satu metode untuk mengestimasi MAT,
namun fluktuasi arus lalulintas akan mengakibatkan MAT hasil estimasi mengalami evolusi.
Grafik Representasi Matrik yang dalam proses perhitungan dan penggambarannya
menggunakan nilai karakteristik matrik (eigen value dan eigen vector) dapat menunjukkan
letak masing-masing matrik yang berbeda dalam grafik dan memiliki sensitifitas yang tinggi
terhadap perubahan isi sel matrik. Sehingga grafik representasi matrik dapat digunakan
untuk melihat pola evolusi MAT dinamis.
MAT merupakan matrik berdimensi dua yang berisi informasi tentang jumlah pergerakan
antar zona di dalam suatu daerah tertentu. Dalam sistem transportasi, MAT biasanya
menggambarkan arus lalulintas, orang atau barang yang bergerak dari satu tempat (asal) ke
tempat lain (tujuan) pada suatu waktu tertentu. Ada dua metode untuk mendapartkan MAT,
yaitu Metode Konvensional dan Metode Tidak Konvensional.
2.1.7

Kebijakan, Kelembagaan dan Keuangan

 Kebijakan
Menurut Perda Kabupeten Sukabumi No. 22 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten
Sukabumi, Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Rencana
Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah Daerah. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah mewujudkan tata ruang wilayah yang
efisien, produktif, berkelanjutan dan berdaya saing di bidang agribisnis, pariwisata dan
industri menuju kabupaten yang maju dan sejahtera.
Dalam Pemen PU No. 20 Tahun 2011 menjelaskan bahwa Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan,
kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah
kabupaten/kota, rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan strategis
kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana Detai Tata Ruang
(RDTR) adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang
dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Adapun tujuan dari dibuanya Peratturan Menteri No. 20 Tahun 2011 ini adalah
sebagai pedoman dalam penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota yang

25
bertujuan mewujudkan RDTR dan Peraturan Zonasi sesuai dengan ketentuan dalam UU No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pelasanaannya. Prosedur
penyusunan RDTR dan peraturan zonasi meliputi:
 Proses dan jangka waktu penyusunan;
 Pelibatan masyarakat; dan
 Pembahasan rancangan RDTR danp eraturan zonasi.

 Keuangan
Menurut Undang – Undang No. 13 Tahun 2006 Keuangan Daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
 Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
 Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
 Penerimaan daerah;
 Pengeluaran daerah;
 Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
 Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Dalam UU No. 13 Tahun 2006 menyatakan bahwa dalam pengelolaan keuangan
daerah itu harus efektif, efisien, ekonomis, transpaan dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Keuangan daerah
ini yang kemudian disebut dengan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah, yang mana penyusunan APBD ini berpedoman kepada RKPD dalam
mewujudkan pelayanan keapada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Struktur
APBD ini sendiri merupakan satu kesatuan dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan
Pembiayaan Daerah.

 Kelembagaan
Pemerintahan

daerah

adalah

penyelenggaraan

urusan

pemerintahan

oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

26
1945. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :
a) Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d) Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e) Penanganan bidang kesehatan;
f)

Penyelenggaraan pendidikan;

g) Penanggulangan masalah sosial;
h) Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i)

Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

j)

Pengendalian lingkungan hidup;

k) Pelayanan pertanahan;
l)

Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m) Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n) Pelayanan administrasi penanaman modal;
o) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :
a.

Mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahannya;

b.

Memilih pimpinan daerah

c.

Mengelola aparatur daerah;

d.

Mengelola kekayaan daerah;

e.

Memungut pajak daerah dan
retribusi daerah;

f.

Mendapatkan

bagi

hasil

dari

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g.

Mendapatkan

sumber-sumber

pendapatan lain yang sah; dan
h.

Mendapatkan hak lainnya yang
diatur dalam Peraturan perundangundangan.

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban :
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

27
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f.

Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
i.

Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

j.

engembangkan sumber daya produktif di daerah;

k. Kelestarikan lingkungan hidup;
l.

Mengelola administrasi kependudukan;

m. Melestarikan nilai sosial budaya;
n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya; dan
o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan
daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang
dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
2.1.8

Pusat – Pusat Pelayanan dan Deliniasi Kawasan Perkotaan
Pusat kota adalah suatu titik/tempat/daerah pada suatu kota yang memiliki peran

sebagai pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial budaya, ekonomi dan
teknologi (Yunus 2002;107). Peran tersebut dijalankan melalui jasa pelayanan yang
diberikan oleh fasilitas-fasilitas umum maupun sosial yang ada didalamnya. Oleh karena itu,
suatu pusat kota harus memiliki kelengkapan fasilitas yang baik dan memadai. Dalam
kaitannya dengan peran dari sebuah pusat kota, maka teori Christaller tentang ambang
penduduk (Threshold Population) wilayah cakupan layanan (Market Range) mengambil
peranan penting. Fasilitas-fasilitas tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk kota,
dan juga mencakup seluruh bagian wilayah kota.
Pertumbuhan maupun perkembangan yang terjadi pada suatu kota akan sangat
mempengaruhi kinerja dari pusat kota. Semakin luas suatu kota, maka akan semakin
menambah ”beban” yang ditanggung oleh pusat kota. Hal tersebut berdampak langsung
terhadap perkembangan pemanfaatan lahan yang semakin terbatas di pusat kota, maka dari
itu perlu diketahuinya mengenai pusat pertumbuhan kota.
Pembentukan struktur kota merupakan imbas pertumbuhan besar-besaran dari
populasi kota, yang mana merupakan pengaruh dari munculnya arus transportasi, pejalan
kaki, menggambarkan bahwa ada 3 model struktur kota. Yang pertama adalah teori
konsentris oleh Burgess, Teori Sektor oleh Hoyt, dan Teori Pusat Kegiatan Banyak oleh C.D
Harris dan F.L Ullmann. (Yunus 2002;124).

28
A. Teori Konsentris
Daerah pusat kegiatan merupakan pusat kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan
politik dalam sesuatu kota sehingga pada zona ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan
sosial ekonomi budaya dan politik. Rute-rute transportasi dari segala penjuru memusat ke
zona ini sehingga zona ini merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi. Zona ini oleh
Burgess 1925 dianggap sebagai The Area of Dominance. (Yunus 2002;5).

Disini terjadi proses persaingan dimana yang kuat akan mengalahkan yang
lemah yang kemudian mendominasi ruangnya. Kegiatan atau penduduk pada zona
tertentu akan mengekspansi pengaruhnya ke zona yang lain dan makin lama akan terjadi
proses dominasi dan akhirnya akan sampai pada tahap suksesi dimana seluruh bentuk
kehidupan sebelumnya secara sempurna telah tergantikan oleh bentuk-bentuk baru.
B.

Teori Sektor
Dengan menuangkan hasil penelitiannya pada pola konsentris sebagaimana

dikemukakan Burgess, ternyata pola sewa tempat tinggal di Amerika cenderung
terbentuk sebagai Pattern Of Sector dan bukannya pola zona konsentris.
Kecenderungan pembentukan sektor ini memang bukannya terjadi secara kebetulan
tetapi terlihat adanya asosiasi keruangan yang kuat dengan beberapa variabel. Menurut
Hoyt kunci terhadap peletakan sektor ini terlihat pada lokasi High Quality Area.
Kecenderungan

penduduk

untuk

bertempat

tinggal

adalah

daerah-daerah

yang

dianggap nyaman dalam arti yang luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahankemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami yang
bersih dari polusi baik fisikal maupun non fisikal, prestise yang tinggi karena dekat
dengan tempat tinggal orang-orang terpandang dan sebagainya. (Yunus 2002;20).
Dalam teori ini terjadi proses filterisasi dari penduduk yang tinggal pada sektor-sektor yang
ada dan Filtering Process sendiri hanya berjalan dengan baik bila Private Housing Market
berperan besar dalam proses pengadaan rumah bagi warga kota atau dengan kata
lain

dapat

diungkapkan

bila

Public

Housing

Market

berperanan

besar dalam

pengadaan rumah maka proses penyaringan tidak relevan lagi. Untuk lebih jelasnya
mengenai teori sektoral dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

29

Walaupun Better Housing tersebar mengikuti sektor-sektor tertentu namun
ternyata distribusi umur bangunan cenderung menunjukkan pola penyebaran konsentris.
Hal ini wajar karena pembangunan-pembangunan baru, baik untuk perumahan atau
bukan perumahan pada umumnya berkembang kearah luar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa disatu sisi penyebaran bangunan rumah berdasarkan umur masih
terlihat konsentris, namun disisi lain penyebaran rumah berdasarkan kualitas fisik
mengikuti pola sektoral. Sejalan dengan kenyataan ini, teori Hoyt merupakan karya
yang memperbaiki dan melengkapi teori Burgess dan bukannya berupa pengubahan
radikal dari teori konsentris. Dalam model diagram yang dikemukakan jelas sekali
terlihat adanya dua unsur diatas, yaitu persebaran penggunaan lahan secara sektoral
disatu pihak dan persebaran penggunaan lahan secara ‘konsentris’ dilain pihak.
C. Teori Pusat Kegiatan Banyak (Multiple Nuclei)
Teori ini menggambarkan bahwa kota-kota besar akan mempunyai struktur yang
terbentuk atas sel-sel, dimana penggunaan lahan yang berbeda-beda akan berkembang
disekitar titik-titik pertumbuhan atau Nuclei didalam daerah perkotaan. Perumusan ide ini
pertamakali diusulkan oleh C.D Harris dan F.L Ullmann tahun 1945. (Yunus 2002;44)
Disamping menggabungkan ide-ide yang dikemukakan teori konsentris dan teori sektor,
teori pusat kegiatan banyak ini masih menambahkan unsur-unsur lain. Yang perlu
diperhatikan adalah Nuclei yang mengandung pengertian semua unsur yang menarik
fungsi-fungsi antara lain pemukiman, perdagangan, industri, dll. Oleh karenanya teori ini
mempunyai struktur keruangan yang berbeda dengan teori konsentris dan teori sektoral.

30
 Teori Pusat Pertumbuhan
1. Teori Polarisasi Ekonomi
Teori polarisasi ekonomi dikemukakan oleh Gunar Myrdal. Menurut Myrdal, setiap
daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari
pinggiran. Pusat pertumbuhan tersebut juga mempunyai daya tarik terhadap tenaga
terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi.
Demikian terus-menerus akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau akan
terjadi polarisasi pertumbuhan ekonomi (polarization of economic growth).
Teori polarisasi ekonomi Myrdal ini menggunakan konsep pusat-pinggiran (coreperiphery).
Konsep pusat-pinggiran merugikan daerah pinggiran, sehingga perlu diatasi dengan
membatasi migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran,
membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan.
Adanya pusat pertumbuhan akan berpengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Pengaruh
tersebut

dapat

berupa

pengaruh

positif

dan

negatif.

Pengaruh

positif

terhadap

perkembangan daerah sekitarnya disebut spread effect. Contohnya adalah terbukanya
kesempatan kerja, banyaknya investasi yang masuk, upah buruk semakin tinggi, serta
penduduk dapat memasarkan bahan mentah. Sedangkan pengaruh negatifnya disebut
backwash

effect,

contohnya

adalah

adanya

ketimpangan

wilayah,

meningkatnya

kriminalitas, kerusakan lingkungan, dan lain sebagainya.
2. Teori Kutub Pertumbuhan
Konsep kutub pertumbuhan (growth pole concept) dikemukakan oleh Perroux, seorang ahli
ekonomi Prancis (1950). Menurut Perroux, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam
arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat memancarnya kekuatan kekuatan sentrifugal
dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pembangunan tidak terjadi secara serentak,
melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang
berbeda. Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan
ekonomi yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di
antara sektor-sektor ekonomi.
Contoh : industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu
menarik kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada
penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan
sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung
dengan industry baja.
 Teori Pusat Pertumbuhan
Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli
ekonomi Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua
kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai

31
industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Industri
populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar (baik langsung maupun
tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.
1. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli
geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman
dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan
kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat
oleh pendapat August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman.
Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan
berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki
permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan
heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi
manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan
maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya.
Tempat-tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk
geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan
antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk
jaringan sarang lebah seperti yang kamu lihat pada gambar samping. Menurut Walter
Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan
komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer
ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada
kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).
D.

Deliniasi BWP (Bagian Wilayah Perkotaan)
Dalam merencanakan pola ruang suatu wilayah harus dilakukan terlebih dahulu

deliniasi Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) yang ada di wilayah tersebut. Hal itu untuk
memudahkan dalam melihat kecenderungan perkembangan wilayah. deliniasi ini dilkukan
dengan memblok/mengelompokkan wilayah – wilayah yang sudah menunjukkan kekotaan
seperti perkembangan infrastruktur dan kegiatan perekonomiannya. Untuk medelineasi
bagian wilayah perkotaan digunakan kriteria Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan, adapun tahap – tahap delineasi BWP
adalah sebagai berikut :
 Dimulai dengan penggunaan peta dasar yang menunjukkan kondisi fisik suatu kota
 Dimana akan dihasilkan suatu deliniasi BWP
 Digunakan peta citra satelit beresolusi tinggi (landuse)
 Dimana akan dihasilkan deliniasi Sub BWP
 Sub BWP dibagi ke dalam blok-blok

32
Deliniasi Fungsi :
 Sub BWP dibagi ke dalam zona-zona dasar
 Zona dasar tersebut dirinci lagi ke dalam sub zona
 Sub zona diklasifikasikan sesuai kawasan budidaya

2.1.9 Metode Analisis SWOT
Kegiatan yang paling penting dalam proses analisis SWOT adalah memahami seluruh
informasi dalam suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang
terjadi dan memutuskan tindakan apa yang harus segera dilakukan utuk memecahkan
masalah (Freddy Rangkuti, 2001:14). SWOT merupakan singkatan dari strengths (kekuatankekuatan), weaknesses (kelemahan-kelemahan), opportunities (peluang-peluang) dan
threats (ancaman-ancaman). Pengertian-pengertian kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam analsis SWOTadalah sebagai berikut:
1. Kekuatan (strengths). Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan
lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar suatu perusahaan.
2. Kelemahan (weaknesses). Kelemahan adalah keterbatasan/kekurangan dalam
sumber daya alam, keterampilan dankemampuan yang secara serius menghalangi
kinerja efektif suatu perusahaan.
3. Peluang

(opportunities). Peluang

adalah

situasi/kecenderungan

utama

yang

menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
4. Ancaman (threats). Ancaman adalah situasi/kecenderungan utama yang tidak
menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.

2.2 Tinjauan Kebijakan
Kebijakan pembangunan merupakan penjabaran tujuan dan sasaran misi sebagai
berikut:
Misi 1

: Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia

Dalam rangka mewujudkan pencapaian misi tersebut, ditempuh melalui 5 (lima)
kebijakan pembangunan yaitu:
1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Perilaku dan Modal Sosial Masyarakat
2. Kebijakan Peningkatan Akses Layanan dan Kualitas Pendidikan
3. Kebijakan Peningkatan Akses Layanan dan Derajat Kesehatan
4. Kebijakan

Pengendalian

Penduduk,

Penanggulangan

Kemiskinan,

dan

Pengangguran
5. Kebijakan Pembangunan Etos Kerja dan Produktivitas
Misi 2 : Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih dan Berkemampuan
Memajukan Masyarakat

33
Dalam rangka mewujudkan pencapaian misi tersebut, ditempuh melalui empat (4)
kebijakan pembangunan yaitu :
1. Kebijakan Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintahan yang Bersih, Peduli, dan
Profesional
2. Kebijakan Peningkatan Kinerja Pemerintahan dan Kualitas Pelayanan Publik
3. Kebijakan Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan
4. Kebijakan Penyiapan Infrastruktur dan Suprastruktur PemekaranMasyarakat
Misi 3 : Membangun Perekonomian yang Tangguh, Berbasis Potensi Lokal, dan
Berwawasan Lingkungan
Dalam rangka mewujudkan pencapaian misi tersebut, ditempuh melalui 4 (empat)
kebijakan pembangunan yaitu :
1. Kebijakan Peningkatan Daya Beli dan Ketahanan Pangan Masyarakat
2. Kebijakan Pengembangan Ekonomi Berbasis Potensi Lokal dan Lembaga Keuangan
Mikro
3. Kebijakan Peningkatan Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Daerah
4. Kebijakan Penciptaan Iklim Investasi yang Kondusif dan Pembangunan Industri di
Berbagai Sektor yang Memiliki Daya Saing dan Berwawasan Lingkungan
Dalam RPJMD Kabupaten Sukabumi membahas mengenai kebijakan peningkatan
kualitas perilaku dan modal sosial masyarakat yang mana dibuat untuk menciptakan
pondasi

yang

kokoh

dalam

pembangunan

di

Kabupaten

Sukabumi

dengan

mengembangkan perilaku akhlak mulia dan memperkuat modal sosial masyarakat. Modal
social hampir sama dengan bentuk modal – modal lainnya, yang dalam artian juga bersifat
produktif. Modal social merujuk pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang berpotensi
pada produktifitas masyarakat. Sasaran – sasaran utama dari kebijakan –kebijakan
pembangunan Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut:
 Sasaran utama dari Kebijakan Peningkatan Akses Layanan dan Kualitas Pendidikan
adalah:
1. Mempertahankan APM SD 100%
2. Meningkatnya APM SMP 100 %
3. Meningkatnya APK SMA 50%
4. Meningkatkan Angka Melanjukan dari SMA ke PT
5. Meningkatnya Jumlah Ruang Kelas Kondisi Baik
6. Ketersediaan guru dan fasilitas pendidikan di daerah terpencil
7. Meningkatnya AMH
8. Meningkatnya RLS
 Sasaran utama dari Kebijakan Peningkatan Akses Layanan dan Derajat Kesehatan
adalah:

34
1. Menurunnya kasus kematian bayi
2. Menurunnya kasus balita gizi buruk
3. Menurunya Kasus Kematian Ibu
4. Meningkatnya layanan kesehatan untuk masyarakat miskin
5. Meningkatnya penggunaan jamban keluarga
6. Meningkatnya jumlah sanitasi air bersih di rumah tangga
7. Meningkatnya PHBS
8. Ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan di daerah terpencil
 Sasaran utama Kebijakan Pengendalian Penduduk, Penanggulangan Kemiskinan, dan
Pengangguran adalah :
1. Mengendalikan jumlah kelahiran
2. Menurunnya jumlah orang miskin
3. Menurunnya jumlah orang yang menganggur
 Sasaran utama Kebijakan Pembangunan Etos Kerja dan Produktivitas adalah:
1. Menurunnya tingkat konsumtif masyarakat
2. Meningkatnya partisipasi kegiatan pelatihan produktivitas
3. Meningkatnya pemahaman dan iplementasi IPTEK di pesantren
4. Meningkatnya implementasi IMTAQ di lembaga pendidikan umum
 Sasaran utama Kebijakan Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintahan yang Bersih,
Peduli, dan Profesional adalah:
1. Meningkatnya pemahaman aparatur terhadap visi misi daerah
2. Menurunnya tingkat temuan Inspektorat di OPD-OPD
3. Menurunnya tingkat hukuman bagi PNS
4. Minimnya jumlah kasus korupsi
5. Meningkatnya capaian kinerja bidang/bagian/sub bidang/sub bagian di OPDOPD
 Sasaran utama Kebijakan Peningkatan Kinerja Pemerintahan dan Kualitas Pelayanan
Publik adalah:
1. Meningkatnya Indikator good governance
2. Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat
3. Meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi
 Sasaran utama Kebijakan Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan
adalah:
1. Meningkatnya efektivitas hasil pelaksanaan Musrembang
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan
3. Meningkatnya partisipasi politik masyarakat
4. Meningkatnya partisipasi kegiatan pemberdayaan masyarakat

35

 Sasaran utama Peningkatan Daya Beli dan Ketahanan Pangan Masyarakat adalah:
1. Meningkatnya kesempatan kerja di sektor pertanian, kelautan dan perikanan
2. Meningkatnya produktivitas agrobisnis
3. Meningkatnya nilai tukar petani
4. Meningkatnya PPP (Parity Purchase Power)
5. Meningkatnya LPE
 Sasaran utama Kebijakan Pengembangan Ekonomi Berbasis Potensi Lokal dan
Lembaga Keuangan Mikro adalah:
1. Meningkatnya kegiatan pemberdayaan ekonomi oleh Koperasi / Lembaga Keuangan
Mikro
2. Meningkatnya tingkat pengembalian kredit Koperasi / Lembaga Keuangan Mikro
3. Meningkatnya jumlah UKM yang sehat
 Sasaran utama dari Kebijakan Penciptaan Iklim Investasi yang Kondusif dan
Pembangunan Industri di Berbagai Sektor yang Memiliki Daya Saing dan Berwawasan
Lingkungan adalah :
1. Meningkatnya Laju Pertumbuhan Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB)
atas dasar harga berlaku
2. Meningkatnya Jumlah Investor Berskala Nasional atau Asing (PMDN/PMA)
3. Meningkatnya Rasio Daya Serap Tenaga Kerja
4. Meningkatnya Kecepatan Layanan dan Tingkat Kemudahan Perizinan
5. Meningkatnya jumlah peraturan yang mendukung investasi
6. Meningkatnya jumlah wisatawan
7. Menurunnya kasus pencemaran lingkungan hidup
8. Meningkatnya partisipasi dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup