KERAJAAN ISLAM Pada Masa Kerajaan Isla 1

PENDAHULUAN
Salah satu bukti masuknya islam di nusantara yaitu dengan adanya kerajaan-kerajaan islam yang
telah berdiri, salah satunya yaitu kerajaan pertama di sumatera, kerajaan perlak.
Islam masuk di perlak sekitar tahun 800 M, dan kurang dari setengah abad, para da’i dan
penyebebar agama islam yang lain berhasil menyebarkan agama islam di daerah tersebut, dan
akhirnya mendirikan kerajaan islam perlak pada tahun 840 M dengan menunjuk syed maulana abdul
azis shah sebagai raja pertamanya.
Seiring berjalannya waktu, kerajaan islam di nusantara semakin meluas, mulai dari jawa,
kalimantan, sulawesi dan maluku, yang kemudian dengan banyaknya kerajaan-kerajaan islam
tersebut menjadikan hubungan baik antara umat islam dan kerajaan islam di nusantara.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Kerajaan Islam pertama di Sumatera.
2. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kalimantan, maluku dan sulawesi.
3. Hubungan politik dan keagamaan antara kerajaan-kerajaan Islam.
III.
PEMBAHASAN
1. Kerajaan islam pertama di sumatera
 Kerajaan perlak
Marco Polo dalam perjalanannya dari china menuju persia di tahun 1292 telah mengunjungi
kerajaan di wilayah sumatera. Ia menganggap bahwa kerajaan yang telah memeluk agama islam

adalah kerajaan “Ferlec” yang biasa di kenal dengan sebutan perlak. [1]
Nama perlak berawal dari banyaknya tumbuhan yang bernama “kayei peureulak” (kayu
perlak), dimana kayu tersebut sangat baik untuk bahan pembuatan kapal/perahu, sehingga banyak
dicari dan di beli oleh perusahaan-perusahaan pembuat kapal/perahu. Karena banyak orang-orang
dari luar yang membeli “kayei peureulak” maka daerah tersebut telah menjadi sebutan dimana-mana,
baik di sumatera maupun di luar sumatera, yang pada akhirnya mereka menyebut daerah tersebut
sebagai negeri perlak.
Para pengembara dan pedagang yang datang dari cina, arab, persia, hindi, italia, portugis,
dan lain-lainnya melalui selat malaka dan singgah di daerah perlak, kemudian mereka menyebut
pelabuhan yang mereka singgahi dengan sebutan bandar perlak. Negeri perlak adalah salah satu
negeri tertua di sumatera yang terletak di antara samudra (pasei) dan aru. [2]
Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri sebuah
sistem pemerintahan bernama Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan dari
Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan
pengikutnya. Pada tahun 173 H (800 M) tibalah sebuah kapal saudagar Islam yang membawa
rombongan berjumlah sekitar 100 orang dari Timur Tengah, Teluk Kambey (Gujaraat). Mereka
dipimpin oleh Nakhoda Khalifah yang beraliran Syiah. Awalnya, rombongan ini berniat untuk
berdagang sekaligus berdakwah untuk menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu kurang dari
setengah abad, para dai berhasil melakukan misinya tersebut. Raja dan rakyat Perlak meninggalkan
agama lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong

memeluk Islam. Melihat peluang tersebut, dengan ditambah melimpahnya bahan perniagaan, mereka
pun berinisiatif untuk mendirikan sebuah kerajaan. Perlak menjadi pelabuhan yang maju dan aman di
abad ke VIII M. Menjadi tempat persinggahan kapal-kapal perniagaan arab/parsi muslimin, dan
dengan demikian maka berkembanglah masyarakat islam di daerah ini, terutama dari sebab
perkawinan antara saudagar-saudagar muslimin itu dengan permpuan-perempuan anak negeri, yang
mengakibatkan lahirnya keturunan muslimin dari percampuran darah arab/parsi dengan putri-putri
perlak, hal ini membawa kepada berdirinya kerajaan perlak pertama, yaitu pada hari selasa bulan
muharram tahun 225 H / 840 M. Dan sultannya yang pertama ialah syed maulana abdul azis shah,
dengan gelar sultan alaiddin syed maulana abdul azis shah. [3] Sultan kemudian mengubah ibukota
kerajaan, yang semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai penghargaan atas
Nakhoda Khalifah.
Banyak pendapat menyatakan bahwa Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra
Pasai. Informasi ini pun terlanjur meluas ke seantero Nusantara, dan bahkan diajarkan di berbagai
tingkat pendidikan sebagai bukti sejarah yang diajarkan secara turun temurun. Namun, fakta baru
menyebutkan bahwa Perlak lebih dulu didirikan ketimbang Samudera Pasai. Kerajaan Perlak muncul
mulai tahun 1 Muharam 225 H atau 840 M sampai tahun 1292 M. Hal ini dibuktikan dengan

ditemukannya bukti peninggalan sejarah berupa mata uang Perlak, stempel kerajaan dan makam
Raja Benoa. Bandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai yang didirikan pada tahun 1205 M, dan
berakhir pada tahun 1521 M. Kedua kerajaan Islam yang sama-sama mengambil lokasi di Aceh ini

berbeda jauh dari segi masa muncul dan berlangsungnya.
Sejarawan Nusantara, Slamet Muljana dalam bukunya Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa
dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, mengatakan, “Islam yang sampai di Asia
Tenggara paling dahulu ialah Perlak.” Begitu pun dengan A. Hasjmy dalamSyi’ah dan Ahlussunnah,
yang menulis, “Kerajaan Islam yang pertama berdiri di Indonesia yaitu Perlak. [4]
2. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kalimantan, maluku dan
sulawesi.
A. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan islam di jawa.
a. Demak
perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan waktunya dengan melemahnya posisi Raja
Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Walisongo
bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama
di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin
Panatagama. Raden Patah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam persoalanpersoalan agama, dibantu oleh para ulama, Walisongo. Sebelumnya, Demak yang masih bernama
Bintoro merupakan daerah vasal Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Patah.
Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan oleh para
wali.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke16. Dikatakan, ia adalah seorang anak Raja Majapahit dari seorang ibu Muslim keturunan Campa.
Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan tahun, raden

patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Raden patah mendalami
agama Islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim
(Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah dipercaya
menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara. Ia diiringi oleh Sultan Palembang, Arya Dilah
200 tentaranya. Raden patah memusatkan kegiatannya di Bintara, karena daerah tersebut
direncanakan oleh Walisongo sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Kemudian, setelah itu beliau digantikan oleh anaknya, Pangeran Sabrang Lor atau juga
terkenal dengan nama Pati Unus. Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika
menggantikan ayahnya sekitar tahun 1507. Menurutnya, tidak lama setelah naik tahta, ia
merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika
Malaka ditakhlukkan oleh Portugis pada tahun 1511. Akan tetapi, sekitar pergantian tahun 1512-1513,
tentaranya mengalami kekalahan besar.[5]
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai Sultan oleh Sunan Gunung Jati
dengan gelar Sultan Ahmad Abdul ‘Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1526. Pada masa Sultan
Demak yang ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan
Selatan. Penakhlukan Sunda Kelapa berakhir tahun 1527 yang dilakukan oleh pasukan gabungan
Demak Cirebon di bawah pimpinan Fadhilah Khan. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan
Kerajaan Demak pada tahun itu juga. Selanjutnya, pada tahun 1529, Demak berhasil menundukkan
Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), dan antara tahun 1541-1542 Lamongan,
Blitar, Wirasaba, dan Kediri (1544). Palembang dan Banjarmasin mengakui kekuasaan Demak.

Sementara daerah Jawa Tengah bagian Selatan sekitar Gunung Merapi, Pengging, dan Pajang
berhasil dikuasai berkat pemuka Islam, Syeikh Siti Jenar dan Sunan Tembayat.
Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke Blambangan, Sultan Trenggono terbunuh. Ia
digantikan adiknya, Prawoto. Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena terjadi
pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sunan Prawoto sendiri kemudian
dibunuh oleh Arya Penangsang dari Jipang pada tahun 1549. Dengan demikian, kerajaan Demak
berakhir dan dilanjutkan oleh kerajaan Pajang di bawah Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Arya
Penangsang.[6]

Di antara ketiga raja Demak, Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan Kusultanan
Demak ke masa jayanya. Pada masa Trenggana, daerah kekuasaan Demak meliputi seluruh Jawa
serta sebagian besar pulau-pulau lainnya.
Cepatnya kota Demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat
kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari
Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan dakwah Islam ke
seluruh Jawa.
b.
Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak.
Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng

Gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi
penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman
penguasa Pajang itu, menurut Babad dibangun dengan mencontoh kraton Demak.
Pada tahun 1546, Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu, muncul kekacauan di ibu kota.
Konon, Jaka Tingkir yang telah menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih
kekuasaan karena anak sulung Sultan Trenggono yang menjadi pewaris tahta kesultanan, susuhunan
Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Arya Penangsang yang waktu itu menjadi penguasa dari
Jipang (Bojonegoro sekarang). Arya Penangsang tidak lama kemdian dikalahkan dan dibunuh dalam
perang tanding oleh Jaka Tingkir dari Pajang.[7] Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di
pulau Jawa, ia bergelar Sultan Adiwijaya. Jaka Tingkir bergelar Sultan Adiwijaya (1568 – 1582). Gelar
itu disahkan oleh sunan Giri, dan segera mendapat pengakuan dari para adipati di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Sebagai langkah pertama peneguhan kekuasaan, Adiwijaya memerintahkan agar semua
benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Setelah itu, ia menjadi salah satu raja yang paling
berpengaruh di Jawa.
Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir
ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan
peradaban Islam di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke arah Timur sampai
daerah Madiun, di alirkan anak sungai Bengawan Solo yang terbesar. Setelah itu, secara berturutturut ia dapat menundukkan Blora (1554) dan Kediri(1577). Pada tahun 1581, ia berhasil
mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur. Pada

umumnya hubungan antara keraton Pajang dan raja-raja Jawa Timur memang bersahabat.
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah
maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam yang
kuat di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.
Sultan Pajang meninggal dunia tahun 1587 dan dimakamkan di Butuh, suatu daerah di
sebelah barat taman kerajaan Pajang. Dia digantikan oleh menantunya, Aria Pangiri, anak susuhunan
Prawoto. Waktu itu, Aria Pangiri menjadi penguasa di Demak. Setelah menetap di keraton Pajang,
Aria Pangiri dikelilingi oleh pejabat-pejabat yang dibawanya dari Demak. Sementara itu, anak Sultan
Adiwijaya, Pangeran Benawa dijadikan penguasa di Jipang.
Pangeran muda ini, karena tidak puas dengan nasibnya di tengah-tengah lingkungan yang
masih asing baginya, meminta bantuan kepada Senopati penguasa Mataram untuk mengusir raja
Pajang yang baru itu. Pada tahun 1588, usahanya itu berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran
Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Akan tetapi, Senopati
menyatakan keinginannya untuk tetap tinggal di Mataram dan ia hanya minta ‘’pusaka kerajaan’’
Pajang. Mataram ketika itu memang sedang dalam proses menjadi sebuah kerajaan besar. Pangeran
Benawa kemudian dikukuhkan sebagai raja Pajang, akan tetapi berada di bawah perlindungan
kerajaan Mataram. Sejak itu, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasaan Mataram.
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. Kerajaan Pajang waktu itu memberontak
terhadap Mataram yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan
diri ke Giri dan Surabaya.[8]

Berakhirnya Kesutanan Pajang, menurut cerita turur Mataram yang bersifat sejarah, Sultan
Pajang meninggal di taman kerajaanya, karena sakit, kecelakaan, atau karena tindakan seorang juru
taman (tukang kebun) tidak dikenal yang ingin berjasa kepada Senapati Mataram. Meninggalnya Raja
tua itu harus kita tempatkan pada 1587. Ia dimakamkan di Butuh, tidak jauh di sebelah barat taman

Kerajaan Pajang, yang masih lama kemudian tetap dikenal sebagai Makam Aji. Butuh adalah
kekuasaan salah seorang dari empat penguasa yang menurut cerita tutur berkumpul di Pengging
tepat pada malam kelahiran bayi yang kelak akan menjadi sunan Pajang, yaitu Jaka Tingkir. Yang
menjadi ahli waris Sultan Pajang ialah tiga putra menantu, yakni raja Tuban, raja Demak, dan raja di
Aros Baya, disamping putranya sendiri, Pangeran Benawa, yang konon masih sangat muda waktu
ayhnya meninggal. Menurut Babad, Sunan Kudus menggunakan wibawa kerohaniannya agar yang
diakui oleh keraton Pajang sebagai raja baru itu bukan anak sultan, melainkan Raja Demak, Raja
Demak itu adalah Aria Pangiri anak (atau mungkin lebih tepat kemenakan) Susuhunan Prawata yang
terbunuh, dan cucu Sultan Trenggana yang putrinya kawin dengan Sultan Pajang yang baru
meninggal itu. Jadi Aria Pangiri (Kediri) dari Demak ini, selain menantu, juga kemenakan (dari pihak
ibu) Sultan Adiwijaya. Pada 1587 ia sudah agak tua. Mungkin yang menjadi maksud ulam dari Kudus
itu ialah mengembalikan kekuasaan di kesultanan Jawa Tengah kepada seorang keturunan langsung
Sultan Trenggana dari Demak, yang sudah meninggal kira-kira 40 tahun sebelumnya. [9]
Menurut cerita tutur Mataram, raja kedua di Pajang itu benar tinggal di Istana kerajaan, tetapi
dikelilingi oleh para pejabat istana yang dibawa serta dari Demak. Anugerah dan tanah yang dibagibagikan kepada “orang-orang asing” dari pesisir membangkitkan rasa tidak puas dan iri hati para

bangsawan dan tuan tanah asal pedalaman Pajang sendiri. Pangeran Benawa, putra almarhum
sultan pertama, ahli waris pertama, dijadikan raja Jipang atas anjuran sunan Kudus. Di sana Aria
Panangsang kira-kira 40 tahun sebelumnya dikalahkan oleh ayah Benawa (Waktu itu masih belum
menjadi sultan Pajang). Pangeran muda ini, karena merasa tidak puas dengan nasibnya di
lingkungan yang asing baginya, merencanakan persekutuan jahat dengan Senapati Mataram dan
orang di Pajang yang tidak puas, mengusir raja baru yang asing itu. Usaha ini berhasil, sesudah
terjadi pertempuran singkat pada 1588, Nyawa Raja Demak masih dapat ditolong berkat permintan
belas kasihan istrinya, seorang putri Pajang. Ia diikat dengan cinde (sabuk)nsutera dan dikembalikan
ke Demak. Kekalahnay dalam pertempuran melawan Senapati Mataram dan Pangeran Benawa
menurut babad disebabkan oleh berbaliknya orang Pajang yang tidak puas ke pihak Mataram.
Disamping itu prajurit sewaan yang ikut serta dari Demak ternyata tidak dapat dipercaya. Laskar
sewaan itu terdiri dari budak belian, orang Bali, Bugis, Makassar, dan golongan “Peranakan” yitu
orang Cina yang berdarah campuran. Dari pemberitaan tentang adanya prajurit sewaan dalam
tentara Raja Demak dapat disimpulkan bahwa pada perempat terakhir abad XVI di daerah pesisir
kehidupan ekonomi yang menggunakan uang sebgai bahan tukar sudah lazim, berbeda dengan
hubungan sosial di daerah pedalaman Pajang dan Mataram. [10]
c. Mataram
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan
kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas
pemberontakan Arya Penangsang tersebut. Sebagai hadiahnya, sultan kemudian menghadiahkan

daerah Mataram kepada Ki Pamanahan.
Pada tahun 1577 M, Ki Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia digantikan
oleh putranya, Senopati tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopatilah yang dipandang
sebagai Sultan Mataram pertama, setelah Pangeran Benawa, anak Sultan Adiwijaya, menawarkan
kekuasaan atas pajang kepada Senopati. Meskupun Senopati menolak dan hanya meminta pusaka
kerajaan, namun dalam tradisi Jawa, penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan
penyerahan kekuasaan.
Senopati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja bawahan Pajang, tetapi ia tidak
mendapat pengakuan dari para penguasa Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian
Pajang. Melalui perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia berhasil menguasai
sebagian.
Senopati meninggal dunia tahun 1601 M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak
diganti oleh putranya Sultan Agung yang melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh
Jawa Timur praktis sudah berada di bawah kekuasaannya. Dimasa pemerintahan Sultan Agung inilah
kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1630 M,
Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai putra mahkota. Sultan Agung wafat pada tahun
1646 M, kurang setahun beliau wafat di pendapa. Karena Dewi Lautan Selatan dua tahunsebelumnya
meramalkan saat kematiannya, Raja menolak minum obat (serat Kandha, hlm. 923 dan 926) [11].
Dan dimakamkan di Imogiri. Ia digantikan oleh putra mahkota.


Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu,
ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan “sunan” (dari “Susuhunan” atau “Yang Dipertuan”).
Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada
masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat
bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan
Tegalarum.
Setelah itu, ia digantikan oleh Amangkurat II. Amangkurat II memerintah Mataram dari tahun
1677-1703 M. di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Matarm semakin sempit.
Sebagian daerah-daerah kekuasaan diambil alih Belanda. Amangkurat II yang tidak tertarik untuk
tinggal di ibukota Kerajaan, selanjutnya mendirikan Ibu Kota baru di desa Wonokerto yang diberi
nama Karta Surya. Di Ibu Kota inilah Amangkurat II menjalankan pemerintahannya terhadap sisa-sisa
kerajaan Mataram, hingga akhirnya meninggal tahun 1703 M.Pengganti Amangkurat II berturut-turut
adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726),
Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga
VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini
menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi “king in exile” hingga
tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian
wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13
Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi
penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram
sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa
beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah “ahli waris” dari
Kesultanan Mataram.
d. Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan
oleh Sunan Gunung Jati.
Di awal abad ke-16, Cirebon masih meruppakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan
Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan di sana, bernama
Pangeran Walangsungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran.
Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires,
Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M. Akan tetapi, orang yang berhasil meningkatkan
status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan gelar
Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan dari Pangeran Walangsungsang. Ialah pendiri dinasti
raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sebagai keponakan dari Pangeran Walangsungsang,
Sunan Gunung Jati juga mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Raja yang dimaksud
adalah Prabu Siliwangi, raja Sunda yang berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yang nikah dengan Nyai
Subang Larang tahun 1422. Dari perkawinan itu lahirlah 3 orang putra, yaitu Raden Walangsungsang,
Nyai Lara Santang, dan Raja Senggara. Sunan Gunung Jati adalah putra Nyai Lara Santang dari
perkawinannya dengan Maulana Sultan Mahmud alias Syarif Abdullah dari Bani Hasyim, ketika Nyai
itu naik haji. Disebutkan, Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia
120 tahun. Karena kedudukannya sebagai salah seorang Walisongo, ia mendapat penghormatan dari
raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah
kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan
kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam. [12]
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Dasar bagi
pengembangan Islam dan perdagangan kaum muslim di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung Jati
tahun 1524 M.[13] Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya Sultan
Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten. Di tangan raja-raja Banten tersebut,
akhirnya kerajaan Pajajaran akhirnya dikalahkan. Atas prakarsa Sunan Gunung Jati juga
penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan (1527 M). Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan
bantuan tentara Demak.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang terkenal dengan gelar
Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu setelah itu diganti oleh putranya, Panembahan Girilaya.

Keutuhan Cirebon sebagai suatu kerajaan hanya sampai Pangeran Girilaya itu.
Sepeninggalnya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua putranya,
Martawijaya atau Panembahan Sepuhdan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Panembahan Sepuh
memimpin kesultanan Kasepuhar sebagai rajanya yang pertama dengan gelar Samsuddin,
sementara PanembahanAnom memimpin kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.
e. Banten
Sejak sebelum zaman Islam, Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan Sunda
Kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan
dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantai utara Jawa. Pada tahun 1524 atau
1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan
Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam disana.
Penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan
tertarik masuk Islam. Ia meratakan jalan bagi kegiatan pengislaman disana. Untuk menyebarkan
Islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati berikutnya adalah menduduki pelabuhan Sunda,
kira-kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang
semula termasuk Pajajaran.
Setelah ia kembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada putranya,
Hasanuddin. Hasanuddin sendiri kawin dengan putri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan
Banten tahun 1552. Ia meneruskan usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke
Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.
Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan
Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai raja Islam yang pertama di Banten. Banten
sejak semula memang merupakan vassal dari Demak. Hasanuddin mangkat kira-kira tahun 1570 dan
digantikan oleh anaknya, Yusuf. Setelah sembilan tahun memegang tampuk kekuasaan, tahun 1579,
Yusuf menakhlukkan Pakuan yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian besar
daerah pedalaman di Jawa Barat. Sesudah ibu kota kerajaan itu jatuh dan raja beserta keluarganya
menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Mereka diperbolehkan tetap menyandang
pangkat dan gelarnya.
Setelah Yusuf meninggal dunia tahun 1580 M, ia digantikan oleh putranya Muhammad,
yang masih muda. Selama Sultan Muhammad masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan
dipegang oleh kali (Arab: qadhi, jaksa agung) bersama empat pembesar lainnya. Raja Banten yang
shaleh ini, melanjutkan serangan terhadap raja Palembang dan gugur dalam usia 25 tahun pada
1596. Ia meninggalkan seorang anak yang berusia 5 bulan, Sultan Abdul Mafakhir Mahmud
Abdulkadir.
Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, Sultan berturut-turut berada di bawah
4 orang wali laki-laki dan seorang wali wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626, dan
pada tahun 1638 mendapat gelar sultan dari Makkah. Dialah raja Banten pertama dengan gelar
sultan yang sebenarnya. Ia meninggal tahun 1651 dan digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath
Abdulfath.[14]
B. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan islam di kalimantan
Kalimantan terlalu luas untuk berada di bawah satu kekuasan pada waktu datangnya Islam.
Daerah barat laut menerima Islam dari malaya, daerah timur dari makasar dan wilayah selatan dari
Jawa.
1. Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan.
Kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu.
Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera
sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan
dalam Hikayat Banjar,[15] ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat,
agar yang mengantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera. Tentu saja keempat orang
puteranya tidak menerima sikap ayahnya itu, lebih-lebih Pangeran Tumanggung yang sangat
berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi.
Waktu itu, Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama
berkuasa. Ia terbunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran Tumanggung.

Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumanggunglah yang tampil menjadi
raja Daha.
Setelah kejadian itu Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara. Ia kemudian diasuh
oleh seorang patih, bernama Patih Masih. Atas bantuan patih masihPangeran Samudera dapat
menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam serangan pertamanya Pangeran Samudera berhasil
menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar,
seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.
Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan, dan sesuai dengan
janjinya, ia beserta seluruh kerabat kraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam.
Pangeran Samudera sendiri, setelah masuk Islam, diberi nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah,
yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui kekuasaannya,
yakni daerah Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan
Sambangan. Sultan Suryanullah diganti oleh putera tertuanya yang bergelar Sultan Rahmatullah.
Raja-raja banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah ( putera Sultan Rahmatullah ) dan Marhum
Panembahan yang dikenal dengan Musta’inullah. Pada masa Marhum Panembahan, ibu kota
kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan dan Batang
Banju, dan akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat datangnya
pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan huru-hara.
2. kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di
antaranya adalah Tuan di bandang, yang dikenal dengan Dato’Ri Bandang dari
Makassar, kemudian yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu,
Dato’Ri Bandang kembali ke Makassar sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui
yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera dibangun
sebuah mesjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu
adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang, dan
akhirnya rakyat biasa. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada
tahun 1575. penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu
puteranya, Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya, meneruskan perang ke daerah Muara
Kaman.[16]
C. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan islam di sulawesi
Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah Goa-Tallo,
kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama TumaparisiKallona yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Kerajaan Goa-Tallo
menjalin hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Penguasa Ternate
mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di
Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan Goa-Tallo. Sultan Alauddin adalah raja
pertama yang memeluk agama Islam tahun 1605 M.
Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu
menimbulkan permusuhan antara Goa dan Bone. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo
berhasil, hal ini merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik
kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu terlebih dahulu masuk Islam,
sedangkan Wajo dan Bone harus melalui peperangan dulu. Raja Bone yang pertama masuk Islam
adalah yang dikenal Sultan Adam.
D. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan islam Maluku
Kedatangan Islam ke indonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari
jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa
dan Maluku. Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (13501357) bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapalkapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 Islam
sudah datang di daerah Maluku. Pengislaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal
ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate.
Raja pertama yang benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486-1500), Ia sendiri
mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal sebagai

Raja Bulawa, artinya raja cengkeh. Sekembalinya dari jawa, Zainal abidin membawa mubaligh yang
bernama Tuhubabahul.
Di Banda, Hitu, Maluku dan Bacan sudah terdapat masyarakat Muslim. Di daerah Maluku raja
yang mula-mula masuk Islam sebagaimana dijelaskan Tome Pires sejaktahun 1460-1465. Karena
usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang sampai di sana tahun 1522 M, berharap dapat
menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya
mendatangkan hasil yang sedikit. Dalam proses Islamisasi di Maluku menghadapi persaingan politik
dan monopoli perdagangan diantara orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Persaingan
diantara pedagang-pedagang ini pula menyebabkan persaingan diantara kerajaan-kerajaan Islam
sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku jatuh ke bawah kekuasaan politik dan ekonomi
kompeni Belanda.
3.

IV.

Hubungan Politik dan Keagamaan antara Kerajaan-kerajaan Islam.
Hubungan antara suatu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya pertama-tama
memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan
dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara
Giri dengan daerah-daerah Islam di Indonesia bagian timur, terutama Maluku. Adalah dalam rangka
penyebaran Islam itu pula Fadhillah Khan dari Pasai datang ke Demak, untuk memperluas wilayah
kekuasaan ke Sunda Kelapa.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam
menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam
kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukkan
Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan
kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha
memonopoli pelayaran dan perdagangan.
Meskipun demikian, kalau kepentingan politik dan ekonomi antarkerajaan-kerajaan Islam itu
sendiri terancam, persamaan agama tidak menjamin bahwa permusuhan tidak ada. Peperangan di
kalangan kerejaan-kerajaan Islam sendiri sering terjadi. Misalnya, antara, Ternate dan Tidore, GowaTallo dan Bone. Oleh karena kepentingan yang berbeda di antara kerajaan-kerajaan itu pula, sering
satu kerajaan Islam meminta bantuan kepada pihak lain, terutama Kompeni Belanda, untuk
mengalahkan kerajaan islam yang lain.
Hubungan antarkerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang budaya dan
keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal dengan Serambi Mekah menjadi
pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok
Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu ke sana.
Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah di Indonesia
bagian timur. Karya-karya sastera dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan
Islam. Tema dan isi karya-karya itu seringkali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu
telah merintis terwujudnya idiologi kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong
terjadinya interaksi budaya yang makin erat. [17]
KESIMPULAN
Setelah membahas makalah ini yang begitu panjang, maka dapat diambil kesimpulan
bahwasanya kerajaan islam pertama di sumatera ialah kerajaan perlak. Kerajaan ini di dirikan pada
hari selasa bulan muharram tahun 225 H / 840 M. Dan sultannya yang pertama ialah syed maulana
abdul azis shah, dengan gelar sultan alaiddin syed maulana abdul azis shah.
Dalam tumbuh dan perkembangnya kerajaan islam di pulau jawa, kalimantan, sulawesi,dan
maluku sangatlah luar biasa, dapat dilihat dari beberapa kerajaan-kerajaan yang ada pada saat itu,
seperti kerajaan demak, pajang, mataram, banten, cirebon, banjar, kutai, ternate, dan goa tallo.
Mengenai hubungan antar kerajaan-kerajaan islam di nusantara sudahlah terbentuk, yaitu
dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya, agama, dll.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azumardi, Perspektif Islam di Asia Tenggara, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1989.
Hasymy A., sejarah masuk dan berkembangnya islam di indonesia, Aceh : Alma’arif, 1989.
http://m.islamindonesia.co.id/detail/1267-Perlak-Kerajaan-Islam-Pertama-di-Indonesia.
H.J. Graaf dan TH.G.TH. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Jakarta : Grafiti
pers,_____1985.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
H.J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan Agung, Jakarta:
Pustaka_____Grafiti pers, 1986.
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
J.J. Ras, Hikayat Banjar: A. Study in Malay Histoiography, The Hague Martinus Nijhoff –_____KTLV,
1968.
sasmita, Uka Tjandra, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.

[1] Azumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
1989. Hlm. 3
[2] Prof. A. Hasymy, sejarah masuk dan berkembangnya islam di indonesia, Aceh : Alma’arif,
1989. Hlm152-153
[3] Prof. A. Hasymy, sejarah masuk dan berkembangnya islam di indonesia, Aceh : Alma’arif,
1989. Hlm. 195
[4] http://m.islamindonesia.co.id/detail/1267-Perlak-Kerajaan-Islam-Pertama-di-Indonesia.
[5] H.J. Graaf dan TH.G.TH. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Jakarta:Grafiti
pers,1985. Hlm 49
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Hlm 212
[7] H.J. De Graff dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti, 2003. Hlm. 238
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Hlm.212214
[9] H.J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan Agung, Jakarta:
Pustaka Grafitipers, 1986. Hlm 301
[10] H.J. De Graff dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti, 2003.Hlm 244-245
[11] H.J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan Agung, Jakarta:
Pustaka Grafitipers, 1986. Hlm. 301
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Hlm 216
[13] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Hlm 208
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Hlm 217218
[15] J.J. Ras, Hikayat Banjar: A. Study in Malay Histoiography, The Hague Martinus Nijhoff –
KTLV, 1968. _____hlm. 376 – 398.
[16] Uka Tjandra sasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka,1984.
[17] Dr. Badri yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja
Grafindo, 2002, Hlm. 225.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65