LAPORAN PRAKTIKUM tepung . docx
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI TEPUNG PATI DAN GULA
ACARA PEMBUATAN TEPUNG
KELOMPOK 6
Penanggung Jawab :
Nur Fauzan Iskandar
A1M012075
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN
TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tepung adalah hasil pengeringan dan penggilingan suatu bahan. Tepung
merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi
yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifkasi), dibentuk, dan
lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis (Winarno, 2008). Bahan yang ditepungkan biasanya
adalah bahan-bahan sumber karbohidrat seperti umbi, serealia,
dan beberapa kacang-kacangan. Selain itu, ada juga pembuatan
tepung lain untuk tujuan tertentu seperti sebagai sumber
protein, lemak, vitamin, dan pigmen.
Kualitas tepung ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya:
kandungan gizi, ukuran partikel tepung, warna, aroma, dan
adanya benda asing atau kotoran. Kualitas tepung yang baik
dihasilkan dari pemilihan bahan baku yang baik, perlakuan
pendahuluan
yang
menghilangkan
tepat
komponen
dalam
yang
menangani
tidak
bahan,
dikehendai
serta
misalnya
racun.
Pembuatan tepung memiliki beberapa kendala. Kendala
yang sering dijumpai yaitu adanya pencoklatan enzimatis,
pencoklatan non enzimatis, timbul bau langu, rasa gatal atau
adanya racun pada bahan. Kendala tersebut harus diatasi
dengan melakukan perlakuan pendahuluan sebelum bahan
digiling. Kendala utama yang sering terjadi adalah perubahan
warna tepung menjadi coklat. Terbentuknya warna coklat pada
bahan pangan yang akan dibuat tepung harus di cegah karena
berpengaruh pada kualitas sensoris produk. Cara pencegahan
tersebut dapat dilakukan dengan meminimalkan kontak antara
bahan yang telah dikupas dan udara dengan menginaktivasi
enzim penyebab pencoklatan. Beberapa penelitian melaporkan
untuk meningkatkan kualitas warna tepung yang dihasilkan
dapat dilakukan
(Naibaho,
et
al.,
perlakuan pendahuluan seperti:
2009
dan
Kusumawati,
et
blanching
al.,
2012);
perendaman dalam asam organik (Nurdjannah dan Hoerudin,
2008); perendaman dalam larutan garam (Slamet, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, dalam praktikum pembuatan
tepung ini dilakukan pembuatan tepung dari beberapa jenis
bahan, yaitu ubi jalar putih, ubi jalar orange, pisang kepok putih
dan wortel. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan adalah
dengan perendaman dalam air, dalam larutan asam sitrat (untuk
pisang), perendaman dalam larutan garam (untuk ubji jalar),
serta dilakukan juga perlakuan blanching untuk pisang dan
wortel.
B. Tujuan
Pengolahan berbagai bahan menjadi tepung dan mengamati karakteristik
tepung yang dihasilkan, serta mengukur rendemenya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika,
tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad
ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama
Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar
mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (BPS, 2008).
Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalui dipengaruhi oleh varitas, lokasi
dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varitas yang sama akan
menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi daripada musim penghujan,
demikian juga ubi jalar yang berdaging merah umumnya mempunyai kadar
karoten yang lebih tinggi daripada yang berwarna putih. Tanaman ubi jalar sangat
tanggap terhadap penambahan pupuk. Penambahan kalium sebesar 150kg KCl/ha
pada varietas lokal dapat meningkatkan hasil sebesar 28,7% dan penambahan 150
kg KCl/ha pada sumber nitrogen urea 100 kg/hadan pada sumber nitrogen ZA
200kg/ha ternyata meningkatkan hasil secara nyata sebesar 67,7 dan
23,8% .Kalium meningkatkan aktivitas fotosintesis dan mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap proses pembentukan umbi daripada pertumbuhan
batang dan daun. Pembentukan umbi akan terhambat apabila tanah kekurangan
oksigen dan air tanah terlalu tinggi sedangkan media tumbuh yang baikuntuk ubi
jalar adalah tanah bertekstur lempung atau lempung berpasir dan drainase baik.
Hasim dan Yusuf (2008).
Dan menurut Menurut Hasim dan Yusuf (2008) juga varietas ubi jalar cukup
banyak, namun baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti.
Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar,
2. Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan,
3. Rasa ubi enak dan manis,
4. Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.) dan penyakit kudis oleh
cendawan Elsinoe sp,
5. Kadar karoten tinggi di atas 10 mg/100 g dan keadaan serat ubi relatif
rendah.
Beberapa varietas unggul yang telah dilepaskan ke lapangan memiliki umur
yang berbeda, demikian juga dengan ketahanan terhadap hama boleng. Secara
fisik,kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan merupakan umbi
dari bagian batang tanaman. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama
dengan warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam, dapat berwarna
putih, kuning, jingga kemerahan, atau keabuan. Demikian pula bentuk umbinya
seringkali tidak seragam (Alivia, 2005). Berikut disajikan komposisi kimia ubi
jalar dalam 100 gram bahan segar menurut Hasim dan Yusuf (2008):
Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Jalar dalam 100 gr bahan segar
Senyawa
Komposisi
Energi (kj/100 gram)
71,1
Protein (%)
1,43
Lemak (%)
0,17
Pati (%)
22,4
Gula (%)
2,4
Serat makanan (%)
1,6
Kalsium (mg/100 gram)
29
Fosfor (mg/100 gram)
51
Besi (mg/100 gram)
0,49
Vitamin A (mg/100 gram)
0,01
Vitamin B1 (mg/100 gram)
0,09
Vitamin C (mg/100 gram)
24
Air (gram)
83,3
Sumber : Sentra Informasi Iptek, (2005).
Ubi jalar yang berwarna putih lebih diarahkan untuk pengembangan tepung
dan pati karena umbi yang berwarna cerah cenderung lebih baik kadar patinya dan
warna tepung lebih menyerupai terigu. Bentuk olahan ubi jalar yang cukup
potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah
adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan
seperti roti, cake, biskuit dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan
terigu. Sebagai contoh, kue kering (cookies) dapat diolah dari 100% tepung ubi
jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25- 50% tepung ubi jalar dengan 5075% terigu. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan cake dan kue
dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20% dibandingkan dengan cake dan
kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan gula pada ubi jalar yang
cukup tinggi.Mie dapat dibuat dari campuran 20% tepung ubi jalar dan 80% terigu
(Susilawati dan Medikasari, 2008).
Menurut Galih (2008), tepung ubi jalar mempunyai kadar protein yang rendah.
Untuk meningkatkan kadar protein tepung ubi jalar dalam pembuatan kue, perlu
substitusi dengan tepung yang mempunyai kadar protein yang lebih tinggi. Tepung
ubi jalar mempunyai kandungan karbohidrat paling tinggi dibandingkan tetapi
mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah dan kandungan abu lebih tinggi dari
pada tepung jagung. Semakin tinggi kandungan abu maka warna tepung menjadi
gelap. Tepung dengan kandungan lemak tinggi lebih cepat mengalami kerusakan.
Kadar serat yang lebih tinggi pada tepung ubi jalar menyebabkan warna tepung tidak
putih Komposisi kimia dan sifat fisik tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar
Komponen dan Sifat Fisik
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Abu (%)
Derajat Putih (%)
Waktu Gelatinisasi (menit)
Suhu Gelatinisasi (oC)
Waktu Granula Pecah (menit)
Suhu Granula Pecah (oC)
Viskositas Puncak (BU)
Sumber: Galih (2008)
Tepung Ubi Jalar
7,00
2,11
0,53
84,74
2,58
74,43
32,5
78,8
39,5
90,0
1815
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada baik di dalam maupun luar
negeri dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan eksportir, maka rekomendasi
yang dapat diberikan untuk penetapan standar mutu tepung ubi jalar di Indonesia
adalah: kadar air maksimal 10%, kadar abu maksimal 3%, kadar lemak maksimal
1%, kadar protein minimal 3%, kadar serat kasar minimal 2%, dan kadar
karbohidrat minimal 85%. Selain persyaratan kimia juga ditetapkan persyaratan
fisik dan mikrobiologis. Persyaratan fisik mengikuti persyaratan produk tepung
pada umumnya yaitu bentuk, bau dan warna normal, tidak diperkenankan
keberadaan benda-benda asing, dan dengan tingkat kehalusan minimal 95%
produk lolos ayakan 80 mesh (Galih, 2008).
Berbagai macam produk olahan tepung ubi jalar yang dapat dibuat antara
lain biskuit ubi jalar, donat ubi jalar, french fries ubi jalar, kue mangkok ubi jalar,
pilus ubi jalar, pukis ubi jalar, es krim ubi jalar, bak pao ubi jalar, apem ubi jalar,
keripik ubi jalar, manisan kering ubi jalar, dodol ubi jalar, sweet potato chocolate
nut cake (Suismono et al., 2006).
B. Pisang
Tumbuhan Pisang banyak terdapat di Indonesia dan dapat tumbuh dengan baik
di daerah tropis dan subtropis. Di Asia, Indonesia merupakan penghasil pisang
terbesar yaitu kira-kira 50% dari produksi pisang Asia. Pisang merupakan buahbuahan terpenting di Indonesia, dengan jumlah produksi tertinggi diantara buahbuahan yang ada (Andarwulan, 2008). Pisang merupakan tumbuhan yang tidak
mengenal musim dan mudah berkembangbiak; hal tersebut menyebabkan
ketersediaan buah pisang di pasaran selalu melimpah. Kendala yang ada adalah buah
pisang memiliki waktu penyimpanan yang relatif singkat karena mempunyai kadar air
yang tinggi sehingga membuat buah pisang cepat busuk. Salah satu cara untuk
mengatasi kendala tersebut yakni untuk memperpanjang daya simpan serta daya
penggunaannya, buah pisang diolah menjadi berbagai produk seperti dalam bentuk
tepung pisang atau produk olahan lain.
Menurut Andarwulan (2008), Pengolahan buah pisang menjadi tepung
merupakan salah satu alternatif. Tepung buah pisang mengandung karbohidrat yang
cukup tinggi yaitu 70% - 80% sehingga buah pisang cukup potensial dikembangkan
sebagai sumber pati. Tepung pisang adalah tepung yang diperoleh dari
irisan buah pisang yang telah dikeringkan (chips) dan dihancurkan
(ditumbuk) secara manual maupun menggunakan mesin penepung.
Tujuan pengolahan Pisang menjadi Tepung Pisang adalah untuk
meningkatkan nilai tambah buah pisang dan menyediakan bahan baku
untuk proses industri (pengolahan) pangan lebih lanjut.
Di Indonesia, kebanyakan industri pati mengandalkan satu jenis bahan baku
saja, yaitu singkong. Selama ini kurang ada usaha untuk mencari alternatif pati selain
singkong, umbi-umbian (umbi kimpul, kentang dan ganyong) dan rumput-rumputan
(gandum dan padi). Ada baiknya dilakukan diverifikasi sumber
pati sehingga
pasokan tidak terhalang jika terjadi gangguan penyediaan bahan baku konvensional.
Berdasarkan perihal tersebut, perlu diteliti sumber pati lain dari bahan alam. Salah
satunya adalah buah pisang. Pada penelitian ini buah pisang yang digunakan adalah
pisang kepok mentah. Kandungan pati yang terbesar terdapat pada buah-buahan yang
belum ranum, kandungan patinya mencapai 70% dari berat keringnya. Pada saat buah
menjadi ranum, maka sebagian pati akan diubah menjadi sukrosa sehingga kadar
patinya menurun. Pada waktu kadar pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan
sukrosa yang terbentuk akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa (Winarno, 2008).
Buah pisang kepok menghasilkan pati dengan warna lebih putih jika dibandingkan
dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang menghasilkan pati bewarna
coklat kehitaman. Pati pisang kepok memiliki sifat fisikokimia pati yang baik,
sehingga buah pisang kepok memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan
sebagai sumber pati sebagai bahan pangan maupun keperluan lain, misalnya sebagai
bahan tambahan dalam bidang farmasi, baik dalam bentuk pati asli ataupun dalam
bentuk hasil modifikasi.
Pati alami (belum dimodifikasi) mempunyai beberapa kelemahan pada
karakteristiknya yaitu tidak larut dalam air dingin, membutuhkan waktu yang lama
dalam pemasakan, pasta yang dihasilkan cukup keras, dan mempunyai kestabilan
yang rendah. Dengan berbagai kekurangan tadi, maka dikembangkan berbagai
modifikasi terhadap pati yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar (industri)
yang berbeda-beda tersebut.
C. Wortel
Wortel
(Daucus
carota
L.)
adalah
tanaman
semusim
berbentuk rumput yang mempunyai umbi berwarna kuning
sampai kemerahan. Umbi ini terbentuk dari akar yang berubah
bentuk dan fungsi sehingga bisa dikonsumsi. Wortel termasuk
kedalam famili Umbilliferae, yaitu tanaman yang bunganya
mempunyai susunan bentuk mirip dengan payung dan pertama
kali ditemukan di Eropa bagian selatan, Afrika utara dan di
perbatasan Asia. Tanaman wortel telah lama dibudidayakan
disekitar jalur Mediterania. Wortel akan tumbuh baik pada
daerah yang mempunyai suhu berkisar antara 16-21°C. Suhu
yang paling baik untuk proses perkecambahan biji adalah antara
8-18°C dan wortel dapat tumbuh dengan optimal pada tanah
yang mempunyai struktur remah, gembur dan kaya akan humus
dengan pH berkisar antara 5,5- 6,5. Umbi wortel dapat dipanen
setelah berumur kira-kira 2,5-4 bulan. Umbi yang baik adalah
yang masih muda karena umbi yang sudah tua mempunyai
tekstur yang keras dan pahit (Setyawan, 2007)
Komponen terbesar dari umbi wortel adalah air, sedangkan
komponen yang lain adalah karbohidrat, yang merupakan
komponen padatan terbesar, sedangkan protein, lemak dan
beberapa vitamin dan mineral terdapat dalam jumlah kecil.
Komposisi dalam wortel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia wortel (tiap 100 g bahan)
Komposisi
Protein gram
Lemak gram
Karbohidrat gram
Kalsium miligram
Fosfor miligram
Besi miligram
Vitamin A SI
Vitamin B1 miligram
Vitamin C miligram
Air gram
Sumber: (Rahayu.E, 2006)
Jumlah
1,20
0,30
9,30
39,00
37,00
0,80
12000,00
0,06
6,00
88,20
D. Pencoklatan Enzimatis dan Pencegahanya
Menurut Winarno (2008), banyak sekali senyawa fenolik
yang dapat bertindak sebagai subtract dalam reaksi pencoklatan
enzimatis pada buah dan sayuran. Senyawa senyawa fenolik
tersebut di antaranya adalah katekin dan turunannya seperti
tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, dan leukoantosianin,
Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada bahan yang akan
dibuat tepung jika jaringan buah atau sayuran itu terpotong atau
terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul warna coklat karena
konversi senyawa fenolat menjadi melanin dengan bantuan
enzim polifenol oksidase. Reaksi tersebut membutuhkan oksigen
sebagai akseptor H2 dan ion tembaga sebagai katalisator Enzim
yang berperan mengkatalisa oksidasi senyawa fenol adalah
polifenol oksidase.
Kontak antara jaringan yang terluka atau terpotong dengan
udara akan menyebabkan pencoklatan. Hal tersebut dikarenakan
senyawa fenol teroksidasi secara enzimatis menjadi o-kuinon,
yang secara cepat mengalami polimerisasi membentuk pigmen
coklat atau melanin. Senyawa fenol bersifat sangat mudah
terdekomposisi pada suhu biasa dan sangat sukar untuk diisolasi.
Tingkat
reaksi
pencoklatan
enzimatis
semakin
tinggi
jika
konsentrasi phenolic (subtrat PPO) pada buah dan sayuran tinggi
dan konsentrasi asam askorbat yang rendah. Enzim polifenol
oksidase dapat diinaktivasi dengan perlakuan panas dengan
suhu
90°C.
Biasanya
pada
bahan
pangan
yang
mudah
mengalami pencoklatan enzimatis dilakukan perlakuan panas
yaitu
blanching
untuk
menginaktifkan
enzim
penyebab
pencoklatan. Selain itu, pada pembuatan tepung perlakuan blanching juga
dapat menghilangkan getah pada bahan sehingga menghasilkan tepung dengan
mutu yang lebih baik (Kusumawati, et al., 2012).
Metode
lain
untuk
memperlambat
reaksi
pencoklatan
enzimatis adalah dengan menurunkan pH jaringan lebih kecil
daripada pH optimum enzim polifenol aksidase, yang berkisar
antara
4.0
-7.0.
Asam
yang
dapat
ditambahkan
untuk
menurunkan pH adalah asam sitrat, malat, askorbat, dan asam
fosfat (Nurdjanah dan Hoerudin, 2008).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Pisau
2. Baskom
3. Dandang
4. Nampan
5. Dryer (cabinet dryer)
6. Grinder
7. Ayakan 80 mesh
B. Bahan
1. Ubi jalar warna putih dan orange
2. Pisang kepok putih
3. Wortel
4. Garam, asam sitrat
5. Aquades
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Ubi jalar orange dan putih disiapkan dan ditimbang sebanyak
kurang lebih 500 gram dan masing-masing dibuat 2 kali ulangan
(A gram)
Ubi jalar yang sudah ditimbang, kemudian dicuci dan dipotong
5cm, direndam dalam air biasa (U-1) dan direndam dalam larutan
garam 3% (U-2) selama 15 menit
Selanjutnya ubi jalar diiris tipis kemudian dikeringkan pada suhu
50-60oC sampai kering patah. Sebelum digiling, timbang bahan
kering yang dihasilkan (B gram), digunakan untuk menghitung
bagian yang tidak lolos ayakan
Dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Tepung yang dihasilkan (C gram) ditimbang dan bagian yang tidak
lolos ayakan (D garm) ditimbang.
Dilakukan pengamatan terhadap tepung yang dihasilkan, meliputi
rendemen tepung, persentasi bagian yang tidak lolos ayakan dan
organoleptik
(tekstur, warna dan aroma)
2. Pembuatan Tepung Pisang
Pisang kapok putih yang mangkal (belum masak) disiapkan dan
ditimbang sebanyak kurang lebih 500 gram dan masing-masing
dibuat 2 kali ulangan (A gram)
Pisang kepok disteam blanching yang belum terkupas selama 15
menit, kemudian dinginkan diiris tipis lalu rendam air biasa(P-1)
dan asam sitrat 2% (P-2)
Kemudian dikeringkan pada suhu 50-60oC sampai kering patah.
Sebelum digiling, timbang bahan kering yang dihasilkan (B gram),
digunakan untuk menghitung bagian yang tidak lolos ayakan
Dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Tepung yang dihasilkan (C gram) ditimbang dan bagian yang tidak
lolos ayakan (D garm) ditimbang.
Dilakukan pengamatan terhadap tepung yang dihasilkan, meliputi
rendemen tepung, persentasi bagian yang tidak lolos ayakan dan
organoleptik
(tekstur, warna dan aroma)
3. Pembuatan Tepung Wortel
Wortel disiapkan dan ditimbang sebanyak kurang lebih 500 gram
dan masing-masing dibuat 2 kali ulangan (A gram)
Wortel kemudian dicuci dan dipotong 5cm, dilakukan steam
blanching selama 10 menit, dinginkan dan diiris tipis (W-1),
sedang yang lain langsung diiris tipis(W-2)
Selanjutnya dikeringkan pada suhu 50-60oC sampai kering patah.
Sebelum digiling, timbang bahan kering yang dihasilkan (B gram),
digunakan untuk menghitung bagian yang tidak lolos ayakan
Dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Tepung yang dihasilkan (C gram) ditimbang dan bagian yang tidak
lolos ayakan (D garm) ditimbang.
Dilakukan pengamatan terhadap tepung yang dihasilkan, meliputi
rendemen tepung, persentasi bagian yang tidak lolos ayakan dan
organoleptik
(tekstur, warna dan aroma)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil Pengukuran Berat Dan Rendemen
Jenis
Bahan
Ubi Jalar
Putih
Pisang
Ubi Jalar
Orange
Wortel
Pengukuran
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
Perlakuan
Perendaman
Perendaman
larutan
air biasa
garam 1,5%
(U1)
(U2)
501 g
503,5 g
175,8 g
147,8 g
131,7 g
104,2 g
42,9 g
42,2 g
26,29 %
20,69 %
24,4 %
28,55 %
507 g
509,5 g
84,5 g
59,2 g
55,1 g
63,1 g
29,4 g
26,5 g
12,38 %
12,38 %
34,79 %
29,71 %
500 g
500 g
106,2 g
141,2 g
63,1 g
98,1 g
15,2 g
42,2 g
12,62 %
19,62 %
14,31 %
30,2 %
500 g
500 g
41,1 g
33,1 g
17,6 g
11,4 g
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
25,2 g
22,4 g
3,52 %
2,28 %
59,85 %
67,67 %
Keterangan :
1. Rendemen Tepung
Rendemen
=
C
x 100%
A
2. Persentasi bagian yang tidak lolos ayakan
Bagian yang tidak lolos =
D x 100%
B
Hasil Uji Organoleptik
Aroma
Panel
is
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumla
h
RataRata
Ubi Jalar
Putih
P
TP
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
JENIS TEPUNG
Ubi Jalar
Pisang
Orange
P
TP
P
TP
4
2
3
3
4
3
4
4
3
2
4
3
3
4
4
5
3
4
5
4
3
2
4
3
3
2
4
4
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
4
4
4
4
3
3
2
2
3
2
3
3
2
2
3
3
3
4
4
4
P
2
2
2
3
3
4
4
3
3
4
4
3
3
3
4
TP
1
1
1
5
2
3
3
3
3
4
4
3
3
3
4
54
55
47
43
56
52
47
43
3,6
3,1
2,8
3,7
3,4
3,1
2,8
7
3
7
3
7
3
7
3,6
Keterangan :
Wortel
1 = Sangat Tidak Khas
P = Dengan Perlakuan Garam
2 = Tidak Khas
TP = Tanpa Perlakuan
3 = Agak Khas
4 = Khas
5 = Sangat Khas
Tekstur
Panel
is
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumla
h
RataRata
Ubi Jalar
Putih
P
TP
5
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
JENIS TEPUNG
Ubi Jalar
Pisang
Orange
P
TP
P
TP
5
4
4
4
5
5
4
4
5
5
4
4
4
5
4
3
5
4
4
3
4
5
4
3
5
5
4
3
5
5
4
4
5
5
4
4
5
5
3
3
5
5
4
2
3
4
4
4
5
5
4
3
4
4
4
4
4
5
4
4
P
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
5
TP
2
2
2
3
2
2
3
2
3
3
3
3
3
2
5
74
72
69
53
49
40
4,8
4,9
3,5
3,2
2,6
3
7
7
4,9
3
71
4,7
3
60
4
Wortel
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Halus
P = Dengan Perlakuan
Garam
2 = Tidak Halus
3 = Agak Halus
4 = Halus
TP = Tanpa Perlakuan
5 = Sangat Halus
Warna
Panel
is
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumla
h
RataRata
Ubi Jalar
Putih
P
TP
4
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
JENIS TEPUNG
Ubi Jalar
Pisang
Orange
P
TP
P
TP
5
5
3
3
4
4
4
4
5
5
3
4
5
5
4
4
3
3
3
4
5
5
2
2
5
4
4
4
5
5
3
4
5
5
3
4
5
5
4
4
5
5
4
3
3
5
4
3
5
4
4
4
3
5
4
4
3
4
4
3
P
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
TP
5
5
5
5
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
4
61
63
66
69
74
73
4,2
4,4
4,6
4,9
4,8
3
7
putih
dan
4,0
7
61
4,0
7
54
3,6
Wortel
Keterangan:
Ubi
Jalar
Ubi jalar Orange dan
pisang
wortel
1 = Coklat
1 = Putih
2 = Coklat Keputihan
2 = Putih Kekuningaan
3 = Putih Kecoklatan
3 = Kuning Keputihan
4 = Agak Putih
4 = Agak kuning
5 = Putih
5 = Kuning
B. Pembahasan
Praktikum pembuatan tepung dilakukan dengan 4
jenis bahan, yaitu ubi jalar putih, ubi jalar kuning/orange,
wortel, pisang kepok. Proses pembuatan tepung dimulai
dengan persiapan dan pemilihan bahan. Pemilihan bahan
baku harus yang berkualitas sehingga dihasilkan tepung
yang berkualitas pula. Misalnya untuk pisang, seharusnya
pisang yang digunakan adalah pisang yang sudah tua tapi
belum matang, atau dengan kata lain sudah mengkal.
Bahan ditimbang sebanyak 500 g untuk setiap perlakuan.
Penimbangan
dilakukan
untuk
menghitung
rendemen
tepung yang dihasilkan. Tahap selanjutnya bahan adalah
perlakuan pendahuluan, dengan perlakuan pendahuluan
yang berbeda untuk setiap jenis bahan.
Perlakuan pendahuluan pada pembuatan tepung ubi
jalar adalah dengan perendaman dalam larutan garam 3%.
Perlakuan pendahuluan pada pembuatan tepung pisang
adalah dengan blanching dan perendaman dalam larutan
asam sitrat 2%, sedangkan pembuatan tepung wortel
hanya
dilakukan
perlakuan
blanching.
Tujuan
dari
perlakuan-perlakuan tersebut adalah untuk menghasilkan
tepung dengan karakteristik yang baik terutama untuk
warna dan aroma. Hal ini dilakukan karena memang
kendala
utama
dalam
pengolahan
tepung
adalah
timbulnya warna coklat dan adanya bau atau flavor yang
tidak
diinginkan
(off flavor ).
Pencegahan
terhadap
pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan blancing
dan dengan perendaman.
Proses perendaman bahan bertujuan untuk mencegah
reaksi pencoklatan enzimatis. Dengan direndam dalam air,
diharapkan dapat mencegah kontak bahan dengan udara
dan kontak substrat dengan enzim sehingga reaksi oksidasi
yang
menyebabkan
pencoklatan
dapat
dicegah.
Perendaman dalam larutan garam 3% maupun larutan
asam sitrat 2% juga dapat mencegah reaksi enzimatis
karena enzim dapat inaktif pada kondisi tersebut.
Tujuan
dari
perlakuan
blanching
adalah
untuk
menginaktifkan enzim-enzim sehingga reaksi pencoklatan
enzimatis pada bahan dapat dicegah. Selain itu degradasi
karotenoid pada wortel juga dapat dicegah karena enzim
inaktif dan reaksi enzimatis yang dapat menghasilkan off
flavor
juga
dapat
dicegah.
Metode
blanching
yang
digunakan adalah steam blanching dengan pertimbangan
beberapa
hal.
Pertama,
metode
ini
tidak
banyak
menyebabkan kehilangan zat gizi bahan. Selain itu, jika
dibandingkan dengan hot water blanching, metode steam
blanching ini memang lebih cocok digunakan pada bahan
yang akan dibuat menjadi tepung. Berdasarkan hasil
penelitian
Arifn
(2005),
blanching
menggunakan
air
mendidih menghasilkan produk kering dengan kadar air
yang lebih besar daripada kadar air pada blanching
menggunakan uap air pada lama blanching yang sama.
Perbedaan ini terjadi karena media pada blanching air
mendidih
adalah
air
secara
langsung
bersinggungan
dengan bahan, yang mempunyai molekul lebih rapat
daripada uap air. Keadaan ini menyebabkan pemasukan
molekul air ke dalam bahan lebih banyak daripada uap air
pada suhu dan lama blanching yang sama. Hal ini didukung
oleh pendapat Anggraini, K. (2005) bahwa maksud blanching
antara lain untuk melunakkan
dinding sel, sehingga
bersifat lebih permeable terhadap air pada saat proses
pengeringan.
Bahan
yang
telah
diberi
perlakuan
pendahuluan
selanjutnya dikeringkan menggunakan pengering cabinet
pada suhu 50-60°C sampai kering patah. Setelah itu bahan
yang telah kering ditimbang, dihaluskan menggunakan
blender dan diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh.
Tepung
yang
dihasilkan
selanjutnya
ditimbang
untuk
menghitung rendemen, serta diamati tekstur, warna, dan
aromanya.
1. Rendemen tepung
Rendemen tepung yang dihasilkan diperoleh dengan
membagi berat tepung yang dihasilkan dengan berat
bahan awal kemudian dikali 100%. Hasil rendemen tepung
yang dihasilkan pada praktikum ini bervariasi tergantung
pada jenis bahan yang ditepungkan. Bagian yang tidak
lolos ayakan dihitung juga untuk menentukan tingkat
kehalusan tepung.
Tepung ubi jalar
Pembuatan tepung ubi jalar dengan dua perlakuan
yaitu perendaman dalam air biasa dan dalam larutan
garam 3% menghasilkan rendemen yang berkisar antara
12,62%-26,29%. Untuk tepung ubi jalar putih, perendaman
dalam air biasa menghasilkan rendemen yang lebih rendah
dibanding perendaman dalam larutan garam, sedangkan
untuk tepung ubi jalar orange pun seperti ubi jalar outih
yang dengan perendaman garam memiliki renemen yang
lebih banyak. Menurut
Kariada et al. (2007), tingkat
rendemen rata-rata pada produksi tepung ubi jalar adalah
26,5%. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Alivia
(2005)
dimana
mencapai 27,4%.
tingkat
rendemen
tepung
ubi
jalar
Tepung pisang
Rendemen tepung pisang kepok putih memiliki nilai
yang lebih tinggi untuk perlakuan perendaman dalam
larutan asam sitrat 2%. Selain itu, perendaman dalam
larutan asam sitrat juga menghasilkan tingkat kehalusan
tepung yang lebih baik. Hal ini kemungkinan karena asam
sitrat dapat meningkatkan kestabilan zat-zat yang terdapat
dalam bahan sehingga tekstur tepung lebih halus dan
rendemennya lebih tinggi. Rendemen tepung pisang kepok
yang dihasilkan yaitu 12,38% dan 12,38%.
Tepung wortel
Tepung
wortel
yang
dibuat
pada
praktikum
ini
memiliki rendemen sebesar 3,52% dan rendemen dengan
menggunakan blanching 2,28% . Rendemen dan tingkat
kehalusan tepung tersebut dinilai masih rendah karena
tingginya bagian yang tidak lolos ayakan 59,85% dan
67,67% . Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena
terjadinya
penyerapan
air
kembali
saat
pengayakan
sehingga terjadi penggumpalan dan banyak yang tidak
lolos ayakan dan kemungkinan adanya pengerasan bahan
pada saat pengeringan di cabinet dryer yaitu melebihi
kering patah.
2. Warna tepung
Warna dalam makanan memiliki peran yang sangat
penting
terhadap
dalam
suatu
peningkatan
bahan
penerimaan
konsumen
makanan. Permasalahan
yang
terjadi pada bahan pangan adalah mudah mengalami
pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi
dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh
pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan
tersebut. Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi
antara oksigen dan suatu senyawa fenol yang dikatalisis
oleh polyphenol oksidase. Terbentuknya warna coklat pada
bahan pangan yang akan dibuat tepung harus di cegah
karena berpengaruh pada kualitas sensoris produk.
Warna tepung ubi jalar
Pembuatan
tepung
ubi
jalar
dilakukan
dengan
perlakuan perendaman dalam air biasa dan dalam larutan
garam 3%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna
tepung ubi jalar putih perlakuan U1 adalah agak putih,
sedangkan perlakuan U2 juga berwarna agak putih dengan
skor 4,07 dengan perendaman garam dan 4,2 tanpa
perendaman garam. Sedangkan tepung ubi jalar orange
memiliki warna kuning keputihan untuk U1 dan U2.
Hasil praktikum mengenai warna tepung ubi jalar
tersebut
menunjukkan
bahwa
perlakuan
perendaman
dalam larutan garam menghasilkan tepung dengan warna
yang lebih baik namun dalam praktikum kali ini tidak
menghasilkan hasil yang baik dikarenakan kemungkinan
kualitas bahan baku yang kurang baik. Tepung yang baik
adalah tepung yang memiliki warna sesuai dengan warna
alami bahan, yaitu putih untuk ubi jalar putih dan orange
untuk ubi jalar orange. Pada tepung ubi jalar putih dan
orange, perendaman dalam larutan garam menghasilkan
warna tepung yang lebih putih dan lebih orange. Hal ini
menunjukkan reaksi pencoklatan pada bahan tersebut
dapat dihambat dengan perlakuan perendaman dalam
larutan garam 3%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Suprapto (2006) dimana perendaman dalam larutan garam
dapat menghasilkan warna tepung yang lebih baik dan
efektif menghambat reaksi pencoklatan enzimatis. Selain
itu,
selama
pengeringan
juga
terjadi
degradasi
dan
kerusakan pigmen pada ubi jalar (Hasim dan Yusuf, 2008).
Selain
perendaman
mencegah
dengan
pencoklatan
larutan
enzimatis
garam,
Widiowati
untuk
(2009)
menyarankan untuk merendam irisan ubi jalar dalam
larutan sodium bisulft 0,3% selama satu jam.
Warna tepung pisang kepok
Pembuatan tepung pisang kepok putih dilakukan
dengan perlakuan blanching dan perlakuan perendaman
dalam air biasa (P1) dan perendaman dalam larutan asam
sitrat
2%
(P2).
menghasilkan
Pisang
warna
kepok
agak
putih,
putih
perlakuan
P1
dan
perlakuan
P2
menghasilkan warna tepung agak putih juga. Dengan
demikian
perendaman
dalam
larutan
asam
sitrat
seharusnya lebih efektif dalam menghambat terjadinya
pencoklatan namun pada praktikum kali ini belum terlihat
perbedaan yang signifkan.
Pada pembuatan tepung pisang kepok putih, warna
yang dihasilkan cenderung coklat. Padahal seharusnya
perendaman dan perlakuan blanching dapat mencegah
pencoklatan enzimatis (Nurdjannah dan Hoerudin, 2008;
Naibaho, et al., 2009 dan Kusumawati, et al., 2012).
Adanya perubahan warna coklat pada tepung pisang kepok
ini kemungkinan bukan akibat pencoklatan enzimatis,
sebab pada waktu akan dikeringkan (akan dimasukkan ke
dalam pengering kabinet) warna irisan pisang kepok belum
coklat. Dengan demikian dimungkinkan terjadi reaksi
pencoklatan non enzimatis selama pengeringan yaitu
reaksi antara gula reduksi dan asam amino. Reaksi
pencoklatan tersebut diinduksi oleh tingginya gula reduksi
pada pisang karena pisang yang digunakan sudah hampir
matang. Selain gula reduksi, kandungan protein pada
tepung ubi jalar juga menyebabkan terjadinya reaksi
pencoklatan tersebut (reaksi maillard). Menurut Suprapto
(2006), tepung pisang mengandung protein sebanyak 2,733,84%. Pisang kepok yang digunakan untuk membuat
tepung sebaiknya pisang kepok yang sudah tua namun
belum matang sehingga kadar patinya tinggi dan kadar
gula reduksinya rendah.
Warna tepung wortel
Pembuatan tepung wortel yang dilakukan dengan
perlakuan blanching menghasilkan warna tepung yang
agak orange. Warna orange tersebut berasal dari pigmen
karoten pada wortel. Terjadi penurunan intensitas warna
orange setelah wortel dibuat menjadi tepung. Hal ini dapat
terjadi akibat pemanasan saat pengeringan yang dapat
menyebabkan
pigmen
tersebut
terdegradasi
menjadi
senyawa yang memiliki warna lebih pucat. Selain itu,
terjadi
pula
reaksi
pencoklatan
enzimatis.
Perlakuan
pendahuluan yang dilakukan pada praktikum pembuatan
tepung wortel ini hanya satu, yaitu dengan blanching.
Kemungkinan perlakuan tunggal tersebut kurang efektif
dalam mempertahankan warna orange dan mencegan
pencoklatan. Menurut Vargas et al. (2001), pencoklatan
pada proses pengolahan wortel dan dapat dikurangi
dengan penambahan asam askorbat yang dikombinasi
dengan proses blanching.
3. Tekstur tepung
Tekstur tepung ubi jalar
Tepung ubi jalar yang dihasilkan dari perlakuan
perendaman air maupun perendaman dalam larutan garam
3% secara umum sama, yaitu halus. Baik ubi jalar putih
maupun ubi jalar kuning.
memiliki rata-rata penilaian
terhadap tekstur yang sama yaitu dengan skor rata-rata 4
yaitu
halus.
Hasil
demikian
menunjukkan
bahwa
perendaman dalam air biasa tidak menghasilkan tekstur
tepung yang berbeda dengan tepung yang dihasilkan dari
perlakuan
perendaman
dalam
larutan
garam.
Kedua
perlakuan menghasilkan tekstur yang sama. Hasil penilaian
panelis mengenai tekstur tepung juga berkorelasi positif
dengan
tingkat
kehalusan
tepung
ubi
jalar
dimana
kehalusan tepung secara umum tidak jauh berbeda untuk
kedua perlakuan pada setiap jenis ubi jalar. Akan tetapi,
meskipun kehalusan antara kedua perlakuan perendaman
tidak jauh berbeda untuk bahan yang sama, terdapat
perbedaan tingkat kehalusan antara tepung ubi jalar
orange dan ubi jalar putih. Tepung ubi jalar putih memiliki
tingkat kehalusan tertinggi, disusul oleh tepung ubi jalar
orange.
Tekstur tepung pisang
Perlakuan perendaman dalam air biasa menghasilkan
tepung
pisang
kepok
putih
yang
halus,
kemudian
perendaman dalam larutan asam sitrat 2% menghasilkan
tepung
dengan
tekstur
halus
juga.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa dengan perendaman air biasa dan
perendaman dengan asam sitrat menghasilkan tekstur
tepung yang halus.
Tekstur tepung wortel
Tekstur tepung wortel yang dihasilkan adalah agak
halus. Pada pembuatan tepung wortel hanya ada satu
perlakuan yaitu blanching dan langsung diiris. Menurut
Slamet (2010), perlakuan blanching tidak berpengaruh
terhadap tekstur tepung yang dihasilkan. Dan terbukti
menurut data panelis yang menyatakan bahwa tekstur dari
tepung wortel yang dihasilkan agak halus.
4. Aroma tepung
Aroma tepung umumnya adalah normal tidak berbau,
kecuali pada tepung tertentu yang terbuat dari bahan yang
memang memiliki aroma tertentu seperti pisang. Aroma
atau flavor tepung ada yang tidak diinginkan seperti tengik
dan langu. Off flavor tersebut dapat muncul akibat reaksi
oksidasi enzimatis lemak yang terdapat dalam bahan.
Pencegahan timbulnya off flavor tersebut dapat dilakuakan
dengan beberapa cara, seperti perendaman dan perlakuan
panas atau blanching.
Aroma tepung ubi jalar
Tepung ubi jalar putih memiliki aroma ubi jalar yang
kuat atau khas untuk perlakuan perendaman dalam air
biasa dan perlakuan perendaman dalam air garam. Hasil
ini menunjukkan perendaman dalam air garam tidak
menurunkan kekuatan aroma ubi jaar putih. Hasil yang
sama terjadi pada tepung ubi jalar orange, dimana
perendaman dalam larutan garam menghasilkan aroma
tepung yang khas dan perendaman dalam air biasa
menghasilkan tepung dengan aroma khas juga. Hal ini
mungkin
terjadi
karena
ubi
jalar
putih
dan
orange
mengandung komponen aroma baik. Sedangkan Risfaheri
et al. (2001) melaporkan bahwa jenis dan konsentrasi
larutan garam dan asam organik untuk merendam bahan
yang akan ditepungkan tidak mempengaruhi aroma tepung
yang dihasilkan. Ini sedikit berbeda dengan pernyataan
panelis karena hampir semua menyatakan bahwa aroma
tepung ubi jalar putih maupun orange dan perendaman
dengan garam maupun tidak dengan perendaman garam
yaitu dengan air biasa tidak memberikan pengaruh yang
signifkan.
Aroma tepung pisang
Aroma
tepung
pisang
kepok
putih
untuk
kedua
perlakuan adalah sama, yaitu memiliki aroma pisang yang
khas yaitu dengan skor rata-rata 3. Dengan demikian
perendaman dalam air biasa tidak menghasilkan aroma
tepung yang berbeda dengan perlakuan perendaman
dalam larutan asam sitrat 2%. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitan
Risfaheri
konsentrasi
asam
merendam
bahan
et
al.
organik
yang
(2001)
yang
akan
bahwa
jenis
dan
digunakan
untuk
ditepungkan
tidak
mempengaruhi aroma tepung yang dihasilkan.
Aroma tepung wortel
Aroma tepung wortelyang dihasilkan adalah agak
khas, aroma tidak begitu khas dengan skor 3 baik aroma
wortel maupun off flavor tidak kuat terdeteksi pada tepung
wortel yang dihasilkan. Aroma tepung wortel yang baik
memang tidak ada bau langu, dengan demikian perlakuan
blanching dapat mencegah timbulnya off flavor
pada
tepung wortel. Akan tetapi, aroma alami wortel mengalami
penurunan intensitasnya setelah wortel diolah menjadi
tepung. Hal ini dapat terjadi karena selama pemanasan
saat pengeringan terjadi degradasi maupun penguapan
senyawa volatil penyebab aroma alami wortel (Ridal,
2003).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatan tepung secara umum terdiri dari proses
persiapan bahan, penimbangan, pengupasan, pencucian,
pengirisan,
penggilingan,
perlakuan
dan
pendahuluan,
pengayakan.
pengeringan,
Pembuatan
tepung
memerlukan proses atau perlakuan pendahuluan dalam
rangka mempertahankan warna, mencegah pencoklatan,
dan mencegah timbulnya off flavor pada tepung. Perlakuan
yang dapat dilakukan antara lain blanching, perendaman
dalam
air,
perendaman
perendaman
dalam
dalam
larutan
larutan
asam
garam
sitrat.
dan
Perlakuan
blanching dapat mencegah reaksi pencoklatan enzimatis
sehingga warna tepung yang dihasilkan tidak coklat.
Perlakuan blanching, perendaman dalam air, perendaman
dalam larutan garam dan asam sitrat secara umum tidak
berpengaruh nyata terhadap rendemen, tekstur dan aroma
tepung yang dihasilkan. Perlakuan perendaman dalam
larutan asam sitrat 2% dan perendaman dalam larutan
garam
3%
dapat
mencegah
pecnoklatan
enzimatis
sehingga dapat menghasilkan tepung dengan warna yang
lebih baik.
B. Saran
Praktikum pembuatan tepung ubi kuning atau bahan
yang lainya sebaiknya menggunakan bahan yang benarbenar berkualitas baik, tidak ada busuk atau semacamnya
sehingga tepung yang dihasilkan juga baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Alivia, P. 2005. Pengaruh Varietas dan Metode Pengeringan
terhadap Kualitas Tepung Ubi jalar. Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.
Andarwulan, N. 2008. Nilai Kalori Pangan Sumber Karbohidrat. Food Review
Indonesia. (on-line):
http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55622 (diakses tanggal 4 Juli
2015).
Anggraini, K. 2005. Pengaruh Metode Blanching dan Pencelupan dalam Lemak
Jenuh terhadap Kualitas French Fries Kentang Varietas Hertha dan
Granola. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Arifn, Miftakhul. 2005. The Efect of Blanching on Drying Rate and
Free Fatty Acid Content of Copra. Jurnall ilmu-ilmu
Pertanian VoII. No.I . Juli 2005. Halaman 71-82.
BPS. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. Collado,
L.S. dan H. Corke. 1996. Use of Wheat-Sweet Potato Composite Flours in
Yellow- Alkaline and White-Salted Noodles. Cereal Chemistry Vol. 73
No. 4 : 440-444.
Rahayu .E dan N.V.Ali, 2006. Wortel dan Lobak. Penebar Swadaya, Jakarta
Galih, Estetika. 2008. Analysis Content of Sweet Potato Powder. PT. Galih
Estetika Kuningan, Jawa Barat.
Hasim, A. dan M. Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Pilihan
Pangan Sehat. Tabloid Sinar Tani, Edisi XX, 26 Agustus
2008.
Kariada,I.K., I.B.Aribawa, Ni P. Suratmini, I.N. Sumawa, I.M. Londra,
D.A.A. Elisabeth, M.A. Widyaningsih, I.M. Swijana, dan I.M.
Subagia. 2007. Prima Tani Lahan Kering Dataran Tinggi
Beriklim Basah Desa Kerta Kecamatan Payangan
Kabupaten Gianyar. Laporan Akhir, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, Departemen Pertanian.
Kusumawati, D.D., Bambang, S.A., dan Dimas R.A.M. 2012.
Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu Pengeringan
terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Sensori Tepung Biji Nangka.
Jurnal Teknosains Pangan ISSN:2302-0733. 1(1): 41-48.
Naibaho, N.M., Hudaida, S. dan Hadi S. 2009. Studi Waktu dan
Metode Blanching terhdapa Sifat Fisik dan Kimia Tepung
Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium). Jurnal Teknologi
Pertanian, 4(2): 69-74.
Nurdjanah, N. dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman dalam
Asam Organik dan Metoda Pengeringan terhadap Mutu
Lada Hijau Kering. Bul. Littro, 19(2): 181-196.
Rahayu .E dan N.V.Ali, 2006. Wortel dan Lobak. Penebar Swadaya, Jakarta
Ridal S. 2003. Karasterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati
Talas dan Kimpul dan Uji Penerimaan α-amilase Terhadap
Patinya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Setyawan, Ari. 2007. Wortel. Universitas Brawijaya. Malang.
Slamet, A. 2010. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan pada
Pembuatan Tepung Ganyong (Canna edulis) terhadap Sifat
Fisik dan Amilograf Tepung yang Dihasilkan. Agrointek,
4(2): 100-103.
Suprapto, H. 2006. Pengaruh Perendaman Pisang Kepok (Musa
acuminax balbisiana Calla) dalam Larutan Garam terhadap
Mutu Tepung yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian,
1(2): 74-80.
Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung
dari Berbagai Jenis Ubi Jalar Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit
Non-Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II
2008. Universitas Lampung, 17-18 November 2008.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Penimbangan bahan
Pengupasan bahan
Pengeringan bahan yang telah
diiris tipis kedalam cabinet dryer
Perendaman bahan dalam air
garam
Bahan yang telah dikupas
dan dicuci
Penghamparan bahan yang
telah diiris kedalam nampan
Penggilingan bahan
dengan menggunakan blander
Penimbangan bahan yang
telah digiling untuk
mengitung rendemen
Penimbangan bahan setelah
dikeringkan dalam cabinet dryer
Tepung hasil ayakan 80 mesh
Pemotongan Bahan
setelah direndam
Pengayakan bahan setelah
digiling
TEKNOLOGI TEPUNG PATI DAN GULA
ACARA PEMBUATAN TEPUNG
KELOMPOK 6
Penanggung Jawab :
Nur Fauzan Iskandar
A1M012075
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN
TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tepung adalah hasil pengeringan dan penggilingan suatu bahan. Tepung
merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi
yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifkasi), dibentuk, dan
lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis (Winarno, 2008). Bahan yang ditepungkan biasanya
adalah bahan-bahan sumber karbohidrat seperti umbi, serealia,
dan beberapa kacang-kacangan. Selain itu, ada juga pembuatan
tepung lain untuk tujuan tertentu seperti sebagai sumber
protein, lemak, vitamin, dan pigmen.
Kualitas tepung ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya:
kandungan gizi, ukuran partikel tepung, warna, aroma, dan
adanya benda asing atau kotoran. Kualitas tepung yang baik
dihasilkan dari pemilihan bahan baku yang baik, perlakuan
pendahuluan
yang
menghilangkan
tepat
komponen
dalam
yang
menangani
tidak
bahan,
dikehendai
serta
misalnya
racun.
Pembuatan tepung memiliki beberapa kendala. Kendala
yang sering dijumpai yaitu adanya pencoklatan enzimatis,
pencoklatan non enzimatis, timbul bau langu, rasa gatal atau
adanya racun pada bahan. Kendala tersebut harus diatasi
dengan melakukan perlakuan pendahuluan sebelum bahan
digiling. Kendala utama yang sering terjadi adalah perubahan
warna tepung menjadi coklat. Terbentuknya warna coklat pada
bahan pangan yang akan dibuat tepung harus di cegah karena
berpengaruh pada kualitas sensoris produk. Cara pencegahan
tersebut dapat dilakukan dengan meminimalkan kontak antara
bahan yang telah dikupas dan udara dengan menginaktivasi
enzim penyebab pencoklatan. Beberapa penelitian melaporkan
untuk meningkatkan kualitas warna tepung yang dihasilkan
dapat dilakukan
(Naibaho,
et
al.,
perlakuan pendahuluan seperti:
2009
dan
Kusumawati,
et
blanching
al.,
2012);
perendaman dalam asam organik (Nurdjannah dan Hoerudin,
2008); perendaman dalam larutan garam (Slamet, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, dalam praktikum pembuatan
tepung ini dilakukan pembuatan tepung dari beberapa jenis
bahan, yaitu ubi jalar putih, ubi jalar orange, pisang kepok putih
dan wortel. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan adalah
dengan perendaman dalam air, dalam larutan asam sitrat (untuk
pisang), perendaman dalam larutan garam (untuk ubji jalar),
serta dilakukan juga perlakuan blanching untuk pisang dan
wortel.
B. Tujuan
Pengolahan berbagai bahan menjadi tepung dan mengamati karakteristik
tepung yang dihasilkan, serta mengukur rendemenya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika,
tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad
ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama
Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar
mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (BPS, 2008).
Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalui dipengaruhi oleh varitas, lokasi
dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varitas yang sama akan
menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi daripada musim penghujan,
demikian juga ubi jalar yang berdaging merah umumnya mempunyai kadar
karoten yang lebih tinggi daripada yang berwarna putih. Tanaman ubi jalar sangat
tanggap terhadap penambahan pupuk. Penambahan kalium sebesar 150kg KCl/ha
pada varietas lokal dapat meningkatkan hasil sebesar 28,7% dan penambahan 150
kg KCl/ha pada sumber nitrogen urea 100 kg/hadan pada sumber nitrogen ZA
200kg/ha ternyata meningkatkan hasil secara nyata sebesar 67,7 dan
23,8% .Kalium meningkatkan aktivitas fotosintesis dan mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap proses pembentukan umbi daripada pertumbuhan
batang dan daun. Pembentukan umbi akan terhambat apabila tanah kekurangan
oksigen dan air tanah terlalu tinggi sedangkan media tumbuh yang baikuntuk ubi
jalar adalah tanah bertekstur lempung atau lempung berpasir dan drainase baik.
Hasim dan Yusuf (2008).
Dan menurut Menurut Hasim dan Yusuf (2008) juga varietas ubi jalar cukup
banyak, namun baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti.
Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar,
2. Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan,
3. Rasa ubi enak dan manis,
4. Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.) dan penyakit kudis oleh
cendawan Elsinoe sp,
5. Kadar karoten tinggi di atas 10 mg/100 g dan keadaan serat ubi relatif
rendah.
Beberapa varietas unggul yang telah dilepaskan ke lapangan memiliki umur
yang berbeda, demikian juga dengan ketahanan terhadap hama boleng. Secara
fisik,kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan merupakan umbi
dari bagian batang tanaman. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama
dengan warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam, dapat berwarna
putih, kuning, jingga kemerahan, atau keabuan. Demikian pula bentuk umbinya
seringkali tidak seragam (Alivia, 2005). Berikut disajikan komposisi kimia ubi
jalar dalam 100 gram bahan segar menurut Hasim dan Yusuf (2008):
Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Jalar dalam 100 gr bahan segar
Senyawa
Komposisi
Energi (kj/100 gram)
71,1
Protein (%)
1,43
Lemak (%)
0,17
Pati (%)
22,4
Gula (%)
2,4
Serat makanan (%)
1,6
Kalsium (mg/100 gram)
29
Fosfor (mg/100 gram)
51
Besi (mg/100 gram)
0,49
Vitamin A (mg/100 gram)
0,01
Vitamin B1 (mg/100 gram)
0,09
Vitamin C (mg/100 gram)
24
Air (gram)
83,3
Sumber : Sentra Informasi Iptek, (2005).
Ubi jalar yang berwarna putih lebih diarahkan untuk pengembangan tepung
dan pati karena umbi yang berwarna cerah cenderung lebih baik kadar patinya dan
warna tepung lebih menyerupai terigu. Bentuk olahan ubi jalar yang cukup
potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah
adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan
seperti roti, cake, biskuit dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan
terigu. Sebagai contoh, kue kering (cookies) dapat diolah dari 100% tepung ubi
jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25- 50% tepung ubi jalar dengan 5075% terigu. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan cake dan kue
dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20% dibandingkan dengan cake dan
kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan gula pada ubi jalar yang
cukup tinggi.Mie dapat dibuat dari campuran 20% tepung ubi jalar dan 80% terigu
(Susilawati dan Medikasari, 2008).
Menurut Galih (2008), tepung ubi jalar mempunyai kadar protein yang rendah.
Untuk meningkatkan kadar protein tepung ubi jalar dalam pembuatan kue, perlu
substitusi dengan tepung yang mempunyai kadar protein yang lebih tinggi. Tepung
ubi jalar mempunyai kandungan karbohidrat paling tinggi dibandingkan tetapi
mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah dan kandungan abu lebih tinggi dari
pada tepung jagung. Semakin tinggi kandungan abu maka warna tepung menjadi
gelap. Tepung dengan kandungan lemak tinggi lebih cepat mengalami kerusakan.
Kadar serat yang lebih tinggi pada tepung ubi jalar menyebabkan warna tepung tidak
putih Komposisi kimia dan sifat fisik tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar
Komponen dan Sifat Fisik
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Abu (%)
Derajat Putih (%)
Waktu Gelatinisasi (menit)
Suhu Gelatinisasi (oC)
Waktu Granula Pecah (menit)
Suhu Granula Pecah (oC)
Viskositas Puncak (BU)
Sumber: Galih (2008)
Tepung Ubi Jalar
7,00
2,11
0,53
84,74
2,58
74,43
32,5
78,8
39,5
90,0
1815
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada baik di dalam maupun luar
negeri dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan eksportir, maka rekomendasi
yang dapat diberikan untuk penetapan standar mutu tepung ubi jalar di Indonesia
adalah: kadar air maksimal 10%, kadar abu maksimal 3%, kadar lemak maksimal
1%, kadar protein minimal 3%, kadar serat kasar minimal 2%, dan kadar
karbohidrat minimal 85%. Selain persyaratan kimia juga ditetapkan persyaratan
fisik dan mikrobiologis. Persyaratan fisik mengikuti persyaratan produk tepung
pada umumnya yaitu bentuk, bau dan warna normal, tidak diperkenankan
keberadaan benda-benda asing, dan dengan tingkat kehalusan minimal 95%
produk lolos ayakan 80 mesh (Galih, 2008).
Berbagai macam produk olahan tepung ubi jalar yang dapat dibuat antara
lain biskuit ubi jalar, donat ubi jalar, french fries ubi jalar, kue mangkok ubi jalar,
pilus ubi jalar, pukis ubi jalar, es krim ubi jalar, bak pao ubi jalar, apem ubi jalar,
keripik ubi jalar, manisan kering ubi jalar, dodol ubi jalar, sweet potato chocolate
nut cake (Suismono et al., 2006).
B. Pisang
Tumbuhan Pisang banyak terdapat di Indonesia dan dapat tumbuh dengan baik
di daerah tropis dan subtropis. Di Asia, Indonesia merupakan penghasil pisang
terbesar yaitu kira-kira 50% dari produksi pisang Asia. Pisang merupakan buahbuahan terpenting di Indonesia, dengan jumlah produksi tertinggi diantara buahbuahan yang ada (Andarwulan, 2008). Pisang merupakan tumbuhan yang tidak
mengenal musim dan mudah berkembangbiak; hal tersebut menyebabkan
ketersediaan buah pisang di pasaran selalu melimpah. Kendala yang ada adalah buah
pisang memiliki waktu penyimpanan yang relatif singkat karena mempunyai kadar air
yang tinggi sehingga membuat buah pisang cepat busuk. Salah satu cara untuk
mengatasi kendala tersebut yakni untuk memperpanjang daya simpan serta daya
penggunaannya, buah pisang diolah menjadi berbagai produk seperti dalam bentuk
tepung pisang atau produk olahan lain.
Menurut Andarwulan (2008), Pengolahan buah pisang menjadi tepung
merupakan salah satu alternatif. Tepung buah pisang mengandung karbohidrat yang
cukup tinggi yaitu 70% - 80% sehingga buah pisang cukup potensial dikembangkan
sebagai sumber pati. Tepung pisang adalah tepung yang diperoleh dari
irisan buah pisang yang telah dikeringkan (chips) dan dihancurkan
(ditumbuk) secara manual maupun menggunakan mesin penepung.
Tujuan pengolahan Pisang menjadi Tepung Pisang adalah untuk
meningkatkan nilai tambah buah pisang dan menyediakan bahan baku
untuk proses industri (pengolahan) pangan lebih lanjut.
Di Indonesia, kebanyakan industri pati mengandalkan satu jenis bahan baku
saja, yaitu singkong. Selama ini kurang ada usaha untuk mencari alternatif pati selain
singkong, umbi-umbian (umbi kimpul, kentang dan ganyong) dan rumput-rumputan
(gandum dan padi). Ada baiknya dilakukan diverifikasi sumber
pati sehingga
pasokan tidak terhalang jika terjadi gangguan penyediaan bahan baku konvensional.
Berdasarkan perihal tersebut, perlu diteliti sumber pati lain dari bahan alam. Salah
satunya adalah buah pisang. Pada penelitian ini buah pisang yang digunakan adalah
pisang kepok mentah. Kandungan pati yang terbesar terdapat pada buah-buahan yang
belum ranum, kandungan patinya mencapai 70% dari berat keringnya. Pada saat buah
menjadi ranum, maka sebagian pati akan diubah menjadi sukrosa sehingga kadar
patinya menurun. Pada waktu kadar pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan
sukrosa yang terbentuk akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa (Winarno, 2008).
Buah pisang kepok menghasilkan pati dengan warna lebih putih jika dibandingkan
dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang menghasilkan pati bewarna
coklat kehitaman. Pati pisang kepok memiliki sifat fisikokimia pati yang baik,
sehingga buah pisang kepok memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan
sebagai sumber pati sebagai bahan pangan maupun keperluan lain, misalnya sebagai
bahan tambahan dalam bidang farmasi, baik dalam bentuk pati asli ataupun dalam
bentuk hasil modifikasi.
Pati alami (belum dimodifikasi) mempunyai beberapa kelemahan pada
karakteristiknya yaitu tidak larut dalam air dingin, membutuhkan waktu yang lama
dalam pemasakan, pasta yang dihasilkan cukup keras, dan mempunyai kestabilan
yang rendah. Dengan berbagai kekurangan tadi, maka dikembangkan berbagai
modifikasi terhadap pati yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar (industri)
yang berbeda-beda tersebut.
C. Wortel
Wortel
(Daucus
carota
L.)
adalah
tanaman
semusim
berbentuk rumput yang mempunyai umbi berwarna kuning
sampai kemerahan. Umbi ini terbentuk dari akar yang berubah
bentuk dan fungsi sehingga bisa dikonsumsi. Wortel termasuk
kedalam famili Umbilliferae, yaitu tanaman yang bunganya
mempunyai susunan bentuk mirip dengan payung dan pertama
kali ditemukan di Eropa bagian selatan, Afrika utara dan di
perbatasan Asia. Tanaman wortel telah lama dibudidayakan
disekitar jalur Mediterania. Wortel akan tumbuh baik pada
daerah yang mempunyai suhu berkisar antara 16-21°C. Suhu
yang paling baik untuk proses perkecambahan biji adalah antara
8-18°C dan wortel dapat tumbuh dengan optimal pada tanah
yang mempunyai struktur remah, gembur dan kaya akan humus
dengan pH berkisar antara 5,5- 6,5. Umbi wortel dapat dipanen
setelah berumur kira-kira 2,5-4 bulan. Umbi yang baik adalah
yang masih muda karena umbi yang sudah tua mempunyai
tekstur yang keras dan pahit (Setyawan, 2007)
Komponen terbesar dari umbi wortel adalah air, sedangkan
komponen yang lain adalah karbohidrat, yang merupakan
komponen padatan terbesar, sedangkan protein, lemak dan
beberapa vitamin dan mineral terdapat dalam jumlah kecil.
Komposisi dalam wortel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia wortel (tiap 100 g bahan)
Komposisi
Protein gram
Lemak gram
Karbohidrat gram
Kalsium miligram
Fosfor miligram
Besi miligram
Vitamin A SI
Vitamin B1 miligram
Vitamin C miligram
Air gram
Sumber: (Rahayu.E, 2006)
Jumlah
1,20
0,30
9,30
39,00
37,00
0,80
12000,00
0,06
6,00
88,20
D. Pencoklatan Enzimatis dan Pencegahanya
Menurut Winarno (2008), banyak sekali senyawa fenolik
yang dapat bertindak sebagai subtract dalam reaksi pencoklatan
enzimatis pada buah dan sayuran. Senyawa senyawa fenolik
tersebut di antaranya adalah katekin dan turunannya seperti
tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, dan leukoantosianin,
Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada bahan yang akan
dibuat tepung jika jaringan buah atau sayuran itu terpotong atau
terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul warna coklat karena
konversi senyawa fenolat menjadi melanin dengan bantuan
enzim polifenol oksidase. Reaksi tersebut membutuhkan oksigen
sebagai akseptor H2 dan ion tembaga sebagai katalisator Enzim
yang berperan mengkatalisa oksidasi senyawa fenol adalah
polifenol oksidase.
Kontak antara jaringan yang terluka atau terpotong dengan
udara akan menyebabkan pencoklatan. Hal tersebut dikarenakan
senyawa fenol teroksidasi secara enzimatis menjadi o-kuinon,
yang secara cepat mengalami polimerisasi membentuk pigmen
coklat atau melanin. Senyawa fenol bersifat sangat mudah
terdekomposisi pada suhu biasa dan sangat sukar untuk diisolasi.
Tingkat
reaksi
pencoklatan
enzimatis
semakin
tinggi
jika
konsentrasi phenolic (subtrat PPO) pada buah dan sayuran tinggi
dan konsentrasi asam askorbat yang rendah. Enzim polifenol
oksidase dapat diinaktivasi dengan perlakuan panas dengan
suhu
90°C.
Biasanya
pada
bahan
pangan
yang
mudah
mengalami pencoklatan enzimatis dilakukan perlakuan panas
yaitu
blanching
untuk
menginaktifkan
enzim
penyebab
pencoklatan. Selain itu, pada pembuatan tepung perlakuan blanching juga
dapat menghilangkan getah pada bahan sehingga menghasilkan tepung dengan
mutu yang lebih baik (Kusumawati, et al., 2012).
Metode
lain
untuk
memperlambat
reaksi
pencoklatan
enzimatis adalah dengan menurunkan pH jaringan lebih kecil
daripada pH optimum enzim polifenol aksidase, yang berkisar
antara
4.0
-7.0.
Asam
yang
dapat
ditambahkan
untuk
menurunkan pH adalah asam sitrat, malat, askorbat, dan asam
fosfat (Nurdjanah dan Hoerudin, 2008).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Pisau
2. Baskom
3. Dandang
4. Nampan
5. Dryer (cabinet dryer)
6. Grinder
7. Ayakan 80 mesh
B. Bahan
1. Ubi jalar warna putih dan orange
2. Pisang kepok putih
3. Wortel
4. Garam, asam sitrat
5. Aquades
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Ubi jalar orange dan putih disiapkan dan ditimbang sebanyak
kurang lebih 500 gram dan masing-masing dibuat 2 kali ulangan
(A gram)
Ubi jalar yang sudah ditimbang, kemudian dicuci dan dipotong
5cm, direndam dalam air biasa (U-1) dan direndam dalam larutan
garam 3% (U-2) selama 15 menit
Selanjutnya ubi jalar diiris tipis kemudian dikeringkan pada suhu
50-60oC sampai kering patah. Sebelum digiling, timbang bahan
kering yang dihasilkan (B gram), digunakan untuk menghitung
bagian yang tidak lolos ayakan
Dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Tepung yang dihasilkan (C gram) ditimbang dan bagian yang tidak
lolos ayakan (D garm) ditimbang.
Dilakukan pengamatan terhadap tepung yang dihasilkan, meliputi
rendemen tepung, persentasi bagian yang tidak lolos ayakan dan
organoleptik
(tekstur, warna dan aroma)
2. Pembuatan Tepung Pisang
Pisang kapok putih yang mangkal (belum masak) disiapkan dan
ditimbang sebanyak kurang lebih 500 gram dan masing-masing
dibuat 2 kali ulangan (A gram)
Pisang kepok disteam blanching yang belum terkupas selama 15
menit, kemudian dinginkan diiris tipis lalu rendam air biasa(P-1)
dan asam sitrat 2% (P-2)
Kemudian dikeringkan pada suhu 50-60oC sampai kering patah.
Sebelum digiling, timbang bahan kering yang dihasilkan (B gram),
digunakan untuk menghitung bagian yang tidak lolos ayakan
Dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Tepung yang dihasilkan (C gram) ditimbang dan bagian yang tidak
lolos ayakan (D garm) ditimbang.
Dilakukan pengamatan terhadap tepung yang dihasilkan, meliputi
rendemen tepung, persentasi bagian yang tidak lolos ayakan dan
organoleptik
(tekstur, warna dan aroma)
3. Pembuatan Tepung Wortel
Wortel disiapkan dan ditimbang sebanyak kurang lebih 500 gram
dan masing-masing dibuat 2 kali ulangan (A gram)
Wortel kemudian dicuci dan dipotong 5cm, dilakukan steam
blanching selama 10 menit, dinginkan dan diiris tipis (W-1),
sedang yang lain langsung diiris tipis(W-2)
Selanjutnya dikeringkan pada suhu 50-60oC sampai kering patah.
Sebelum digiling, timbang bahan kering yang dihasilkan (B gram),
digunakan untuk menghitung bagian yang tidak lolos ayakan
Dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Tepung yang dihasilkan (C gram) ditimbang dan bagian yang tidak
lolos ayakan (D garm) ditimbang.
Dilakukan pengamatan terhadap tepung yang dihasilkan, meliputi
rendemen tepung, persentasi bagian yang tidak lolos ayakan dan
organoleptik
(tekstur, warna dan aroma)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil Pengukuran Berat Dan Rendemen
Jenis
Bahan
Ubi Jalar
Putih
Pisang
Ubi Jalar
Orange
Wortel
Pengukuran
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
Berat awal (A)
Berat bahan kering
(B)
Berat tepung yang
Perlakuan
Perendaman
Perendaman
larutan
air biasa
garam 1,5%
(U1)
(U2)
501 g
503,5 g
175,8 g
147,8 g
131,7 g
104,2 g
42,9 g
42,2 g
26,29 %
20,69 %
24,4 %
28,55 %
507 g
509,5 g
84,5 g
59,2 g
55,1 g
63,1 g
29,4 g
26,5 g
12,38 %
12,38 %
34,79 %
29,71 %
500 g
500 g
106,2 g
141,2 g
63,1 g
98,1 g
15,2 g
42,2 g
12,62 %
19,62 %
14,31 %
30,2 %
500 g
500 g
41,1 g
33,1 g
17,6 g
11,4 g
dihasilkan (C)
Berat yang tidak
lolos ayakan (D)
Rendemen
Bagian yang tidak
lolos ayakan
25,2 g
22,4 g
3,52 %
2,28 %
59,85 %
67,67 %
Keterangan :
1. Rendemen Tepung
Rendemen
=
C
x 100%
A
2. Persentasi bagian yang tidak lolos ayakan
Bagian yang tidak lolos =
D x 100%
B
Hasil Uji Organoleptik
Aroma
Panel
is
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumla
h
RataRata
Ubi Jalar
Putih
P
TP
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
JENIS TEPUNG
Ubi Jalar
Pisang
Orange
P
TP
P
TP
4
2
3
3
4
3
4
4
3
2
4
3
3
4
4
5
3
4
5
4
3
2
4
3
3
2
4
4
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
4
4
4
4
3
3
2
2
3
2
3
3
2
2
3
3
3
4
4
4
P
2
2
2
3
3
4
4
3
3
4
4
3
3
3
4
TP
1
1
1
5
2
3
3
3
3
4
4
3
3
3
4
54
55
47
43
56
52
47
43
3,6
3,1
2,8
3,7
3,4
3,1
2,8
7
3
7
3
7
3
7
3,6
Keterangan :
Wortel
1 = Sangat Tidak Khas
P = Dengan Perlakuan Garam
2 = Tidak Khas
TP = Tanpa Perlakuan
3 = Agak Khas
4 = Khas
5 = Sangat Khas
Tekstur
Panel
is
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumla
h
RataRata
Ubi Jalar
Putih
P
TP
5
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
JENIS TEPUNG
Ubi Jalar
Pisang
Orange
P
TP
P
TP
5
4
4
4
5
5
4
4
5
5
4
4
4
5
4
3
5
4
4
3
4
5
4
3
5
5
4
3
5
5
4
4
5
5
4
4
5
5
3
3
5
5
4
2
3
4
4
4
5
5
4
3
4
4
4
4
4
5
4
4
P
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
5
TP
2
2
2
3
2
2
3
2
3
3
3
3
3
2
5
74
72
69
53
49
40
4,8
4,9
3,5
3,2
2,6
3
7
7
4,9
3
71
4,7
3
60
4
Wortel
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Halus
P = Dengan Perlakuan
Garam
2 = Tidak Halus
3 = Agak Halus
4 = Halus
TP = Tanpa Perlakuan
5 = Sangat Halus
Warna
Panel
is
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumla
h
RataRata
Ubi Jalar
Putih
P
TP
4
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
JENIS TEPUNG
Ubi Jalar
Pisang
Orange
P
TP
P
TP
5
5
3
3
4
4
4
4
5
5
3
4
5
5
4
4
3
3
3
4
5
5
2
2
5
4
4
4
5
5
3
4
5
5
3
4
5
5
4
4
5
5
4
3
3
5
4
3
5
4
4
4
3
5
4
4
3
4
4
3
P
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
TP
5
5
5
5
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
4
61
63
66
69
74
73
4,2
4,4
4,6
4,9
4,8
3
7
putih
dan
4,0
7
61
4,0
7
54
3,6
Wortel
Keterangan:
Ubi
Jalar
Ubi jalar Orange dan
pisang
wortel
1 = Coklat
1 = Putih
2 = Coklat Keputihan
2 = Putih Kekuningaan
3 = Putih Kecoklatan
3 = Kuning Keputihan
4 = Agak Putih
4 = Agak kuning
5 = Putih
5 = Kuning
B. Pembahasan
Praktikum pembuatan tepung dilakukan dengan 4
jenis bahan, yaitu ubi jalar putih, ubi jalar kuning/orange,
wortel, pisang kepok. Proses pembuatan tepung dimulai
dengan persiapan dan pemilihan bahan. Pemilihan bahan
baku harus yang berkualitas sehingga dihasilkan tepung
yang berkualitas pula. Misalnya untuk pisang, seharusnya
pisang yang digunakan adalah pisang yang sudah tua tapi
belum matang, atau dengan kata lain sudah mengkal.
Bahan ditimbang sebanyak 500 g untuk setiap perlakuan.
Penimbangan
dilakukan
untuk
menghitung
rendemen
tepung yang dihasilkan. Tahap selanjutnya bahan adalah
perlakuan pendahuluan, dengan perlakuan pendahuluan
yang berbeda untuk setiap jenis bahan.
Perlakuan pendahuluan pada pembuatan tepung ubi
jalar adalah dengan perendaman dalam larutan garam 3%.
Perlakuan pendahuluan pada pembuatan tepung pisang
adalah dengan blanching dan perendaman dalam larutan
asam sitrat 2%, sedangkan pembuatan tepung wortel
hanya
dilakukan
perlakuan
blanching.
Tujuan
dari
perlakuan-perlakuan tersebut adalah untuk menghasilkan
tepung dengan karakteristik yang baik terutama untuk
warna dan aroma. Hal ini dilakukan karena memang
kendala
utama
dalam
pengolahan
tepung
adalah
timbulnya warna coklat dan adanya bau atau flavor yang
tidak
diinginkan
(off flavor ).
Pencegahan
terhadap
pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan blancing
dan dengan perendaman.
Proses perendaman bahan bertujuan untuk mencegah
reaksi pencoklatan enzimatis. Dengan direndam dalam air,
diharapkan dapat mencegah kontak bahan dengan udara
dan kontak substrat dengan enzim sehingga reaksi oksidasi
yang
menyebabkan
pencoklatan
dapat
dicegah.
Perendaman dalam larutan garam 3% maupun larutan
asam sitrat 2% juga dapat mencegah reaksi enzimatis
karena enzim dapat inaktif pada kondisi tersebut.
Tujuan
dari
perlakuan
blanching
adalah
untuk
menginaktifkan enzim-enzim sehingga reaksi pencoklatan
enzimatis pada bahan dapat dicegah. Selain itu degradasi
karotenoid pada wortel juga dapat dicegah karena enzim
inaktif dan reaksi enzimatis yang dapat menghasilkan off
flavor
juga
dapat
dicegah.
Metode
blanching
yang
digunakan adalah steam blanching dengan pertimbangan
beberapa
hal.
Pertama,
metode
ini
tidak
banyak
menyebabkan kehilangan zat gizi bahan. Selain itu, jika
dibandingkan dengan hot water blanching, metode steam
blanching ini memang lebih cocok digunakan pada bahan
yang akan dibuat menjadi tepung. Berdasarkan hasil
penelitian
Arifn
(2005),
blanching
menggunakan
air
mendidih menghasilkan produk kering dengan kadar air
yang lebih besar daripada kadar air pada blanching
menggunakan uap air pada lama blanching yang sama.
Perbedaan ini terjadi karena media pada blanching air
mendidih
adalah
air
secara
langsung
bersinggungan
dengan bahan, yang mempunyai molekul lebih rapat
daripada uap air. Keadaan ini menyebabkan pemasukan
molekul air ke dalam bahan lebih banyak daripada uap air
pada suhu dan lama blanching yang sama. Hal ini didukung
oleh pendapat Anggraini, K. (2005) bahwa maksud blanching
antara lain untuk melunakkan
dinding sel, sehingga
bersifat lebih permeable terhadap air pada saat proses
pengeringan.
Bahan
yang
telah
diberi
perlakuan
pendahuluan
selanjutnya dikeringkan menggunakan pengering cabinet
pada suhu 50-60°C sampai kering patah. Setelah itu bahan
yang telah kering ditimbang, dihaluskan menggunakan
blender dan diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh.
Tepung
yang
dihasilkan
selanjutnya
ditimbang
untuk
menghitung rendemen, serta diamati tekstur, warna, dan
aromanya.
1. Rendemen tepung
Rendemen tepung yang dihasilkan diperoleh dengan
membagi berat tepung yang dihasilkan dengan berat
bahan awal kemudian dikali 100%. Hasil rendemen tepung
yang dihasilkan pada praktikum ini bervariasi tergantung
pada jenis bahan yang ditepungkan. Bagian yang tidak
lolos ayakan dihitung juga untuk menentukan tingkat
kehalusan tepung.
Tepung ubi jalar
Pembuatan tepung ubi jalar dengan dua perlakuan
yaitu perendaman dalam air biasa dan dalam larutan
garam 3% menghasilkan rendemen yang berkisar antara
12,62%-26,29%. Untuk tepung ubi jalar putih, perendaman
dalam air biasa menghasilkan rendemen yang lebih rendah
dibanding perendaman dalam larutan garam, sedangkan
untuk tepung ubi jalar orange pun seperti ubi jalar outih
yang dengan perendaman garam memiliki renemen yang
lebih banyak. Menurut
Kariada et al. (2007), tingkat
rendemen rata-rata pada produksi tepung ubi jalar adalah
26,5%. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Alivia
(2005)
dimana
mencapai 27,4%.
tingkat
rendemen
tepung
ubi
jalar
Tepung pisang
Rendemen tepung pisang kepok putih memiliki nilai
yang lebih tinggi untuk perlakuan perendaman dalam
larutan asam sitrat 2%. Selain itu, perendaman dalam
larutan asam sitrat juga menghasilkan tingkat kehalusan
tepung yang lebih baik. Hal ini kemungkinan karena asam
sitrat dapat meningkatkan kestabilan zat-zat yang terdapat
dalam bahan sehingga tekstur tepung lebih halus dan
rendemennya lebih tinggi. Rendemen tepung pisang kepok
yang dihasilkan yaitu 12,38% dan 12,38%.
Tepung wortel
Tepung
wortel
yang
dibuat
pada
praktikum
ini
memiliki rendemen sebesar 3,52% dan rendemen dengan
menggunakan blanching 2,28% . Rendemen dan tingkat
kehalusan tepung tersebut dinilai masih rendah karena
tingginya bagian yang tidak lolos ayakan 59,85% dan
67,67% . Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena
terjadinya
penyerapan
air
kembali
saat
pengayakan
sehingga terjadi penggumpalan dan banyak yang tidak
lolos ayakan dan kemungkinan adanya pengerasan bahan
pada saat pengeringan di cabinet dryer yaitu melebihi
kering patah.
2. Warna tepung
Warna dalam makanan memiliki peran yang sangat
penting
terhadap
dalam
suatu
peningkatan
bahan
penerimaan
konsumen
makanan. Permasalahan
yang
terjadi pada bahan pangan adalah mudah mengalami
pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi
dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh
pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan
tersebut. Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi
antara oksigen dan suatu senyawa fenol yang dikatalisis
oleh polyphenol oksidase. Terbentuknya warna coklat pada
bahan pangan yang akan dibuat tepung harus di cegah
karena berpengaruh pada kualitas sensoris produk.
Warna tepung ubi jalar
Pembuatan
tepung
ubi
jalar
dilakukan
dengan
perlakuan perendaman dalam air biasa dan dalam larutan
garam 3%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna
tepung ubi jalar putih perlakuan U1 adalah agak putih,
sedangkan perlakuan U2 juga berwarna agak putih dengan
skor 4,07 dengan perendaman garam dan 4,2 tanpa
perendaman garam. Sedangkan tepung ubi jalar orange
memiliki warna kuning keputihan untuk U1 dan U2.
Hasil praktikum mengenai warna tepung ubi jalar
tersebut
menunjukkan
bahwa
perlakuan
perendaman
dalam larutan garam menghasilkan tepung dengan warna
yang lebih baik namun dalam praktikum kali ini tidak
menghasilkan hasil yang baik dikarenakan kemungkinan
kualitas bahan baku yang kurang baik. Tepung yang baik
adalah tepung yang memiliki warna sesuai dengan warna
alami bahan, yaitu putih untuk ubi jalar putih dan orange
untuk ubi jalar orange. Pada tepung ubi jalar putih dan
orange, perendaman dalam larutan garam menghasilkan
warna tepung yang lebih putih dan lebih orange. Hal ini
menunjukkan reaksi pencoklatan pada bahan tersebut
dapat dihambat dengan perlakuan perendaman dalam
larutan garam 3%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Suprapto (2006) dimana perendaman dalam larutan garam
dapat menghasilkan warna tepung yang lebih baik dan
efektif menghambat reaksi pencoklatan enzimatis. Selain
itu,
selama
pengeringan
juga
terjadi
degradasi
dan
kerusakan pigmen pada ubi jalar (Hasim dan Yusuf, 2008).
Selain
perendaman
mencegah
dengan
pencoklatan
larutan
enzimatis
garam,
Widiowati
untuk
(2009)
menyarankan untuk merendam irisan ubi jalar dalam
larutan sodium bisulft 0,3% selama satu jam.
Warna tepung pisang kepok
Pembuatan tepung pisang kepok putih dilakukan
dengan perlakuan blanching dan perlakuan perendaman
dalam air biasa (P1) dan perendaman dalam larutan asam
sitrat
2%
(P2).
menghasilkan
Pisang
warna
kepok
agak
putih,
putih
perlakuan
P1
dan
perlakuan
P2
menghasilkan warna tepung agak putih juga. Dengan
demikian
perendaman
dalam
larutan
asam
sitrat
seharusnya lebih efektif dalam menghambat terjadinya
pencoklatan namun pada praktikum kali ini belum terlihat
perbedaan yang signifkan.
Pada pembuatan tepung pisang kepok putih, warna
yang dihasilkan cenderung coklat. Padahal seharusnya
perendaman dan perlakuan blanching dapat mencegah
pencoklatan enzimatis (Nurdjannah dan Hoerudin, 2008;
Naibaho, et al., 2009 dan Kusumawati, et al., 2012).
Adanya perubahan warna coklat pada tepung pisang kepok
ini kemungkinan bukan akibat pencoklatan enzimatis,
sebab pada waktu akan dikeringkan (akan dimasukkan ke
dalam pengering kabinet) warna irisan pisang kepok belum
coklat. Dengan demikian dimungkinkan terjadi reaksi
pencoklatan non enzimatis selama pengeringan yaitu
reaksi antara gula reduksi dan asam amino. Reaksi
pencoklatan tersebut diinduksi oleh tingginya gula reduksi
pada pisang karena pisang yang digunakan sudah hampir
matang. Selain gula reduksi, kandungan protein pada
tepung ubi jalar juga menyebabkan terjadinya reaksi
pencoklatan tersebut (reaksi maillard). Menurut Suprapto
(2006), tepung pisang mengandung protein sebanyak 2,733,84%. Pisang kepok yang digunakan untuk membuat
tepung sebaiknya pisang kepok yang sudah tua namun
belum matang sehingga kadar patinya tinggi dan kadar
gula reduksinya rendah.
Warna tepung wortel
Pembuatan tepung wortel yang dilakukan dengan
perlakuan blanching menghasilkan warna tepung yang
agak orange. Warna orange tersebut berasal dari pigmen
karoten pada wortel. Terjadi penurunan intensitas warna
orange setelah wortel dibuat menjadi tepung. Hal ini dapat
terjadi akibat pemanasan saat pengeringan yang dapat
menyebabkan
pigmen
tersebut
terdegradasi
menjadi
senyawa yang memiliki warna lebih pucat. Selain itu,
terjadi
pula
reaksi
pencoklatan
enzimatis.
Perlakuan
pendahuluan yang dilakukan pada praktikum pembuatan
tepung wortel ini hanya satu, yaitu dengan blanching.
Kemungkinan perlakuan tunggal tersebut kurang efektif
dalam mempertahankan warna orange dan mencegan
pencoklatan. Menurut Vargas et al. (2001), pencoklatan
pada proses pengolahan wortel dan dapat dikurangi
dengan penambahan asam askorbat yang dikombinasi
dengan proses blanching.
3. Tekstur tepung
Tekstur tepung ubi jalar
Tepung ubi jalar yang dihasilkan dari perlakuan
perendaman air maupun perendaman dalam larutan garam
3% secara umum sama, yaitu halus. Baik ubi jalar putih
maupun ubi jalar kuning.
memiliki rata-rata penilaian
terhadap tekstur yang sama yaitu dengan skor rata-rata 4
yaitu
halus.
Hasil
demikian
menunjukkan
bahwa
perendaman dalam air biasa tidak menghasilkan tekstur
tepung yang berbeda dengan tepung yang dihasilkan dari
perlakuan
perendaman
dalam
larutan
garam.
Kedua
perlakuan menghasilkan tekstur yang sama. Hasil penilaian
panelis mengenai tekstur tepung juga berkorelasi positif
dengan
tingkat
kehalusan
tepung
ubi
jalar
dimana
kehalusan tepung secara umum tidak jauh berbeda untuk
kedua perlakuan pada setiap jenis ubi jalar. Akan tetapi,
meskipun kehalusan antara kedua perlakuan perendaman
tidak jauh berbeda untuk bahan yang sama, terdapat
perbedaan tingkat kehalusan antara tepung ubi jalar
orange dan ubi jalar putih. Tepung ubi jalar putih memiliki
tingkat kehalusan tertinggi, disusul oleh tepung ubi jalar
orange.
Tekstur tepung pisang
Perlakuan perendaman dalam air biasa menghasilkan
tepung
pisang
kepok
putih
yang
halus,
kemudian
perendaman dalam larutan asam sitrat 2% menghasilkan
tepung
dengan
tekstur
halus
juga.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa dengan perendaman air biasa dan
perendaman dengan asam sitrat menghasilkan tekstur
tepung yang halus.
Tekstur tepung wortel
Tekstur tepung wortel yang dihasilkan adalah agak
halus. Pada pembuatan tepung wortel hanya ada satu
perlakuan yaitu blanching dan langsung diiris. Menurut
Slamet (2010), perlakuan blanching tidak berpengaruh
terhadap tekstur tepung yang dihasilkan. Dan terbukti
menurut data panelis yang menyatakan bahwa tekstur dari
tepung wortel yang dihasilkan agak halus.
4. Aroma tepung
Aroma tepung umumnya adalah normal tidak berbau,
kecuali pada tepung tertentu yang terbuat dari bahan yang
memang memiliki aroma tertentu seperti pisang. Aroma
atau flavor tepung ada yang tidak diinginkan seperti tengik
dan langu. Off flavor tersebut dapat muncul akibat reaksi
oksidasi enzimatis lemak yang terdapat dalam bahan.
Pencegahan timbulnya off flavor tersebut dapat dilakuakan
dengan beberapa cara, seperti perendaman dan perlakuan
panas atau blanching.
Aroma tepung ubi jalar
Tepung ubi jalar putih memiliki aroma ubi jalar yang
kuat atau khas untuk perlakuan perendaman dalam air
biasa dan perlakuan perendaman dalam air garam. Hasil
ini menunjukkan perendaman dalam air garam tidak
menurunkan kekuatan aroma ubi jaar putih. Hasil yang
sama terjadi pada tepung ubi jalar orange, dimana
perendaman dalam larutan garam menghasilkan aroma
tepung yang khas dan perendaman dalam air biasa
menghasilkan tepung dengan aroma khas juga. Hal ini
mungkin
terjadi
karena
ubi
jalar
putih
dan
orange
mengandung komponen aroma baik. Sedangkan Risfaheri
et al. (2001) melaporkan bahwa jenis dan konsentrasi
larutan garam dan asam organik untuk merendam bahan
yang akan ditepungkan tidak mempengaruhi aroma tepung
yang dihasilkan. Ini sedikit berbeda dengan pernyataan
panelis karena hampir semua menyatakan bahwa aroma
tepung ubi jalar putih maupun orange dan perendaman
dengan garam maupun tidak dengan perendaman garam
yaitu dengan air biasa tidak memberikan pengaruh yang
signifkan.
Aroma tepung pisang
Aroma
tepung
pisang
kepok
putih
untuk
kedua
perlakuan adalah sama, yaitu memiliki aroma pisang yang
khas yaitu dengan skor rata-rata 3. Dengan demikian
perendaman dalam air biasa tidak menghasilkan aroma
tepung yang berbeda dengan perlakuan perendaman
dalam larutan asam sitrat 2%. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitan
Risfaheri
konsentrasi
asam
merendam
bahan
et
al.
organik
yang
(2001)
yang
akan
bahwa
jenis
dan
digunakan
untuk
ditepungkan
tidak
mempengaruhi aroma tepung yang dihasilkan.
Aroma tepung wortel
Aroma tepung wortelyang dihasilkan adalah agak
khas, aroma tidak begitu khas dengan skor 3 baik aroma
wortel maupun off flavor tidak kuat terdeteksi pada tepung
wortel yang dihasilkan. Aroma tepung wortel yang baik
memang tidak ada bau langu, dengan demikian perlakuan
blanching dapat mencegah timbulnya off flavor
pada
tepung wortel. Akan tetapi, aroma alami wortel mengalami
penurunan intensitasnya setelah wortel diolah menjadi
tepung. Hal ini dapat terjadi karena selama pemanasan
saat pengeringan terjadi degradasi maupun penguapan
senyawa volatil penyebab aroma alami wortel (Ridal,
2003).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatan tepung secara umum terdiri dari proses
persiapan bahan, penimbangan, pengupasan, pencucian,
pengirisan,
penggilingan,
perlakuan
dan
pendahuluan,
pengayakan.
pengeringan,
Pembuatan
tepung
memerlukan proses atau perlakuan pendahuluan dalam
rangka mempertahankan warna, mencegah pencoklatan,
dan mencegah timbulnya off flavor pada tepung. Perlakuan
yang dapat dilakukan antara lain blanching, perendaman
dalam
air,
perendaman
perendaman
dalam
dalam
larutan
larutan
asam
garam
sitrat.
dan
Perlakuan
blanching dapat mencegah reaksi pencoklatan enzimatis
sehingga warna tepung yang dihasilkan tidak coklat.
Perlakuan blanching, perendaman dalam air, perendaman
dalam larutan garam dan asam sitrat secara umum tidak
berpengaruh nyata terhadap rendemen, tekstur dan aroma
tepung yang dihasilkan. Perlakuan perendaman dalam
larutan asam sitrat 2% dan perendaman dalam larutan
garam
3%
dapat
mencegah
pecnoklatan
enzimatis
sehingga dapat menghasilkan tepung dengan warna yang
lebih baik.
B. Saran
Praktikum pembuatan tepung ubi kuning atau bahan
yang lainya sebaiknya menggunakan bahan yang benarbenar berkualitas baik, tidak ada busuk atau semacamnya
sehingga tepung yang dihasilkan juga baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Alivia, P. 2005. Pengaruh Varietas dan Metode Pengeringan
terhadap Kualitas Tepung Ubi jalar. Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.
Andarwulan, N. 2008. Nilai Kalori Pangan Sumber Karbohidrat. Food Review
Indonesia. (on-line):
http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55622 (diakses tanggal 4 Juli
2015).
Anggraini, K. 2005. Pengaruh Metode Blanching dan Pencelupan dalam Lemak
Jenuh terhadap Kualitas French Fries Kentang Varietas Hertha dan
Granola. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Arifn, Miftakhul. 2005. The Efect of Blanching on Drying Rate and
Free Fatty Acid Content of Copra. Jurnall ilmu-ilmu
Pertanian VoII. No.I . Juli 2005. Halaman 71-82.
BPS. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. Collado,
L.S. dan H. Corke. 1996. Use of Wheat-Sweet Potato Composite Flours in
Yellow- Alkaline and White-Salted Noodles. Cereal Chemistry Vol. 73
No. 4 : 440-444.
Rahayu .E dan N.V.Ali, 2006. Wortel dan Lobak. Penebar Swadaya, Jakarta
Galih, Estetika. 2008. Analysis Content of Sweet Potato Powder. PT. Galih
Estetika Kuningan, Jawa Barat.
Hasim, A. dan M. Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Pilihan
Pangan Sehat. Tabloid Sinar Tani, Edisi XX, 26 Agustus
2008.
Kariada,I.K., I.B.Aribawa, Ni P. Suratmini, I.N. Sumawa, I.M. Londra,
D.A.A. Elisabeth, M.A. Widyaningsih, I.M. Swijana, dan I.M.
Subagia. 2007. Prima Tani Lahan Kering Dataran Tinggi
Beriklim Basah Desa Kerta Kecamatan Payangan
Kabupaten Gianyar. Laporan Akhir, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, Departemen Pertanian.
Kusumawati, D.D., Bambang, S.A., dan Dimas R.A.M. 2012.
Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu Pengeringan
terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Sensori Tepung Biji Nangka.
Jurnal Teknosains Pangan ISSN:2302-0733. 1(1): 41-48.
Naibaho, N.M., Hudaida, S. dan Hadi S. 2009. Studi Waktu dan
Metode Blanching terhdapa Sifat Fisik dan Kimia Tepung
Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium). Jurnal Teknologi
Pertanian, 4(2): 69-74.
Nurdjanah, N. dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman dalam
Asam Organik dan Metoda Pengeringan terhadap Mutu
Lada Hijau Kering. Bul. Littro, 19(2): 181-196.
Rahayu .E dan N.V.Ali, 2006. Wortel dan Lobak. Penebar Swadaya, Jakarta
Ridal S. 2003. Karasterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati
Talas dan Kimpul dan Uji Penerimaan α-amilase Terhadap
Patinya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Setyawan, Ari. 2007. Wortel. Universitas Brawijaya. Malang.
Slamet, A. 2010. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan pada
Pembuatan Tepung Ganyong (Canna edulis) terhadap Sifat
Fisik dan Amilograf Tepung yang Dihasilkan. Agrointek,
4(2): 100-103.
Suprapto, H. 2006. Pengaruh Perendaman Pisang Kepok (Musa
acuminax balbisiana Calla) dalam Larutan Garam terhadap
Mutu Tepung yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian,
1(2): 74-80.
Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung
dari Berbagai Jenis Ubi Jalar Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit
Non-Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II
2008. Universitas Lampung, 17-18 November 2008.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Penimbangan bahan
Pengupasan bahan
Pengeringan bahan yang telah
diiris tipis kedalam cabinet dryer
Perendaman bahan dalam air
garam
Bahan yang telah dikupas
dan dicuci
Penghamparan bahan yang
telah diiris kedalam nampan
Penggilingan bahan
dengan menggunakan blander
Penimbangan bahan yang
telah digiling untuk
mengitung rendemen
Penimbangan bahan setelah
dikeringkan dalam cabinet dryer
Tepung hasil ayakan 80 mesh
Pemotongan Bahan
setelah direndam
Pengayakan bahan setelah
digiling