Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Devosi Kelompok Persekutuan Doa: Kajian Sosio-Teologis terhadap Devosi Kelompok Persekutuan Doa di Jemaat GMIT Maranatha Soe

BAB IV
Kajian Sosio-teologis terhadap Praktek Devosi Kelompok Persekutuan doa di jemaat
GMIT Maranatha Soe.
4.1.Kajian Teologis.
Dalam pandangan Rodney Stark dan Charles Glock, ritual dan devosi masuk dalam dimensi
pengalaman seseorang. Ritual sendiri merupakan bagian dari tindakan-tindakan formal di dalam
Gereja. Sedangkan devosi merupakan tindakan-tindakan yang kurang diformalkan.1 Sedangakn
bagi Michael Wals sebagaimana dikutip oleh Alex Jebadu, mengatakan bahwa devosi sebagai
penghormatan, rasa kasih sayang, ketaatan, kekaguman terhadap pribadi-pribadi , roh-roh atau
dewi-dewi yang dianggap suci. Devosi dapat dipahami juga sebgai kegiatan-kegiatan seperti,
kebaktian, berdoa, dan melaksanakan janji-jani keagamaan.2 Devosi menjadi salah satu bagian
penting dalam upaya manusia untuk lebih mendekatkan diri dengan yang Ilahi. cara
mendekatkan diri dengan yang Ilahi ini di buat dalam bentuk-bentuk praktik keagamaan.
a. Faktor-faktor munculnya devosi dalam kelompok persekutuna doa
Di dalam ruang lingkup devosi, devosi dapat dipahami sebagai sebuah gairah afeksi emosi
semangat kasih sayang yang kuat, kesetiaan, kesalehan, dedikasi, penghormatan, kekaguman
terhadap Ilahi sebagai yang suci.3 Di dalam konteks sejarah, devosi yang berkembang dalam
masyarakat disebabkan oleh keterasingan mereka dari liturgi. Keterasingan ini berdampak pada
kerinduan masyarakat akan pengungkapan iman yang sederhana dan memuaskan afeksi emosi

1


Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion ;Classical and Comntemporary
Perspective, (California: Ashgate, 2006)
2
Alex Jebadu, Bukan Berhala; Penghormatan Kepada Leluhur, (Maumere: Ledarero, 2009)196
3
Jebadu, Bukan Berhala…. 166

56

mereka. Melalui hal inilah maka lahirlah berbagai praktek devosi yakni doa dan ungkapan
religius umat.4
Keterasingan ini terjadi karena ibadah yang dianggap begitu kaku. Seperti ungkapan salah
satu anggota persekutuan doa bahwa melalui kegiatan-kegiatan persekutuan doa yang dijalankan
maka ia lebih merasakan kehadiran Tuhan dan dia lebih memilih untuk banyak terlibat dalam
kegiatan persekutuan doa, meskipun dalam kesehariannya juga ia tidak meninggalkan berbagai
kegiatan di Gereja. Menurut Y. B. Haryono, praktik devosi dijalankan karena beberapa faktor
karena adanya kebutuhan rohani, pendekatan diri dengan Allah melalui simbol-simbol,
Klerikalisasi liturgi, liturgi yang terlalu dingin, Roh Kudus dalam Allah. Apakah faktor-faktor ini
juga merupakan faktor-faktor yang mendukung terjadinya devosi dalam kelompok persekutuan

doa ini ?
Praktik devosi yang dijalankan merupakan tujuan dari kebutuhan rohani. Bagi kelompok
persekutuan doa, praktik-praktik ini dijalankan untuk menjawab segala kebutuhan kehidupan
mereka. Kebutuhan ini biasanya berkaitan dengan persoalan kehidupan yang bagi mereka tidak
bisa diatasi hanya dengan berbagai-bagai cara yang rasional. Misalkan kebutuhan untuk terlepas
dari sakit penyakit yang sudah lama diderita dan belum ditemukan solusi akan penyakit tersebut
atau kebutuhan mereka untuk mendapatkan petunjuk terhadap masalah sosial yang dialami. Bagi
mereka yang menjalankannya, doa-doa, puasa dan puji-pujian yang dijalankan sebagai sebuah
bentuk ketaatan, kesalehan mereka kepada yang Ilahi. Devosi juga dijalankan sebagai sebuah
ungkapan syukur atas kehidupan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Jika diperhatikan maka
berbagai cara devosi yang dilakukan ini merupakan salah satu bentuk ketergantungan manusia
terhadap Tuhan. Ketergantungan ini memiliki tujuan khusus yaitu pengharapan akan suatu
4

Martasudijta, pengantar liturgi, Makna dan Sejarah, (Yogyakarta:Kanisius, 1999) 143

57

mujisat yang terjadi dalam kehidupan mereka. Mujisat ini digunakan sebagai pemuasan akan
segala kebutuhan mereka. Ketergantungan akan kedekatan manusia dengan Allah ini akan

tersampaikan lewat pesan-pesan religius melalui simbol-simbol.
Menurut Dillistone, simbol merupakan kata atau barang atau objek atau tindakan atau pola
atau pribadi atau hal-hal kongkretyang menyampaikan atau mengunggah sebuah makna
transenden atau yang tertinggi dari makna, realitas, cita-cita, nilai, prestasi, masyarakat, konsep ,
lembaga dan suatu keadaan.5 Simbol-simbol religius bisa berupa simbol-simbol kata (mitos,
legenda, kredo, kitab suci), simbol-simbol tindakan (kultus, doa, tari religius, upacara-upacara
keagamaan), simbol-simbol benda (kuil, altar, tempat-tempat yang dikeramatkan) simbol-simbol
manusia (imam, guru-guru agama).6 Simbol-simbol yang diungkapkan dalam devosi menjadi
suatu bentuk pesan kekaguman yang diberikan kepada Tuhan. Pesan-pesan kekaguman ini
menunjukan suatu hubungan yang erat antara manusia dengan Tuhan. Pesan-pesan inilah yang di
simbolkan lewat berbagai tari-tarian, doa dll. Di dalam kelompok persekutuan doa, simbolsimbol tindakan ini dapat di temukan. Pengalaman dengan Tuhan menjadi bentuk ekspresi dari
simbol-simbol tindakan kelompok-kelompok ini. Misalkan tari-tarian yang

yang dilakukan

dalam kelompok-kelompok ini menjadi ekspresi dari pengungkapan kekaguman mereka terhadap
yang Ilahi. Tetapi harus dipahami juga bahwa simbol bukan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan orang-orang melakukan devosi. Karena simbol menjadi suatu ekspresi terhadap
pengalaman mereka dengan Tuhan. Banyak dari orang-orang terlibat dalam berbagai kegiatankegiatan kelompok persekutuan karena pengalaman dengan Tuhan yang mereka dapatkan,
Bentuk kegaguman melalui pengalaman religius itulah yang menjadi simbol-simbol dalam

devosi.
5
6

F. W. Dillistone, The Power Of Symbols, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) 20
Dillistone, The Power ….333

58

Beberapa orang-orang yang terlibat dalam persekutuan doa mengaku bahwa ketika mereka
terlibat dalam kelompok-kelompok persekutuan doa, maka pengalaman mereka dengan yang
Ilahi menjadi lebih kuat dibanding dengan berbagai kegiatan di Gereja. Jika demikian maka
faktor liturgi mempengaruhi orang-orang yang terlibat dalam berbagai devosi-devosi kelompok
persekutuan doa. Seperti yang diungkapkan oleh Y. B. Haryono bahwa Klerikalisasi liturgi atau
liturgi yang hanya menjadi urusan para pemuka agama dan liturgi yang dingin berpegaruh pada
munculnya devosi-devosi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini juga di temukan dalam
kelompok persekutuan-persekutuan doa. Berpuasa, doa, bernyanyi, menari yang lebih bernuansa
bebas tidak selalu ditemukan dalam Gereja tetapi hal-hal ini dipraktekan di dalam kelompok
persekutuan doa. Dalam tatah liturgi yang biasa, menjadi kewenangan dari pemimpi ibadah
sehingga terkesan bahwa pemimpin ibadah mempunyai kekuasaan yang penuh terhadap ibadah.

Berbeda dengan ibadah kelompok persekutuan doa yang lebih membebaskan angota-anggotanya
untuk berekspresi. Ekspresi yang bebas ini bisa dilihat dalam ekspresi doa-doa mereka,
kebebasan yang diberikan kepada mereka untuk memberikan pemahaman mereka tentang firman
Tuhan, kebebasan yang diberikan kepada anggota-anggota kelompok persekutuan doa untuk
menyampaikan pengalaman mereka dengan Tuhan.
Secara teologis, devosi dapat dipahami sebagai buah pekerjaan dari Roh Kudus.
Sebagaimana dalam roma 8:9 yang mengatakan bahwa “Roh Allah diam di dalam kamu”.
Bentuk dari devosi merupakan buah dari pekerjaan Roh Kudus dan harus dilihat sebagai
tindakan kesalehan umat.7 Pemahaman tentang Roh Kudus banyak yang berkembang dalam
kelompok-kelompok persekutuan doa. Bagi mereka, karunia-karunia yang mereka dapatkan
merupakan pekerjaan dari Roh Kudus. Praktek devosi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok

7

Haryono, Devosi-devosi 16

59

ini bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan keselamatan dari berbagai sakit penyakit atau
untuk mendapatkan jawaban atas segala persoalan yang mereka dapatkan. Lebih dari pada itu

praktek-praktek ini dijalankan dengan alasan untuk mendapatkan berbagai karunia. Karunia Roh
Kudus bagi yang mereka pahami adalah karunia untuk mendapatkan ayat-ayat Alkitab atau lagulagu , karunia untuk mendapatkan petunjuk lewat penglihatan lewat doa, karunia penyembuhan
dan bahkan ada karunia untuk berbahasa roh. Beberapa orang mengaku bahwa karunia karunia
ini didapatkan ketika mereka menjalankan praktek-praktek devosi tersebut seperti berpuasa
ataupun melakukan doa-doa pribadi yang begitu intens dan butuh waktu lama. Menurut salah
satu narasumber, ia butuh waktu satu tahun sampai ia mendapatkan karunia tersebut. Beberapa
orang yang diwawancarai mengaku bahwa dulunya mereka mendapatkan karunia tetapi sekarang
hilang dan rasa penyesalan muncul dari dalam diri mereka. Jika diperhatikan maka harapan dari
prakatek devosi dilakukan adalah untuk mendapatkan jalan keluar tetapi juga bagi mereka
melakukan praktek-praktek ini untuk mendapatkan kepenuhan roh. Kepenuhan akan roh dan
mendapatkan karunia dapat dikatakan sebagai pengalaman religius yang tertinggi dari kelompokkelompok doa ini. Hal tersebut menjadi tingkatan tertinggi dari pengalaman religius dikarenakan
untuk mendapatkan karunia-karunia tersebut dibutuhkan proses yang begitu panjang, bukan
hanya itu kepenuhan akan roh adalah hal yang sangat diidamkan oleh orang-orang yang terlibat
dalam persekutuan doa untuk dapat menunjukan seberapa dekat mereka dengan Tuhan. Hal
mendapatkan karunia ini juga berpengaruh pada posisi seseorang dalam masyarakat terutama
pengaruh terhadap orang-orang yang mengikuti ibadah-ibadah kelompok persekutuan doa. Setiap
ucapan yang keluar dari mulut orang-orang yang mendapatkan karunia sering dianggap sebagai
sebuah kebenaran oleh karena adanya kepercayaan bahwa orang-orang yang mendapatkan

60


karunia roh sebagai orang-orang yang dipakai oleh Tuhan untuk membantu orang-orang dalam
segala pergumulan permasalahan kehidupan mereka.
Di lain sisi, sikap kritis juga harus diberikan kepada kelompok-kelompok persekutuan doa
tersebut. Terkadang praktik-praktik yang dijalankan menjadi sebuah praktik yang tidak sesuai
dengan ajaran-ajaran Gereja. Misalkan saja kasus yang terjadi Maumere seorang perempuan
bernama Veronica yang merupakan pemimpin dari suatu kelompok persekutuan doa,
mendapatkan suatu penglihatan bahwa ia harus berhubungan intim dengan anggota kelompok
bernama Petrus. Jika ia tidak melakukannya maka ia akan mati.8 Kejadian ini menimbulkan
suatu pertanyaan secara teologis apakah hal-hal semacam ini merupakan sebuah petunjuk
langsung yang di sampaikan oleh Roh Kudus ? Kesalahan dalam menjalankan berbagai praktik
kegagamaan di kelompok-kelompok persekutuan doa cenderung sangat besar. Penyebabnya
karena kepercayaan yang penuh terhadap apa yang dipercaya sebagai pengilhaman yang
didapatkan dari Tuhan dan akan berdampak bagi orang-orang yang mempercayai pengilhaman
tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh beberapa anggota-anggota persekutuan bahwa

terkadang ditemukan beberapa kelompok persekutuan doa yang menjalankan berbagai praktik
yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja. Ada kecenderungan lain bahwa orang-orang akan lebih

banyak bergantung dengan praktik-praktik devosi ini tanpa harus menempu jalan lain dalam
menyelesaikan berbagai persoalan mereka. Jika melakukan devosi merupakan sebuah jalan
dalam menyelesaikan masalah buat apa lagi berurusan dengan hal-hal yang lain. Hal ini
menunujukan bahwa beriman tidak akan seimbang dengan tindakan-tindakan yang nyata.
Kecenderungan yang lain adalah devosi dipakai sebagai alat politisasi. Beberapa persekutuan doa
mengaku bahwa dalam berbagai kesempatan terdapat beberapa calon dewan yang meminta doa
8

Pos Kupang, Pelaku Ajaran Sesat Ditangkap, dilangsir dari Kupang.tribunnews.com/2009/10/26/pelakuajaran-sesat-ditangkap-, 22 juni, 2017

61

pentunjuk tetapi juga meminta doa restu. Dalam hal ini, devosi salah diartikan dan dipraktekan.
Devosi dipakai sebagai batu loncatan untuk kepentingan politik semata.
b. Praktik devosi yang dijalankan oleh kelompok persekutuan doa di jemaat GMIT
Maranatha Soe
Dalam devosi terdapat beberapa bentuk karateristik seperti objek yang sebagian besar adalah
iman Kristen, objek yang dilambangkan dalam suatu bentuk kongkret dan juga memainkan
peranaan perasaan. Objek yang berbentuk iman adalah sebuah pengakuan kepada yang ilahi
dengan memainkan peranan emosional manusia.9 Hal yang sama juga menjadi karateristik devosi

dari kelompok-kelompok persekutuan ini. Iman Kristen menjadi objek utama dalam devosi
mereka. Misalkan saja penekanan iman yang begitu kuat ketika mereka menjalankan doa.
penekanan iman diberikan devosioner kepada para anggota-anggotanya, seperti ajakan untuk
berdoa secara sungguh-sungguh. Doa yang dibawakan secara sungguh-sungguh ini tentu
memainkan suatu peranan emosi yang kuat. Peranan emosi ini dapat diperhatikan dari cara
mereka menyampaikan berbagai ungkapan doa dengan suara-suara yang begitu lantang meminta
permohonan dari Tuhan. Dalam beberapa bentuk devosi Gereja Roma katolik, objek dari
pengakuan iman biasanya dilambangkan dalam suatu bentuk yang kongkret seperti, Salib.
Obejek utama devosi dari kelompok-kelompok persekutuan doa ini adalah Alkitab. Posisi
Alkitab dalam berbagai kegiatan-kegiatan kelompok persekutuan doa ini menjadi begitu sakral.
Posisi sakral ini diberikan kepada Alkitab karena masih adanya kepercayaan bahwa Alkitab
memiliki suatu daya atau kekuatan. Posisi Alkitab juga menjadi begitu sakral karena bagi mereka
Alkitab menjadi satu bagian dari penyataan Allah kepada mereka. Ada kecenderungan yang kuat
dari dalam kelompok-kelompok doa ini untuk mengilahikan Alkitab atau penyembahan terhadap
9

Jebadu, Bukan Berhala,.. 143

62


Alkitab (bibliolatry). Misalkan saja penglihatan-penglihatan dari yang Ilahi disampaikan lewat
ayat-ayat Alkitab, sebagai sebuah pentujuk bagi kehidupan mereka. Peranan penghayatan juga
menjadi salah satu unsur yang penting dalam menjalankan devosi. Bentuk-bentuk devosi ini
ditunjukan

melalui

penghayatan.

Pengahayatan-penghayatan

ini

yang

nantinya

akan

diungkapkan melalui bentuk-bentuk ungkapan dalam praktik devosi.

Bagi David Kinsley, bentuk-bentuk dari devosi ini berbentuk meditatif, perasaan yang
meluap-luap, situasi formal dan informal. Dalam bentuk meditatif ini, terdapat berbagai cara-cara
untuk mengungkapkannya, tergantung dengan latar belakang suasana hati, dan kelompok
masyarakat tertentu. Devosi dalam situasi formal merupakan devosi yang dijalankan di dalam
sebuah kelompok tertentu sedangkan devosi yang bersifat informal adalah devosi-devosi yang
dijalankan secara individual.10 Di dalam kelompok-kelompok persekutun doa ini, terdapat
berbagai cara-cara tersendiri untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Cara-cara tersebut
adalah dengan melakukan doa. Doa sendiri biasanya mempunyai banyak variasi. Misalkan doadoa yang diiringi dengan musik, doa-doa berwaktu, doa-doa pergumulan, dan doa-doa penopang.
Doa-doa ini dijalankan dengan berbagai tujuan dan maksud tertentu, misalkan doa-doa berwaktu,
Doa-doa berwaktu biasanya dijalankan secara teratur dengan jam-jam yang sudah ditetapkan.
Jam-jam yang ditetapkan misalkan jam 3, 6, 9 dan 12. Tiap jarum jam bersentuhan dengan jam
ini maka akan diadakan sebuah doa. Doa-doa seperti ini lebih banyak dijalankan secara
individual. Doa-doa pergumulan merupakan bentuk doa yang digunakan ketika kelompokkelompok ini menyampaikan segala bentuk persoalan yang mereka hadapi. Doa-doa ini di
jalankan secara bersama-sama tetapi bisa juga dijalankan secara individual. Doa ini biasanya
dibawakan secara bersama-sama dalam sebuah ibadah pergumulan. Ibadah pergumulan ini

10

Jebadu, Bukan Berhala,.. 170

63

merupakan ibadah yang dijalankan sehari sebelum sebuah ibadah persekutuan doa secara
bersama. Dalam doa-doa ini biasanya disampaikan berbagai pergumulan terkait dengan berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh para anggota-anggota persekutuan doa. Yang terakhir adalah
doa-doa penopang. Yang dimaksud dengan doa-doa penopang ini adalah doa-doa yang
disampaikan oleh anggota-anggota persekutuan doa sebagai sebuah upaya bersama dalam
menggumuli sebuah pergumulan. Bagi orang-orang persekutuan doa, jika mereka tidak samasama menopang satu dengan yang lain maka persoalan yang dihadapi seseorang tidak bisa cepat
diselesaikan, karena itu doa-doa pendukung dari masing-masing orang harus ada.
Dalam ibadahnya juga terdapat dua jenis ibadah berbeda. Ibadah-ibadah tersebut antara lain
adalah ibadah pergumulan dan ibadah persekutuan. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa
ibadah pergumulan biasanya dibawakan untuk menggumuli hal-hal tertentu. Dalam ibadah ini
terdapat tim khusus yang ditunjuk untuk secara bersama-sama bergumul terhadap sebuah
permasalahan. Doa ini juga dijalankan ketika kelompok-kelompok ini akan menjalankan
berbagai kegiatan-kegiatan penting, seperti ketika kelompok-kelompok ini akan menjalankan
sebuah acara KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani). Puji-pujian yang disampaikan dalam
ibadah juga beragam. Puji-pujian yang disampaikan kebanyakan merupakan puji-pujian
penyembahan yang dibawa secara secara berulang-ulang untuk menghadirkan suatu pengalaman
yang kuat lewat pujian. Ada juga dilakukan dengan tari-tarian yang disebut sebagai tarian
penyembahan.
Berbagai macam puasa juga dijalankan oleh kelompok-kelompok doa ini. Puasa dijalankan
oleh kelompok-kelompok doa ini sebagai sebuah bentuk pergumulan yang mendalam ketika
menghadapi sebuah masalah, puasa sebagai cara cara untuk belajar menahan segala nafsu dan
juga yang penting adalah untuk lebih dekata dengan Tuhan. Dalam melakukan puasa, terdapat
64

suatu kedisiplinanan pikiran agar puasa bisa berjalan dengan lancar. Devosi yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok persekutuan ini juga terdapat dalam karya-karya sosial mereka. Misalkan
bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk sembako dan juga uang untuk
pembangunan Gereja. Pemahaman mereka bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah,
karena itu sudah selayaknya ada sebuah upaya untuk saling bantu membantu diantara sesama.
Jika diperhatikan maka bentuk-bentuk devosi yang bersifat meditatif dijalankan oleh
kelompok-kelompok persektuan ini berupa puasa-puasa, puasa menjadi salah satu bentuk
meditatif dari ungkapan devosi kelompok persekutuan doa ini dikarenakan terdapat suatu
kedisiplinan emosi. Puasa dianggap sebagai suatu cara bagi mereka untuk mengendalikan
perasaa hawa nafsu. Bentuk devosi yang ditunjukan lewat perasaan yang meluap-luap ditunjukan
lewat serangkaian lagu penyembahan yang dinyanyikan dan juga berbagai doa yang diiringi
dengan musik. Lagu-lagu yang dijalankan memberikan begitu banyak memberikan banyak
sentuhan emosi.

Devosi yang bersifat formal ditunjukan lewat berbagai kegiatan yang

dijalankan bersama yaitu dalam berbagai ibadah sedangkan devosi yang dijalankan secara
informal biasanya dilakukan secara pribadi, seperti doa-doa berwaktu yang dijalankan secara
pribadi.
Dari berbagai praktik devosi yang dijalankan di atas, dalam menjalankan kegiatan-kegiatan
persekutuan doa ini, terdapat 2 macam devosi yang dijalankan. 2 macam devosi itu antara lain
devosi dalam kaitannya dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan hubungan antara
manusia dengan sesama. Devosi dalam kaitannya dengan Tuhan adalah berbagai praktik yang
dijalankan yang mengantarkan manusia ke dalam pengalaman bersama yang Ilahi. Pengalaman
akan yang Ilahi menjadi sebuah kebutuhan Rohani mereka. Ketika aspek rasa tidak menjadi
bagian dari kehidupan berGereja maka, orang-orang akan mencari aspek lain yang menyentuh
65

perasaan mereka terhadap Tuhan. Kebutuhan rohani tersebut misalkan mendapatkan kesembuhan
dan terlepas dari sebuah masalah. Devosi yang kedua adalah devosi dalam kaitannya dengan
sesama. Objek utama dalam devosi adalah iman manusia kepada yang Ilahi. dalam kaitannya
dengan sesama bahwa, representasi dari objek devosi tersebut bukan hanya sebagai sebuah objek
yang ditujukan kepada sebuah individu semata tetapi juga kepada sesama. Misalkan saja doa-doa
yang bertujuan untuk membantu sesama mereka yang membutuhkan pertolongan atau yang biasa
mereka sebut sebagai doa-doa penopang.
Doa-doa yang dijalankan memiliki satu tujuan bersama. Dengan saling mendoakan maka
tingkat relasi sosial yang dijalankan di dalam kelompok-kelompok ini menjadi begitu kuat.
Selain itu, devosi ini bukan hanya tentang doa untuk sesama tetapi ada juga devosi yang bersifat
karya sosial, misalkan saja bantuan-bantuan yang diberikan kepada Gereja dan masyarakat.
Mereka berpendapat bahwa manusia sebagai gambar dan rupa Allah, karena itu manusia juga
harus mendapatkan pelayanan. Seperti halnya bunda Teresa yang melihat pelayanan sebagai
bagian dari cara hidup, maka hal ini juga dilakukan kelompok-kelompok doa. Bentuk devosi
yang dijalankan oleh kelompok-kelompok doa ini masih sebatas dalam berbagai praktik seperti
doa-doa, puasa dll. Artinya bahwa penekanan terhadap hubungan antara manusia dengan Tuhan
lebih ditekanan agar mendapatkan suatu penyelesaian masalah namun upaya nyata dalam
menyelesaikan persoalan tersebut belum sepenuhnya dilakukan. Hanya sebagian kecil dalam
kelompok-kelompok doa ini yang melakukan devosi dalam hubungannya dengan manusia seperti
pemberian bantuan dll.

66

C. Devosi sebagai sebuah bentuk persaudaraan Ekumenis
Salah satu ciri yang unik dari kelompok-kelompok persekutuan doa ini adalah kehadiran
orang-orang yang berasal dari berbagai aliran denominasi lain seperti warga GMIT, Pentakosta,
dan Betel.11 Dalam observasi terdapat beberap anggota jemaat yang ternyata tidak berasal dari
Gereja denominasi lainnya. Mereka tergabung dalam persektuan doa yang ternyata bernaung di
bawah GMIT. Kelompok-kelompok ini membentuk suatu persaudaraan ekumenis.12 bahkan
terdapat juga pendeta dari denominasi lain yang turut bergabung dalam kegiatan persekutuan
doa.
Ada pemikiran yang mendasar dari kelompok-kelompok persekutuan doa ini bahwa ketika
Roh mulai bekerja maka aturan-aturan dan batasan-batasan yang ada dalam Gereja dan
denominasi tertentu tidak berlaku lagi.13 Dalam kelompok-kelompok doa ini, sentimen-sentimen
kegamaan yang kerap terjadi diantara denominasi tidak terjadi Saling mendoakan, bernyanyi
bersama-sama, saling menguatkan sesama anggota persekutuan doa menjadi ciri yang sangat
unik dari kelompok-kelompok-kelompok ini meskipun mereka berasal dari Gereja-gereja lain.
Hal ini menunjukan bahwa kelompok-kelompok persekutuan doa ini hidup dalam sebuah
solidaritas yang begitu erat. Perbedaan Gereja bukan menjadi sebuah penghalang bagi mereka
untuk bersama-sama bersekutu. Fakta ini menunjukan bahwa devosi menjadi sebuah sarana
dalam sebuah bentuk persaudaraan yang begitu ekumenis.

11

EbenHaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami yang Aku Imani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2013)150
Ekumenis adalah gerakan yang di inspirasi oleh Roh Kudus diantara Orang-orang Kristiani, melalui doa,
dan prakarsa-prakarsa lain untuk menghilangkan tembok pemisah sebagaimana dikehendaki Kristus (Yoh. 17:21, Ef.
4:4-5) lih. Gerarld O’collins & Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2006) 67
13
Timo, Aku Memahami… 150
12

67

4.2.Kajian Sosiologis.
A. Devosi sebagai salah satu bentuk tindakan sosial
Dalam perpespektif Weber mengenai tindakan sosial, maka dapat kita pahami bahwa bahwa
tindakan beragama merupakan bagian dari tindakan rasional yang berorientasi nilai. Sifat yang
nonrasional merupakan sebuah nilai akhir dan orang-orang akan menentukan tujuan mana yang
mereka pilih. Tindakan religius merupakan bentuk dasar dari tindakan ini. Pegalaman religius
bersama Tuhan menjadi nilai akhir dan individu akan menggunakan alat-alat seperti meditasi,
upacara keagamaan untuk bisa mendapatkan pengalaman religius.14 Tindakan –tindakan untuk
mengikuti berbagai kegiatan persekutuan doa merupakan tindakan yang rasional karena terdapat
tujuan dan harapan yang jelas.15 Jika demikian maka apa yang menjadi harapan-harapan orangorang dalam persekutuan doa ketika terlibat dalam berbagai devosi-devosi kelompok
persekutuan doa ?
Dalam sejarah terbentunya kelompok-kelompok persekutuan doa di kota Soe, tidak terlepas
dari dua situasi yang terjadi pada tahun 1965. Situasi-situasi itu antaralain munculnya
permasalahan Partai Komunis Indonesia dan juga bencana kelaparan yang terjadi. Ketika
meledaknya gerakan 30 September, orang-orang yang terlibat dalam partai ini mulai dicari dan
dibunuh. Dengan munculnya kelompok-kelompok penginjilan dari gerakan kebangunan rohani
inilah maka orang-orang mulai masuk untuk mendapatkan sebuah identitas. Identitas keagamaan
dibutuhkan untuk berhadapan dengan situasi yang terjadi saat itu. Seperti wawancara dengan
salah satu saksi dari gerakan kebangunan rohani bahwa bagi mereka, telah terjadi kerusakan
moral dan orang-orang tidak mengenal lagi Tuhan, karena itu sangat penting untuk membawa
14

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Pt. Gramedia, 1988) 220
Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstuksi Identitas Pasca Konflik Poso, (Salatiga:
Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2014)
15

68

mereka ke jalan yang benar.

Gerakan kebangunan rohani ini bermaksud juga untuk

mengembalikan identitas-identitas Kekristenan yang dianggap sudah rusak. Konteks kelaparan
juga turut menyumbang pengaruh yang kuat dalam terbentuknya berbagai kelompok-kelompok
doa. Kelaparan yang melanda kota Soe pada waktu itu memunculkan suatu pengharapan
eskatologis yang bisa melepaskan mereka dari berbagai persoalan kehidupan. Hal yang pokok
dari terbentuknya kelompok-kelompok doa tersebut adalah pencaharian akan identitas yang
terwujud dalam nilai-nilai moral kekristenan sebagai sebuah harapan untuk membentuk kembali
identitas-identitas kekristenan yang dianggap telah luntur seiring dengan munculnya partai
Komunis dan juga pengharapan akan keselamatan bahwa kebahagiaan akan keselamatan akan
datang bagi orang-orang yang merasakan kesusahan. .Jika kelompok persekutuan doa ini
terbentuk karena pengaruh dari gerakan kebangunan rohani tahun 1965,bagaimana dengan
kelompok-kelompok persekutuan doa dewasa ini ?
Dalam kerangka pikiran Smelser, tindakan sosial terbagi dalam empat komponen yaitu nilai,
norma, mobilisasi sosial dan fasilitas sosial.16 Nilai-nilai ini menjadi panduan bagi orang-orang
untuk melakukan sebuah tindakan sosial dan menjadi tujuan akhir dari kondisi yang mereka
harapkan. Kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha Soe hidup dalam satu
bangunan sejarah kebangkitan rohani tahun 1965. Karena hidup mereka yang selalu terpengaruh
dari sejarah kebangunan rohani tahun 1965 inilah maka konsep-konsep nilai yang tertanam
dalam gerakan tersebut terus menjadi nilai-nilai yang menghidupkan tindakan sosial mereka.
Nilai-nilai tentang moralitas Kekristenan, dihidupkan dalam berbagai aturan mereka misalkan
larangan untuk menguyah sirih pinang, orang-orang harus rajin berdoa, atau berpuasa. Dalam
konteks tahun 1965, tindakan-tindakan ini sebagai tindakan untuk mengembalikan identitas

16

Tampake, Redefinisi Tindakan …42-43

69

Kekristenan, maka dalam konteks sekarang tindakan-tindakan ini sebagai tindakan untuk
mempertahankan identitas Kekristenan. Interaksi antara dua aktor menghasilkan upaya-upaya
untuk mempertahankan identitas. Dalam tindakan sosial menurut Parsons, aktor akan selalu
mengarahkan setiap tindakan dari setiap makna yang ia dapatkan di dunia luar. Aksi akan
berlangsung dalam setiap situasi. Setiap tindakan memperoleh makna baik untuk aktor maupun
untuk orang lain. Norma dan nilai dipandu oleh aktor dalam orientasi setiap tindakan 17 Upaya–
upaya untuk mempertahankan identitas ini berkaitan dengan konteks liturgi gereja yang begitu
kaku dan juga pengaruh interaksi diantara agama di kota Soe, terutama antara agama Kristen
dan Islam. Dalam petikan wawancara dengan salah satu ketua kelompok persekutuan doa tersirat
bahwa upaya mereka menjalankan devosi sangat dipengaruhi oleh sentiment-sentimen
keagamaan.
Kami kelompok-kelompok persekutuan doa harus banyak memenangkan jiwa.
Supaya mereka menjadi anak Tuhan. Karena percaya kepada Tuhan Yesus adalah
kunci untuk masuk surga. Sekarang orang Islam di Soe semakin banyak. Jadi saya
kalau berdoa pagi saya selalu berusaha sebelum mesjid berbunyi saya sudah harus
bangun duluan. Kita harus malu kalau mereka yang berdoa duluan bukan kita.18
Petikan wawancara ini menunjukan bahwa adanya upaya-upaya untuk tetap menjaga
identitas mereka sebagai orang Kristen. Kelompok-kelompk persekutuan doa ini juga sangat
bersifat eksklusif. Konsep memenangkan jiwa yang hilang juga berkembang dalam kelompokkelompok persekutuan doa ini. Orang-orang yang berada di luar kekristenan dianggap sebagai
domba yang hilang karena itu harus di kembalikan kepada gembalanya. Upaya-upaya untuk
mempertahankan identitas mereka ini dilakukan dengan cara berdoa, berpuasa dll.

17

Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion ;Classical and
Comntemporary Perspective, (California: Ashgate, 2006) 45
18
wawancara dengan ibu Marselina Amtiran, 30 Agustus 2017

70

Nilai-nilai solidaritas yang terkandung dalam kelompok ini terlihat dalam partisipasi mereka
dalam membantu sesama yang mengalami kesusahan. Nilai solidaritas ini dibangun dalam
pemahaman mereka untuk saling mendoakan.

Berbagai kegiatan mereka seperti saling

mendoakan satu dengan yang lain atau dengan istilah mereka yaitu doa penopang atau dalam
ibadah yang disebutkan oleh mereka sebagai ibadah pergumulan. Praktik ini menunjukan suatu
solidaritas kuat yang dibangun oleh kelompok-kelompok doa ini. Bagi

mereka, untuk

menyelesaikan sebuah masalah yang dihadapi oleh seseorang maka tiap-tiap anggota harus
saling mendoakan dan saling menguatkan. Nilai yang terakhir adalah keselamatan. Bagi
kelompok-kelompok ini, untuk mendapatkan keselamatan, maka kedekatan dengan Tuhan harus
diupayakan. Hal inilah yang mendorong sehingga secara individu dan kelompok, mereka
memiliki jam-jam khusus untuk berdoa, seperti doa-doa berwaktu yang dijalankan secara teratur.
Secara organisatoris, kelompok-kelompok persekutuan doa ini dipimpin oleh seorang ketua
persekutuan doa. Ketua persekutuan doa

merupakan salah satu diantara orang-orang yang

berada dalam kelompok doa yang dipercaya mempunyai karunia. Hal ini berakibat pada
kedudukannya dalam kelompok persekutuan doa sangat dihormati sebagai penasehat dan
pembimbing bagi anggota-anggota persekutuan doa. Dalam kegiatan persekutuan doa ini, ketua
persekutuan doa ini juga dibantu oleh beberapa anggota kelompok yang dipercaya memiliki
karunia-karunia tertentu. Mobilisasi orang-orang dalam kelompok doa ini terjadi ketika
kelompok-kelompok doa ini datang untuk mendoakan individu-individu yang membutuhkan
pertolongan. Nilai keselamatan dan solidaritas yang begitu kuat dibawa oleh kelompokkelompok persekutuan doa ini menjadi tawaran yang tidak bisa ditolak oleh individu-individu
yang merasakan kesusahan. Dalam perspektif inilah menurut Freud bahwa orang-orang akan
bertindak religius karena diperhadapkan dengan frustasi. Pilihan individu untuk terlibat dalam
71

kelompok-kelompok persekutuan doa ini juga dipengaruhi juga oleh situasi dalam berbagai
ibadah di dalam Gereja yang dianggap sangat kaku. Bagi sebagian orang-orang yang terlibat
dalam kelompok persekutuan, ibadah dalam kelompok persekutuan doa lebih mereka nikmati
karena lebih bebas bagi mereka untuk mengekspresikan apa yang mereka inginkan ketimbang
ibadah-ibadah Gereja yang kelihatan begitu kaku. Nilai-nilai moral kekristenan akan dibentuk
ketika orang-orang yang dimobilisasi mulai masuk ke dalam kelompok-kelompok doa ini.
Aspek-aspek seperti yang tertera di atas memperlihatkan bahwa dalam sebuah konteks, devosi
lahir sebagai sebuah tindakan sosial, yang mendorong orang-orang untuk terus terlibat dalam
bebagai praktek-praktek devosi di dalam kelompok-kelompok persekutuan doa.
B. Devosi sebagai bentuk pengobatan frustasi
Dalam teori Freud tentang motivasi beragama, rasa frustrasi menjadi salah satu alasan orangorang akan bersikap religius. Jika manusia gagal dalam memperoleh kebutuhan yang
dinginkannya seperti rasa cinta, kebutuhan duniawi, rasa hormat, penghargaan dll. Tetapi karena
gagal mendapatkan hal tersebut maka manusia akan mengarahkan keinginannya kepada Tuhan.19
Manusia mengarahkan diri mereka kepada Tuhan, selalu berkaitan dengan pengalaman
religius yang dimiliki oleh masing-masing orang. William James mengatakan bahwa
pengalaman-pengalaman keagamaan ini sebagai jenis pengalaman mistik.20 Relasi antara
individu dengan yang diyakini mereka sebagai yang ilahi melahirkan sebuah pengalaman
keagamaan. Dalam individu ini terdapat terdapat keyakinan tentang yang Ilahi yang dijadikan
sebagai pusat perhatian.21 Gagasan utama tentang sifat-sifat yang melekat pada yang Ilahi ini
adalah kesucian, keadilan, kemurahan, kemahatauan, pemberi ampun dll. Perenungan akan yang

19

Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Yogyakarta: Kanisius, 1992)74
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, (Yogyakarta: Kanisius, 2013) 101
21
Komarudin, Pengalaman bersua Tuhan : perspektif William James dan Al-Gazali (Semarang: IAIN
Walisongo no. 2)473
20

72

Ilahi ini mebawa suatu pengaruh kepada penganutnya. Pandangan mengenai realitas sangat
melekat kuat terhadap kehidupan manusia oleh karena manusia terpolarisasi dengan keberadaankeberadaan yang diyakini.22 Objek pikiran seperti di atas memberikan suatu kesadaran kepada
manusia tentang suatu realitas atau sebuah penerapan tentang sesuatu yang mendalam dari
sebuah pengindraan. Perasaan akan kehadiran ini merupakan sebuah pondasi bagi sebuah
pengalaman religius. Manusia merasakan kehadiran Tuhan secara positif, dan kehidupannya
dirasakan semakin selaras. Dengan hukum-hukum Tuhan. Hubungan yang intim antara manusia
dengan Tuhan sebagai sebuah realitas suci sangat dirasakan menguasai dan meyelimuti dirinya.
James menyebut hal ini sebagai pengalaman nonrasional yang menyakinkan.23 Bagi James,
sebuah pengalaman religius berakar pada keadaan mistis suatu konversi. Dasar yang paling
sederhana dari sebuah pengalaman mistis adalah sebuah perasaan yang mendalam akan
signifikansi aksioma.24 Kepercayaan yang begitu kuat dalam masyarakat tentang sebuah pribadi
yang dianggap sebagai sebuah pribadi yang mulia yang sanggup untuk melakukan segalanya
membuat orang-orang akan berusaha mendekati pribadi yang dianggap sangat suci tersebut. Cara
pendekatan inilah dilakukan dengan berbagai bentuk-bentuk praktik devosi. Dengan tujuan untuk
pengobatan rasa frustasi semata.
Bagi Freud, hal yang menyebabkan frustasi sosial adalah faktor-faktor yang melekat pada
kodrat manusia, sehingga masyarakat tanpa kelas tidak bisa menghilangkan frustasi sosial.
Manusia selalu ingin mengejar kepuasan dan kebebasan dari belenggu aturan dalam masyarakat.
Tetapi kebebasan yang diberikan hanya sangat terbatas, disinilah terjadi pemberontakan.
Pemberontakan yang dilakukan oleh individu tidak berhasil sehingga individu akan mencari

22

James William, The Varieties of Religious Experience: Pengalaman-pengalaman Religius, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2015) 64
23
Komarudin, Pengalaman bersua …… 474
24
William, The Varieties …. 367-368

73

kompesansi untuk perdamaian antara individu dengan masyarakat di akhirat. Karena di surgalah
terdapat keharmonisan antara individu dan masyarakat. Sehingga bagi Freud sangat mustahil
untuk memperdamaikan manusia dengan masyarakat.25 Dalam pengertian ini bahwa
pemberontakan akan aturan-aturan yang berlaku akan mengakibatkan orang-orang akan bersikap
religius. Dalam sejarahnya, devosi lahir dari pemberontakan-pemberontakan masyarakat tentang
kekakuan lutrgi dan klekarisasi liturgy (liturgi menjadi urusan dari imam).
Dalam konteks Gereja Katolik devosi lahir dari konteks dimana Umat menjadi sangat
terasing dengan liturgi resmi oleh karena liturgi menjadi urusan kaum klerus dan umat tidak tahu
mengenai perayaan liturgi yang sedang dijalankan. Umat-umat tidak memahami makna-makna
dan bahasa liturgi. Keterasingan umat inilah yang menyebabkan kerinduan mereka akan bentukbentuk pengungkapan iman yang lebih mudah, sederhana dan memuaskan kebutuhan afeksi
mereka. Disinilah maka mulai lahir berbagai pratek devosi yakni doa dan ungkapan religius umat
seperti doa litany, jalan salib, Rosario dll.26 Sedangkan dalam tradisi Gereja reformasi ulah
kesalehan ini muncul karena kemerosotan moral di Jerman sebagai akibat perang 30 tahun
(1618-1648). Perang ini merupakan perang antara penganut Katolik dan Reformasi. Ketika
peperangan terjadi, Gereja Lutheran sangat bergantung kepada pemerintah. Sehingga pada
konteks itu Gereja mulai diperalat oleh pemerintahan. Raja-raja yang berada di Gereja Lutheran
umumnya tidak bisa dibanggakan karena mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan
dengan alasan kepentingan Tuhan. Kehidupan para pendeta juga diperalat oleh pemeritah untuk
menyampaikan peraturan-peraturan pemerintah lewat mimbar.27 Dalam konteks lain kekecewaan
terhadap pelayanan firman dalam Gereja yang bersifat intelektualitas. Cara ibadah seperti ini
dikecam secara keras oleh para pengikut gerakan Pietisme. Karena bagi mereka belum cukup
Dister, Pengalaman dan Motivasi … 87
Martasudijta, pengantar liturgi…144
27
Hale, Jujur terhadap…. 6

25

26

74

jika Gereja hanya mengajarkan ajaran-ajaran dogmatik. Para penganut gerakan ini menyadari
bahwa pelayanan firman merupakan konsumsi yang memuaskan bagi akal budi tetapi di lain sisi
tidak meberikan suatu rezeki bagi batin manusia.28 Devosi dalam konteks ini muncul sebagai
bentuk perlawanan terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam Gereja yang dianggap oleh
sebagian orang tidak memberikan kebebasan bagi mereka untuk mengekspresikan apa yang
menjadi tuntutan kebutuhan rohani mereka.
Salah satu ciri dari kelompok-kelompok persekutuan doa ini adalah dalam kelompokkelompok doa ini ibadahnya begitu santai dan hidup. Perenungan firman Tuhan tidak hanya
dibawakan oleh satu orang, melainkan setiap orang bisa berbicara. Terdapat kesempatan bagi
orang-orang untuk menceritakan pengalaman mereka tentang yang percaya kepada Yesus.
Dalam pujia-pujian biasanya tidak hanya mulut yang bernyanyi tetapi diikuti oleh gerakangerakan tubuh seperti tepuk tangan dan goyangan badan. Sangat berbeda dengan yang ibadahibadah dalam Gereja yang sangat begitu kaku.29 Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
orang yang terlibat dalam persekutuan doa, bagi mereka mengikuti kegiatan persekutuan doa
lebih membebaskan mereka untuk mengungkapkan apa yang menjadi keingingan mereka. Sangat
berbeda dengan Gereja yang terlihat begitu kaku. Frustasi sosial dalam konteks persekutuan doa
ini sangat berkaitan dengan kepuasan rohani. Dalam tata aturan Gereja, liturgi yang terkesan
kaku dan menjadi otoritas dari para pemimpin agama menjadikan orang-orang tidak mengalami
sebuah kepuasan rohani. Kepuasan rohani ini akan diekspresikan lewat berbagai devosi yang
dijalankan dalam kelompok-kelompok doa.
Selain karena faktor sosial di atas frustasi juga datang dari tatanan moral. Bagi Freud tatanan
moral ini adalah rasa bersalah. Menurut Freud berbagai praktik dalam agama dipakai sebagai

28
29

Hartono, Pietisme di Eropa,…. 18
Timo, Aku Memahami ….150

75

wahana untuk menyebuhkan orang-orang dari rasa bersalah. Agama menjadi pemecah bagi
kesulitan yang dialami. Ketika orang-orang tersebut mengakui akan kesalahan mereka di depan
anggota-anggotanya, maka ia akan terlepas dari beban. Fungsi agama disini menjadi alat
pengampun dan sarana rehabilitasi.30 Dalam kelompok-kelompok persekutuan doa, devosi
menjadi sarana bagi kelompok-kelompok persekutuan doa agar bisa terlepas dri rasa bersalah.
Praktik-praktik untuk menebus rasa bersalah ini biasanya disebut sebagai doa kelepasan atau
dalam istilah tradisonal dikenal dengan nama naketi. Seperti yang sudah dijelaskan dalam bab
tiga bahwa praktek naketi sebenarnya sebuah praktek yang diadopsi dari budaya timor. Ketika
seseorang mengalami sebuah masalah maka ia akan datang kepada kelompok-kelompok
persekutuan doa untuk didoakan secara khusus. Sebelum doa dilaksanakan, maka terlebih dahulu
orang tersebut harus mengakui akan segala dosanya. Setelah didoakan maka orang tersebut akan
terlepas dari masalahnya.
Fakta unik yang terjadi di dalam kelompok-kelompok doa ini bahwa untuk mengakui akan
segala kesalahan orang-orang, kelompok-kelompok persekutuan doa ini menjadi tempat yang
lebih laris dibanding dengan mereka berpegian ke Gereja untuk mengakui dosa. Hal ini mungkin
berkaitan pilihan rasional seseorang. Kelompok-kelompok persekutuan doa ini menawarkan
sesuatu yang tidak bisa ditemukan dalam Gereja, seperti penglihatan-penglihatan terhadap
sesuatu. Dalam kelompok-kelompok persekutuan doa, biasanya terdapat orang-orang yang
dipercaya mempunyai karunia khusus untuk mendapatkan penglihatan. Penglihatan ini bisa
berkaitan dengan apa yang menjadi penyebab sehingga orang-orang terus mendapatkan masalah,
atau penglihatan tentang apa yang harus dilakukan oleh seseorang dalam menghadapi sebuah
masalah. Hal ini menjadi dayatarik tersendiri bagi orang-orang untuk terlibat dalam kelompok
persekutuan doa.
30

Dister, Pengalaman dan Motivasi ….92

76

Bagi Freud frustasi juga bisa datang karena maut. Bagi Freud, agar manusia bisa terlepas dari
cengkraman maut, maka manusia akan menciptakan tokoh yang dianggap sebagai tokoh yang
paling Ilahi yang bisa menyelamatkan manusia dari maut. Hal ini juga dungkapkan oleh Carl
Jung bahwa agama menjadi obat yang manjur untuk mengobati depresi oleh karena pandangan
bahwa iman kepada Tuhan akan membawa manusia kepada kehidupan yang kekal. 31 Rasa
Frustasi karena maut menuntun orang-orang menjadi religius. Bagi Y. B. Haryono, salah satu
kebutuhan rohani masyarakat tradisional dalam melakukan devosi adalah agar dapat sembuh dari
sakit penyakit.32 Harapan akan kesembuhan merupakan salah satu bagian dari rasa frustasi akan
maut yang menanti. Hal ini yang mendorong orang-orang akan berpikir tentang Tuhan. Sosok
Tuhan akan dipahami sebagai sosok yang mampu untuk menyelamatkan mereka dari maut.
Frustasi akan maut ini juga banyak mengahantui orang-orang yang terlibat dalam kelompokkelompok persekutuan doa. Harapan akan kesembuhan juga datang ketika orang-orang ini mulai
masuk dalam berbagai praktik-praktik religius. Berdoa, berpuasa untuk memohon kesembuhan
yang datang dari Tuhan. Beberapa orang yang terlibat dalam kelompok persekutuan mengaku
bahwa keterlibatan mereka dalam kelompok-kelompok persekutuan doa ini karena mereka
pernah mengalami trauma karena sakit penyakit. Ketakutan akan maut mendorong mereka untuk
mencari cara agar terlepas dari maut. Cara-cara yang ditawarkan oleh kelompok-kelompok doa
ini adalah dengan melakukan berbagai praktik devosi seperti berdoa, berpuasa dll. Bagi mereka
mendekatkan diri dengan Tuhan maka orang-orang akan memperoleh keselamatan.
Hal diatas menunjukan bahwa ada orang-orang yang terlibat dalam suatu proses aktualisasi
diri dalam kehidupan masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang belum mereka dapatkan, jika
hal-hal tersebut tidak bisa didapatkan maka dalam konteks ini frustrasi mulai bermunculan..

31
32

Dister, Pengalaman dan Motivasi ….94
Haryono, Devosi-devosi…78

77

Berbagai Pergumulan mereka sehingga masuk ke dalam praktek-praktek devosi ini lebih banyak
berkaitan dengan persoalan untuk terlepas dari berbagai beban penyakit yang sudah tidak
sanggup lagi untuk di obati atau persoalan dengan pekerjaan mereka. Hal inilah yang
menyebabkan mengapa devosi-devosi yang di praktekan dalam kehidupan kelompok-kelompok
persekutuan doa ini begitu laku karena devosi dianggap sebagai sebuah jalan keluar bagi
permasalahan mereka.
c. Devosi sebagai pijakan berpolitik
Ada kecendrungan kesalahan dalam penggunaan praktek-praktek devosi ini. Salah satu hal
yang menjadi perhatian utama juga adalah penggunaan devosi sebagai batu loncatan berpolitik di
kota Soe. Dalam beberapa kesempatan, kelompok-kelompok persekutuan doa ini sering di
datangi oleh berbagai politisi dengan bermacam-macam alasan. Dalam beberapa wawancara, ada
sebagian politisi yang dengan sengaja datang dan terlibat dalam berbagai kegiatan-kegiatan
persekutuan doa. Tetapi ketika mereka sudah terpilih menjadi anggota dewan mereka malah
meninggalkan kegiatan dalam kelompok-kelompok doa. Terdapat juga beberapa politisi yang
dengan sengaja membuat kelompok-kelompok doa dalam lingkup pemerintahan mereka.33
Beberapa Politisi juga pernah terjerat kasus korupsi dan mereka datang kepada kelompokkelompok persekutuan doa untuk di doakan dan memohon agar mendapatkan petunjuk supaya
terlepas dari masalah yang menjerat mereka.34
Permasalahan-permasalahan diatas menunjukan bahwa devosi sebagai salah satu cara
masyarakat untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan justru dipakai sebagai pijakan berpolitik
bagi beberapa politisi. Kelompok-kelompok ini didekati mengingat begitu banyak masyarakat

33
34

Wawancara dengan Ibu Marselina amtiran, 6 September 2017
Wawancara dengan Ibu Emi Kolnel, 2 September 2017

78

yang terlibat dalam kelompok persekutuan. Perkataan dari ketua-ketua kelompok persekutuan
doa biasanya menjadi tuntunan bagi orang-orang dalam bertindak. Hal inilah yang betul-betul
dimanfaatkan oleh para politisi dengan menggunakan kelompok-kelompok persekutuan doa.
Kedekatan dengan Tuhan dalam berbagai praktik devosi menjadi salah untuk diartikan. Bukan
aspek kedekatan yang menjadi tujuan utama, tetapi kebutuhan fisik semata menjadi tujuan utama
dalam melakukan devosi.
Dalam ilmu psikologi keadaan frustasi membuat orang-orang untuk berlaku religius agar
mengobati segala rasa frustasi. Kebutuhan biasanya diarahkan kepada obyek-obyek duniawi
seperti harta benda, hormat, penghargaan, rasa cinta. Namun kepuasan-kepuasan yang diinginkan
tidak tidak terpenuhi. Oleh karena itulah untuk memenuhi rasa keinginan itu, maka orang-orang
akan mengarahkan keinginannya kepada Tuhan untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dari
Tuhan. Agama hanya dipraktekan sebagai pemuasaan akan kebutuhan mereka. selama agama
bisa menjadi pemuas bagi seseorang maka orang tersebut akan mempergunakan agama, tetapi
ketika agama tersebut tidak lagi memuaskan maka orang tersebut akan meninggalkan agama35
Berbagai upaya yang dilakukan oleh para politisi untuk berdevosi merupakan sebuah bentuk
frustasi. Frustasi ini berkaitan dengan kekalahan jika tidak terpilih dalam pemilihan umum.
Dalam pikiran ini maka para politisi yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan persekutuan doa
sebenarnya hanya ingin memuaskan apa yang menjadi hasrat mereka yaitu kekuasaan. Demi
kekuasaan maka upaya-upaya untuk memuaskan kebutuhan mereka ini dilakukan. Seperti
ungkapan dari beberapa kelompok persekutuan doa bahwa, beberapa anggota dewan malah tidak
terlibat aktif setelah terpilih menjadi anggota dewan. Devosi yang dilakukan menjadi pemuas
kebutuhan semata bagi beberapa kalangan tertentu.

35

Dister, Pengalaman….74

79