Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan antara Model Discovery Learning dengan Model Pembelajaran Picture and Picture terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SDN Tegalombo 04 Kecamatan Dukuhseti Pati Semester II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dan Pembelajarannya
2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di definisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. IPA berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.Dari istilah
yang digunakan IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam berarti “Ilmu” tentang
“Pengetahuan Alam”. “Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar.
Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut
tolok ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya
masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat. Sedangkan objektif artinya
sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan
pengalaman pengamatan melalui panca indera. Pengetahuan alam sudah
jelas artinya adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan segala

isinya.
IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik
makhluk hidup maupun benda mati yang diamati, Kardi dan Nur (dalam
Trianto, 2012:136). Sedangkan menurut Wahyana (dalam Trianto,
2012:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan
tersusun secara sitemastis, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang IPA dapat disimpulkan
bahwa suatu ilmu yang di dalamnya tidak hanya terdapat sebuah fakta dan
konsep tetapi juga harus disertai dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah
untuk membuktikan kebenaran dari fakta dan konsep.

6

7

2.1.1.2 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Pembelajaran juga merupakan suatu sistem, yang
terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan dengan yang lain.
Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat
20, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Konsep pembelajaran
menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011: 61) adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan
subset khusus dari pendidikan. Proses pembelajaran pada awalnya
meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh
siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang
akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan
guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan
modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya
pelaksanaan pembelajaran.

Dari pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar,
yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang
berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

8

2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasa
Setiap mata pelajaran pasti memiliki ruang lingkup materi yang
dipelajari. Ruang lingkup pembelajaran IPA SD tertuang di dalam KTSP.
Menurut E. Mulyasa (2010: 112) disebutkan ruang lingkup bahan kajian
IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya, meliputi: benda cair, padat,
dan gas.
c. Energi dan perubahannya, meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda

benda langit lainnya.
e. Sains,

Lingkungan

Teknologi

dan

Masyarakat

(salingtemas)

merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui perbuatan suatu karya
tekologi sederhana.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
pembelajaran IPA di SD meliputi makhluk hidup serta proses
kehidupannya, benda/materi, energi serta perubahannya, dan bumi serta
alam semesta.

2.1.2 Hasil Belajar
Dimyati dan Mujiono (2006:3) berpendapat bahwa “hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”.
Abdurrahman (2003:28) berpendapat bahwa “hasil belajar yaitu suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap ”. Hasil belajar adalah
pola-pola

perbuatan,

nilai-nilai,

pengertian-pengertian,

sikap-sikap,

apresiasi dan keterampilan (Agus Suprijono, 2013:5). Sedangkan menurut
Bloom (dalam Agus Suprijono, 2013:6), hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar mempunyai

9


peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap
hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan
kelas maupun individu.
Dari berbagai penjelasan tentang hasil belajar di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang
merupakan hasil dari aktivitas belajar yang mencakup aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Hasil belajar inilah yang akan menjadi tolak ukur guru dan siswa
dalam pencapaian tujuan pebelajaran dan kompetensi yang sudah diterima
oleh siswa. Hasil belajar yang baik biasanya akan membuat guru dan siswa
melanjutkan pembelajaran ke materi selanjutnya tetapi hasil belajar yang
tidak memenuhi KKM biasanya guru akan melakukan perbaikan dan
pengayaan.

2.1.3


Model Discovery Learning

2.1.3.1 Pengertian dan Ciri Model Pembelajaran
Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
dikelas maupun tutorial. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu
pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuantujuan

pembelajaran,

tahap-tahap

dalam

kegiatan

pembelajaran,

lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model
pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi,

ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan bagi para

10

guru, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai
untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri berikut:
1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert
Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk
melatih partisipasi atau tujuan pendidikan tertentu.
2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir
induktif.
3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar
di kelas.
4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3)

sistem soial, dan (4) sistem pendukung.
5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
6) Membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran
yang dipilhnya.
2.1.3.2 Pengertian Discovery Learning
Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) model
Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Dalam discovery learning guru harus memberikan kesempatan kepada
muridya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin,
atau ahli matematika. Guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif.
Menurut Jerome Bruner (Syah, 2003) bahwa:
Discovery learning adalah teori penyelidikan pembelajaran
berbasis konstruktivis yang terjadi dalam pemecahan masalah situasi di
mana warga belajar menarik pada pengalaman masa lalu sendiri dan

11


pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta dan hubungan dan
kebenaran baru yang akan dipelajari.
Dalam Dr. M. Hosnan, Dipl.Ed., M.Pd (2014):
Pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar
penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini ditransfer
dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan mengenai
pengertian model discovery learning yaitu proses pengalaman dimana
siswa diperhadapkan ke dalam suatu persoalan dan mencari jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur sehingga siswa
memperoleh pengalaman baru yang lebih baik dan bermakna untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran Discovey Learning
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari
pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut.
1.


Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara
aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi
banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan
digunakan.

2.

Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan
pola dalam situasi kongkrit maupun abstrak, juga siswa banyak
meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.

3.

Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.

12

4.

Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara
kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta
mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

5.

Terhadap beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilanketerampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajarai
melalui penemuan lebih bermakna.

6.

Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditranfer untuk aktifitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

2.1.3.4 Karakteristik Discovery Learning
Ciri utama belajar menemukan, yaitu (1)
memecahkan

masalah

untuk

menciptakan,

mengeksplorasi dan

menggabungkan,

dan

mengenarilasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan
oleh teori kontruktivisme yaitu sebagai berikut.
1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
2.

Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.

3.

Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai.

4.

Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan
menekankan pada hasil.

5.

Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.

6.

Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

7.

Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa,

8.

Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman
siswa.

9.

Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.

10. Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjalankan proses
pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi, dan analis.

13

11. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain atau guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
15. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
16. Memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun pengetahuan
dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.
2.1.3.5 Keuntungan dan Kelemahan Discovery Learning
Keuntungan metode discovery learning menurut Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (2013) adalah sebagai berikut:
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan
kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

14

9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru;
11. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
12. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar
menjadi lebih terangsang;
14. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya;
15. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
16. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar;
17. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Sedangkan kelemahan metode discovery learning menurut
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) adalah sebagai berikut:
1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsepkonsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara
belajar yang lama.
4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi
secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa

15

6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
2.1.3.6 Langkah-Langkah Discovery Learning
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery
menurut Walter Klinger, SEQIP (1997) adalah sebagai berikut:
1. Motivasi, bertujuan menuntun warga belajar ke arah materi
pendidikan, untuk membangkitkan rasa ingin tahu, antusiasme dan
kesediaan belajar.
2. Perumusan masalah, bertujuan memfokuskan perhatian warga belajar
agar mengenali masalah yang akan dibahas.
3. Penyusunan opini-opini, berdasarkan pengalaman atau interpretasinya
sehingga dapat memberikan hipotesa dari permasalahan yang
diberikan.
4. Perencanaan dan konstruksi alat, bertujuan merencanakan dan
mengkonstruksi suatu perangkat percobaan yang berfungsi, yang
memungkinkan verivikasi atau penolakan hipotesa dan penentuan
saling keterkaitan antara parameter-parameter yang relevan.
5. Pelaksanaan percobaan, langkah percobaan merupakan titik perhatian
pengarahan. Jawaban terhadap pertanyaan ilmiah di sini akhirnya akan
ditemukan melalui pengalaman percobaan menggunakan peralatan
yang khusus dikembangkan untuk tujuan ini.
6. Kesimpulan, suatu generalisasi dari hasil percobaan yang akan
membawa pengetahuan ilmiah yang baru.
7. Abstraksi, abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci
tertentu yang diperoleh melalui kasus khusus dalam rangka melakukan
penelitian untuk mencapai syarat-syarat umum.
8. Konsolidasi pengetahuan, bertujuan agar warga belajar semakin
menguasai pengetahuan yang baru diperoleh, untuk memungkinkan
integrasi dan internalisasi pengetahuan itu ke dalam struktur.

16

Terdapat langkah-langkah operasional metode dicovery learning
menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) adalah sebagai
berikut:
1.

Langkah Persiapan
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2.

Pelaksanaan
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan
PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku,
dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan

kondisi

interaksi

belajar

yang

dapat

mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan.
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi

17

sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah)
3. Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi,
dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
5. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

18

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan
hasil

verifikasi

maka

dirumuskan

prinsip-prinsip

yang

mendasari generalisasi.
2.1.4 Model Pembelajaran Picture And Picture
Menurut M. Hosnan (2002:256),model pembelajaran Picture And
Picture mempunyai langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kopetensi yang ingin dicapai.
2. Menyampaikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan
konsep/materi sesuai dengan kopetensi yang ingin dicapai
7. Kesimpulan/rangkuman
2.1.4.1 Kelebihan dan Kelamahan Model pembelajaran Picture And Picture
Dalam setiap model pembelajaran tentu ada kekurangan dan
kelebihanya, kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Picture And
Picture adalah
Kelebihan model pembelajaran Picture And Picture :
1. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran
guru menjelaskan kopetensi yang harus dicapai dan materi secara
singkat terlebih dahulu.
2. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukan
gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari

19

3. Dapat meningkat daya nalar siswa atau daya pikir pokir siswa
karena siswa disuruh guru untuk menganalisa gambar yang ada
4. Dapat meningakatkan tanggung jawab siswa karena guru
menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar
5. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati
langsusng gambar yang telah tersiapkan oleh guru.
Kelemahan model pembelajaran Picture And Picture:
1. Sulit untuk menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkualitas
yang sesue dengan materi
2. Sulit menemukan gambar-gambar yang sesue dengan nalar siswa
atau kopetensi siswa yang dimiliki
3. Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan
gambar sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi
pembelajaran
4. Tidak tersedianya dana khusus untuk menyediakannya gambargambar yang di inginkanya.

2.2

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Fitri Apriani Pratiwi, 2014. Melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Dengan Pendekatan
Saintifik Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA”. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan
berpikir kritis antara siswa yang diajar menggunakan model discovery
learning dengan pendekatan saintifik dengan siswa yang diajar dengan
menggunakan model cooperative learning dengan pendekatan saintifik.
Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan U -Mann Whitney pada
taraf nyata = 5% Hasil uji Uterhadap nilai pretest pada kelas eksperimen dan kontrol diperoleh nilai
sama yaitu Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,0080 dengan Ha diterima.
Pembelajaran dengan model discovery learning dengan pendekatan

20

saintifik memberikan peningkatan hasil belajar dengan effect size
sebesar 0,78 (tergolong sedang) pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit.
Ni Kadek Sukiati Arini, 2010. Melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Tingkat Intelegensi Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi
Akademik Siswa Kelas Ii Sma Negeri 99 Jakarta”. Berdasarkan hasil
penelitian, diperoleh bahwa secara parsial intelegensi dan motivasi belajar
berpengaruh sangat nyata terhadap prestasi akademik. Hal ini dibuktikan
dari t hitung masing-masing sebesar 2,305 dan 3,703, dengan tingkat
signifikansi 0,022 dan 0,000. Dari hasil analisis data yang dilakukan,
diperoleh koefisien regresi dari intelegensi sebesar 0,025 dan motivasi
belajar sebesar 0,080. Hal ini menunjukkan apabila salah satu variabel
dalam keadaan konstan, maka motivasi belajar akan berpengaruh lebih
besar pada prestasi akademik seseorang. Hasil analisis data juga
menunjukan nilai standardized sebesar 0,266 untuk motivasi belajar. Hal
ini berarti bahwa motivasi belajar memberikan kontribusi sebesar 26,6%
terhadap prestasi

akademik. Sedangkan nilai

standardized untuk

intelegensi sebesar 0,166, yang berarti bahwa intelegensi memberikan
kontribusi sebesar 16,6% terhadap prestasi akademik. Berdasarkan analisis
data, juga diperoleh nilai F sebesar 9,018 dengan tingkat signifikansi 0,000
(p < 0,01). Hal ini berarti bahwa intelegensi dan motivasi belajar
berpengaruh terhadap prestasi akademik. Selain nilai F, diperoleh juga
nilai R square sebesar 0,093, yang berarti bahwa 9,3% prestasi akademik
dipengaruhi oleh intelegensi dan motivasi belajar, sedangkan sisanya
sebesar 90,7% dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak dimasukkan
dalam model penelitian ini.

21

2.3

Kerangka Pikir
Kerangka berpikir untuk penelitian ini terdapat dalam skema sebagai
berikut:

kret
Kelas
kontrol

Pembelajaran
menggunakan
model picture
and picture.

Pretest

Hasil prestes tidak
ada perbedaan yang
signifikan

Kelas
eksperimen

Pretest

postest

Ada perbedaan hasil belajar yang
menggunakan model pembelajaran
discovery learning dengan model
picture and picture.

Pembelajaran
menggunakan model
discovery learning

Postest

Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas kontrol menggunakan model
picture and picture sedangkan kelas eksperimen menggunakan model
pembelajara discovery learning. Dalam alat ukur hasil evaluasi antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama.
2.4

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori di atas, penulis menemukan hipotesis sebagai
berikut:
Diduga ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran
Discovery Learning dengan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa 5

22

SDN Tegalombo 04 Kecamatan Dukuhseti Pati Semester II Tahun
Pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

THE EFFECT OF USING ENGLISH SONGS ON THE FIFTH YEAR STUDENT’S VOCABULARY ACHIEVEMENT OF SDN KASIYAN TIMUR 03 PUGER, JEMBER

4 68 15

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72