CONTROLLING THE IMPLEMENTATION PRUDENTIAL PRINCIPLES IN BANKING LANDING BY FINANCIAL SERVICES AUTHORITY
TALREV
Volume 3 Issue 1, June 2018: pp. 57-78. Copyright ©2018 TALREV.
Faculty of Law Tadulako University, Palu, Central Sulawesi, Indonesia.
ISSN: 2527-2977 | e-ISSN: 2527-2985.
Open acces at: http://jurnal.untad.ac.id/index.php/TLR
PENGAWASAN PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
CONTROLLING THE IMPLEMENTATION PRUDENTIAL
PRINCIPLES IN BANKING LANDING
BY FINANCIAL SERVICES AUTHORITY (OJK)
Zulfi Diane Zaini1, Lukmanul Hakim2
1
Bandar Lampung University
JL. Zainal Abidin Pagar Alam No.26, Bandar Lampung, Lampung, 35142, Indonesia
Telp./Fax: +62-721-773847 Email: diane.zaini@yahoo.com
2
Bandar Lampung University
JL. Zainal Abidin Pagar Alam No.26, Bandar Lampung, Lampung, 35142, Indonesia
Telp./Fax: +62-721-773847 Email: lukman517422@gmail.com
Submitted: May 21, 2018; Reviewed: Jun 15, 2018; Accepted: Jun 29, 2018
Abstrak
Tujuan Penelitian adalah (1) Untuk menganalisis pengawasan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. (2) Untuk menganalisis faktor penghambat dalam pengawasan terhadap penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pengawasan penerapan
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan dilaksanakan dengan pengawasan berdasarkan kepatuhan (Compliance
Based Supervision/CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuanketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan
tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan
benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Selain itu dilaksanakan Pelaksanaan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/RBS), yaitu pengawasan menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat
mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu. (2) Faktor Penghambat dalam pengawasan terhadap
penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah salah satu yang terpenting yakni nasabah
seringkali dalam memberikan data kepada pihak Bank tidak akurat dan adanya
keterlambatan calon nasabah dalam melengkapi berkas pengajuan kredit.
Kata Kunci: Kredit, Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Prinsip Kehati-hatian Perbankan
□ 57
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Abstract
Research Objectives are: (1) To analyze the supervision of the application of prudential
principles in the provision of bank credit conducted by the Financial Services Authority
under the Act Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority. (2) To analyze
the inhibiting factors in supervising the application of prudential principles in the
provision of bank credit by the Financial Services Authority. Furthermore, this research
uses research method with normative juridical approach. The results of the research
show that (1) Supervision of prudential principles in the provision of bank credit
conducted by the Financial Services Authority under the Act Number 21 of 2011
concerning Financial Services Authority shall be conducted by Compliance Based
Supervision (CBS), that is Compliance Monitoring banks against provisions relating to
the operation and management of banks in the past in order to ensure that the bank has
been operating and managed properly and properly according to prudential principles.
In addition, Risk Based Supervision (RBS) is implemented, ie supervision using riskbased strategies and methodologies that enable bank supervisors to detect significant
risks early and take appropriate and timely monitoring actions. (2) Inhibiting factors in
supervising the application of prudential principles in the provision of bank credit
conducted by the Financial Services Authority is one of the most important that
customers often in providing data to the Bank inaccurate and the existence of the
prospective customer's delay in completing the file submission of credit.
Keywords: Credit, Financial Services Authority, Prudential Banking
Supervision
PENDAHULUAN
Lembaga perbankan merupakan inti
dari sistem keuangan dari setiap negara.
Principles,
dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun
199 tentang Perbankan (Undang-Undang
Perbankan).
Bank adalah lembaga keuangan yang
Pemberian kredit oleh suatu bank
menjadi tempat bagi perseorangan, badan-
didasarkan pada syarat atau pertimbangan
badan usaha swasta, badan-badan usaha
tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 8
milik negara, bahkan lembaga-lembaga
Undang-Undang Perbankan
pemerintahan menyimpan dana yang di-
bahwa dalam memberikan kredit, Bank
milikinya. Melalui kegiatan perkreditan
Umum wajib mempunyai keyakinan atas
dan berbagai jasa yang diberikan, bank
kemampuan dan kesanggupan debitur un-
melayani kebutuhan pembiayaan serta
tuk melunasi hutangnya sesuai dengan
melancarkan mekanisme sistem pem-
diperjanjikan. Selain itu prinsip yang
bayaran bagi semua sektor perekonomian.
dikembangkan Bank dalam pemberian
Pengaturan mengenai lembaga perbankan
kredit adalah prinsip kehati-hatian.
ditentukan
di Indonesia terdapat dalam Undang Un-
Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang
dang Nomor 7 Tahun 1992 yang sebagian
Perbankan menyatakan bahwa Bank wajib
pasal-pasalnya telah diubah dan ditambah
memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
□ 58
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
modal,
Sumber penghimpunan dana per-
kualitas aset, kualitas manajemen, likuidi-
bankan yang dihimpun dari masyarakat
tas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek
selanjutnya disalurkan kepada masyarakat
lain yang berhubungan dengan usaha
dalam bentuk kredit. Apabila sejumlah
bank, dan wajib melakukan kegiatan
dana yang disalurkan oleh bank kepada
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
masyarakat melalui kredit tersebut tidak
Pada era globalisasi saat ini, per-
dapat dikembalikan sesuai dengan jangka
bankan berperan dalam pemberian kredit
waktu yang telah diperjanjikan maka
akan semakin besar. Hal tersebut disebab-
kualitas kredit dapat digolongkan sebagai
kan dana yang diperlukan dalam pem-
kredit bermasalah ataupun seringkali dise-
bangunan berasal atau dihimpun dari
but dengan istilah Non Performing Loan
masyarakat
(NPL). 3
dengan
ketentuan
melalui
kecukupan
perbankan,
yang
kemudian disalurkan kembali kepada
Tingkat NPL yang tinggi akan ber-
masyarakat melalui pemberian kredit guna
implikasi kepada terganggunya likuditas
menuju arah yang lebih produktif.1 Dana
dari bank yang bersangkutan, kondisi ini
yang disalurkan oleh bank dapat dil-
bisa bertambah parah apabila kemudian
akukan dalam bentuk kredit kepada
para nasabah penyimpan tiba-tiba banyak
masyarakat. Kuantitas pada penyaluran
yang menarik simpanannya dalam jumlah
dana dapat di lihat dan di nilai dari jumlah
besar di mana bank mau tidak mau harus
dan tingkat pertumbuhan jumlah kredit
memberikan pembayaran tepat saat itu
yang disalurkan, sedangkan kualitas kredit
juga, tidak boleh menunda-nunda atau
secara sederhana dan singkat dapat di ukur
menolak akibatnya bank tersebut bisa
dari jumlah dan porsi kredit macet atau
mengalami kesulitan likuiditas.
bermasalah (non performing loans).2
Bank sebagai pemberi kredit harus
menerapkan
1
Apit Purnatri Wahyono, (2012), Tinjauan
Yuridis Prosedur Pelaksanaan Perjanjian
Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus PT.
Bank Tabungan Negara Tbk. Cabang Surakarta), Universitas Muhammadiyah Surakarta,
hlm.1
2
Pramita Indah Berliana, (2014), Analisis
Yuridis Penerapan Prinsip 5C (Character,
Capital, Capacity, Collateral, and Conditional
of Economy) dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT Bank Tabungan
Negara Cabang Solo, Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm. 7
prinsip
kehati-hatian
se-
bagaimana telah diamanatkan dalam Pasal
2 Undang-Undang Perbankan dan dipertegas dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan
Bank
14/15/PBI/2012
Indonesia
tentang
Nomor
:
Penilaian
3
Sutarno,
(2003),
Aspek-Aspek
Hukum
Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, hlm.
2
□ 59
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Kualitas Aset Bank Umum. Bagi seorang
dengan Otoritas Jasa Keuangan adalah
analis kredit tidak mudah untuk menen-
lembaga yang independen dan bebas dari
tukan karakter calon debitur karena dalam
campur tangan pihak lain, yang mempu-
jangka waktu tertentu karakter buruk
nyai
seseorang bisa ditutupi dengan baik.
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,
Penilaian karakter ini erat hubungannya
dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dengan terpenuhinya asas iktikad baik da-
dalam undang-undang ini.
fungsi,
tugas,
dan
wewenang
lam perjanjian. Pasal 1338 ayat (3) Kitab
Seiring dengan adanya tindak pi-
Undqang-Undang Hukum Perdata (KUH
dana perbankan maka OJK memiliki
Perdata) mengatur bahwa suatu perjanjian
peran yang strategis dalam penanggulan-
harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
gan tindak pidana perbankan, mengingat
Pendirian OJK di Indonesia ber-
OJK memiliki kewenangan sebagaimana
dasarkan pada Pasal 34 Undang-Undang
diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Jasa Keuangan wewenang dalam hal
1999 tentang Bank Indonesia, kemudian
pengaturan dan pengawasan mengenai
lembaga OJK diatur dengan Undang-
kelembagaan
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
pengaturan dan pengawasan mengenai
Otoritas Jasa Keuangan. Pemerintah dia-
kelembagaan
manahkan untuk membentuk lembaga
pengawasan mengenai kesehatan bank,
pengawas sektor jasa keuangan yang in-
pengaturan dan pengawasan mengenai
dependen dengan nama Otoritas Jasa
aspek kehati-hatian bank, dan pemerik-
Keuangan (OJK). Lembaga tersebut ber-
saan bank. Sesuai dengan ketentuan
tugas
perbankan,
tersebut,
asuransi, dana pensiun, pasar modal, mod-
memiliki
kewenangan
untuk
al
melaksanakan
pengawasan
penerapan
mengawasi
ventura,
dan
industri
perusahaan
pem-
bank
bank,
yang
meliputi:
pengaturan
dan
maka Otoritas Jasa Keuangan
biayaan,serta badan-badan keuangan lain
prinsip kehati-hatian dalam pemberian
yang menyelenggarakan pengelolaan dana
kredit perbankan.
masyarakat.
Tujuan pendirian OJK secara nor-
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-
matif adalah meningkatkan dan memeliha-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
ra kepercayaan publik di bidang jasa keu-
Otoritas Jasa Keuangan, yang dimaksud
angan, menegakkan Peraturan Perundang-
□ 60
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
undangan
di
bidang
meningkatkan
jasa
pemahaman
keuangan,
a. Bagaimana
pengawasan
penerapan
publik
prinsip kehati-hatian dalam pemberian
mengenai bidang jasa keuangan dan
kredit perbankan yang dilakukan oleh
melindungi kepentingan konsumen jasa
Otoritas
keuangan. Selain itu tujuan lain OJK
Undang-Undang Nomor 21 Tahun
dibentuk agar Bank Indonesia (BI) fokus
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?
kepada pengelolaan moneter dan tidak
Jasa
b. Bagaimana
Keuangan
Faktor
menurut
pengambat
perlu mengurusi pengawasan bank karena
pengawasan penerapan prinsip kehati-
bank merupakan sektor utama dalam
hatian
perekonomian. 4
perbankan
Upaya OJK dalam mewujudkan
tujuan
tersebut,
disertai
dengan
kewenangan yang luas yakni membuat
dalam
pemberian
yang
kredit
dilakukan
oleh
Otoritas Jasa Keuangan?
Metode Penelitian
Tipe Penelitian
peraturan di bidang jasa keuangan, mem-
Penelitian ini merupakan bentuk
beri dan mencabut izin persetujuan dan
penelitian
lain-lain, memperoleh laporan periodik
penelitian
dan informasi industri jasa keuangan,
mengkaji
mengenakan
administratif,
norma serta aturan-aturan dalam hukum
melakukan
positif yang berhubungan dengan masalah
penyidikan atas pelanggaran undang-
yang akan dibahas. Kemudian, Penelitian
undang, memberikan arahan atau perintah
ilmu
tertulis,menunjuk pengelola statuter, me-
pengkajian mengenai : Asas-asas hukum;
wajibkan pengalihan usaha demi menjaga
Sistematika hukum; serta Sinkronisasi
kepentingan nasabah, mencegah kejahatan
hukum.
di bidang keuangan dan mengatur pen-
Pendekatan Penelitian
melakukan
sanksi
pemeriksaan,
gendalian lembaga keuanagan.
yuridis
yang
normatif,
di
fokuskan
kaidah-kaidah
hukum
Dalam
atau
normative
penelitian
yakni
ini,
untuk
norma-
meliputi
ada
dua
Berdasarkan uraian latar belakang di
pendekatan pokok yang digunakan yaitu :
atas, maka permasalahan dalam penelitian
Pendekatan Perundang-undangan (Statute
ini dirumuskan sebagai berikut:
approach),
4
Nindyo Pramono, (2012), Beberapa Legal Issue dalam UU No. 21/2011 tentang OJK, Makalah, Disampaikan pada Seminar Outlook
Pengawasan Perbankan Pasca Terbentuknya
Otoritas Jasa Keuangan, Yogyakarta, hlm. 2
serta
Pendekatan
Konsep
(Conceptual approach), yaitu :
a. Pendekatan
Perundang-undangan
(Statute approach) digunakan untuk
□ 61
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
menelaah aturan-aturan atau ketentuan
perbankan
hukum sesuai dengan hierarki atau
Otoritas
tingkatannya tentang segala sesuatu
Undang-Undang Nomor 21 Tahun
yang berhubungan dengan Kegiatan
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Usaha
di
serta Faktor pengambat pengawasan
Indonesia antara lain dalam bentuk
penerapan prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran
kredit
pemberian
berdasarkan
pada
Lembaga
Perbankan
perbankan
Jasa
dilakukan
Keuangan
kredit
oleh
menurut
perbankan
yang
Kehati-
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
hatian, dan erat hubungannya dengan
baik yang dikemukakan oleh para ahli
permasalahan
atau
khususnya
Prinsip
yang
yang
yang
yang
akan
dibahas,
terkait
dengan
berupa
maupun
doktrin
abstraksi
ilmu
hukum
hukum
yang
Pengawasan penerapan prinsip kehati-
merupakan ratio decidendi dari suatu
hatian
aturan yang terkait dengan Kegiatan
dalam
pemberian
kredit
perbankan menurut Undang-Undang
Usaha
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Indonesia antara lain dalam bentuk
Jasa Keuangan serta Faktor pengambat
penyaluran
kredit
pengawasan penerapan prinsip kehati-
berdasarkan
pada
hatian
kredit
hatian, dan erat hubungannya dengan
oleh
permasalahan penelitian yang akan
dalam
perbankan
pemberian
yang
dilakukan
Otoritas Jasa Keuangan.
b. Pendekatan
Konsep
Kegiatan Usaha Lembaga Perbankan di
Indonesia antara lain dalam bentuk
berdasarkan
pada
perbankan
Prinsip
yang
Kehati-
hatian, dan erat hubungannya dengan
permasalahan
khususnya
yang
yang
akan
dibahas,
terkait
dengan
Pengawasan penerapan prinsip kehatihatian
dalam
perbankan
Prinsip
di
yang
Kehati-
(Conseptual
konsep hukum yang berkaitan dengan
kredit
Perbankan
dibahas.
approach) digunakan untuk menelaah
penyaluran
Lembaga
pemberian
kredit
Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan
bahan
hukum
dilakukan dengan menggunakan sistem
kartu (Card system) dan sistem elektronik
(Elektronic system), adapun bahan hukum
yang digunakan meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum skunder dan bahan
hukum tersier yang bersumber dari:
1. Bahan Hukum Primer terdiri dari
Peraturan
Perundang-undangan
dan
Peraturan lainnya yang berhubungan
□ 62
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
dengan permasalahan yang diteliti,
yang dilakukan oleh pihak terkait yang
antara lain :
berhubungan
a) Undang-undang
Dasar
Republik
Indonesia Tahun 1945;
b) Kitab
yang
dengan
diteliti,
permasalahan
khususnya
tentang
Kegiatan Usaha Lembaga Perbankan di
Undang-Undang
Hukum
Perdata (KUH Perdata);
c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Indonesia antara lain dalam bentuk
penyaluran
kredit
berdasarkan
pada
perbankan
Prinsip
yang
Kehati-
1992 juncto Undang-Undang Nomor
hatian, dan erat hubungannya dengan
10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
permasalahan
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
khususnya
yang
yang
akan
dibahas,
terkait
dengan
1999 juncto Undang-Undang Nomor
Pengawasan penerapan prinsip kehati-
3 Tahun 2004 juncto Undang-
hatian
Undang Nomor 6 Tahun 2009
perbankan
tentang Bank Indonesia;
Otoritas
e) Undang-undang Nomor 21 Tahun
2011
tentang
Otoritas
Jasa
Keuangan;
dalam
pemberian
yang
Jasa
kredit
dilakukan
Keuangan
oleh
menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
serta Faktor pengambat pengawasan
f) Peraturan Bank Indonesia Nomor :
penerapan prinsip kehati-hatian dalam
14/15/PBI/2012 tentang Penilaian
pemberian
Kualitas Aset Bank Umum;
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
g) serta beberapa Peraturan terkait
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu : Bahan
Hukum
penjelasan
perbankan
yang
baik yang dikemukakan oleh para ahli
atau
lainnya.
kredit
berupa
maupun
doktrin
abstraksi
ilmu
hukum
hukum
yang
dapat
memberikan
merupakan ratio decidendi dari suatu
mengenai
bahan-bahan
aturan yang terkait dengan Kegiatan
yang
hukum primer yang dapat dari berbagai
Usaha
literatur yang berkaitan dengan pokok
Indonesia antara lain dalam bentuk
permasalahan,
penyaluran
kredit
berupa hasil penelitian bidang ilmu
berdasarkan
pada
hukum, pendapat dan hasil penelitian
hatian, dan erat hubungannya dengan
dari Para Ahli/Pakar dalam bidang
permasalahan
Ilmu Hukum,
khususnya
jurnal-jurnal
ilmiah
serta hasil simposium
Lembaga
yang
yang
Perbankan
perbankan
Prinsip
di
yang
Kehati-
akan
dibahas,
terkait
dengan
□ 63
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Pengawasan penerapan prinsip kehati-
sistematisasi
hatian
korelasi
dalam
pemberian
kredit
ini,
dilakukan
aturan-aturan
analisis
hukum
yang
perbankan menurut Undang-Undang
berhubungan agar dapat dipahami dengan
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
baik. Pada tahap ini juga dilakukan
Jasa Keuangan serta Faktor pengambat
rasionalisasi dan penyederhanaan sistem
pengawasan penerapan prinsip kehati-
hukum dengan “mengkonstruksi aturan-
hatian
kredit
aturan umum dan pengertian-pengertian
oleh
umum agar bahan hukum menjadi tertata
dalam
perbankan
pemberian
yang
dilakukan
Otoritas Jasa Keuangan.
lebih
3. Bahan Hukum Tersier yakni: Bahan
Hukum
yang
dapat
petunjuk
maupun
memberikan
lebih
masuk
akal
dan
logikanya menjadi lebih jelas dan lebih
tepat dipahami.6 Pada tahap eksplanasi
yang
dilakukan penjelasan dan analisis terhadap
hukum
makna yang terkandung dalam aturan
primer dan bahan hukum sekunder
hukum sehubungan dengan isu hukum
seperti kamus hukum, kamus Bahasa
dalam
Indonesia dan Bahasa Inggris, artikel-
keseluruhannya membentuksatu kesatuan
artikel pada Surat Kabar, Ensiklopedia
yang saling berhubungan secara logis.
hukum, bahan-bahan penunjang dari
Analisis hukum merupakan open system,
sumber Internet, dan lain-lain.
yang berarti bahwa “aturan hukum dan
bermakna
penjelasan
baik,
terhadap
bahan
Bahan hukum yang dikumpulkan,
meliputi
ini
sehingga
keputusan harus difikirkan dalam suatu
Analisis Data
dianalisis
penelitian
dengan
inventarisasi,
langkah-langkah
sistematisasi,
hubungan
dan
juga
norma
hukum
bertumpu pada asas hukum dan dibalik
asas
hukum
dapat
disistematisasikan
interpretasi dan eksplanasi. Deskripsi
gejala-gejala hukum lainnya.7 Dengan
meliputi “isi maupun struktur hukum
pola analisis bahan hukum yang demikian
positif“, sedangkan langkah sistematisasi
ini, akan mudah diamati atau dianalisis
dilakukan untuk memaparkan is dan
tentang
stuktur atau hubungan hirarkhis antara
Perbankan
aturan-aturan hukum. Dalam kegiatan
sebagaimana yang diatur dalam Undang-
5
5
Philipus M. Hadjon, (1994), Pengkajian Ilmu
Hukum Dogmatik (Normatif), dalam Yuridika
Nomor 6 Tahun IX, November – Desember,
hlm 6.
Kegiatan
di
Usaha
Indonesia
Lembaga
antara
lain
6
Bernard Arief Sidharta, (1999), Refleksi
Tentang Struktur Ilmu Hukum, Cetakan
Pertama, Mandar Maju, Bandung, hlm. 150
7
Philipus M. Hadjon, Loc Cit
□ 64
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
dana masyarakat dan menyalurkan pem-
Otoritas Jasa Keuangan serta Faktor
biayaan bagi usaha-usaha produktif mau-
pengambat pengawasan penerapan prinsip
pun konsumtif, sekaligus menjadi penentu
kehati-hatian dalam pemberian kredit
arah
perbankan yang dilakukan oleh Otoritas
pemerintah di bidang moneter dan keu-
Jasa Keuangan. dan erat hubungannya
angan dalam mendukung stabilitas pem-
dengan permasalahan yang akan dibahas.
bangunan
Pengawasan Penerapan Prinsip Kehatidalam
Perbankan
Otoritas
Pemberian
yang
Jasa
perumusan
nasional,
kebijakan
khususnya
untuk
dapat menjadi tempat penyimpanan dana
PEMBAHASAN
hatian
bagi
Kredit
Dilakukan
Keuangan
oleh
Menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan
Bank pada dasarnya merupakan
lembaga keuangan yang bertujuan untuk
memberikan pembiayaan, pinjaman dan
jasa keuangan lain. Bank dalam konteks
ini melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian. Aktivitas perbankan didasarkan pada
kepercayaan, di mana masyarakat yang
menempatkan dananya di bank, mau tidak
mau harus percaya sepenuhnya bahwa dana miliknya dan hal-hal yang berkaitan
dengan kerahasiaan nasabah akan benarbenar dijaga oleh bank dan tidak akan disalahgunakan. Perbankan sebagai lembaga
keuangan mempunyai peran yang sangat
strategis dalam kegiatan perekonomian
melalui kegiatan usahanya menghimpun
yang aman, tempat yang diharapkan dapat
melakukan
demi
kegiatan
kelancaran
perpembiayaanan
dunia
usaha
dan
perdagangan.
Setiap aktivitas perbankan harus
memenuhi asas ketaatan perbankan, yaitu
segala kegiatan perbankan yang diatur
secara yuridis dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
serta menjalankan prinsip kehati-hatian
perbankan (prudent banking) dengan cara
menggunakan rambu-rambu hukum berupa safe dan sound. Kegiatan bank secara
yuridis dan secara umum adalah penarikan
dana masyarakat, penyaluran dana kepada
masyarakat, kegiatan fee based, dan
kegiatan dalam bentuk investasi.
Semakin banyak kegiatan usaha
yang dilakukan oleh bank, semakin banyak pula kesempatan yang akan timbul
yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perbuatan
melawan hukum terhadap kegiatan usaha
perbankan. Semakin luas kesempatan
□ 65
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
yang muncul, juga akan berbanding lurus
bank
dengan semakin banyaknya jenis dan ru-
melaksanakan secara konsisten ketentuan
ang lingkup tindak pidana perbankan ber-
intern yang dibuat sendiri (self regulatory
dasarkan peraturan umum dalam Undang-
banking) dalam melaksanakan kegiatan
Undang Perbankan dan yang diatur khu-
operasionalnya dengan tetap mengacu
sus dalam perundang-undangan di luar
kepada prinsip kehati-hatian.
Undang-Undang Perbankan.
berdasarkan
mendorong
bank
untuk
Bank dalam menjalankan usahanya
Bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya
yang
kepercayaan
terutama dalam menghimpun dana dalam
bentuk simpanan, merupakan sumber
masyarakat perlu diatur dan diawasi.
dana
Pengaturan
bank
Demikian pula dari segi penyaluran
diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
dananya, hendaknya bank tidak semata-
perbankan Indonesia sebagai : lembaga
mata hanya memperoleh keuntungan yang
kepercayaan masyarakat dalam kaitannya
sebesar-besarnya bagi pemilik bank akan
sebagai
dan
tetapi dalam menjalankan kegiatannya
pelaksana kebijakan
harus pula diarahkan dan ditekankan
dan
lembaga
penyalur dana;
pengawasan
penghimpun
dari
moneter; serta sebagai lembaga yang ikut
untuk
berperan dalam membantu pertumbuhan
masyarakat.
ekonomi serta pemerataan, agar tercipta
bank
yang
peningkatan
Berkaitan
dengan
bersangkutan.
taraf
hidup
hal
tersebut,
sistem perbankan yang sehat, baik sistem
masalah
perbankan secara menyeluruh maupun
pembinaan kepercayaan
individual,
memelihara
terhadap perbankan melalui pemberian
kepentingan masyarakat dengan baik,
jaminan kepastian hukum bagi nasabah,
berkembang secara wajar dan bermanfaat
disamping
bagi perekonomian nasional.
prudential banking principles (penerapan
dan
mampu
Pendekatan yang dilakukan dalam
mencapai
pengawasan
tujuan
bank
pengaturan
dilakukan
yang
lebih
penting
adalah
masyarakat
implementasi
tentang
prinsip kehati-hatian). Penerapan prinsip
dan
kehati-hatian yang dilakukan oleh seluruh
dengan
pihak pengelola dan pelaku perbankan
menerapkan
kebijakan
memberikan
masih harus lebih ditingkatkan untuk
keleluasaan
berusaha
(deregulasi),
mencapai sasaran yang diharapkan.
kebijakan
prinsip
kehati-hatian
bank
Secara umum Industri perbankan
(prudential banking), dan pengawasan
tetap dapat tumbuh dengan kinerja yang
□ 66
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
positif. Hal tersebut tidak terlepas dari
sektor jasa keuangan yang independen
berbagai
yang
dengan nama Otoritas Jasa Keuangan
ditempuh oleh Pemerintah, Otoritas Jasa
(OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi
Keuangan dan Bank Indonesia yang
industri
cukup efektif untuk mengatasi dampak
pensiun, pasar modal, modal ventura, dan
krisis
langkah
dan
pemulihan
kebijakan
asuransi,
dana
mengantisipasi
tantangan
perusahaan pembiayaan,serta badan-badan
perekonomian
domestik.
lain yang menyelenggarakan pengelolaan
Keadaan keuangan yang baik dari suatu
bank
perbankan,
dan masyarakat.
akan sangat ditentukan oleh
Undang-Undang OJK juga menga-
kecukupan dan keberadaan hal-hal yang
manatkan kepada OJK kewenangan untuk
menyangkut likuidnya aktiva produktif
melakukan penyidikan di sektor jasa keu-
bank,
pengelolaan
angan. Oleh karena itu hasil investigasi
rentabilitas
dugaan tindak pidana perbankan tersebut
secara memadai dan optimal. Bank harus
diteruskan untuk dilakukan penyidikan
menjaga kepercayaan masyarakat dengan
oleh OJK. Selanjutnya dilakukan proses
cara
nasabahnya
hukum oleh instansi yang berwenang.
yang
di-
Ditinjau dari sisi pengawasan dan pem-
wujudkan dalam bentuk laporan per-
binaan, OJK mengenakan sanksi admin-
tanggung jawaban yang akan diumumkan
istratif kepada pihak baik individu mau-
langsung kepada publik melalui media
pun
massa, maupun diberikan kepada Bank
melakukan pelanggaran terhadap pera-
Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keu-
turan perundang-undangan di sektor jasa
angan (OJK).
keuangan
dalam
kebutuhan
rangka
likuiditas
menggunakan
secara
dan
dana
bertanggungjawab
Pendirian OJK di Indonesia ber-
lembaga
Otoritas
jasa
Jasa
keuangan
Keuangan
yang
(OJK)
dasarkan pada Pasal 34 Undang-Undang
merupakan sebuah lembaga baru yang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
dirancang untuk melakukan pengawasan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
secara ketat lembaga keuangan seperti
1999 tentang Bank Indonesia, kemudian
perbankan, pasar modal, reksadana, pe-
lembaga OJK diatur dengan Undang-
rusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
asuransi. Adapun tujuan utama pendirian
Otoritas Jasa Keuangan. Pemerintah dia-
OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan
mankan membentuk lembaga pengawas
memelihara kepercayaan publik di bidang
□ 67
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
jasa keuangan. Kedua, menegakkan pera-
pengawasan penerapan prinsip kehati-
turan perundang-undangan di bidang jasa
hatian dalam pemberian kredit perbankan
keuangan. Ketiga, meningkatkan pema-
menurut
haman publik mengenai bidang jasa keu-
Tahun
angan. Keempat, melindungi kepentingan
Keuangan
dilaksanakan
konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran
pengawasan
berdasarkan
akhirnya adalah agar krisis keuangan sep-
(Compliance
erti yang terjadi pada Tahun 1997-1998
yaitu pemantauan kepatuhan bank ter-
yang lalu tidak terulang kembali.
hadap ketentuan-ketentuan yang terkait
Pengembangan sistem pengawasan
terintegrasi
OJK
mencakup
hal-hal
sebagai berikut:
1. Menyusun
metodologi
pengawasan
dan
metode
rating
terhadap konglomerasi;
2. Menyusun peraturan
Based
Otoritas
Jasa
dengan
kepatuhan
Supervision/CBS),
masa lalu dengan tujuan untuk memastidikelola secara baik dan benar menurut
prinsip-prinsip kehati-hatian.
Pengawasan terhadap pemenuhan
aspek kepatuhan merupakan bagian yang
tidak
internal
mendukung
pengawasan
tentang
21
dengan operasi dan pengelolaan bank di
pengawasan, metodologi perhitungan
untuk
2011
Nomor
kan bahwa bank telah beroperasi dan
konglomerasi yang mencakup siklus
permodalan,
Undang-Undang
terpisahkan
dari
pelaksanaan
OJK
Pengawasan Bank berdasarkan Risiko,
implementasi
yaitu Pengawasan Berdasarkan Risiko
terintegrasi.
Ketentuan
(Risk
Based
Supervision/RBS),
yaitu
tersebut terdiri dari ketentuan mengenai
pengawasan bank yang menggunakan
sistem pengawasan terintegrasi, forum
strategi dan metodologi berdasarkan risiko
komunikasi
dan
yang
pengawasan
terintegrasi,
mekanisme
koordinasi
koordinasi
pengawas
bank
dan
dapat mendeteksi risiko yang signifikan
pengawasan
secara dini dan mengambil tindakan
terintegrasi;
pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.
3. Menyiapkan organisasi dan SDM;
4. Menyiapkan
memungkinkan
sistem
informasi
Pengawasan/pemeriksaan bank berdan
pelaporan.
dasarkan risiko dilakukan terhadap jenisjenis risiko sebagai berikut :
Eksistensi dan Fungsi Otoritas Jasa
a. Risiko Kredit, yaitu risiko yang timbul
Keuangan sebagai lembaga Pengawas
sebagai akibat kegagalan counterpar-
Perbankan khususnya dalam menjalankan
ty dalam memenuhi kewajibannya.
□ 68
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
b. Risiko Pasar, risiko yang timbul karena
g. Risiko Strategi, risiko yang antara lain
adanya pergerakan variabel pasar (ad-
disebabkan penetapan dan pelaksanaan
verse movement) dari portofolio yang
strategi bank yang tidak tepat, pengam-
dimiliki oleh bank yang dapat meru-
bilan keputusan bisnis yang tidak tepat
gikan bank. Variabel pasar antara lain
atau kurangnya responsifnya bank ter-
suku bunga dan nilai tukar.
hadap perubahan eksternal.
c. Risiko Likuiditas, risiko yang antara
h. Risiko
Kepatuhan,
risiko
yang
lain disebabkan bank tidak mampu
disebabkan bank tidak mematuhi atau
memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tidak melaksanakan peraturan perun-
tempo.
dangundangan dan ketentuan lain yang
d. Risiko Operasional, yaitu risiko yang
berlaku.
antara lain disebabkan ketidakcukupan
Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (2),
dan atau tidak berfungsinya proses in-
(3) dan (4) Undang-Undang Perbankan
ternal, kesalahan manusia, kegagalan
secara
sistem atau adanya problem eksternal
pengaturan tentang prinsip kehati-hatian
yang mempengaruhi operasional bank.
dalam kegiatan perbankan.8 Ketentuan
e. Risiko Hukum, yaitu: risiko yang
disebabkan oleh adanya kelemahan
Pasal
eksplisit
29
mengandung
Undang-Udang
muatan
Perbankan
tersebut secara khusus dapat dikatakan
aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis
antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundangundangan
yang
mendukung
atau
kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontrak dan
pengikatan agunan yang tidak sempurna.
f. Risiko Reputasi, risiko yang antara lain
disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha
bank atau persepsi negatif terhadap
bank.
8
Pasal 29 UU Perbankan :
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas asset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek
lain yang berhubungan dengan usaha bank,
dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan
Kredit
atau
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank
wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan
transaksi nasabah yang dilakukan melalui
bank.
Bahkan dalam Pasal 29 ayat (5) UU
Perbankan juga dijelaskan bahwa : Ketentuan
yang wajib dipenuhi oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), (3) dan ayat (4)
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
□ 69
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
sebagai ketentuan yang termasuk dalam
menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya
ruang
dan
saja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal
pengawasan, artinya ketentuan tentang
29 ayat (2), (3) dan (4) tersebut di atas.
prudential banking principle tersebut
Dalam bagian akhir ketentuan Pasal 29
merupakan bagian dari pembinaan dan
ayat
pengawasan bank. Dalam hal pemberian
misalnya disebutkan bahwa “Bank wajib
kredit
tentang
menjalankan usaha sesuai dengan prinsip
pelaksanaan prinsip kehati-hatian diatur
kehati-hatian”. Dalam pengertian, bank
dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-
wajib untuk tetap senantiasa memelihara
Undang Perbankan.
tingkat kesehatan bank, kecukupan modal,
lingkup
pembinaan
pengaturan
utama
Adapun Pasal 8 ayat (1) Undang-
(2)
kualitas
Undang-Undang
aset,
kualitas
Perbankan,
manajemen,
Undang Perbankan menegaskan bahwa :
likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang
Dalam
berhubungan dengan usaha bank.
memberikan
kredit
atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Penyediaan
informasi
mengenai
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
kemungkinan timbulnya risiko kerugian
berdasarkan analisis yang mendalam atas
sehubungan dengan transaksi nasabah
itikad dan kemampuan serta kesanggupan
yang dilakukan oleh Bank, sebagaimana
nasabah debitur untuk melunasi utangnya
yang diatur dalam Pasal 29 ayat (4)
atau
Undang-Undang Perbankan, dimaksudkan
mengembalikan
dimaksud
sesuai
pembiayaan
dengan
yang
agar akses untuk memperoleh informasi
diperjanjikan. Berikutnya, Pasal 8 ayat (2)
perihal kegiatan usaha dan kondisi bank
Undang-Undang Perbankan menyatakan
menjadi lebih terbuka yang sekaligus
bahwa : Bank Umum wajib memiliki dan
menjamin
menerapkan pedoman perkreditan dan
dunia perbankan. Informasi tersebut dapat
pembiayaan berdasarkan Pinsip Syariah,
memuat kondisi bank termasuk mengenai
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
kecukupan modal, dan kualitas aset.
oleh Bank Indonesia.
Apabila informasi tersebut telah tersedia
Maksud dari prinsip kehati-hatian di
adanya
transparansi
dalam
atau disediakan, bank dianggap telah
dalam Undang-Undang Perbankan sama
melaksanakan
sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian
banking principles. Infrormasi tersebut
ketentuan maupun dalam penjelasannya.
perlu diberikan dalam hal bank bertindak
Undang-Undang
sebagai perantara penempatan dana dari
Perbankan
hanya
ketentuan
prudential
□ 70
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
nasabah atau pembelian ataupun penjualan
Capital (Modal), Condition of Economy
surat berharga untuk kepentingan dan atas
(Kondisi
perintah nasabahnya.
9
dan
Collateral
(Agunan). Sementara itu, terdapat unsur-
Guna mendukung atau menjamin
terlaksananya
Ekonomi),
proses
pengambilan
unsur yang terkandung dalam pemberian
suatu fasilitas kredit antara lain adalah :
keputusan dalam pengelolaan bank yang
Kepercayaan;
sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank
Waktu; Risiko serta Balas Jasa.
wajib memiliki dan menerapkan sistem
pengawasan
intern
dan
bentuk
self
regulations.10
Kesepakatan;
Sebagaimana
diketahui,
Jangka
segala
kebendaan seorang, baik yang bergerak
maupun yang tidak begerak, baik yang
Kredit bermasalah atau kredit macet
sudah ada maupun yang baru akan ada
merupakan suatu kondisi di mana debitur
dikemudian hari menjadi tanggungan un-
mengingkari janji untuk membayar bunga
tuk segala perikatannya perseorangan se-
dan/atau kredit induk yang telah jatuh
bagaimana
tempo, sehingga terjadi keterlambatan
KUHPerdata, meskipun demikian, ja-
pembayaran atau sama sekali tidak ada
minan secara umum itu sering dirasa ku-
pembayaran, dan mutu kredit tersebut
rang aman, karena selesainya bahwa
merosot. Penerapan The Five C’s of Cred-
kekayaan si berutang pada suatu waktu
it Analysis dalam sebagai wujud prinsip
bisa habis, juga jaminan secara umum itu
kehati-hatian dalam pemberian kredit per-
berlaku untuk semua kreditur, sehingga
bankan
Character
kalau ada banyak kreditur, ada kemung-
(Kepribadian), Capacity (Kemampuan),
kinan beberapa orang dari mereka tidak
terdiri
dari
diatur
Pasal
1131
lagi mendapat bagian. Oleh karena itu
9
Penjelasan Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang
Perbankan.
10
Self Regulation merupakan : Peraturan intern
bank yang dibuat dalam rangka mendukung
pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam
kebijakan Pemerintah disektor perbankan
Tahun 1944 disebutkan bahwa perbankan tetap
diarahkan
untuk
mempercepat
proses
penyelesaian kredit bermasalah dan bank
bermasalah, mempercepat proses konsolidasi,
mendorong perbankan untuk melaksanakan
prinsip pengaturan sendiri (self regulation
principle) dan kehati-hatian dalam usahanya
serta
memantapkan
langkah-langkah
pembinaan dan pengawasan perbankan guna
mengembangkan sistem perbankan yang sehat
dan kuat.
maka seringkali seorang kreditur minta
diberikan jaminan khusus dan jaminan
khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan
atau berupa jaminan kebendaan.
Pelaksanaan jaminan kebendaan terhadap
pemberian
kredit
pada
bank
dihadapkan pada terjadinya perselisihan
antara pihak bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur. Perselisihan secara
□ 71
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
umum berkaitan dengan wanprestasi oleh
waktu bisa habis, juga jaminan secara
debitur. Pihak bank dalam menentukan
umum itu berlaku untuk semua kreditur,
seseorang bisa dijadikan penanggung bagi
sehingga kalau ada banyak kreditur, ada
debiturnya dapat melakukan upaya yaitu
kemungkinan beberapa orang dari mereka
benar-benar memperhatikan karakter dari
tidak lagi mendapat bagian. Oleh karena
penanggung termasuk reputasi dalam me-
itu maka seringkali seorang kreditur minta
nanggung utang para debitur yang dija-
diberikan jaminan khusus dan jaminan
min.
khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan
Kepentingan bisnis atau ekonomi
bisa terjadi karena antara debitur dengan
atau berupa jaminan kebendaan.
Selanjutnya,
guna
memperkuat
pihak ketiga yang sama-sama mempunyai
kepentingan
kepentingan
untuk
maka perjanjian penjaminan yang dibuat
memajukan perusahaan. Misalnya suatu
dengan akta otentik/akta Notaris, isinya
perusahaan meminjam kredit ke Bank
perlu memuat ketentuan:
yang menjadi Penjamin adalah Komisaris,
a) Identitas yang lengkap dari Penjamin
Direktur atau Pemegang Sahamnya atau
meliputi nama lengkap, tempat tinggal
perusahaan lain yang menjadi groupnya.
atau tempat kedudukan, agama, tempat
Pemberian
dan tanggal lahir, perkawinan dan
bisnis/ekonomi
Penanggungan
tersebut
diberikan dalam kapasitas sebagai pribadi,
oleh
Komisaris
atau
Direktur
atau
dan
kedudukan
Kreditur
pekerjaan.
b) Dalam perjanjian penjaminan harus
Pemegang Sahamnya, dan bukan dalam
disebutkan
kapasitas selaku organ perseroan.
tanggal dari perjanjian kredit dan dari
Segala kebendaan seorang, baik
yang
bergerak
maupun
perjanjian
nomor
kredit
dan
ini
tidak
digunakan untuk membuktikan bahwa
begerak, baik yang sudah ada maupun
perjanjian penjaminan itu ada karena
yang baru akan ada dikemudian hari
adanya
menjadi
segala
Perjanjian pokok yang melahirkan
perikatannya perseorangan sebagaimana
penjaminan dan untuk menegaskan
diatur Pasal 1131 KUHPerdata, meskipun
bahwa Penjamin telah menandatangani
demikian, jaminan secara umum itu sering
perjanjian
dirasa kurang aman, karena selesainya
hutang sesuai perjanjian kredit.
tanggungan
yang
data-data
mengenai
untuk
Perjanjian
kredit
benar-benar
sebagai
menjamin
bahwa kekayaan si berutang pada suatu
□ 72
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
c) Nilai Penjaminan artinya besarnya
penambahan keyakinan bahwa kredit akan
hutang yang dijamin, apakah sebesar
berjalan
hutang pokok atau ditambah sebagian
disebabkan
atau seluruh bunga. Besarnya hutang
penanggung terhadap kesehatan usaha
yang
debitur.
dijamin
ini
tergantung
kesepakatan antara Penjamin dengan
Kreditur
yang
ditegaskan
dalam
perjanjian.
d) Uraian
dengan
adanya
Jaminan
dibuat
lebih
baik
kontrol
kebendaan
dalam
Akta
yang
dari
selama
si
ini
Otentik/Notariil.
Bentuk Akta Penjaminan dapat dibuat
atau
penjeiasan
mengenai
dengan Akta Di bawah tangan atau
persetujuan dari istri, jika yang menjadi
dengan akta otentik karena
Penjamin adalah suaminya. Persetujuan
undang
dari suami bila istri yang menjadi
menentukan
Penjamin.
bentuk perjanjian penjaminan tersebut.
Kalau
yang
rnenjadi
tidak
Undang-
mensyaratkan
secara
formal
atau
mengenai
Penjamin adalah perseroan terbatas
Perjanjian
atau badan hukum lain maka perlu
dengan
mendapat persetujuan dari komisaris
menjamin kebenaran dan kelengkapan isi
atau
sesuai
perjanjian penjaminan tersebut dan dapat
ketentuan yang ada di dalam Anggaran
menjamin kekuatan pembuktian sebagai
Dasar.
akta otentik.
pemegang
Penilaian
penilaian
sahamnya
tersebut
kemampuan
kebendaan
mencakup
bagi
jaminan
dilakukan
memperhatikan
reputasi
dihubungkan
dengan
dengan
penanggung
kemampuan
membayar utangnya yang ditanggungnya.
Agunan
berupa
penanggungan
dapat
diterima dengan syarat nilai garansi
tersebut tidak dapat dipakai sebagai
bagian
dari
jumlah
agunan
menentukan
kecukupan
penerimaan
agunan
dalam
agunan
berupa
dan
Jaminan
kebendaan pada dasarnya hanya sebagai
penjaminan
Akta
harus
Notaris
dibuat
karena
lebih
Dengan Akta Otentik bank tidak
perlu
merumuskan
penjaminan
sendiri
tetapi
perjanjian
menyerahkan
sepenuhnya kepada notaris yang terbiasa
dan
mengetahui
penjaminan.
tetang
Dengan
adanya
perjanjian
jaminan
kebendaan menjadi kontrol kelangsungan
usaha
debitur.
kenyataannya
Sekalipun
penanggung
dalam
bersedia
menjaminkan harta kekayaannya untuk
kepentingan pihak lain yang menjadi
debitur, namun penanggung tidak mau siasia apabila harta kekayaannya hanya
□ 73
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
untuk usaha yang tidak layak atau tidak
tuk memenuhi kewajibannya. Meng-
sehat.
ingat risiko tidak kembalinya kredit
Pengawasan
selalu ada, maka setiap kredit harus
Kehati-Hatian
disertai jaminan yang cukup sesuai
dalam Pemberian Kredit Perbankan
dengan ketentuan yang ada. Secara
Yang Dilakukan Oleh Otoritas Jasa
keseluruhan analisis kredit harus men-
Keuangan
cakup penilaian kuantitatif maupun
Faktor
Penerapan
Penghambat
Prinsip
Dalam Pemberian Kredit Perbankan,
kualitatif, karena analisis kualitatif
terdapat beberapa hambatan khususnya
yang diikuti dengan analisis kuantitatif
dalam melaksanakan
akan memberi kejelasan bagi pembuat
penerapan prinsip
kehati-hatian, yang antara lain adalah :
keputusan.
1. Adanya Nasabah yang Memberikan
Kendala yang dihadapi
analis
Data Tidak Akurat kepada Analis
adalah
Bank. Tujuan utama dari analisis
akurat yang diberikan nasabah sehing-
Permohonan
untuk
ga analisis mengalami kesulitan dalam
memperoleh keyakinan apakah nasabah
memproyeksikan laba/rugi atas usaha
mempunyai kemauan dan kemampuan
nasabah yang diajukan kredit. Proyeksi
memenuhi kewajibannya kepada bank
Laba/Rugi merupakan rencana atau
secara tertib, baik pembayaran pokok
target keuntungan suatu perusahaan da-
pinjaman maupun bunganya sesuai
lam periode tertentu. Sesuai dengan
dengan ketentuan yang ditetapkan da-
pengertian tersebut, maka proyeksi
lam perjanjian. Dalam pemberian kred-
Laba/Rugi terdiri dari tiga kelompok,
it kepada nasabah, bank menghadapi
yaitu:
suatu risiko, yaitu tidak kembalinya
Laba/Rugi. Umumnya data kurang aku-
uang yang dipinjamkan kepada nasa-
rat yang diberikan nasabah adalah
bah. Oleh karena itu, keadaan dan
perolehan laba yang dibuat menjadi
perkembangan nasabah harus diikuti
lebih besar dari keadaan sebenarnya.
secara terus menerus mulai saat kredit
Hal ini disebabkan karena sumber data
diberikan sampai kredit lunas. Dalam
utama untuk pelunasan kredit adalah
menganalisis
pertama-tama
laba. Oleh karena itu, keuntungan atau
yang harus diperhatikan adalah kemau-
laba yang direncanakan secara rasional
an dan kemampuan dari nasabah itu un-
akan sangat penting artinya dalam
Kredit
kredit,
adalah
adanya
data yang kurang
Pendapatan,
Biaya
dan
□ 74
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
menentukan jumlah dan jangka waktu
mulir permohonan kredit yang harus
kredit. Dalam hal ini harus diper-
diisi oleh pihak yang membutuhkan
hatikan, bahwa proyek yang akan
kredit.
dibiayai akan memperoleh laba.
2. Adanya Keterlambatan Calon Nasabah
dalam Melengkapi Berkas Pengajuan
Kredit
PENUTUP
Kesimpulan
Fungsi
kepada pihak Bank. Setelah
calon nasabah mengajukan permohonan kredit untuk pengembangan usahanya maka analis dan verifikator memastikan kebenaran data yang diajukan
dalam pengajuan kredit. Apabila terdapat kekurangan data maka diberikan
catatan untuk melengkapi berkas tersebut, namun kendalanya adalah calon
nasabah mengalami keterlambatan dalam melengkapi berkas yang dibutuhkan, sehingga menghambat proses pengecekan dan verifikasi ulang atas data
yang diajukan calon nasabah. Surat
permintaan/permohonan kredit tersebut
harus mencantumkan tentang alasan
mengajukan permohonn kredit, jumlah
kredit yang diperlukan, kesanggupan
untuk membayar kembali utangnya
sesuai dengan rencana yang ditetapkam, jaminan yang disediakan dari keterangan-keterangan lain yang dianggap
perlu. Walaupun semua keterangan telah dipenuhi, akan tetapi hal itu masih
dianggap kurang lengkap, sehingga
pihak bank biasanya menyediakan for-
Otoritas
Jasa
Keuangan
terhadap pengawasan penerapan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit
perbankan
menurut
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa
Keuangan
pengawasan
(Compliance
dilaksanakan
berdasarkan
Based
dengan
kepatuhan
Supervision/CBS),
yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait
dengan operasi dan pengelolaan bank di
masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan
dikelola secara baik dan benar menurut
prinsip-prinsip kehati-hatian. Selain itu
Pengawasan terhadap pemenuhan aspek
kepatuhan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Pengawasan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Supervision/RBS),
yaitu
pengawasan
bank
yang
menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan risiko yang memungkinkan
pengawas bank dapat mendeteksi risiko
yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan
tepat waktu.
□ 75
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Hambatan penerapan prinsip kehati-
dang-Undang Perbankan sehingga tidak
hatian dalam pemberian kredit perbankan,
menimbulkan
antara lain adalah : adanya nasabah yang
bermasalah bahkan menjadi kredit macet
memberikan data tidak akurat kepada
di kemudian hari, apalagi jika dikaitkan
Analis Bank, sehingga pihak analisis Bank
dengan situasi perekonomian Indonesia
mengalami
yang
kesulitan
dalam
terjadinya
kondisinya
kredit
sedang tidak
baik.
memproyeksikan laba/rugi atas usaha
Disarankan
nasabah
memberikan data yang akurat kepada
yang diajukan
adanya
keterlambatan
dalam
melengkapi
kredit,
yaitu
kredit,
calon
berkas
serta
nasabah
kepada
masing-masing
nasabah
lembaga
untuk
perbankan
pengajuan
tempat nasabah mengajukan permohonan
nasabah
pinjaman dalam rangka mempermudah
mengajukan permohonan kredit untuk
pelaksanaan analisis proyeksi laba/rugi
pengembangan usahanya maka analis dan
atas usaha nasabah dan mempercepat
verifikator memastikan kebenaran data
proses realisasi kredit yang diajukan
yang diajukan dalam pengajuan kredit.
nasabah. Hal tersebut penting dilakukan
Apabila terdapat kekurangan data maka
karena apabila nasabah memberikan data
diberikan
target keuntungan yang terlalu besar,
setelah
catatan
calon
untuk
melengkapi
berkas tersebut, namun kendalanya adalah
pihak
calon nasabah mengalami keterlambatan
ketidakakuratan
dalam
berdampak pada ditolaknya pengajuan
melengkapi
berkas
yang
Bank
dapat
data
membuktikan
tersebut
dan
dibutuhkan, sehingga menghambat proses
kredit oleh nasabah.
pengecekan dan verifikasi ulang atas data
BIBLIOGRAFI
yang diajukan calon nasabah.
Buku
Saran
Disarankan kepada Otoritas Jasa
Bernard Arief Sidharta, (1999), Refleksi
Keuangan agar meningkatkan intensitas
pengawasan terhadap penerapan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit
perbankan
sesuai
dengan
Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku guna
memantau perkembangan kinerja lembaga
Tentang
Struktur
Cetakan
Pertama,
Ilmu
Hukum,
Bandung
:
Mandar Maju
Djuhaendah Hasan.
(1996). Lembaga
Jaminan Kebendaan Bagi Tanah
Dan Benda Lain Yang Melekat Pada
Tanah Dalam Konsepsi Penerapan
perbankan khususnya dalam menyalurkan
kredit sesuai dengan Pasal 8 Ayat (1) Un□ 76
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Asas
Pemisahan
Horisontal,
Bandug : PT Citra Aditya Bakti
Lainnya
Hermansyah. (2006). Hukum Perbankan
Nasional
Indonesia,
Perundang-undangan dan Peraturan
Jakarta
Undang-Undang Dasar Negara Republik
:
Indonesia Tahun 1945 Amandemen
Kencana Prenada Media Grup
Keempat
Marulak Pardede. (2009). Aspek Hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pemisahan
Pembinaan
dan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Pengawasan
Perbankan,
Badan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun
Pembinaan
Hukum
Nasional,
Jakarta : Departemen Hukum dan
1998 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
HAM RI
jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun
Soerjono Soekanto,
Volume 3 Issue 1, June 2018: pp. 57-78. Copyright ©2018 TALREV.
Faculty of Law Tadulako University, Palu, Central Sulawesi, Indonesia.
ISSN: 2527-2977 | e-ISSN: 2527-2985.
Open acces at: http://jurnal.untad.ac.id/index.php/TLR
PENGAWASAN PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
CONTROLLING THE IMPLEMENTATION PRUDENTIAL
PRINCIPLES IN BANKING LANDING
BY FINANCIAL SERVICES AUTHORITY (OJK)
Zulfi Diane Zaini1, Lukmanul Hakim2
1
Bandar Lampung University
JL. Zainal Abidin Pagar Alam No.26, Bandar Lampung, Lampung, 35142, Indonesia
Telp./Fax: +62-721-773847 Email: diane.zaini@yahoo.com
2
Bandar Lampung University
JL. Zainal Abidin Pagar Alam No.26, Bandar Lampung, Lampung, 35142, Indonesia
Telp./Fax: +62-721-773847 Email: lukman517422@gmail.com
Submitted: May 21, 2018; Reviewed: Jun 15, 2018; Accepted: Jun 29, 2018
Abstrak
Tujuan Penelitian adalah (1) Untuk menganalisis pengawasan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. (2) Untuk menganalisis faktor penghambat dalam pengawasan terhadap penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pengawasan penerapan
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan dilaksanakan dengan pengawasan berdasarkan kepatuhan (Compliance
Based Supervision/CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuanketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan
tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan
benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Selain itu dilaksanakan Pelaksanaan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/RBS), yaitu pengawasan menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat
mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu. (2) Faktor Penghambat dalam pengawasan terhadap
penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan yang dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah salah satu yang terpenting yakni nasabah
seringkali dalam memberikan data kepada pihak Bank tidak akurat dan adanya
keterlambatan calon nasabah dalam melengkapi berkas pengajuan kredit.
Kata Kunci: Kredit, Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Prinsip Kehati-hatian Perbankan
□ 57
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Abstract
Research Objectives are: (1) To analyze the supervision of the application of prudential
principles in the provision of bank credit conducted by the Financial Services Authority
under the Act Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority. (2) To analyze
the inhibiting factors in supervising the application of prudential principles in the
provision of bank credit by the Financial Services Authority. Furthermore, this research
uses research method with normative juridical approach. The results of the research
show that (1) Supervision of prudential principles in the provision of bank credit
conducted by the Financial Services Authority under the Act Number 21 of 2011
concerning Financial Services Authority shall be conducted by Compliance Based
Supervision (CBS), that is Compliance Monitoring banks against provisions relating to
the operation and management of banks in the past in order to ensure that the bank has
been operating and managed properly and properly according to prudential principles.
In addition, Risk Based Supervision (RBS) is implemented, ie supervision using riskbased strategies and methodologies that enable bank supervisors to detect significant
risks early and take appropriate and timely monitoring actions. (2) Inhibiting factors in
supervising the application of prudential principles in the provision of bank credit
conducted by the Financial Services Authority is one of the most important that
customers often in providing data to the Bank inaccurate and the existence of the
prospective customer's delay in completing the file submission of credit.
Keywords: Credit, Financial Services Authority, Prudential Banking
Supervision
PENDAHULUAN
Lembaga perbankan merupakan inti
dari sistem keuangan dari setiap negara.
Principles,
dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun
199 tentang Perbankan (Undang-Undang
Perbankan).
Bank adalah lembaga keuangan yang
Pemberian kredit oleh suatu bank
menjadi tempat bagi perseorangan, badan-
didasarkan pada syarat atau pertimbangan
badan usaha swasta, badan-badan usaha
tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 8
milik negara, bahkan lembaga-lembaga
Undang-Undang Perbankan
pemerintahan menyimpan dana yang di-
bahwa dalam memberikan kredit, Bank
milikinya. Melalui kegiatan perkreditan
Umum wajib mempunyai keyakinan atas
dan berbagai jasa yang diberikan, bank
kemampuan dan kesanggupan debitur un-
melayani kebutuhan pembiayaan serta
tuk melunasi hutangnya sesuai dengan
melancarkan mekanisme sistem pem-
diperjanjikan. Selain itu prinsip yang
bayaran bagi semua sektor perekonomian.
dikembangkan Bank dalam pemberian
Pengaturan mengenai lembaga perbankan
kredit adalah prinsip kehati-hatian.
ditentukan
di Indonesia terdapat dalam Undang Un-
Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang
dang Nomor 7 Tahun 1992 yang sebagian
Perbankan menyatakan bahwa Bank wajib
pasal-pasalnya telah diubah dan ditambah
memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
□ 58
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
modal,
Sumber penghimpunan dana per-
kualitas aset, kualitas manajemen, likuidi-
bankan yang dihimpun dari masyarakat
tas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek
selanjutnya disalurkan kepada masyarakat
lain yang berhubungan dengan usaha
dalam bentuk kredit. Apabila sejumlah
bank, dan wajib melakukan kegiatan
dana yang disalurkan oleh bank kepada
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
masyarakat melalui kredit tersebut tidak
Pada era globalisasi saat ini, per-
dapat dikembalikan sesuai dengan jangka
bankan berperan dalam pemberian kredit
waktu yang telah diperjanjikan maka
akan semakin besar. Hal tersebut disebab-
kualitas kredit dapat digolongkan sebagai
kan dana yang diperlukan dalam pem-
kredit bermasalah ataupun seringkali dise-
bangunan berasal atau dihimpun dari
but dengan istilah Non Performing Loan
masyarakat
(NPL). 3
dengan
ketentuan
melalui
kecukupan
perbankan,
yang
kemudian disalurkan kembali kepada
Tingkat NPL yang tinggi akan ber-
masyarakat melalui pemberian kredit guna
implikasi kepada terganggunya likuditas
menuju arah yang lebih produktif.1 Dana
dari bank yang bersangkutan, kondisi ini
yang disalurkan oleh bank dapat dil-
bisa bertambah parah apabila kemudian
akukan dalam bentuk kredit kepada
para nasabah penyimpan tiba-tiba banyak
masyarakat. Kuantitas pada penyaluran
yang menarik simpanannya dalam jumlah
dana dapat di lihat dan di nilai dari jumlah
besar di mana bank mau tidak mau harus
dan tingkat pertumbuhan jumlah kredit
memberikan pembayaran tepat saat itu
yang disalurkan, sedangkan kualitas kredit
juga, tidak boleh menunda-nunda atau
secara sederhana dan singkat dapat di ukur
menolak akibatnya bank tersebut bisa
dari jumlah dan porsi kredit macet atau
mengalami kesulitan likuiditas.
bermasalah (non performing loans).2
Bank sebagai pemberi kredit harus
menerapkan
1
Apit Purnatri Wahyono, (2012), Tinjauan
Yuridis Prosedur Pelaksanaan Perjanjian
Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus PT.
Bank Tabungan Negara Tbk. Cabang Surakarta), Universitas Muhammadiyah Surakarta,
hlm.1
2
Pramita Indah Berliana, (2014), Analisis
Yuridis Penerapan Prinsip 5C (Character,
Capital, Capacity, Collateral, and Conditional
of Economy) dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT Bank Tabungan
Negara Cabang Solo, Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm. 7
prinsip
kehati-hatian
se-
bagaimana telah diamanatkan dalam Pasal
2 Undang-Undang Perbankan dan dipertegas dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan
Bank
14/15/PBI/2012
Indonesia
tentang
Nomor
:
Penilaian
3
Sutarno,
(2003),
Aspek-Aspek
Hukum
Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, hlm.
2
□ 59
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Kualitas Aset Bank Umum. Bagi seorang
dengan Otoritas Jasa Keuangan adalah
analis kredit tidak mudah untuk menen-
lembaga yang independen dan bebas dari
tukan karakter calon debitur karena dalam
campur tangan pihak lain, yang mempu-
jangka waktu tertentu karakter buruk
nyai
seseorang bisa ditutupi dengan baik.
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,
Penilaian karakter ini erat hubungannya
dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dengan terpenuhinya asas iktikad baik da-
dalam undang-undang ini.
fungsi,
tugas,
dan
wewenang
lam perjanjian. Pasal 1338 ayat (3) Kitab
Seiring dengan adanya tindak pi-
Undqang-Undang Hukum Perdata (KUH
dana perbankan maka OJK memiliki
Perdata) mengatur bahwa suatu perjanjian
peran yang strategis dalam penanggulan-
harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
gan tindak pidana perbankan, mengingat
Pendirian OJK di Indonesia ber-
OJK memiliki kewenangan sebagaimana
dasarkan pada Pasal 34 Undang-Undang
diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Jasa Keuangan wewenang dalam hal
1999 tentang Bank Indonesia, kemudian
pengaturan dan pengawasan mengenai
lembaga OJK diatur dengan Undang-
kelembagaan
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
pengaturan dan pengawasan mengenai
Otoritas Jasa Keuangan. Pemerintah dia-
kelembagaan
manahkan untuk membentuk lembaga
pengawasan mengenai kesehatan bank,
pengawas sektor jasa keuangan yang in-
pengaturan dan pengawasan mengenai
dependen dengan nama Otoritas Jasa
aspek kehati-hatian bank, dan pemerik-
Keuangan (OJK). Lembaga tersebut ber-
saan bank. Sesuai dengan ketentuan
tugas
perbankan,
tersebut,
asuransi, dana pensiun, pasar modal, mod-
memiliki
kewenangan
untuk
al
melaksanakan
pengawasan
penerapan
mengawasi
ventura,
dan
industri
perusahaan
pem-
bank
bank,
yang
meliputi:
pengaturan
dan
maka Otoritas Jasa Keuangan
biayaan,serta badan-badan keuangan lain
prinsip kehati-hatian dalam pemberian
yang menyelenggarakan pengelolaan dana
kredit perbankan.
masyarakat.
Tujuan pendirian OJK secara nor-
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-
matif adalah meningkatkan dan memeliha-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
ra kepercayaan publik di bidang jasa keu-
Otoritas Jasa Keuangan, yang dimaksud
angan, menegakkan Peraturan Perundang-
□ 60
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
undangan
di
bidang
meningkatkan
jasa
pemahaman
keuangan,
a. Bagaimana
pengawasan
penerapan
publik
prinsip kehati-hatian dalam pemberian
mengenai bidang jasa keuangan dan
kredit perbankan yang dilakukan oleh
melindungi kepentingan konsumen jasa
Otoritas
keuangan. Selain itu tujuan lain OJK
Undang-Undang Nomor 21 Tahun
dibentuk agar Bank Indonesia (BI) fokus
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?
kepada pengelolaan moneter dan tidak
Jasa
b. Bagaimana
Keuangan
Faktor
menurut
pengambat
perlu mengurusi pengawasan bank karena
pengawasan penerapan prinsip kehati-
bank merupakan sektor utama dalam
hatian
perekonomian. 4
perbankan
Upaya OJK dalam mewujudkan
tujuan
tersebut,
disertai
dengan
kewenangan yang luas yakni membuat
dalam
pemberian
yang
kredit
dilakukan
oleh
Otoritas Jasa Keuangan?
Metode Penelitian
Tipe Penelitian
peraturan di bidang jasa keuangan, mem-
Penelitian ini merupakan bentuk
beri dan mencabut izin persetujuan dan
penelitian
lain-lain, memperoleh laporan periodik
penelitian
dan informasi industri jasa keuangan,
mengkaji
mengenakan
administratif,
norma serta aturan-aturan dalam hukum
melakukan
positif yang berhubungan dengan masalah
penyidikan atas pelanggaran undang-
yang akan dibahas. Kemudian, Penelitian
undang, memberikan arahan atau perintah
ilmu
tertulis,menunjuk pengelola statuter, me-
pengkajian mengenai : Asas-asas hukum;
wajibkan pengalihan usaha demi menjaga
Sistematika hukum; serta Sinkronisasi
kepentingan nasabah, mencegah kejahatan
hukum.
di bidang keuangan dan mengatur pen-
Pendekatan Penelitian
melakukan
sanksi
pemeriksaan,
gendalian lembaga keuanagan.
yuridis
yang
normatif,
di
fokuskan
kaidah-kaidah
hukum
Dalam
atau
normative
penelitian
yakni
ini,
untuk
norma-
meliputi
ada
dua
Berdasarkan uraian latar belakang di
pendekatan pokok yang digunakan yaitu :
atas, maka permasalahan dalam penelitian
Pendekatan Perundang-undangan (Statute
ini dirumuskan sebagai berikut:
approach),
4
Nindyo Pramono, (2012), Beberapa Legal Issue dalam UU No. 21/2011 tentang OJK, Makalah, Disampaikan pada Seminar Outlook
Pengawasan Perbankan Pasca Terbentuknya
Otoritas Jasa Keuangan, Yogyakarta, hlm. 2
serta
Pendekatan
Konsep
(Conceptual approach), yaitu :
a. Pendekatan
Perundang-undangan
(Statute approach) digunakan untuk
□ 61
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
menelaah aturan-aturan atau ketentuan
perbankan
hukum sesuai dengan hierarki atau
Otoritas
tingkatannya tentang segala sesuatu
Undang-Undang Nomor 21 Tahun
yang berhubungan dengan Kegiatan
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Usaha
di
serta Faktor pengambat pengawasan
Indonesia antara lain dalam bentuk
penerapan prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran
kredit
pemberian
berdasarkan
pada
Lembaga
Perbankan
perbankan
Jasa
dilakukan
Keuangan
kredit
oleh
menurut
perbankan
yang
Kehati-
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
hatian, dan erat hubungannya dengan
baik yang dikemukakan oleh para ahli
permasalahan
atau
khususnya
Prinsip
yang
yang
yang
yang
akan
dibahas,
terkait
dengan
berupa
maupun
doktrin
abstraksi
ilmu
hukum
hukum
yang
Pengawasan penerapan prinsip kehati-
merupakan ratio decidendi dari suatu
hatian
aturan yang terkait dengan Kegiatan
dalam
pemberian
kredit
perbankan menurut Undang-Undang
Usaha
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Indonesia antara lain dalam bentuk
Jasa Keuangan serta Faktor pengambat
penyaluran
kredit
pengawasan penerapan prinsip kehati-
berdasarkan
pada
hatian
kredit
hatian, dan erat hubungannya dengan
oleh
permasalahan penelitian yang akan
dalam
perbankan
pemberian
yang
dilakukan
Otoritas Jasa Keuangan.
b. Pendekatan
Konsep
Kegiatan Usaha Lembaga Perbankan di
Indonesia antara lain dalam bentuk
berdasarkan
pada
perbankan
Prinsip
yang
Kehati-
hatian, dan erat hubungannya dengan
permasalahan
khususnya
yang
yang
akan
dibahas,
terkait
dengan
Pengawasan penerapan prinsip kehatihatian
dalam
perbankan
Prinsip
di
yang
Kehati-
(Conseptual
konsep hukum yang berkaitan dengan
kredit
Perbankan
dibahas.
approach) digunakan untuk menelaah
penyaluran
Lembaga
pemberian
kredit
Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan
bahan
hukum
dilakukan dengan menggunakan sistem
kartu (Card system) dan sistem elektronik
(Elektronic system), adapun bahan hukum
yang digunakan meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum skunder dan bahan
hukum tersier yang bersumber dari:
1. Bahan Hukum Primer terdiri dari
Peraturan
Perundang-undangan
dan
Peraturan lainnya yang berhubungan
□ 62
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
dengan permasalahan yang diteliti,
yang dilakukan oleh pihak terkait yang
antara lain :
berhubungan
a) Undang-undang
Dasar
Republik
Indonesia Tahun 1945;
b) Kitab
yang
dengan
diteliti,
permasalahan
khususnya
tentang
Kegiatan Usaha Lembaga Perbankan di
Undang-Undang
Hukum
Perdata (KUH Perdata);
c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Indonesia antara lain dalam bentuk
penyaluran
kredit
berdasarkan
pada
perbankan
Prinsip
yang
Kehati-
1992 juncto Undang-Undang Nomor
hatian, dan erat hubungannya dengan
10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
permasalahan
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
khususnya
yang
yang
akan
dibahas,
terkait
dengan
1999 juncto Undang-Undang Nomor
Pengawasan penerapan prinsip kehati-
3 Tahun 2004 juncto Undang-
hatian
Undang Nomor 6 Tahun 2009
perbankan
tentang Bank Indonesia;
Otoritas
e) Undang-undang Nomor 21 Tahun
2011
tentang
Otoritas
Jasa
Keuangan;
dalam
pemberian
yang
Jasa
kredit
dilakukan
Keuangan
oleh
menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
serta Faktor pengambat pengawasan
f) Peraturan Bank Indonesia Nomor :
penerapan prinsip kehati-hatian dalam
14/15/PBI/2012 tentang Penilaian
pemberian
Kualitas Aset Bank Umum;
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
g) serta beberapa Peraturan terkait
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu : Bahan
Hukum
penjelasan
perbankan
yang
baik yang dikemukakan oleh para ahli
atau
lainnya.
kredit
berupa
maupun
doktrin
abstraksi
ilmu
hukum
hukum
yang
dapat
memberikan
merupakan ratio decidendi dari suatu
mengenai
bahan-bahan
aturan yang terkait dengan Kegiatan
yang
hukum primer yang dapat dari berbagai
Usaha
literatur yang berkaitan dengan pokok
Indonesia antara lain dalam bentuk
permasalahan,
penyaluran
kredit
berupa hasil penelitian bidang ilmu
berdasarkan
pada
hukum, pendapat dan hasil penelitian
hatian, dan erat hubungannya dengan
dari Para Ahli/Pakar dalam bidang
permasalahan
Ilmu Hukum,
khususnya
jurnal-jurnal
ilmiah
serta hasil simposium
Lembaga
yang
yang
Perbankan
perbankan
Prinsip
di
yang
Kehati-
akan
dibahas,
terkait
dengan
□ 63
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Pengawasan penerapan prinsip kehati-
sistematisasi
hatian
korelasi
dalam
pemberian
kredit
ini,
dilakukan
aturan-aturan
analisis
hukum
yang
perbankan menurut Undang-Undang
berhubungan agar dapat dipahami dengan
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
baik. Pada tahap ini juga dilakukan
Jasa Keuangan serta Faktor pengambat
rasionalisasi dan penyederhanaan sistem
pengawasan penerapan prinsip kehati-
hukum dengan “mengkonstruksi aturan-
hatian
kredit
aturan umum dan pengertian-pengertian
oleh
umum agar bahan hukum menjadi tertata
dalam
perbankan
pemberian
yang
dilakukan
Otoritas Jasa Keuangan.
lebih
3. Bahan Hukum Tersier yakni: Bahan
Hukum
yang
dapat
petunjuk
maupun
memberikan
lebih
masuk
akal
dan
logikanya menjadi lebih jelas dan lebih
tepat dipahami.6 Pada tahap eksplanasi
yang
dilakukan penjelasan dan analisis terhadap
hukum
makna yang terkandung dalam aturan
primer dan bahan hukum sekunder
hukum sehubungan dengan isu hukum
seperti kamus hukum, kamus Bahasa
dalam
Indonesia dan Bahasa Inggris, artikel-
keseluruhannya membentuksatu kesatuan
artikel pada Surat Kabar, Ensiklopedia
yang saling berhubungan secara logis.
hukum, bahan-bahan penunjang dari
Analisis hukum merupakan open system,
sumber Internet, dan lain-lain.
yang berarti bahwa “aturan hukum dan
bermakna
penjelasan
baik,
terhadap
bahan
Bahan hukum yang dikumpulkan,
meliputi
ini
sehingga
keputusan harus difikirkan dalam suatu
Analisis Data
dianalisis
penelitian
dengan
inventarisasi,
langkah-langkah
sistematisasi,
hubungan
dan
juga
norma
hukum
bertumpu pada asas hukum dan dibalik
asas
hukum
dapat
disistematisasikan
interpretasi dan eksplanasi. Deskripsi
gejala-gejala hukum lainnya.7 Dengan
meliputi “isi maupun struktur hukum
pola analisis bahan hukum yang demikian
positif“, sedangkan langkah sistematisasi
ini, akan mudah diamati atau dianalisis
dilakukan untuk memaparkan is dan
tentang
stuktur atau hubungan hirarkhis antara
Perbankan
aturan-aturan hukum. Dalam kegiatan
sebagaimana yang diatur dalam Undang-
5
5
Philipus M. Hadjon, (1994), Pengkajian Ilmu
Hukum Dogmatik (Normatif), dalam Yuridika
Nomor 6 Tahun IX, November – Desember,
hlm 6.
Kegiatan
di
Usaha
Indonesia
Lembaga
antara
lain
6
Bernard Arief Sidharta, (1999), Refleksi
Tentang Struktur Ilmu Hukum, Cetakan
Pertama, Mandar Maju, Bandung, hlm. 150
7
Philipus M. Hadjon, Loc Cit
□ 64
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
dana masyarakat dan menyalurkan pem-
Otoritas Jasa Keuangan serta Faktor
biayaan bagi usaha-usaha produktif mau-
pengambat pengawasan penerapan prinsip
pun konsumtif, sekaligus menjadi penentu
kehati-hatian dalam pemberian kredit
arah
perbankan yang dilakukan oleh Otoritas
pemerintah di bidang moneter dan keu-
Jasa Keuangan. dan erat hubungannya
angan dalam mendukung stabilitas pem-
dengan permasalahan yang akan dibahas.
bangunan
Pengawasan Penerapan Prinsip Kehatidalam
Perbankan
Otoritas
Pemberian
yang
Jasa
perumusan
nasional,
kebijakan
khususnya
untuk
dapat menjadi tempat penyimpanan dana
PEMBAHASAN
hatian
bagi
Kredit
Dilakukan
Keuangan
oleh
Menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan
Bank pada dasarnya merupakan
lembaga keuangan yang bertujuan untuk
memberikan pembiayaan, pinjaman dan
jasa keuangan lain. Bank dalam konteks
ini melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian. Aktivitas perbankan didasarkan pada
kepercayaan, di mana masyarakat yang
menempatkan dananya di bank, mau tidak
mau harus percaya sepenuhnya bahwa dana miliknya dan hal-hal yang berkaitan
dengan kerahasiaan nasabah akan benarbenar dijaga oleh bank dan tidak akan disalahgunakan. Perbankan sebagai lembaga
keuangan mempunyai peran yang sangat
strategis dalam kegiatan perekonomian
melalui kegiatan usahanya menghimpun
yang aman, tempat yang diharapkan dapat
melakukan
demi
kegiatan
kelancaran
perpembiayaanan
dunia
usaha
dan
perdagangan.
Setiap aktivitas perbankan harus
memenuhi asas ketaatan perbankan, yaitu
segala kegiatan perbankan yang diatur
secara yuridis dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
serta menjalankan prinsip kehati-hatian
perbankan (prudent banking) dengan cara
menggunakan rambu-rambu hukum berupa safe dan sound. Kegiatan bank secara
yuridis dan secara umum adalah penarikan
dana masyarakat, penyaluran dana kepada
masyarakat, kegiatan fee based, dan
kegiatan dalam bentuk investasi.
Semakin banyak kegiatan usaha
yang dilakukan oleh bank, semakin banyak pula kesempatan yang akan timbul
yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perbuatan
melawan hukum terhadap kegiatan usaha
perbankan. Semakin luas kesempatan
□ 65
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
yang muncul, juga akan berbanding lurus
bank
dengan semakin banyaknya jenis dan ru-
melaksanakan secara konsisten ketentuan
ang lingkup tindak pidana perbankan ber-
intern yang dibuat sendiri (self regulatory
dasarkan peraturan umum dalam Undang-
banking) dalam melaksanakan kegiatan
Undang Perbankan dan yang diatur khu-
operasionalnya dengan tetap mengacu
sus dalam perundang-undangan di luar
kepada prinsip kehati-hatian.
Undang-Undang Perbankan.
berdasarkan
mendorong
bank
untuk
Bank dalam menjalankan usahanya
Bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya
yang
kepercayaan
terutama dalam menghimpun dana dalam
bentuk simpanan, merupakan sumber
masyarakat perlu diatur dan diawasi.
dana
Pengaturan
bank
Demikian pula dari segi penyaluran
diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
dananya, hendaknya bank tidak semata-
perbankan Indonesia sebagai : lembaga
mata hanya memperoleh keuntungan yang
kepercayaan masyarakat dalam kaitannya
sebesar-besarnya bagi pemilik bank akan
sebagai
dan
tetapi dalam menjalankan kegiatannya
pelaksana kebijakan
harus pula diarahkan dan ditekankan
dan
lembaga
penyalur dana;
pengawasan
penghimpun
dari
moneter; serta sebagai lembaga yang ikut
untuk
berperan dalam membantu pertumbuhan
masyarakat.
ekonomi serta pemerataan, agar tercipta
bank
yang
peningkatan
Berkaitan
dengan
bersangkutan.
taraf
hidup
hal
tersebut,
sistem perbankan yang sehat, baik sistem
masalah
perbankan secara menyeluruh maupun
pembinaan kepercayaan
individual,
memelihara
terhadap perbankan melalui pemberian
kepentingan masyarakat dengan baik,
jaminan kepastian hukum bagi nasabah,
berkembang secara wajar dan bermanfaat
disamping
bagi perekonomian nasional.
prudential banking principles (penerapan
dan
mampu
Pendekatan yang dilakukan dalam
mencapai
pengawasan
tujuan
bank
pengaturan
dilakukan
yang
lebih
penting
adalah
masyarakat
implementasi
tentang
prinsip kehati-hatian). Penerapan prinsip
dan
kehati-hatian yang dilakukan oleh seluruh
dengan
pihak pengelola dan pelaku perbankan
menerapkan
kebijakan
memberikan
masih harus lebih ditingkatkan untuk
keleluasaan
berusaha
(deregulasi),
mencapai sasaran yang diharapkan.
kebijakan
prinsip
kehati-hatian
bank
Secara umum Industri perbankan
(prudential banking), dan pengawasan
tetap dapat tumbuh dengan kinerja yang
□ 66
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
positif. Hal tersebut tidak terlepas dari
sektor jasa keuangan yang independen
berbagai
yang
dengan nama Otoritas Jasa Keuangan
ditempuh oleh Pemerintah, Otoritas Jasa
(OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi
Keuangan dan Bank Indonesia yang
industri
cukup efektif untuk mengatasi dampak
pensiun, pasar modal, modal ventura, dan
krisis
langkah
dan
pemulihan
kebijakan
asuransi,
dana
mengantisipasi
tantangan
perusahaan pembiayaan,serta badan-badan
perekonomian
domestik.
lain yang menyelenggarakan pengelolaan
Keadaan keuangan yang baik dari suatu
bank
perbankan,
dan masyarakat.
akan sangat ditentukan oleh
Undang-Undang OJK juga menga-
kecukupan dan keberadaan hal-hal yang
manatkan kepada OJK kewenangan untuk
menyangkut likuidnya aktiva produktif
melakukan penyidikan di sektor jasa keu-
bank,
pengelolaan
angan. Oleh karena itu hasil investigasi
rentabilitas
dugaan tindak pidana perbankan tersebut
secara memadai dan optimal. Bank harus
diteruskan untuk dilakukan penyidikan
menjaga kepercayaan masyarakat dengan
oleh OJK. Selanjutnya dilakukan proses
cara
nasabahnya
hukum oleh instansi yang berwenang.
yang
di-
Ditinjau dari sisi pengawasan dan pem-
wujudkan dalam bentuk laporan per-
binaan, OJK mengenakan sanksi admin-
tanggung jawaban yang akan diumumkan
istratif kepada pihak baik individu mau-
langsung kepada publik melalui media
pun
massa, maupun diberikan kepada Bank
melakukan pelanggaran terhadap pera-
Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keu-
turan perundang-undangan di sektor jasa
angan (OJK).
keuangan
dalam
kebutuhan
rangka
likuiditas
menggunakan
secara
dan
dana
bertanggungjawab
Pendirian OJK di Indonesia ber-
lembaga
Otoritas
jasa
Jasa
keuangan
Keuangan
yang
(OJK)
dasarkan pada Pasal 34 Undang-Undang
merupakan sebuah lembaga baru yang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
dirancang untuk melakukan pengawasan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
secara ketat lembaga keuangan seperti
1999 tentang Bank Indonesia, kemudian
perbankan, pasar modal, reksadana, pe-
lembaga OJK diatur dengan Undang-
rusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
asuransi. Adapun tujuan utama pendirian
Otoritas Jasa Keuangan. Pemerintah dia-
OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan
mankan membentuk lembaga pengawas
memelihara kepercayaan publik di bidang
□ 67
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
jasa keuangan. Kedua, menegakkan pera-
pengawasan penerapan prinsip kehati-
turan perundang-undangan di bidang jasa
hatian dalam pemberian kredit perbankan
keuangan. Ketiga, meningkatkan pema-
menurut
haman publik mengenai bidang jasa keu-
Tahun
angan. Keempat, melindungi kepentingan
Keuangan
dilaksanakan
konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran
pengawasan
berdasarkan
akhirnya adalah agar krisis keuangan sep-
(Compliance
erti yang terjadi pada Tahun 1997-1998
yaitu pemantauan kepatuhan bank ter-
yang lalu tidak terulang kembali.
hadap ketentuan-ketentuan yang terkait
Pengembangan sistem pengawasan
terintegrasi
OJK
mencakup
hal-hal
sebagai berikut:
1. Menyusun
metodologi
pengawasan
dan
metode
rating
terhadap konglomerasi;
2. Menyusun peraturan
Based
Otoritas
Jasa
dengan
kepatuhan
Supervision/CBS),
masa lalu dengan tujuan untuk memastidikelola secara baik dan benar menurut
prinsip-prinsip kehati-hatian.
Pengawasan terhadap pemenuhan
aspek kepatuhan merupakan bagian yang
tidak
internal
mendukung
pengawasan
tentang
21
dengan operasi dan pengelolaan bank di
pengawasan, metodologi perhitungan
untuk
2011
Nomor
kan bahwa bank telah beroperasi dan
konglomerasi yang mencakup siklus
permodalan,
Undang-Undang
terpisahkan
dari
pelaksanaan
OJK
Pengawasan Bank berdasarkan Risiko,
implementasi
yaitu Pengawasan Berdasarkan Risiko
terintegrasi.
Ketentuan
(Risk
Based
Supervision/RBS),
yaitu
tersebut terdiri dari ketentuan mengenai
pengawasan bank yang menggunakan
sistem pengawasan terintegrasi, forum
strategi dan metodologi berdasarkan risiko
komunikasi
dan
yang
pengawasan
terintegrasi,
mekanisme
koordinasi
koordinasi
pengawas
bank
dan
dapat mendeteksi risiko yang signifikan
pengawasan
secara dini dan mengambil tindakan
terintegrasi;
pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.
3. Menyiapkan organisasi dan SDM;
4. Menyiapkan
memungkinkan
sistem
informasi
Pengawasan/pemeriksaan bank berdan
pelaporan.
dasarkan risiko dilakukan terhadap jenisjenis risiko sebagai berikut :
Eksistensi dan Fungsi Otoritas Jasa
a. Risiko Kredit, yaitu risiko yang timbul
Keuangan sebagai lembaga Pengawas
sebagai akibat kegagalan counterpar-
Perbankan khususnya dalam menjalankan
ty dalam memenuhi kewajibannya.
□ 68
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
b. Risiko Pasar, risiko yang timbul karena
g. Risiko Strategi, risiko yang antara lain
adanya pergerakan variabel pasar (ad-
disebabkan penetapan dan pelaksanaan
verse movement) dari portofolio yang
strategi bank yang tidak tepat, pengam-
dimiliki oleh bank yang dapat meru-
bilan keputusan bisnis yang tidak tepat
gikan bank. Variabel pasar antara lain
atau kurangnya responsifnya bank ter-
suku bunga dan nilai tukar.
hadap perubahan eksternal.
c. Risiko Likuiditas, risiko yang antara
h. Risiko
Kepatuhan,
risiko
yang
lain disebabkan bank tidak mampu
disebabkan bank tidak mematuhi atau
memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tidak melaksanakan peraturan perun-
tempo.
dangundangan dan ketentuan lain yang
d. Risiko Operasional, yaitu risiko yang
berlaku.
antara lain disebabkan ketidakcukupan
Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (2),
dan atau tidak berfungsinya proses in-
(3) dan (4) Undang-Undang Perbankan
ternal, kesalahan manusia, kegagalan
secara
sistem atau adanya problem eksternal
pengaturan tentang prinsip kehati-hatian
yang mempengaruhi operasional bank.
dalam kegiatan perbankan.8 Ketentuan
e. Risiko Hukum, yaitu: risiko yang
disebabkan oleh adanya kelemahan
Pasal
eksplisit
29
mengandung
Undang-Udang
muatan
Perbankan
tersebut secara khusus dapat dikatakan
aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis
antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundangundangan
yang
mendukung
atau
kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontrak dan
pengikatan agunan yang tidak sempurna.
f. Risiko Reputasi, risiko yang antara lain
disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha
bank atau persepsi negatif terhadap
bank.
8
Pasal 29 UU Perbankan :
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas asset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek
lain yang berhubungan dengan usaha bank,
dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan
Kredit
atau
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank
wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan
transaksi nasabah yang dilakukan melalui
bank.
Bahkan dalam Pasal 29 ayat (5) UU
Perbankan juga dijelaskan bahwa : Ketentuan
yang wajib dipenuhi oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), (3) dan ayat (4)
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
□ 69
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
sebagai ketentuan yang termasuk dalam
menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya
ruang
dan
saja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal
pengawasan, artinya ketentuan tentang
29 ayat (2), (3) dan (4) tersebut di atas.
prudential banking principle tersebut
Dalam bagian akhir ketentuan Pasal 29
merupakan bagian dari pembinaan dan
ayat
pengawasan bank. Dalam hal pemberian
misalnya disebutkan bahwa “Bank wajib
kredit
tentang
menjalankan usaha sesuai dengan prinsip
pelaksanaan prinsip kehati-hatian diatur
kehati-hatian”. Dalam pengertian, bank
dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-
wajib untuk tetap senantiasa memelihara
Undang Perbankan.
tingkat kesehatan bank, kecukupan modal,
lingkup
pembinaan
pengaturan
utama
Adapun Pasal 8 ayat (1) Undang-
(2)
kualitas
Undang-Undang
aset,
kualitas
Perbankan,
manajemen,
Undang Perbankan menegaskan bahwa :
likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang
Dalam
berhubungan dengan usaha bank.
memberikan
kredit
atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Penyediaan
informasi
mengenai
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
kemungkinan timbulnya risiko kerugian
berdasarkan analisis yang mendalam atas
sehubungan dengan transaksi nasabah
itikad dan kemampuan serta kesanggupan
yang dilakukan oleh Bank, sebagaimana
nasabah debitur untuk melunasi utangnya
yang diatur dalam Pasal 29 ayat (4)
atau
Undang-Undang Perbankan, dimaksudkan
mengembalikan
dimaksud
sesuai
pembiayaan
dengan
yang
agar akses untuk memperoleh informasi
diperjanjikan. Berikutnya, Pasal 8 ayat (2)
perihal kegiatan usaha dan kondisi bank
Undang-Undang Perbankan menyatakan
menjadi lebih terbuka yang sekaligus
bahwa : Bank Umum wajib memiliki dan
menjamin
menerapkan pedoman perkreditan dan
dunia perbankan. Informasi tersebut dapat
pembiayaan berdasarkan Pinsip Syariah,
memuat kondisi bank termasuk mengenai
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
kecukupan modal, dan kualitas aset.
oleh Bank Indonesia.
Apabila informasi tersebut telah tersedia
Maksud dari prinsip kehati-hatian di
adanya
transparansi
dalam
atau disediakan, bank dianggap telah
dalam Undang-Undang Perbankan sama
melaksanakan
sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian
banking principles. Infrormasi tersebut
ketentuan maupun dalam penjelasannya.
perlu diberikan dalam hal bank bertindak
Undang-Undang
sebagai perantara penempatan dana dari
Perbankan
hanya
ketentuan
prudential
□ 70
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
nasabah atau pembelian ataupun penjualan
Capital (Modal), Condition of Economy
surat berharga untuk kepentingan dan atas
(Kondisi
perintah nasabahnya.
9
dan
Collateral
(Agunan). Sementara itu, terdapat unsur-
Guna mendukung atau menjamin
terlaksananya
Ekonomi),
proses
pengambilan
unsur yang terkandung dalam pemberian
suatu fasilitas kredit antara lain adalah :
keputusan dalam pengelolaan bank yang
Kepercayaan;
sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank
Waktu; Risiko serta Balas Jasa.
wajib memiliki dan menerapkan sistem
pengawasan
intern
dan
bentuk
self
regulations.10
Kesepakatan;
Sebagaimana
diketahui,
Jangka
segala
kebendaan seorang, baik yang bergerak
maupun yang tidak begerak, baik yang
Kredit bermasalah atau kredit macet
sudah ada maupun yang baru akan ada
merupakan suatu kondisi di mana debitur
dikemudian hari menjadi tanggungan un-
mengingkari janji untuk membayar bunga
tuk segala perikatannya perseorangan se-
dan/atau kredit induk yang telah jatuh
bagaimana
tempo, sehingga terjadi keterlambatan
KUHPerdata, meskipun demikian, ja-
pembayaran atau sama sekali tidak ada
minan secara umum itu sering dirasa ku-
pembayaran, dan mutu kredit tersebut
rang aman, karena selesainya bahwa
merosot. Penerapan The Five C’s of Cred-
kekayaan si berutang pada suatu waktu
it Analysis dalam sebagai wujud prinsip
bisa habis, juga jaminan secara umum itu
kehati-hatian dalam pemberian kredit per-
berlaku untuk semua kreditur, sehingga
bankan
Character
kalau ada banyak kreditur, ada kemung-
(Kepribadian), Capacity (Kemampuan),
kinan beberapa orang dari mereka tidak
terdiri
dari
diatur
Pasal
1131
lagi mendapat bagian. Oleh karena itu
9
Penjelasan Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang
Perbankan.
10
Self Regulation merupakan : Peraturan intern
bank yang dibuat dalam rangka mendukung
pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam
kebijakan Pemerintah disektor perbankan
Tahun 1944 disebutkan bahwa perbankan tetap
diarahkan
untuk
mempercepat
proses
penyelesaian kredit bermasalah dan bank
bermasalah, mempercepat proses konsolidasi,
mendorong perbankan untuk melaksanakan
prinsip pengaturan sendiri (self regulation
principle) dan kehati-hatian dalam usahanya
serta
memantapkan
langkah-langkah
pembinaan dan pengawasan perbankan guna
mengembangkan sistem perbankan yang sehat
dan kuat.
maka seringkali seorang kreditur minta
diberikan jaminan khusus dan jaminan
khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan
atau berupa jaminan kebendaan.
Pelaksanaan jaminan kebendaan terhadap
pemberian
kredit
pada
bank
dihadapkan pada terjadinya perselisihan
antara pihak bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur. Perselisihan secara
□ 71
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
umum berkaitan dengan wanprestasi oleh
waktu bisa habis, juga jaminan secara
debitur. Pihak bank dalam menentukan
umum itu berlaku untuk semua kreditur,
seseorang bisa dijadikan penanggung bagi
sehingga kalau ada banyak kreditur, ada
debiturnya dapat melakukan upaya yaitu
kemungkinan beberapa orang dari mereka
benar-benar memperhatikan karakter dari
tidak lagi mendapat bagian. Oleh karena
penanggung termasuk reputasi dalam me-
itu maka seringkali seorang kreditur minta
nanggung utang para debitur yang dija-
diberikan jaminan khusus dan jaminan
min.
khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan
Kepentingan bisnis atau ekonomi
bisa terjadi karena antara debitur dengan
atau berupa jaminan kebendaan.
Selanjutnya,
guna
memperkuat
pihak ketiga yang sama-sama mempunyai
kepentingan
kepentingan
untuk
maka perjanjian penjaminan yang dibuat
memajukan perusahaan. Misalnya suatu
dengan akta otentik/akta Notaris, isinya
perusahaan meminjam kredit ke Bank
perlu memuat ketentuan:
yang menjadi Penjamin adalah Komisaris,
a) Identitas yang lengkap dari Penjamin
Direktur atau Pemegang Sahamnya atau
meliputi nama lengkap, tempat tinggal
perusahaan lain yang menjadi groupnya.
atau tempat kedudukan, agama, tempat
Pemberian
dan tanggal lahir, perkawinan dan
bisnis/ekonomi
Penanggungan
tersebut
diberikan dalam kapasitas sebagai pribadi,
oleh
Komisaris
atau
Direktur
atau
dan
kedudukan
Kreditur
pekerjaan.
b) Dalam perjanjian penjaminan harus
Pemegang Sahamnya, dan bukan dalam
disebutkan
kapasitas selaku organ perseroan.
tanggal dari perjanjian kredit dan dari
Segala kebendaan seorang, baik
yang
bergerak
maupun
perjanjian
nomor
kredit
dan
ini
tidak
digunakan untuk membuktikan bahwa
begerak, baik yang sudah ada maupun
perjanjian penjaminan itu ada karena
yang baru akan ada dikemudian hari
adanya
menjadi
segala
Perjanjian pokok yang melahirkan
perikatannya perseorangan sebagaimana
penjaminan dan untuk menegaskan
diatur Pasal 1131 KUHPerdata, meskipun
bahwa Penjamin telah menandatangani
demikian, jaminan secara umum itu sering
perjanjian
dirasa kurang aman, karena selesainya
hutang sesuai perjanjian kredit.
tanggungan
yang
data-data
mengenai
untuk
Perjanjian
kredit
benar-benar
sebagai
menjamin
bahwa kekayaan si berutang pada suatu
□ 72
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
c) Nilai Penjaminan artinya besarnya
penambahan keyakinan bahwa kredit akan
hutang yang dijamin, apakah sebesar
berjalan
hutang pokok atau ditambah sebagian
disebabkan
atau seluruh bunga. Besarnya hutang
penanggung terhadap kesehatan usaha
yang
debitur.
dijamin
ini
tergantung
kesepakatan antara Penjamin dengan
Kreditur
yang
ditegaskan
dalam
perjanjian.
d) Uraian
dengan
adanya
Jaminan
dibuat
lebih
baik
kontrol
kebendaan
dalam
Akta
yang
dari
selama
si
ini
Otentik/Notariil.
Bentuk Akta Penjaminan dapat dibuat
atau
penjeiasan
mengenai
dengan Akta Di bawah tangan atau
persetujuan dari istri, jika yang menjadi
dengan akta otentik karena
Penjamin adalah suaminya. Persetujuan
undang
dari suami bila istri yang menjadi
menentukan
Penjamin.
bentuk perjanjian penjaminan tersebut.
Kalau
yang
rnenjadi
tidak
Undang-
mensyaratkan
secara
formal
atau
mengenai
Penjamin adalah perseroan terbatas
Perjanjian
atau badan hukum lain maka perlu
dengan
mendapat persetujuan dari komisaris
menjamin kebenaran dan kelengkapan isi
atau
sesuai
perjanjian penjaminan tersebut dan dapat
ketentuan yang ada di dalam Anggaran
menjamin kekuatan pembuktian sebagai
Dasar.
akta otentik.
pemegang
Penilaian
penilaian
sahamnya
tersebut
kemampuan
kebendaan
mencakup
bagi
jaminan
dilakukan
memperhatikan
reputasi
dihubungkan
dengan
dengan
penanggung
kemampuan
membayar utangnya yang ditanggungnya.
Agunan
berupa
penanggungan
dapat
diterima dengan syarat nilai garansi
tersebut tidak dapat dipakai sebagai
bagian
dari
jumlah
agunan
menentukan
kecukupan
penerimaan
agunan
dalam
agunan
berupa
dan
Jaminan
kebendaan pada dasarnya hanya sebagai
penjaminan
Akta
harus
Notaris
dibuat
karena
lebih
Dengan Akta Otentik bank tidak
perlu
merumuskan
penjaminan
sendiri
tetapi
perjanjian
menyerahkan
sepenuhnya kepada notaris yang terbiasa
dan
mengetahui
penjaminan.
tetang
Dengan
adanya
perjanjian
jaminan
kebendaan menjadi kontrol kelangsungan
usaha
debitur.
kenyataannya
Sekalipun
penanggung
dalam
bersedia
menjaminkan harta kekayaannya untuk
kepentingan pihak lain yang menjadi
debitur, namun penanggung tidak mau siasia apabila harta kekayaannya hanya
□ 73
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
untuk usaha yang tidak layak atau tidak
tuk memenuhi kewajibannya. Meng-
sehat.
ingat risiko tidak kembalinya kredit
Pengawasan
selalu ada, maka setiap kredit harus
Kehati-Hatian
disertai jaminan yang cukup sesuai
dalam Pemberian Kredit Perbankan
dengan ketentuan yang ada. Secara
Yang Dilakukan Oleh Otoritas Jasa
keseluruhan analisis kredit harus men-
Keuangan
cakup penilaian kuantitatif maupun
Faktor
Penerapan
Penghambat
Prinsip
Dalam Pemberian Kredit Perbankan,
kualitatif, karena analisis kualitatif
terdapat beberapa hambatan khususnya
yang diikuti dengan analisis kuantitatif
dalam melaksanakan
akan memberi kejelasan bagi pembuat
penerapan prinsip
kehati-hatian, yang antara lain adalah :
keputusan.
1. Adanya Nasabah yang Memberikan
Kendala yang dihadapi
analis
Data Tidak Akurat kepada Analis
adalah
Bank. Tujuan utama dari analisis
akurat yang diberikan nasabah sehing-
Permohonan
untuk
ga analisis mengalami kesulitan dalam
memperoleh keyakinan apakah nasabah
memproyeksikan laba/rugi atas usaha
mempunyai kemauan dan kemampuan
nasabah yang diajukan kredit. Proyeksi
memenuhi kewajibannya kepada bank
Laba/Rugi merupakan rencana atau
secara tertib, baik pembayaran pokok
target keuntungan suatu perusahaan da-
pinjaman maupun bunganya sesuai
lam periode tertentu. Sesuai dengan
dengan ketentuan yang ditetapkan da-
pengertian tersebut, maka proyeksi
lam perjanjian. Dalam pemberian kred-
Laba/Rugi terdiri dari tiga kelompok,
it kepada nasabah, bank menghadapi
yaitu:
suatu risiko, yaitu tidak kembalinya
Laba/Rugi. Umumnya data kurang aku-
uang yang dipinjamkan kepada nasa-
rat yang diberikan nasabah adalah
bah. Oleh karena itu, keadaan dan
perolehan laba yang dibuat menjadi
perkembangan nasabah harus diikuti
lebih besar dari keadaan sebenarnya.
secara terus menerus mulai saat kredit
Hal ini disebabkan karena sumber data
diberikan sampai kredit lunas. Dalam
utama untuk pelunasan kredit adalah
menganalisis
pertama-tama
laba. Oleh karena itu, keuntungan atau
yang harus diperhatikan adalah kemau-
laba yang direncanakan secara rasional
an dan kemampuan dari nasabah itu un-
akan sangat penting artinya dalam
Kredit
kredit,
adalah
adanya
data yang kurang
Pendapatan,
Biaya
dan
□ 74
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
menentukan jumlah dan jangka waktu
mulir permohonan kredit yang harus
kredit. Dalam hal ini harus diper-
diisi oleh pihak yang membutuhkan
hatikan, bahwa proyek yang akan
kredit.
dibiayai akan memperoleh laba.
2. Adanya Keterlambatan Calon Nasabah
dalam Melengkapi Berkas Pengajuan
Kredit
PENUTUP
Kesimpulan
Fungsi
kepada pihak Bank. Setelah
calon nasabah mengajukan permohonan kredit untuk pengembangan usahanya maka analis dan verifikator memastikan kebenaran data yang diajukan
dalam pengajuan kredit. Apabila terdapat kekurangan data maka diberikan
catatan untuk melengkapi berkas tersebut, namun kendalanya adalah calon
nasabah mengalami keterlambatan dalam melengkapi berkas yang dibutuhkan, sehingga menghambat proses pengecekan dan verifikasi ulang atas data
yang diajukan calon nasabah. Surat
permintaan/permohonan kredit tersebut
harus mencantumkan tentang alasan
mengajukan permohonn kredit, jumlah
kredit yang diperlukan, kesanggupan
untuk membayar kembali utangnya
sesuai dengan rencana yang ditetapkam, jaminan yang disediakan dari keterangan-keterangan lain yang dianggap
perlu. Walaupun semua keterangan telah dipenuhi, akan tetapi hal itu masih
dianggap kurang lengkap, sehingga
pihak bank biasanya menyediakan for-
Otoritas
Jasa
Keuangan
terhadap pengawasan penerapan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit
perbankan
menurut
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa
Keuangan
pengawasan
(Compliance
dilaksanakan
berdasarkan
Based
dengan
kepatuhan
Supervision/CBS),
yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait
dengan operasi dan pengelolaan bank di
masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan
dikelola secara baik dan benar menurut
prinsip-prinsip kehati-hatian. Selain itu
Pengawasan terhadap pemenuhan aspek
kepatuhan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Pengawasan Berdasarkan
Risiko (Risk Based Supervision/RBS),
yaitu
pengawasan
bank
yang
menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan risiko yang memungkinkan
pengawas bank dapat mendeteksi risiko
yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan
tepat waktu.
□ 75
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Hambatan penerapan prinsip kehati-
dang-Undang Perbankan sehingga tidak
hatian dalam pemberian kredit perbankan,
menimbulkan
antara lain adalah : adanya nasabah yang
bermasalah bahkan menjadi kredit macet
memberikan data tidak akurat kepada
di kemudian hari, apalagi jika dikaitkan
Analis Bank, sehingga pihak analisis Bank
dengan situasi perekonomian Indonesia
mengalami
yang
kesulitan
dalam
terjadinya
kondisinya
kredit
sedang tidak
baik.
memproyeksikan laba/rugi atas usaha
Disarankan
nasabah
memberikan data yang akurat kepada
yang diajukan
adanya
keterlambatan
dalam
melengkapi
kredit,
yaitu
kredit,
calon
berkas
serta
nasabah
kepada
masing-masing
nasabah
lembaga
untuk
perbankan
pengajuan
tempat nasabah mengajukan permohonan
nasabah
pinjaman dalam rangka mempermudah
mengajukan permohonan kredit untuk
pelaksanaan analisis proyeksi laba/rugi
pengembangan usahanya maka analis dan
atas usaha nasabah dan mempercepat
verifikator memastikan kebenaran data
proses realisasi kredit yang diajukan
yang diajukan dalam pengajuan kredit.
nasabah. Hal tersebut penting dilakukan
Apabila terdapat kekurangan data maka
karena apabila nasabah memberikan data
diberikan
target keuntungan yang terlalu besar,
setelah
catatan
calon
untuk
melengkapi
berkas tersebut, namun kendalanya adalah
pihak
calon nasabah mengalami keterlambatan
ketidakakuratan
dalam
berdampak pada ditolaknya pengajuan
melengkapi
berkas
yang
Bank
dapat
data
membuktikan
tersebut
dan
dibutuhkan, sehingga menghambat proses
kredit oleh nasabah.
pengecekan dan verifikasi ulang atas data
BIBLIOGRAFI
yang diajukan calon nasabah.
Buku
Saran
Disarankan kepada Otoritas Jasa
Bernard Arief Sidharta, (1999), Refleksi
Keuangan agar meningkatkan intensitas
pengawasan terhadap penerapan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit
perbankan
sesuai
dengan
Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku guna
memantau perkembangan kinerja lembaga
Tentang
Struktur
Cetakan
Pertama,
Ilmu
Hukum,
Bandung
:
Mandar Maju
Djuhaendah Hasan.
(1996). Lembaga
Jaminan Kebendaan Bagi Tanah
Dan Benda Lain Yang Melekat Pada
Tanah Dalam Konsepsi Penerapan
perbankan khususnya dalam menyalurkan
kredit sesuai dengan Pasal 8 Ayat (1) Un□ 76
Tadulako Law Review | Vol. 3 Issue 1, June 2018
Asas
Pemisahan
Horisontal,
Bandug : PT Citra Aditya Bakti
Lainnya
Hermansyah. (2006). Hukum Perbankan
Nasional
Indonesia,
Perundang-undangan dan Peraturan
Jakarta
Undang-Undang Dasar Negara Republik
:
Indonesia Tahun 1945 Amandemen
Kencana Prenada Media Grup
Keempat
Marulak Pardede. (2009). Aspek Hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pemisahan
Pembinaan
dan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Pengawasan
Perbankan,
Badan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun
Pembinaan
Hukum
Nasional,
Jakarta : Departemen Hukum dan
1998 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
HAM RI
jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun
Soerjono Soekanto,