BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit - Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit Pengertian kata “pailit” itu terdapat dalam pembendaharaan dalam

  bahasa Belanda, Prancis, Latin dan Inggris. Kalau dalam bahasa Prancis, istilah kata pailit itu biasanya disebut dengan “faillitie” yang artinya adalah pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang melakukan kegiatan mogok atau macet melakukan tindakan berhenti membayar utangnya disebut dengan Le failli. Kalau dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit yang memiliki arti ganda yaitu bisa sebagai kata benda dan bisa sebagai kata sifat juga. Sedangkan di dalan bahasa Inggris istilah yang dipergunakan adalah istilah to fail, dan kalau di dalam bahasa latin adalah

  failure.

  Poerwadarminta mengatakan bahwa arti kata “pailt” artinya adalah “bangkrut”, dan “bangkrut” artinya menderita kerugian besar hingga jatuh

  

  (perusahaan, toko, dan sebagainya). Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, bankrupt artinnya adalah bangkrut, pailit dan bankrupty artinya adalah

  

  kebangkrutan, kepailitan. pengertian pailit adalah dimana debitur dalam 7 8 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999 John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta 1979 keadaan berhenti membayar hutang dikarenakan tidak mampu. Kata pailit juga dapat diartikan sebagai Bankcrupt.

  Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi. Menurut pasal 1 angka

  1 UU Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kepalilitan adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang undang-undang.

  Seperti yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary pailit atau “Bankrupt” adalah “ the state or conditional of a person (individual,

  

partnership, Corporation, municipality who is unable to pay it’s debt as they

are, or became due. The term includes a person against whom an involuntary

petition has been field, or who has filed a voluntary petition, or who has been

   adjudged a bankrupty”.

  Berdasarkan dari pengertian bakrupty yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary diatas diketahui bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seseorang debitur atas utang- utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya utang meskupun telah ditagih dan ketidak mampuan tersebut haru disertai dengan proses pengajuan ke

9 Epstein, David G., Steve H. Nickles., James J. White, Bankruptcy, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1993.

  pengadilan, baik atas permintaan itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

  Pernyataan yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 apabila dikaitkan dengan Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Dan PKPU, dapat diketahui bahwa pernyaan pailit merupakan suatu putusan pengadilan. Ini berarti bahwa sebelum adanya suatu putusan pailit oleh pengadilan, seorang debitur tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit. Dengan adanya semua kreditur konkruen dalam kepanitiaan, tanpa terkecuali, untuk memperoleh pembayaran atas seluruh piutang-piutang konkruen mereka.

  Dalam hal yang demikian berarti terjadi sitaan umum terhadap seluruh harta kekayaan debitur, yang diperlukan untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan ketentuan pasal 1132 Kitab Undang-Undang KUPerdata baik secara pari passa dan prorata.

  Selain itu, ada pula beberapa asas-asas yang menjadi landasan pengundangan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU guna menggantikan Undang-undang Kepalitan lama. Asas-asas tersebut antara lain : 1.

  Asas Keseimbangan UU ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujua\dan dari asas keseimbangan, yaitu disatu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur. Di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditur yang tidak beritikad baik.

  2. Asas Kelangsungan usaha Dalam UU ini terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.

  3. Asas keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian bahwa pihak yang berkepentingan, asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan tidak memperdulikan Kreditur lainnya.

  4. Asas Integrasi Asas integrasi dalam UU ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem

   hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

  Di dalam Bankrupty Code Amerika Serikat, Section 101; Claim means : 1.

   Right to payment, wheter or not such right is reduced tu judgment,

liquidated, unliquidated, fixed, cintingent, matured, unmatured, disputed,

undisputed, legal, equitable, secured or unsecures ; or

10 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Medan:USU Press, 2009, hal 31.

  2. Right to an equitable remedy for breach performance if such breach gives

rise ti aright to payment, wheter or not such right to an equitable remedy is

reduced to judgment fixed, contingent, matured, unmatured, disputed,

   undisputed, secure or unsecured.

  Berdasarkan defenisi tentang pengertian kepailitan tersebut ada pula yang dapat menjadi suatu manfaat dan tujuan dari hukum kepailitan tersebut. yang dimana tujuan dari hukum kepailitan tersebut adalah, untuk kurator.

  Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpusah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan dengan hak masing-masing. Dan yang menjadi manfaat

  

  adanya kepailitan tersebut adalah sebagai berikut : 1.

  Untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator

  2. Untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur

  3. Untuk menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

  11 12 Ibid.

  Manfaat dari Adanya Kepailitan, diakses tanggal 14 april 2013

B. Syarat Pailit

  Dalam melakukan pelaksanaan pailit tidak boleh sembarang atau sesuka hati mematikan suatu perusahaan, oleh sebab itu maka diperlukanlah syarat- syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit sebagaimana hal tersebut dapat dilihat pada pasal 2 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004, yakni sebagai berikut :

  “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kkreditornya.” Syarat-syarat mengenai permohonan pailit sebagaimana terdapat didalam

  pasal 2 angka1 UU No. 37 Tahun 2004 tersebut dapatlah dijelaskan lebih mendalam sebagai berikut :

1. Syarat adanya dua Kreditur atau lebih (Concursus Creditorum)

  Syarat bahwa debitur harus mempunyai minimal dua kreditur sangan terkait dengan filosofis lahirnya bukum kepailitan. Dengan adanya pranta hukum kepailitan, diharapkan pelunasan utang-utang debitur kepada kreditur-krediturnya dapat dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap kreditur (konkuren) mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari harta kekayaan debitur. Jika debitur hanya mempunyai satu kreditur, maka seluruh harta kekayaan debitur otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitur tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pro rata dan pari passu. Dengan demikian jelas bahwa debitur tidak dapat dituntut pailit, jika debitur tersebut hanya mempunyai

   satu kreditur.

  Berdasarkan dari pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah seorang debitur yang mempunyai dua atau lebih krediturnya dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

  Debitur adalah merupakan bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Apabila seorang debitur tersebut adalah Perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Dan apabila debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

  Seperti itulah yang ada terdapat dalam pasal 4 UU No. 37 Tahun 2004 ada dikatakan bahwa dalam hal suatu permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam hal pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas dari persetujuan suami atau istrinya. 13 Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta:Sinar Grafika, 2010Ed 1, Cet.2,hal 5

  Dapat kita lihat bahwa pasal 4 ini berkaitan dengan pasal 2 ayat 1 UU No. 37 tahun 2004, mengajukan kepailitan untuk dirinya sendiri, dimana hal ini juga termasuk dalam kepailitan sementara. “Dalam hal permohonan” atau biasa juga disebut “Voluntary Petition”.

  Secara umum, ada 3 (tiga) macam kreditur yang dikenal dalam KUHPerdata yaitu sebagai berikut : a.

  Kreditor Konkuren.

  Kreditur konkuren adalah para kreditur dengan hak pari passu dan pro rata, artinya pada kreditur secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap pituang mereka secara

  

  keseluruhan, terhadap seluruh harta Kekayaan debitur tersebut. Istilah yang digunakan dalam Bahasa inggris untuk kreditor konkuren adalah

  unsecured creditor.

  Kreditor ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutang kepada kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor dengan hak istemewa.

  b.

  Kreditur prefen 14 Kartini Muljadi,Kreditor Preferens dan Kreditor Separatis Dalam Kepailitan, “Undang- undang Kepailitan dan Perkembangannya , Jakarta:Pusat Pengkajian Hukum,2005,hal 164-165.

  Atau kreditur yang diistimewakan, yaitu kreditur yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditur preferen merupakan kreditur yang mempunyai hak istemewa, yaitu suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya (Pasal 1134 KUHPerdata). Kredit seperatis

  Adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan inrem, yang dalam KUHPerdata disebut dengan gadai dan hipotek. Golongan kreditur ini tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor. Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya merupakan karakteristik kreditor separatis.

  Seperatis yang dimaksudkan adalah terpisahnya hak eksekusi atas benda-benda yang dijaminkan dari harta yang dimiliki debitor pailit.

  Dengan demikian, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama dalam proses kepailitan, sehubungan dengan hak atas kebendaan yang dijaminkan untuk piutangnya sepanjang hari nilai piutang yang diberikan oleh kreditur seperatis tidak jauh melampui nilai benda yang dijaminkan dan kreditur berkuasa atas benda tersebut, maka proses kepailitan tidak akan banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran piutang kreditur tersebut.

  Berdasarkan UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang No. 37 Tahun 2004 apabila kuasa atas benda yang dijaminkan ada pada debitor pailit atau pada kurator, maka hak esekusi terpisah tersebut diatas ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama (90) sembilan pulh hari sejak pernyataan pailit dijatuhkan. Sedangkan, jika utang debitor, maka kreditor seperatis dapat meminta dirinya ditempatkan pada posisi kreditor konkuren untuk menagih sisa piutangnya. Oleh karena demi kepastian hukum, hak eksekusi langsung yang dimiliki oleh kreditor seperatis hanya bisa digunakan dalam jangka waktu dua bulan setelah terjadinya keadaan insovensi. Setelah lewat jangka waktu tersebut, eksekusi hanya dapat dilakukan oleh kurator, meskipun hak yang dimiliki kreditor seperatis sebagai kreditor pemegang jaminan tidak berkurang. Perbedaan proses eksekusi tersebut akan berakibat pada perlu tidaknya pembayaran biaya kepailitan dari hasil penjualan benda yang

   dijaminkan.

  2. Syarat harus adanya utang 15 Jenis-jenis Kreditur dalam kepailitan, http://arsyadshawir.blogspot.com/ 2011/11/jenis-

  jenis-kreditor-dala-kepailitan.html (diakses tanggal 14 april 2013)

  Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit ialah harus adanya utang. UU No. 37 Tahun 2004 tidak menentukan apa yang dimaksudkan dengan utang. Dengan demikian para pihak yang terkait dengan suatu permohonan pernyataan pailit dapat berselisih pendapat mengenai ada atau tidak adanya utang. Pihak-pihak yang dimaksud ialah (Penasihat hukum dari) pemohon, (penasihat hukum dari) Debitor, dan

  

majelis Hakim Peninjauan Kembali.

  sekali mengenai utang. Oleh karena itu telah menimbulkan penafsiran yang beraneka ragam dan para hakim juga menafsirkan utang dalam pengertian yang berbeda-beda (baik secara sempit maupun luas). Namun kontroversi mengenai pengertian utang dalam pengertian yang berbeda-beda (baik secara sempit maupun luas). Namun kontroversi mengenai pengertian utang, akhirnya dapat diartikan dalam pasal 1 ayat 6 UUK, yaitu : Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.” 16 PengertianSyarat harus adanya Utang,

  anggal 15 April 2013)

3. Syarat cukup utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

  Dalam pasal 1 ayat (1) UUK tidak membedakan tetapi menyatukan syarat utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah dapat ditagih. Pada perjanjian kredit perbankan, kedua hal tersebut jelas dibedakan. Utang yang telah jatuh waktu ialah utang yang dengan lampaunya waktu penjadwalan yang ditentukan di dalam perjanjian kredit itu, menjadi waktu dan karena itu pula

  Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Misalnya saja telah sampai jadwal cicilan bagi pelunasan kredit investasi yang ditentukan bertahap, misalnya setiap 6 (enam) bulan sekali setelah masa tenggang (grace period) lampau, dan harus telah dilunasi seluruhnya pada akhir perjanjian yang bersangkutan. Namun, suatu utang sekalipun jatuh waktunya belum tiba, mungkin saja utang itu telah dapat ditagih, yaitu karena telah terjadi salah satu peristiwa yang disebut events of default sebagaimana ada ditentukan dalam suatu perjanjian tersebut.

  Maka kata-kata di dalam pasal 1 ayat (1) UUK yang berbunyi “utang yang telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih “diubah menjadi cukup berbunyi” utang yang telah dapat ditagih” atau “utang yang telah dapat ditagih baik utang tersebut telah jatuh waktu atau belum”. Penulisan seperti kalimat yang penulis usulkan itu akan menghindarkan selisih pendapat apakah utang yang “telah dapat ditagih” tetapi belum “jatuh waktu” dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan.

  Bunyi pasal 1 ayat (1) didalam Perpu No.1 Tahun 1998 sebagaimana telah disahkan menjadi UU No. 4 Tahun 1998 merupakan perubahan dari bunyi Pasa 1 Faillissementsverordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348. Bunyi Pasal 1 ayat (1) sebelum diubah, yaitu bunyi pasal 1 ayat (1) Fv :

  “setiap debitor yang tidak mampu membayar utangnya yang berada permintaannya sendiri maupun atas permintaan seorang kreditor atau beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh hakum yang menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit.” Salah Satu syarat untuk mengajukan permohonan pernyatan pailit terhadap seseorang kreditr adalah bahwa selain debitur memiliki lebih dari seseorang kreditur tersebut harus pula dalam keadaan insolven, yaitu tidak membayar lebih dari 50% (lima puluh persen)

  .

  Dalam pasal 1 ayat (1) UU kepailitan maupun dalam pasal-pasal lain, tidak ditentukan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seorang kreditur, dipersyaratkan bahwa utang kepada kreditur pemohon hharus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih serta tidak dibayar oleh debitur.

  Dengan demikian dapat dipertanyakan apakah seseorang Kreditor sekalipun piutangnya belum jatuh waktu dan dapat ditagih boleh sebagai pemohon 17 SyaratPailit,http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://hernathesis.

  multiply.com/review/item/13(diakses tanggal 14 april 2013). pernyataan pailit dengan syarat pemohon harus dapat membuktikan bahwa debitur memiliki utang kepada kreditur lain yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

  Bank pemberi kredit secara mudah dapat mengetahui keadaan keuangan para debiturnya dari laporan hasil pemeriksaan (audit) oleh akuntan publik yang diwajibkan oleh bank yang bersangkutan untuk disampaikan oleh debitur kepada bank dari waku ke waktu. Kalau kreditur hanya boleh mengajukan permohonan ditagih, yang mungkin saja akan membutuhkan waktu yang masih agak lama.

  Sekali lagi, debitur harus dalam keadaan insolven (telah berada dalam keadaan berhenti membayar kepada para krediturnya), bukan sekadar tidak membayar kepada satu atau dua orang kreditur saja, sedangkan kepada para kreditur lainnya debitur masih melaksanakan kewajiban pembayaran terhadap utang-utangnya dengan baik. Dalam hal Debitor hanya tidak membayar kepada satu atau dua orang Kreditor saja, sedangkan kepada para kreditur yang lain Kreditur masih membayar utang-utangnya, maka terhadap debitur tidak dapat diajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga tetapi diajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri (pengadilan perdata biasa).

C. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit

  Apabila seorang debitur mengalami kesulitan keuangan, artinya tidak mampu membayar hutang-hutangnya, tentu saja para kreditur akan berusaha menempuh jalan untuk menyelamatkan piutangnya. Salah satu jalan yang ditempuh adalah kreditur mengajukan permohonan ke pengadilan agar si debitur dinyataan pailit. Permohonan itu disebut sebagai permohonan pernyataan kepailitan. Berhubung permohonan tersebut diajukan ke pengadilan, maka harus melewati prosedur yang benar. mengadili perkara permohonan pernyataan kepailitan dalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Yang dimaksud pengadilan menurut UUK adalah pengadilan niaga yang merupakan pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkupan peradilan umum. Bila debitur telah meninggalkan wilayah RI, maka pengadilan yang menetapkan keputusan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir diputar.

  Pasal 3 UUKepailitan dan PKPU disebutkan, dalam hal debitur berupa persero atau firma, yang mengadili adalah pengalihan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut. Sedangkan dalam hal debitur tidak berkedudukan di wilayah RI, pengadilan yang berwenang memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya dan bila debitur badan hukum maka kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

  Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang advokat, dalam UUKepailitan lama harus diajukan oleh pengacara praktek, karena di pengadilan Niaga hanya ada beberapa Pengadilan dan tidak semua pengacara praktek itu berada diwilayah pengadilan niaga dimana hal ini dapat dilihat dalam Pasal 7 UU Kepailitan dan PKPU. Prosedur permohonan pernyatan pailit sebagaimana dapat

  

  dilihat jelas dalam Pasal 6 UU Kepailitan dan PKPU, sebagai berikut: 1.Permohonan pernyatan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan. yangbersangkutan diajukan, dan kepada permohonan diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

  3.Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 jika dilakukan tidaksesuai dengan ketentuan dalam aya-ayat tersebut.

  4.Panitera menyampaikan permohonan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 “(dua) Hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

  5.Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan , pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.

  6.Sidang pemeriksaaan atas permohonsn pernyatan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 18 Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Kepailitan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000 hal 56.

  7.Atas permohonan Debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

  Berdasarkan dari Pasal 6 UU Kepailitan dan PKPU tersebut dapat diketahui bahwa dalam suatu prosedur permohonan pernyataan pailit memiliki

  

time frame yang sangat singkat yang berbeda dengan peraturan kepailitan yang

  oleh kreditur kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas, Pasar Modal, atau Menteri Keuangan.

  Dapat memanggil kreditur, dalam hal permohonan pernyatan pailit diajukan oleh debitur dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakanpailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi. Pemanggilan terhadap debitur dilakukan oleh Juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.

  Pemanggilan adalah sah dianggap telah diterima oleh debitur, jika dilakukan oleh juru sita sesuai dengan ketentuaan sebagaimana dimaksud dalam Angka 2. Permohonan pernyatan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi. Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam pulu) hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

  Apabila seluruh persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi semuanya, maka pengadilan akan memberikan putusannya. Tetapi, apabila ternyata harta pailit tidakcukup untuk membayarkan biaya kepailitan tersebut, maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara apabila ada, serta setelah memanggil secara sah atau mendengarkan dari pihak debitur, dapat memutuskan pencabutan putusa

   pernyataan pailit.

  memperoleh putusan Hakim yang berketekunan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruaan dan kehilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya

   hukum.

  Demikian pula terhadap putusan dari Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan. Namun, perbedaandari Pengadilan Niaga ialah hanya tersedia upaya hukum kasasi ke Makamah Agung. Pengadilan Niaga disebut sebagai pengadilan tingkat pertama dan tidak ada tingkat kedua atau sering disebut sebagai tingkat

  19 20 Ibid. hal 58 Fuady, Munir. Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktik, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hal 20. banding. Terhadap putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tersedia upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali.

  Terhadap suatu putusan pencabutan pernyataan pailit tersebut dapat pula diajukan suatu kasasi dan/ atau peninjauan kembali. Apabila setelah pencabutan pernyataan pailit diucapkan diajukaan kembali permohonan pernyataan pailit, maka debitor atas permohonan wajib membuktikan bahwa ada cukup harta untuk membayar biaya kepailitan berdasarkan dari pasal 19 UU No.37 Tahun 2004. dari pihak PT. Telkomsel tersebut mengajukan upaya hukum secara kasasi. Dimana pengertian kasasi tersebut adalah pembatala atas keputusan Pengdilan- pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. UU No. 8 Tahun 1981 tentang dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Makamah Agung.

  Tetapi dalam UU No. 37 Tahun 2004 UU Kepailitan dan PKPU sebenarnya tidak ada diatur tentang upaya hukum secara banding. Hal ini menunjukan bahwa berdasarkan dari UU No. 37 Tahun 2004, terhadap suatu perkara kepailitan tidak dapat diajukan suatu banding tetapi langsung mengajukan kasasi ke Makamah Agung. Dalam Pasal 11 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur tentang Kasasih ke Makamah Agung, yaitu:

  1.Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit, adalah kasasi ke Makamah Agung.

  2. Permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari tentang sejak tanggal putusan yang Dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkannya pada Panitera Pengadilan yang telah memutuskan permohonan pernyataan pailit.

  3.Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, selain dapat diajukan pertama, juga dapat diajukan oleh kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tiodak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.

  4.Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tulis yang ditandatangani Panitea dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

  Mengenai permohonan kasasi terdapat dalam pasal 12 yang mengatakan bahwa Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan memori kasasi pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan. Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada pihak temohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.

  Termohon kassasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada Panitera Pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan panitera Pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima. Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Makamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima.

  Tercantumkan dalm pasal Pasal 13 yang menetukan bahwa Makamah lamat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Sidang Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

  Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk aman. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara anggota dengan ketua majelis maka perbedaan pendapat tersebut wajib dimuat dalam putusan kasasi.

  Panitera pada Makamah agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada Panitera pada Pengadilanh Niaga paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan. Jurusita Pengadilan waji menyampaikan salinan putusan kasasi diucapkan. Jurusita menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 kepada

  Demikian halnya UU No. 2 Tahun 1986 yang telah diubah dengan UU No.8 Tahun 2004 Tentang peradilan umum, dalam pasal 8 dinyatakan secara tegas “Di lingkungan Peradilan Umum dapat diadakan Pengkasusan yang di atur dengan Undang-undang.

  Undang-undang memberikan ruang untuk terbentuknya Pengadilan khusus yang berada dibawah lingkungan peradilan Umum dengan syarat bahwa pembentukan pengadilan khusus tersebut ditetapkan melalui UU. Pembentukan mengalami peningkatan yang cukup berarti. Dari segi struktur organisasi, kedudukan Pengadilan Niaga merupakan bagian khusus didalam Peradilan

21 Umum.

  Tujuan utama dibentuknya Pengadilan Niaga ini adalah agar dapat menjadi sarana hukum bagi penyelesaian hutang piutang diantara pihak yaitu debitur dan kreditur secara cepat, adil, terbuka, dan efektif, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan penyelenggaraan kegiatan usaha dan kehidupan prekonomian pada umunya. Selain itu sebagai upaya untuk mengembalikan

  

  kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang piutang swasta , hal ini merupakan salah satu positif dalam hal memperbaiki carut-marutnya UU Kepailitan terdahulu yang lahir.

  21 22 Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), Jakarata: softmedia, 2010,hlm 21.

  Ibid, hlm.229 Akibat desakan International Monetery Fund (IMF) karena peraturan kepailitan yang merupakan warisan pemerintahan kolonial Belanda selama ini

   kurang memadai dan kurang memenuhi tuntutan zaman.

D. Putusan Pailit

  Putusan Pailit adalah adjucation order yaitu putusan pengadilan yang menyatakan bahwa seorang debitur telah dinyatakan pailit sehingga penguasaan dan pemberesan harta debitur diserahkan kepada kurator untuk kepentingan para pernyataan pailit adalah sebagai berikut :

1. Kurator melakukan pemberesan harta pailis 2.

  Hakim Pengawas mengawasi tindakan Kurator 3. Dilakukan rapat Vertifikasi (pencocokan hitang piutang) 4. Dilakukan rapat kreditor 5. Atas usulan hakim pengawas, permintaan kurator dan permintaan kreditor,Pengadilan dapat memerintahkan supaya debitor pilit ditahan dibawah pengwasan Jaksa yang ditunjukan oleh hakim pengawas. (Pasal 93). Pernyatan putusan pailit harus dikabulkan apabila ternyata terdapat suatu fakta ataupun keadaan yang telah terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dapat dinyatakan pailit telah dapat terpenuhi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang telah terbukti secara sederhana adalah adanya dua atau lebih Kreditor dan adanya fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak/tidak 23 Ahmad yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan, Jakarta : Rajawali,2009,hml20. dapat dibayarkan, sedangkan besarnya utang yang dimiliki oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhnya putusan pernyataan pailit.

  Dalam putusan permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada Pengadilan Niaga harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Putusan atas permohonan pernyataan pailit wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan wajib memuat secara lengkap dan jelas atas pertimbangan hukum yang mendasari putusan

  

  1. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum yang tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili: dan

  2. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau . ketua majelis

  Terkait dengan hal tersebut, selanjutnya diatur bahwa salinan putusan Pengadilan tersebut wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat kepada Debitor, pihak yang mengajukan permohonan pailit, Kurator, dan Hakim Pengawas paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan. Dalam putusan pernyataan pailit tersebut, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengwas yang ditunjuk dari hakimPengdilan dan dalam hal Debitor, Kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU.

24 Jono,Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika 2010,Ed. 1 Cet.2 hal91.

  Tidak mengajukan usul pengangkatan Kurator kepada Pengadilan maka Balai Harta Peninggalanakan diangkat selaku Kurator. Adapun kurator yang diangkat tersebut harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kredit, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan pnundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Lebih dari 3 (tiga) perkara.

   1.

  Nama, alamat, dan pekerjaan Debitor; Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal putusan pernyataan pailit diterima oleh Kurator dan Hakim Pengawas, Kurator kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas mengenai ikhsar putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut

2. Nama Hakim Pengwas; 3.

  Nama, alamat, dan pekerjaan Kurator 4. Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia anggota panitia Kreditor sementara, apabila telah ditunjuk;

  5. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama Kreditor. Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan Kasasi atau Peninjauan Kembali (PK)

  Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan kepada debitur, maka mempunyai pengaruh bagi debitur dan harta bendanya. Bagi debitur, sejak 25 Nating, Imran, Edisi Revisi : Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam

  Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit , Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hal 82. diucapkannya putusan kepailitan, debitur kehilangan hak untu melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Dan pada dasarnya pelaksanaan putusan atau ekekusi merupakan suatu pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu pelaksanaan terhadap suatu putusan yang sudah berketekunan hukum tetap (BHT) yang dilakukan dengan bantuan pengadiulan. Dan dengan dijatuhkannya putusan pailit tersebut, maka “kurator” bertindak sebagai pewngampu darisi pailit dan tugas utamanya adalah melakukan pengurusan atau persekutuan perdata yang memiliki keahlian khsus sebagaimana diperlukan untuk mengurus dan memberskan harta pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Pasal 1 angka (5) UU Kepailitan dan PKPU.

  Seorang debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, membawa konsekuensi hukum yaitu, bagi debitur dijatuhkan sita umum terhadap seluruh harta debitur paillit dan hilangnya kewenangan debitur pailit untuk menguasai dan mengurus harta pailitnya. Sedangkan bagi kreditor, akan mengalami ketidak pastian tentang hubungan hukum yang ada antara kreditor dengan debitur pailit. Untuk kepentingan itulah undang-undang telah menentukan pihak yang akan mengurusi persoalan debitur dan kreditur melalui seorang Kurator.

  Dalam menjalankan tugasnya kurator tidak hanya bagaimana menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkan untuk kemudian dibagikan kepada para kreditor tapi sebisa mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut. Dengan drmikian, kurator dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman pada kebenaran dan keahlian serta keharusan untuk menaati standar profesi dan etika. Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan dengan debitur maupun kreditur.

  Namun pada prakteknya tidak sedikit kinerja kurator menjadi terhambat oleh permasalahan, seperti debitur pailit yang tidak mengacuhkan putusan pengadilan atau bahkan menolak untuk dieksekui, dan hampir sebagian besar kurator memiliki permasalahan dengan debitur yang tidak kooperatif dalam hal menolak memberikan informasi dan dokumen, menolak menemui, bahkan menjadi tidak maksimal karena faktor-faktor sebagaimana disebutkan.

  Salinan atas putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat kepada debitur, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, Kurator, dan Hakim Pengawas paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan KUH Perdata itu merupakan perwujudan adanya asas jaminan

   kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan.

  Adapun hubungan kedua pasal tersebut adalah bahwa kekayaan debitur merupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya secara propesional, kecuali bagi krediturnya dengan hak mendahului (hak preferensi). Jadi pada dasarnya, asas yang terkandung di dalam Pasal 1131 KUH perdata dan 1132 KUH perdata ini adalah bahwa UU mengatur tentang hak menagih bagi kreditur atau kreditur- krediturnya terhadap transaksinya dengan debitur.

26 Ibid.

  Bertolak dari asas tersebut di atas sebagai lex generalis, maka ketentuan kepailitan mengaturnya dalam urutan yang lebih rinci dan operasional. Menurut Sri Redjeki Hartono, lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai : (1) Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada krediturnya bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan bertaggunf jawab atas semua hutang- hutangnya kepada kreditur-krediturnya. (2) Juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi

  Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Sistem pengaturan yang taat asas inilah yang mempunyai nilai utama dalam rangka memberikan kepastian hukum.

  Oleh karena itu lembaga kepailitan berfungsi sebagai pengawas implementasi pelaksanaan Peraturan Kepailitan dan mekanisme pembayaran utang terhadap semua kreditur dengan mengacu yang diperintahkan Pasal 1131

   dan Pasal 1132 KUH Perdata yang merupakan dasar hukum dari kepailitan.

  Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga, menurut Sudargo Gautama merupakan pencangkokan institusi baru, Artinya Pencangkokkanya itu diambil dari berbagai lembaga baru dalam sistem hukum dan praktek hukum yang sudah ada dalam rangka Faillisemen. Dianggap wajar oleh pembuat Undang-Undang, jika dalam rangka untuk, menyediakan sarana hukum sebagai landasan untuk 27 Sri Redjeki Hartono, Analisis Terhadap Peraturan Kepailitan Dalam kerangka , Semarang: Elips Project, 1997, hlm.5.

  Pembangunan Hukum menyelesaikan hutang piutang, dianggap perlu peraturan kepailitan yang dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha yang makin berkembang secara cepat dan

   bebas.

  PERPU (Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang) No.1 Tahun 1998 dipilih untuk melakukan penyempumaan atas peraturan Faillissemen yang sudah ada Karena dengan demikian dapat diharapkan bertindak lebih cepat dengan dasar pertimbanganya yaitu :(1) Adanya kcbutuhan yang besar yang penyelesaian yang dapat berlangsung secara cepat, adil, terbuka, dan efektif untuk menyelesaikan piutang perusahaan yang besar pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. (2) Dalam rangka penyelesaian akibat-akibat dari gejolak moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, khususnya berkenaan dengan masalah utang piutang di kalangan dunia usaha nasional, dianggap perlu adanya penyelesaian yang cepat mengenai masalah ini. Untuk itu perlu kesediaan perangkat hukum untuk memenuhi kebutuhan. Penyelesaian masalah utang piutang. Dengan demikian perusahaan perusahaan dapat segera beroperasi secara normal. Bila kegiatan ekonomi berjalan kembali, akan berarti pengurangan tekanan sosial yang menurut pengamatan pemerintah sudah terasa banyak di lapangan kerja. Maka

   perlu diwujudkan penyelesaian utang-piutang ini secara cepat dan efektif.

  28 Sudargo Gautama, Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, Bandung:Citra Adytia Bakti, 1998, hlm.9 29 Ibid.

  Dalam Pasal 8 UU N0. 3 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Umum disebutkan bahwa : “Yang dimaksud dengan ‘diadakanya pengkhususan’ ialah adanya diferensiasi / spesialisasi di lingkungan Peradilan Umum, misalnya Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan Anak dan Pengadilan Ekonomi”. Dengan demikian dalam UU N0. 4 Tahun 1998 diatur terbentuknya Pengadilan Niaga yang merupakan Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan Umum.

  Ketentuan Pasal 300 UUK-PKPU sccara tegas menentukan : memeriksa dan memutus permohonan peryataan pailit dan PKPU, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang penjagaan yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang.

  (2) Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap dengan Keputusan Presiden (KEPRES), dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang diperlukan.

  Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan mutlak (absolut) dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit, dengan menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki kewenangan untuk menerima permohonan Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran

30 Utang (PKPU). Konsekuensinya, bahwa suatu Pengadilan tidak dapat

  memeriksa gugatan/permohonan yang diajukan kepadanya apabila ternyata secara

30 Sunarmi, Ibid hlm.229

  formil gugatan tersebut masuk dalam ruang lingkup kewenangan mutlak Pengadilan lain.

  Pasal 300 ayat (1) memberikan kekuasaan kepada Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan selain perkara Kepailitan dan PKPU. Namun tidak terdapat penjelasan apa yang dimaksud dengan perkara lain di bidang perniagaan tersebut, hal ini disebabkan Undang- Undang yang mengatur hal tersebut belum ada. Dengan demikian, Undang bidang perniagaan apa saja yang menjadi kewenangan yurisdiksi dalam mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

16 139 97

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NOMOR 08/PAILIT/2005/PN.NIAGA.JKT.PST. JO NOMOR 01/PKPU/2005/PN.NIAGA.JKT.PST TENTANG PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

2 25 72

DESKRIPSI PENYELESAIAN KEPAILITAN MELALUI UPAYA PERDAMAIAN BERDASARKAN UU NO. 37 TAHUN 2004

0 5 10

ANALISIS HOMOLOGASI DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN (Studi Putusan No.59/Pdt.Sus-PKPU.PN.Niaga.Jkt.Pst)

0 0 9

HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PROSES PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TESIS

0 0 17

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 1 23

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT A. Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan - Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

0 1 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

0 0 20

BAB II KURATOR DALAM HUKUM KEPAILITAN A. Ketentuan Hukum Mengenai Kepailitan 1. Pengertian Pailit - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya I

0 0 47

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28