BAB II KURATOR DALAM HUKUM KEPAILITAN A. Ketentuan Hukum Mengenai Kepailitan 1. Pengertian Pailit - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya I

BAB II KURATOR DALAM HUKUM KEPAILITAN A. Ketentuan Hukum Mengenai Kepailitan

1. Pengertian Pailit

   Bila merujuk kepada berbagai macam literatur, maka kepailitan dapat

  diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan pailit. Istilah kepailitan berasal dari kata pailit. Istilah pailit dalam kamus bahasa Bahasa Indonesia berarti jatuh;

  

  bangkrut dan jatuh miskin. Dalam bahasa Belanda disebut dengan failliet, yang

  

  artinya pemogokan atau kemacetan pembayaran. Bahasa Perancis menggunakan

  

  istilah le failli artinya orang yang mogok atau berhenti membayar. Untuk arti

  

  yang sama di dalam bahsa Belanda dipergunakan istilah failliet. Istilah dalam bahasa Inggris disebut to fail artinya gagal. Adapun di negara-negara yang berbahasa

   Inggris, lebih dikenal istilah bankrupt dan bankruptcy.

  Menurut Black’s Law Dictionary, istilah bankrupt berarti intebted beyond the

  

  means of payment (berutang melebihi pembayaran). Dalam pengertian operasional, disebutkan sebagai a person who cannot meet current financial obligations; an 52 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. 1996), hal. 715. 53 54 Lihat A. Broers. Engels Woordenboek. (Batavia: Bij J.B.), hal. 230.

  Rahmadi Usman. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004), hal. 11. 55 Zainal Asikin. Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia. (Jakarta: PT.

  RajaGrafindo Persada. 2001), hal. 26. 56 57 Rahmadi Usman. Loc. Cit.

  Bryan A. Garner (ed.). Black’s Law Dictionary, eight edition. (St. Paul: West Publishing and

  

  insolvent person. Sedangkan kebangkrutan (bankruptcy) adalah a statutory procedure by which a (Insolvent) debtor obtains financial relief and undergoes a judicially supervised reorganization or liquidation of the debtor’s assets for the

  

  benefit of creditors. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa Bryan

  A. Garner menegaskan pengertian pailit sebagai ketidakmampuan untuk membayar atas utang-utang yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan, baik yang dilakukan secara suka rela oleh debitor sendiri ataupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor).

  Menurut Faillissements verordening (FV) Staatsblad 1905 Nomor 217 Jo. Staatblad Nomor 348 yang dimaksud dengan pailit adalah setiap berutang (debitor) yang ada dalam keadaan berhenti membayar baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berutang (kreditor) dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit. Perundang-undangan Indonesia tidak memberikan arti otentik tentang pailit atau kepailitan. Namun dalam Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Pernyataan pailit ini harus melalui proses pemeriksaan di pengadilan setelah memenuhi persyaratan di dalam 58 Ibid. pengajuan permohonannya.

  Ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang (disebut UUKPKPU) menyatakan bahwa ”kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini”.

  Esensi kepailitan dari pengertian tersebut menurut Rahayu Hartini secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitur baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu kreditur dinyatakan pailit mempunyai utang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak

  

  

  yang berwajib. Akan tetapi dikecualikan dari kepailitan adalah: a.

  Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan/jasa, upah pensiun, uang tunggu/uang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim pengawas.

  b.

  Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memnuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan (Pasal 213, 225,321 KUHPerdata).

  c.

  Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak nikmat hasil (seperti dimaksud dalam Pasal 311 KUHPerdata).

  d.

  Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit berdasarkan Pasal 318 KUHPerdata).

  Sejalan dengan pengertian dalam Pasal 1 ayat 1 tersebut di atas, Munir Fuady mengatakan: kepailitan atau bangkrut itu adalah suatu sitaaan umum atas seluruh 60 Rahayu Hartini. Hukum Kepailitan. (Malang: UMM Press. 2008), hal.6. harta debitor agar dicapainya perdamaian antara para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil diantara kreditor.

   Pembagian harta debitor

  tersebut adalah untuk kepentingan semua kreditor, hal ini senada dengan pendapat Adrian Sutedi yang menyatakan bahwa

  

  “kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur (orang-orang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang-orang berpiutang)”. Sementara itu, Sentosa Sembiring mengemukakan bahwa:

  

  “kepailitan memiliki makna ketidakmampuan pihak penghutang (debitor) untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak pemberi utang (kreditor) tepat pada waktu yang sudah ditentukan. Jika terjadi ketidakmampuan untuk membayar utang, maka salah satu solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh debitor maupun kreditor melalui pranata hukum kepailitan”. Kepailitan juga dapat diartikan dari sudut pandang bisnis seperti yang dikemukakan oleh Andriani Nurdin yakni:

  

  “kepailitan atau kebangkrutan adalah suatu keadaan keuangan yang memburuk untuk suatu perusahaan yang membawa akibat pada rendahnya kinerja untuk jangka waktu tertentu yang berkelanjutan, yang pada akhirnya menjadikan perusahaan tersebut kehilangan sumber daya dan dana yang dimiliki. Dalam teori keuangan, kesulitan keuangan (financial distress) ini dibedakan dalam beberapa kategori: a.

  Kegagalan ekonomi atau economic failure, dimana pendanaan perusahaan tidak dapat menutup biaya termasuk biaya modal. Badan usaha yang mengalami kegagalan ekonomi hanya dapat meneruskan kegiatannya sepanjang kreditor berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian di bawah tingkat bunga pasar.

  b.

  Kegagalan bisnis atau business failure, dimana perusahaan menghentikan kegiatannya dengan akibat kerugian bagi kreditor.

  c.

  Technical insolvency atau secara teknis sudah tidak solven, dimana perusahaan 62 Munir Fuady. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktik. (Bandung: Citra Aditya. 2000), hal.8. 63 Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2009), hal. 24. 64 Sentosa Sembiring. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Kepailitan. (Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2006), hal. 13. dinyatakan pailit apabila tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar utang yang jatuh waktu.

  d.

  Insolvency in Bankcruptcy, dimana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai asset perusahaan dan keadaan ini lebih parah dibandingkan dengan

  technical insolvency , yang dapat mengarah ke likuidasi.

  e.

  Kepailitan menurut hukum atau legal bankcruptcy yakni kepailitan yang dijatuhkan oleh pengadilan sesuai dengan undang-undang.

  Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepailitan adalah suatu keadaan hukum yang menjadi alternatif untuk memberikan jaminan kepada para kreditor dengan jalan mempailitkan debitor akibat tidak dapat melunasi utangnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU. Jadi pengertian tersebut bertujuan agar hasil penjualan semua harta kekayaan debitor dapat dibagi-bagi secara adil antara kreditornya dengan mengingat pemegang hak istimewa.

  Berdasarkan rumusan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU, jelaslah bahwa kepailitan atau pailit adalah suatu keadaan di mana seorang debitor tidak mampu melunasi utang-utangnya pada saat jatuh tempo. Ketentuan ‘tidak membayar lunas’ memiliki arti bahwa utang tidak dibayar lunas dan tuntas dari kewajiban yang seharusnya. Jika debitor hanya membayar sebagian dari kewajiban seharusnya, maka debitor masuk kategori ‘tidak membayar lunas’ karenanya memenuhi salah satu syarat

  

  untuk dimohonkan pailit. Pernyataan pailit ini tidak serta merta terjadi begitu saja ketika utang jatuh tempo, tetapi harus didahului dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri secara suka rela maupun atas permintaan seorang kreditor 66 M. Hadi Shubhan. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan. (Jakarta: atau lebih. Oleh sebab itu, selama seorang debitor belum dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka selama itu pula yang bersangkutan masih dianggap mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

  Sistem yang dipergunakan dalam perubahan UUKPKPU adalah tidak melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasal-pasal tertentu yang perlu diubah dan menambah berbagai ketentuan baru ke dalam undang-undang yang

  

  sudah ada. Pokok-pokok penyempurnaan tersebut meliputi antara lain: Pertama, penyempurnaan di sekitar syarat-syarat dan prosedur permintaan pernyataan kepailitan. Termasuk di dalamnya, pemberian kerangka waktu yang pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit.

  

Kedua , penyempurnaan pengaturan yang bersifat penambahan ketentuan

  tentang tindakan sementara yang dapat diambil oleh pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya oleh kreditor atas kekayaan debitor sebelum adanya putusan pernyataan pailit. Ketiga, peneguhan fungsi kurator dan penyempurnaan yang memungkinkan pemberian jasa-jasa tersebut di samping institusi yang selama ini telah dikenal, yaitu Balai Harta Peninggalan. Keempa t, penegasan upaya hukum yang dapat diambil terhadap putusan pernyataan kepailitan. Dalam UUKPKPU dikatakan bahwa untuk setiap putusan 67 Kartini Muljadi. “Perubahan pada Faillessmentverordening dan Perpu Nomor 1 Tahun 1998

  

jo. UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 1998 tentang perubahan atas

UU tentang kepalilitan menjadi UU” , makalah dalam Seminar Perkembangan Hukum Bisnis di pernyataan pailit, upaya hukum yang dapat diajukan hanyalah kasasi ke Mahkamah Agung.

  Kelima, dalam rangka kelancaran proses kepailitan dan pengamanan berbagai kepentingan secara adil, dalam rangka penyempurnaan ini juga ditegaskan adanya mekanisme penangguhan pelaksanaan hak kreditor dengan hak preferens, yang memegang hak tanggungan, hipotik, gadai atau agunan lainnya.

  Keenam, penyempurnaan dilakukan pula terhadap ketentuan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga UUKPKPU. Ketujuh, penegasan dan pembentukan peradilan khusus yang akan menyelesaikan masalah kepailitan secara umum. Lembaga ini disebut dengan

   Pengadilan Niaga, dengan hakim-hakim yang juga akan bertugas secara khusus.

  Kekhususan Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan adalah: a. Pengadilan ini tidak mengenal banding, sehingga jika ada pihak yang merasa tidak puas dapat mengajukan upaya hukum dengan cara kasasi ke Mahkamah agung.

  b.

  Jangka waktu proses pendaftaran, pemeriksaan dan penjatuhan putusan pada tingkat Pengadilan Niaga diatur secara tegas yaitu 30 hari.

   c.

  Jangka waktu kasasi di Mahkamah Agung maksimal 30 hari. 68 Pelaksanaan kepailitan dilihat dari hukum kepailitan memiliki tujuan dan

iakses tanggal 19 April 2014 jam 15.30 wib. fungsi. Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan bahwa tujuan dari hukum

  

  kepailitan adalah sebagai berikut:

  a. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan- tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapat bagian yang lebih banyak dari kreditor yang lemah.

  b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing kreditor tersebut. Di dalam hukum Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata.

  c. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari harta kekayaan debitor menjadi harta pailit. Sejalan dengan tujuan dari hukum kepailitan, Adrian Sutedi juga mengemukakan

  

  beberapa tujuan dari hukum kepailitan yakni: a.

  Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan- tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, akan terjadi 70 kreditor yang lebih kuat akan mendapat bagian yang lebih banyak dari

  Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto . (Jakarta: Pustaka Grafiti. 2002), hal.38.

  Undang-undang No.4 Tahun 1998 kreditor yang lemah.

  b.

  Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing kreditor tersebut. Di dalam hukum Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata.

  c.

  Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya.

  d.

  Hukum kepailitan Amerika Serikat memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum kepailitan Amerika, seorang debitur perorangan (individual debtor) akan dibebaskan dari utang-utangnya setelah selesainya tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya. Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikuidasi atau dijual oleh likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya kepada para kreditornya, debitur tersebut tidak lagi diwajibkan untuk melunasi utang-utang tersebut.

  e.

  Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk, sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi dan dinyatakan pailit oleh pengadilan.

  f.

  Memberikan kesempatan kepada debitur dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-utang debitur.

  Sementara untuk fungsi hukum kepailitan menurut Sutan Remy Sjahdeini

  

  sebagaimana dikutip oleh Bernard Nainggolan menyatakan bahwa: a.

  Sebelum harta kekayaan debitor dibenarkan oleh hukum untuk dijual dan kemudian dibagi-bagikan hasil penjualan tersebut kepada kreditornya, terlebih dahulu harta kekayaan debitor itu harus diletakkan oleh pengadilan di bawah sita umum (dilakukan penyitaan untuk kepentingan semua kreditornya dan bukan hanya untuk kreditor tertentu saja).

  b.

  Apabila harta kekayaan debitor tidak terlebih dahulu diletakkan di bawah sita umum sebelum dijual, yang akan terjadi adalah para kreditor akan saling mendahului untuk memperoleh pelunasan dari harta kekayaan debitor dengan sebutan menguasai dan menjual harta kekayaan debitor yang berhasil dikuasainya. Agar harta kekayaan debitor tersebut secara hukum dapat diletakkan di bawah sita umum, harus terlebih dahulu debitor dinyatakan pailit 72 oleh pengadilan.

  Bernard Nainggolan. Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor dan Pihak-pihak c.

  Undang-undang kepailitan mengatur bagaimana upaya perdamaian yang dapat ditempuh oleh debitor dengan para kreditornya, baik sebelum debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan maupun setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan.

  d.

  Undang-undang kepailitan mengatur bagaiamana caranya menentukan kebenaran mengenai adanya (eksistensi) suatu utang (tagihan) seorang kreditor, mengenai sahnya piutang (tagihan) tersebut dan mengenai jumlah yang pasti dari piutang (tagihan) tersebut, dengan kata lain melakukan pencocokan atau verifikasi piutang-piutang para kreditor.

   Hal senada juga dikemukakan oleh H. Man S. Sastrawidjaja bahwa “fungsi

  hukum kepailitan adalah untuk melindungi kepentingan baik debitor maupun kreditor, di mana perlindungan yang diberikan harus seimbang, tidak terlalu berat sebelah, baik kepada kreditor maupun kepada debitor”.

  Fungsi dan tujuan hukum tersebut perlu didukung oleh asas hukum khusus dalam kepailitan yaitu asas-asas hukum kepailitan. Asas-asas hukum kepailitan terdapat

  

  dalam UUKPKPU yakni:

  1. Asas Keseimbangan Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

  2. Asas Kelangsungan Usaha Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.

  3. Asas Keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang 73 berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang- H. Man S. Sastrawidjaja. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

  (Bandung: P.T. Alumni. 2006), hal.73. 74 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

  wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

  Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seharusnya diberlakukan keadaan diam (standstill) secara otomatis (berlaku demi hukum). Dengan kata lain mulai memberlakukan automatic standstill atau

  Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinyatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi. j.

  Proses kepailitan harus terbuka untuk umum. i.

  h.

  Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut.

  g.

  Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan. Lembaga hak jaminan harus dihormati oleh undang-undang.

  f.

  automatic stay sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan di pengadilan.

  e.

  4. Asas Integrasi Asas Integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

  Permohonan pernyataan pailit seharusnya hanya diajukan terhadap debitor yang insolvent, yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas.

  Putusan pernyataan pailit seharusnya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas d.

  c.

  Undang-undang kepailitaan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor, menjunjung keadilan dan memerhatikan kepentingan keduanya, meliputi segi-segi penting yang dinilai perlu untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang-piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif.

  b.

  Undang-undang kepailitan harus dapat mendorong gairah investasi asing, mendorong pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri.

  

a.

  Terkait dengan asas-asas hukum kepailitaan, Adrian Sutedi mengemukakan beberapa asas-asas hukum kepailitan yaitu:

  Undang-undang kepailitan mengatur kemungkinan utang debitur direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. k.

  Undang-undang kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan debitur. Sutan Remy Sjahdeini juga mengemukakan hal yang sama menyangkut asas- asas kepailitan sebagaimana dikutip oleh Bernard Nainggolan, di mana undang-undang kepailitan seyogianya memuat asas-asas:

  f.

  Undang-undang kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan debitur. Lebih lanjut menurut Bernard Nainggolan bahwa hanya enam dari sebelas asas yang disebutkan oleh Sjahdeini yang dapat disebut sebagai asas hukum kepailitan yakni:

  Undang-undang kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitur diupayakan direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. k.

  Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinyatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi. j.

  Proses kepailitan harus terbuka untuk umum. i.

  h.

  Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut.

  g.

  Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan.

  Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukan keadaan diam (standstill atau stay).

   a.

  e.

  Permohonan pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap debitor yang insolven, yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas.

  d.

  Putusan pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas.

  c.

  Undang-undang kepailitaan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor.

  b.

  Undang-undang kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing, mendorong pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri.

   76 Bernard Nainggolan. Op. Cit. hal. 66.

  1) Undang-undang kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor.

  2) Putusan pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas.

  3) Permohonan pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap debitor yang insolven, yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas.

  4) Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukan keadaan diam (standstill atau stay).

  5) Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan.

  6) Undang-undang kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitur diupayakan direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit.

  2. Par a Pihak dalam Pr oses Kepailitan Kepailitan merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu sama lain. Pihak-pihak tersebut terdiri dari: a.

  Pihak pemohon pailit.

  Pihak pemohon pailit adalah pihak yang mempunyai inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan. Menurut ketentuan UUKPKPU pihak yang dapat mengajukan kepailitan adalah pihak debitor sendiri, salah satu atau lebih pihak kreditor, pihak kejaksaan yang menyangkut dengan kepentingan umum, pihak Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank, Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) jika debitornya adalah suatu perusahaan efek, yaitu perusahaan yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara efek, dan/ atau manager investasi, sebagaimana yang dimaksud dalam perundang-undangan di bidang pasar modal. UUKPKPU dengan mengemukakan bahwa pihak-pihak yang mengajukan

  

  permohonan pailit, yaitu :

  1. Debitor sendiri; 2. Seorang atau beberapa orang kreditornya (Pasal 2 ayat (1).

  3. Kejaksaan untuk kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2).

  4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitornya adalah bank (Pasal 2 ayat (3).

  5. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian (Pasal 2 ayat (4)).

  6. Menteri Keuangan, dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara yang bergerak dalam kepentingan publik (Pasal 2 ayat (5)). Berdasarkan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit tersebut dapat diketahui bahwa debitor maupun kreditor dapat mengajukan permohonan pailit, di mana hal ini sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) UUKPKPU yang menyatakan bahwa “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa debitor yang ingin mengajukan permohonan pailit harus memenuhi syarat yakni memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu.

  Selanjutnya kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. Maksud kepentingan umum di sini adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau

  

  kepentingan masyarakat luas, misalnya:

  a. Debitor melarikan diri;

  b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;

  c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat; d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas; e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau f. dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum. Permohonan pailit lainnya terhadap bank sebagai debitor adalah Bank Indonesia. Hal ini ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (3) UUKPKPU yakni “dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia”.

  Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum,

   dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.

  Badan Pengawas Pasar Modal juga dapat mengajukan permohonan pailit apabila debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan 79 Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Nomor Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 80 Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) Undang-undang Nomor Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Hal ini sesuai dengan

  Pasal 2 Ayat (4) yang menyatakan bahwa “dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal”. Permohonan pailit terhadap Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan

   dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

  b.

  Pihak debitor pailit Pihak yang memohon/dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang.

  Adapun pihak yang dapat menjadi debitor pailit adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak dapat membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pihak debitor pailit atau pihak yang dapat dipailitkan adalah orang atau badan pribadi, debitor yang telah menikah, badan-badan hukum seperti perseroan terbatas, perusahaan negara, koperasi, perkumpulan-perkumpulan yang

   berstatus badan hukum misalnya yayasan serta harta warisan.

  c.

  Hakim Niaga pada Pengadilan Niaga. 81 Hakim niaga adalah hakim yang memeriksa dan mengadili serta memutus

  Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) Undang-undang Nomor Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 82 Rahayu Hartini. Penyelesaian Sengketa Kepaailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan

  perkara kepailitan dalam lingkungan Pengadilan Niaga. Perkara kepailitan diperiksa oleh Hakim Majelis Pengadilan Niaga. Pasal 1 ayat (7) UUKPKPU menyatakan “pengadilan adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan umum.” Pengadilan Niaga, yang merupakan bagian dari peradilan umum, mempunyai kompetensi untuk

  

  memeriksa perkara-perkara sebagai berikut:

  a. Perkara kepailiatan dan penundaan pembayaran, dan

  b. Perkara-perkara lainnya di bidang perniagaan yang telah ditetapkan dengan aturan pemerintah.

  Hakim-hakim yang bertugas di Pengadilan Niaga terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut : a. Hakim tetap, yaitu para hakim yang diangkat berdasarkan surat

  Keputusan Ketua Mahkamah Agung untuk menjadi hakim Pengadilan Niaga,

  b. Hakim Ad Hoc, yaitu merupakan hakim ahli yang diangkat khusus dengan suatu Keputusan Presiden untuk Pengadilan Niaga di tingkat pertama.

  Hukum acara yang berlaku bagi Pengadilan Niaga adalah hukum acara perdata yang berdasarkan HIR//RBg. Tetapi dalam undang-undang ditetapkan adanya pengecualian.

  d.

  Hakim Pengawas.

  Pasal 65 UUKPKPU menyatakan “Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit”. Untuk mengawasi 83 pelaksanaan pemberesan harta pailit, maka dalam keputusan kepailitan, oleh pengadilan harus diangkat seorang hakim pengawas di samping pengangkatan kuratornya. Dahulu, untuk hakim pengawas ini disebut dengan “Hakim Komisaris”.

  Selain mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit, hakim pengawas juga memberikan laporan atau pendapat kepada pengadilan Niaga sebelum Pengadilan Niaga memutuskan segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Ketetapan yang dibuat oleh hakim pengawas bukan bersifat final dan terhadap semua ketetapan yang dibuat oleh hakim pengawas dapat

   dimohonkan banding kepada Pengadilan Niaga kecuali untuk beberapa hal tertentu.

  Adanya laporan atau pendapat dari hakim pengawas tersebut maka sebelum pengadilan mengambil suatu keputusan mengenai pemberesan atau pengurusan harta pailit, pengadilan wajib terlebih dahulu mendengar pendapat hakim pengawas. Hal ini sesuai dengan Pasal 66 UUKPKPU yang menyatakan bahwa “Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit”. Adanya kata “wajib” berarti menunjukkan pentingnya eksistensi hakim pengawas yang ditunjuk oleh pengadilan untuk

   mengemban tugas tersebut.

  Tugas hakim pengawas adalah sebagai pengawas dan pendamping kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit (Pasal 65 UUKPKPU). Bagian 84 Andriani Nurdin. Op. Cit., hal. 235. yang terpenting dari tugas hakim pengawas adalah pengawasan atas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Selain itu hakim pengawas berhak untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar saksi-saksi ataupun untuk memerintahkan diadakannya penyelidikan oleh ahli-ahli. Saksi-saksi tersebut harus

  

  dipanggil atas nama hakim pengawas. Apabila saksi bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan yang menetapkan putusan pernyataan pailit, maka hakim pengawas dapat melimpahkan pemeriksaan saksi tersebut kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal saksi (Pasal 67 Ayat (4) UUKPKPU).

  Tugas dan kewenangan hakim pengawas menurut Rahayu Hartini adalah

  

  sebagai berikut: 1)

  Memimpin rapat verifikasi; 2)

  Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya; memberikan nasehat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaan tugas tersebut; 3)

  Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para kreditur; 4)

  Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim pengadilan niaga yang memutus perkara itu; 5)

  Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan sebagainya); 6)

  Memberikan ijin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian (meninggalkan tempat kediamannya).

  e.

  Kurator Peraturan kepailitan yang lama (Faillisementwet Verordening) menyebutkan hanya terdapat satu kurator dalam kepailitan yang ditetapkan oleh

  Pengadilan, yaitu Balai Harta Peninggalan (BHP). Setelah berlakunya UU No. 4 86 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Kepailitan. (Jakarta: PT.

  RajaGrafindo Persada. 1999), hal.73.

  Tahun 1998, BHP bukan lagi sebagai lembaga tunggal yang mengurus dan membereskan harta pailit. UU No. 4 Tahun 1998 menentukan bahwa yang menjadi kurator dalam kepailitan adalah: (1) Balai Harta Peninggalan; atau (2) Kurator lainnya. Adanya dua kurator dalam kepailitan ini tetap dipertahankan dengan keluarnya UUKPKPU.

  Syarat untuk dapat didaftar pada Kementerian Hukum dan HAM diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. M. 01. HT. 05. 10. Tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator. Syarat tersebut antara lain:

   a.

  Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia; b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik

  Indonesia; d. Sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi; e.

  Telah mengikuti pelatihan calon kurator dan pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi kurator dan pengurus bekerjasama dengan Departemen Hukum dan HAM RI; f. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana lima tahun atau lebih berdasarka putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; g. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga; h. Membayar biaya pendaftaran; dan i. Memiliki keahlian khusus.

  Kurator mulai bertugas sejak kepailitan diputuskan karena debitor tidak berhak lagi untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Kurator merupakan satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor

  

  maupun debitor pailit. Sutan Remy Sjahdeini mengutip dan telah menyetujui pendapat Andrew R. Keay dalam McPherson The Law of Company Liquidation, Fourth Edition, Sydney: LBC Information Service, 1999, P287. memberikan definisi mengenai Kurator sebagai berikut: “Kurator adalah perwakilan pengadilan dan dipercayai dengan mempertaruhkan reputasi pengadilan untuk

  

  melaksanakan kewajibannya dengan tidak memihak.”

3. Syar at-syar at Per nyataan Pailit

  Syarat pernyataan pailit pertama kali dimuat dalam Pasal 1 butir 1 Faillissements verordening (FV) yang menyatakan bahwa setiap berutang yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan hakim, baik atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seorang atau lebih para berpiutangnya, dinyatakan dalam keadaan pailit.

  Berdasarkan rumusan di atas, Faillissements verordening (FV) hanya mencantumkan satu syarat bagi dikabulkannya permohonan pernyataan pailit, yaitu debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya. Perumusan syarat ini menimbulkan kesulitan, terutama dari segi pembuktian kondisi

  

  debitor berhenti membayar. Prasyarat ini juga mengundang perdebatan di dalam permohonan pailit oleh pakar hukum kepailitan mengenai jumlah utang debitor untuk dapat dipailitkan. Hal-hal inilah yang kemudian menimbulkan kesulitan 89 90 Munir Fuady. Op. Cit. hal.117.

  Ibid . hal.37. dalam pemeriksaan permohonan pailit. Kelemahan tersebut kemudian berusaha dikoreksi dalam ketentuan undang-undang kepailitan dengan memberikan suatu kondisi prasyarat yang lebih jelas.

  Prasyarat dikabulkannya suatu permohonan pernyataan pailit diatur dalam

  Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU yang dikaitkan dengan Pasal 6 ayat (3) UUKPKPU yang menegaskan Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU, syarat pailit setidaknya ada dua yakni, pertama debitor mempunyai dua orang atau lebih kreditor. Ini berarti kalau debitor mempunyai seorang kreditor saja, maka tidak dapat menggunakan ketentuan kepailitan, kedua debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu atau dapat ditagih.

  Ketentuan pertama yang mensyaratkan debitor harus mempunyai lebih dari seorang kreditor selaras dengan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menentukan pembagian secara teratur semua harta pailit kepada para kreditornya, yang dilakukan

  

  berdasarkan prinsip pari passu pro rata parte. Dalam hal ini yang dipersyaratkan bukan berapa besar piutang yang mesti ditagih oleh seorang kreditor dari debitor yang bersangkutan, melainkan berapa banyak orang yang menjadi kreditor dari debitor 92 Pari passu artinya dengan gaya yang sama; pro rata artinya pembagian yang adil. Lihat yang bersangkutan. Disyaratkan bahwa debitor minimal mempunyai utang kepada dua

   orang kreditor.

  Adapun persyaratan kedua, yakni debitor dalam keadaan berhenti membayar atau tidak membayar utang, ketentuan undang-undang tidak merinci dan memberi penjelasan lebih lanjut. Dengan sendirinya, ukuran atau kriteria debitor yang berhenti membayar atau tidak membayar utang tersebut diserahkan kepada doktrin dan hakim.

  Dengan demikian maka, pernyataan pailit dapat dimohonkan oleh seorang debitor, salah seorang atau lebih kreditor, atau juga oleh Jaksa Penuntut Umum untuk kepentingan umum. Kemudian, jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU, menyatakan “ Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 angka (1) telah terpenuhi.

   Pembuktian secara sederhana ini lazim disebut sebagai pembuktian secara sumir.

  Senada dengan syarat kepailitan tersebut di atas, Adrian Sutedi memberikan

  

  beberapa syarat kepailitan dengan mengutip ketentuan dalam UUKPKPU yaitu: 1)

  Pailit ditetapkan apabila debitur yang mempunyai dua kreditor atau lebih tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo ( Pasal

  2 Ayat (1) UUKPKPU) 2)

  Paling sedikit harus ada dua kreditor (concursus creditorium) 3) Harus ada utang. 4) Syarat utang harus telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 5) Syarat cukup satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 6)

  Debitur harus dalam keadaan insolvent yaitu tidak membayar lebih dari 50 93 % (lima puluh persen) utang-utangnya. Debitur harus telah berada dalam 94 Rahmadi Usman. Op.Cit., hal. 15.

  Ibid., hal.16. keadaan berhenti membayar kepada para kreditornya, bukan sekadar tidak membayar kepada satu atau dua kreditornya saja. Bila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana. Dengan demikian, proses pemeriksaan permohonan kepailitan cukup dilakukan secara sederhana tanpa harus mengikuti atau terikat prosedur dan sistem pembuktian yang diatur di dalam KUH Acara Perdata. Oleh karena pemeriksaan permohonan kepailitan bersifat sederhana, sikap aktif dari hakim amatlah diharapkan. Hakim diharapkan sedapat mungkin bisa mendengarkan kedua belah pihak (debitor dan kreditor) secara seksama di muka persidangan serta berusaha mendamaikan keduanya. Dengan sikap seperti ini, jatuhnya putusan kepailitan pun dapat dihindari, ini akan menguntungkan kedua pihak, sebab sesungguhnya putusan

   kepailitan kurang dapat dipertanggungjawab-kan dan berlarut-larut.

  Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU mensyaratkan pembuktian sederhana dalam menentukan dikabulkan atau tidaknya suatu permohonan kepailitan. Namun undang-undang tidak memberikan penjelasan yang rinci mengenai bagaimana pembuktian sederhana dilakukan dalam memeriksa permohonan pailit, kecuali menyatakan bahwa pembuktian sederhana adalah pembuktian sumir pada umumnya. Seandainya kata ’sederhana’ merupakan lawan dari kata ’tidak sederhana’ maka UUKPKPU tidak menjawab sejauhmana batasan pembuktian sederhana itu. Hal ini membuka ruang diskresi yang lebar bagi para hakim dalam menafsirkan pengertian pembuktian sederhana dalam penyelesaian perkara pailit. Oleh karena waktu yang sempit, seringkali terjadi penolakan permohonan perkara pailit oleh Majelis Hakim dengan alasan perkara tersebut tidak dapat dibuktikan

   secara sederhana.

  Mahkamah Agung berusaha memberikan batasan pembuktian sederhana pada Rakernas yang diadakan September 2002. Komisi yang membahas permasalahan kepailitan berpendapat bahwa pemeriksaan perkara permohonan tidak mengenal adanya eksepsi, jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan, seperti yang berlaku dalam

   perkara gugatan (contentiosa) yang bersifat partai.

  Pada dasarnya, jenis penyelesaian perkara kepailitan adalah permohonan, dan pemeriksaannya bersifat sepihak. Seperti layaknya pemeriksaan permohonan, majelis hakim hanya bertugas memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan untuk dikabulkannya suatu permohonan dengan melakukan cross check dengan si pemohon atau pihak terkait. Bila ada bukti yang cukup dan otentik untuk menyatakan pailit, maka permohonan pernyataan pailit dapat dikabulkan. Dari ketentuan yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU, maka prasyarat dikabulkannya suatu permohonan pailit adalah apabila; (1) terdapat (minimal) dua kreditor; (2) terdapat (minimal) satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan (3) kedua hal di atas dapat dibuktikan secara sederhana. 97 98 Ibid, hal.148.

  Ibid. Eksepsi ialah bantahan tergugat atas gugatan yang belum menyangkut pokok perkara.Jawaban adalah bantahan tergugat atas gugatan yang sudah menyangkutpokok perkara. Replik

B. Prosedur Permohonan Pailit

  Proses permohonan dan putusan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 6 s/d

  Pasal 11 Undang-undang Kepailitan. Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Pemohon mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan niaga

  

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

9 92 121

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Kewenangan Kurator Dalam Meningkatkan Harta Pailit Debitur Dalam Hukum Kepailitan Indonesia

18 131 111

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum - Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

0 0 20

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT A. Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan - Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

0 1 30

BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN - Tanggung Jawab Kurator Secara Pribadi Atas Kesalahan Atau Kelalaiannya Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Yang Menyebabkan Kerugian

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 25

Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 14

Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 14

BAB II KURATOR DALAM HUKUM KEPAILITAN A. Ketentuan Hukum Mengenai Kepailitan 1. Pengertian Pailit - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya I

0 0 47