Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr) oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang,

TINJAUAN PUSTAKA

  Hasil Hutan Non Kayu (HHNK)

  Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, hasil hutan non kayu yang selanjutnya disingkat HHNK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Sihombing, 2011)

  Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non

  

Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. Hasil hutan

  non kayu (HHNK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan hasil hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).

  Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran (Permenhut, 2007).

  Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat hasil hutan non kayu (HHNK) dan jasa lingkungan, yang memberikan sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHNK tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHNK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa Negara (RPI, 2010).

  Klasifikasi Hasil Hutan Non Kayu

  Tidak ada standar yang dipakai dalam pengklasifikasian hasil hutan non kayu. Ada tiga contoh pengklasifikasian tipe produk yaitu:

1. Pancel (1993)

  Karet dan damar, bahan celup dan penyamak. Bahan celup bersal dari campuran berbagai macam tumbuhan, kulit kayu, daun dan buah. Penyemak berasal dari phenols yang dapat larut yang berasal dari bagian tumbuhan seperti kayu dan kulit kayu, tumbuhan yang dapat dimakan, bahan serat , obat-obatan, produk dari binatang

  2. Qwist-Hoffman (1998) Serat dan benang, produk yang dapat dimakan , berupa ekstrak dan cairan, tumbuhan obat-obatan, tumbuhan ornament/pohon hias, hasil dari binatang.

  3. Profounds (2001) Tumbuhan yang dapat dimakan: makanan, bambu, minyak, makanan ternak, tumbuhan lain yang dapat dikonsumsi, tumbuhan lain yang tidak dapat dikonsumsi. Tumbuhan yang tidak dapat dikonsumsi: rotan, bambu, aren, produk kayu, pohon hias, bahan kimia. Bahan obat-obatan: semua bahan obat-obatan (Baharudin dan Taskirawati, 2009).

  Aren (Arenga pinnata Meer)

  Aren (A. pinnata Merr) termasuk suku arecaceae (pinang-pinangan), merupakan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren sampai saat ini dikenal 3 jenis yaitu: 1.

  Aren dari (A. pinnata Merr) suku arecaceae, berikut adalah taksonomi Aren (A. pinnata Merr): Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta/Antophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales/Arecales/Spadiciflorae Famili : Palmae/Aracaceae Sub-famili : Caryotoidae Genus : Arenga

  Spesies : A. pinnata ( Soeseno, 1995).

  2. Aren gelora (Arenga undulatifolia) dari suku aracaceae. Aren jenis ini mempunyai batang tegak, pendek, dan ramping. Pangkal batang bertunas sehingga tanaman ini tampak berumpun. Daunnya tersusun teratur dalam satu bidang datar, sisi daunnya bercuping banyak dan bergelombang.

  3. Aren sagu (Arenga microcarpa) dari suku aracaceae. Aren sagu adalah suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat ramping dan berumpun banyak.

  Morfologi Tanaman Aren

  Aren merupakan jenis tanaman tahunan, berukuran besar, berbentuk pohon soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm tanaman aren dapat tumbuh mencapai tinggi dengan diameter batang sampai 65 cm dan tinggi 15 m bahkan mencapai 20 m dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang (Soeseno, 1992).

  Waktu pohon masih muda batang aren belum kelihatan karena tertutup oleh pangkal pelepah daun, ketika daun paling bawahnya sudah gugur, batangnya mulai kelihatan. Permukaan batang ditutupi oleh serat ijuk berwarna hitam yang berasal dari dasar tangkai daun (Ramadani et al., 2008).

  Aren mempunyai tajuk (kumpulan daun) yang rimbun. Daun aren muda selalu berdiri tegak di pucuk batang, daun muda yang masih tergulung lunak seperti kertas. Pelepah daun melebar di bagian pangkal dan menyempit ke arah pucuk. Susunan anak daun pada pelepah seperti duri-duri sirip ikan, sehingga daun aren disebut bersirip. Oleh karena pada ujungnya tidak berpasangan lagi daun aren disebut bersirip ganjil. Pada bagian pangkal pelepah daun diselimuti oleh ijuk yang berwarna hitam kelam dan dibagian atasnya berkumpul suatu massa yang mirip kapas yang berwarna coklat, sangat halus dan mudah terbakar (Lempang, 1996).

  Bunga aren berbentuk tandan dengan malai bunga yang menggantung. Bunga tersebut tumbuh pada ketiak-ketiak pelepah atau ruas-ruas batang bekas tempat tumbuh pelepah. Proses pembentukan bunga mula-mula muncul dari pucuk, kemudian disusul oleh tunas-tunas berikutnya ke arah bawah pohon. Dalam hal ini bunga aren tumbuh secara basiferal, yaitu bunga yang paling awal terletak di ujung batang, sedangkan bunga yang tumbuh belakangan terletak pada tunas berikutnya ke arah bawah. Tandan bunga yang ada di bagian atas terdiri dari bunga betina, sedangkan yang di bagian bawah, biasanya terdiri dari bunga jantan.

  Jadi pada satu pohon aren terdapat bunga jantan dan bunga betina, hanya saja berada pada tandan yang berbeda (Ramadani et al., 2008)

  Penyebaran dan Tempat Tumbuh Aren

  Tanaman aren ini menyebar luas di Indonesia, oleh sebab itu mempunyai nama daerah masing-masing, misalnya: bak juk (Aceh), ijuk (Gayo), pola atau paula (Karo), bagot atau agaton (Toba), bargot (Mandailing), peto (Nias), poula (Mentawai), kawung (Sunda), aren (Jawa, Madura), hano (Bali), kalotu (Sumba), maoke (flores), nau (Timur), seho (Manado) dan segeru (Maluku), (Muhaemin, 2012).

  Pada umumnya tanaman Aren tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh di tanah liat (berlempung), berkapur, dan berpasir. Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (ph tanah terlalu asam). Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan berproduksi pada daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 mdpl. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dan lebih dari 800 m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang memuaskan. Banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman aren. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun (Hatta, 1993).

  Manfaat Aren

  Berbagai jenis produk yang dipasarkan, yang bahan bakunya berasal dari pohon aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor semakin meningkat. Hampir semua bagian tanaman aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, baik bagian fisik (daun, batang, ijuk, akar, dan lain-lain.) maupun bagian produksinya (buah, nira dan pati atau tepung). Tanaman aren adalah salah satu jenis tumbuhan palmae yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi (Lempang, 1996).

  Aren mempunyai banyak manfaat bagi manusia, antara lain: dari kelopak bunga jantan dapat menghasilkan nira sebagai bahan untuk pembuatan gula aren dan minuman beralkohol (tuak), buahnya dapat dibuat kolang-kaling untuk campuran makanan/minuman, ijuk untuk resapan air, keset kaki, sapu dan atap rumah tradisional. Aren yang sudah berusia 15-20 tahun dapat menghasilkan nira sebanyak 8 liter tiap hari (Efendi, 2010).

  Potensi Aren

  Data tentang jumlah populasi tanaman aren di Indonesia hingga tahun 2010 belum ada, namun yang pasti tanaman ini tumbuh tersebar di berbagai pulau dan sebagian besar populasinya masih merupakan tumbuhan liar yang hidup subur dan tersebar secara alami pada berbagai tipe hutan. Areal hutan aren umumnya berada dalam kawasan hutan negara yang dikelola masyarakat secara turun temurun dan hanya sebagian kecil yang berada pada tanah milik (Lempang,1999).

  Inventarisasi

  Inventarisasi hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencanan pengelolaan sumber daya tersebut. Ruang lingkup inventarisasi hutan meliputi survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Inventarisasi hutan wajib dilaksanakan karena hasilnya digunakan sebagai bahan perencanan pengelolaan hutan agar diperoleh kelestarian hasil. Secara umum, inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna. Inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik lapangan serta kondisi sosial ekonomi dari areal kawasan hutan yang diinventarisasi (Arief, 2001).

  Kegiatan pengelolaan dan pengusahaan hutan harus berdasarkan pada prinsip kelestarian hutan (Suistanable Forest Management). Prinsip kelestarian hutan yang dimaksud adalah kelestarian fungsi produksi, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan tersebut harus menjamin keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan, fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan berbagai spesies asli beserta ekosistemnya dan kehidupan masyarakat setempat yang tergantung kepada hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan inventarisasi hutan sangat berperan dalam menyajikan informasi yang akurat tentang keadaan tegakan hutan, baik keadaan pohon-pohon maupun berbagai karakteristik areal tempat tumbuh. Informasi tersebut digunakan untuk menyusun perencanaan dalam pengelolaan hutan (Pamulardi, 1995).