Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

(1)

INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN ROTAN OLEH

MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

(Studi Kasus:Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

SKRIPSI

Oleh:

Iyen Eriana Naibaho 101201128 Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :“Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat

Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)”

Nama : Iyen Eriana Naibaho

NIM : 101201128

Program Studi : Kehutanan

Minat Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Irawati Azhar, S.Hut., M.Si

Ketua Anggota

Riswan, S.Hut., M.Si

Mengetahui:

Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D


(3)

ABSTRAK

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventarisasi dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli utara). Dibimbing Oleh: IRAWATI AZHAR S.Hut., M.Si dan RISWAN S.Hut., M.Si.

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai komersial yang tinggi dan keberadaannya cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara. Tetapi, belum ada penelitian tentang spesies rotan dan pemanfaatannya secara khusus di kawasan Hutan Batang Toru. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman spesies-spesies rotan dan pemanfaatannya di Hutan Batang Toru Blok Barat, Tapanuli Utara, di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2014. Spesies rotan yang dijumpai dicatat dan diidentifikasi berdasarkan kaarakteristik pelepah daun. Frekuensi setiap spesies rotan ditentukan berdasarkan kepadatan populasi setiap jenis pada dua ketinggian tempat. Metode yang digunakan adalah jalur berpetak yang dimana banyak tanaman rotan. Jalur yang dibuat sepanjang 100 m dengan ukuran lebar 20 m.

Potensi rotan dilokasi penelitian cukup tinggi dimana dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 9 spesies rotan. Sembilan spesies rotan tersebut tumbuh berumpun. Pada ketinggian 1000 mdpl spesies rotan yang ditemukan adalah Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, dan Calamus tetradactyllus.Sedangkan pada ketinggian 900 mdpl spesies rotan Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus tidak ditemukan pada ketinggian 900 mdpl. Keanekaragaman jenis di lokasi penelitian tergolong cukup tinggi. Pemanfaatan rotan oleh masyarakat sekitar hutan cukup tinggi.


(4)

ABSTRACT

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventory and Utilized of Rattan Species by People Around Forest (Case Study: Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, Tapanuli Utara Regency). Under the supervision of IRAWATI AZHARS.Hut., M.Si and RISWAN S.Hut., M.Si.

Rattans is non wood forest product has a high comercial value and high growing in North Sumatera. But, the research about inventory and utilized especially in Batang Toru Forest not yet. The research was purposed to obtain information about the diversity and utilization of rattans species in the Batang Toru Forest West Block, North Tapanuli, in North Sumatera. The research was done in April-Mei 2014. Species rattan which were found in the study area were identified based on charactheristics leafheath morphologies. Frequencies of each rattan species was calculated based on population density of each species at two levels of elevations. Method was use on this research is a line sampling method. A total of 500 plots of 20x10 m were laid on the study area in different elevation.

The potencial of rattans that found in around study area is high, the result from research was found that 9 species. Nine species of rattan found grew in clumps. Species rattan was found in 1000m above sea level was Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, and Calamus tetradactyllus. In 900m above sea level Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus was not found. The diversity species in study area is high. The utilization of rattan by forest communities is high.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 29 Desember 1992 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara, dari Ayah bernama Makmur Naibaho dan Ibu bernama Tiromli Manurung.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar di SD INPRES 176380 Tuk-Tuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Samosir, Sumatera Utara pada tahun 1998 dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Simanindo, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Simanindo, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima dan terdaftar di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada semester VII tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa minat Teknologi Hasil Hutan.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Pendidikan TAHURA Bukit Barisan Kabupaten Karo pada tahun 2012 yang dilaksanakan selama 10 hari. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Sumalindo Hutani Jaya dan PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur pada tahun 2014 yang berlangsung selama 1 bulan.

Selama kuliah penulis merupakan anggota di organisasi kemahasiswaan di Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan penulis juga aktif di UKM Kebaktian Mahasiswa Kristen USU pada Tahun 2010.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Judul dari penelitian ini adalah “Inventarisasi Dan Pemanfaatan RotanOleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok BaratKecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)” dan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis rotan sehingga dapat memberikan masukan bagi pihak yang memerlukan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Orangtua penulis Bapak M. Naibaho dan Ibu T. Manurung beserta saudara saya Dina, Ruth, Imelda, Octavia, Daniel, dan Efrina yang telah memberi dukungan materi dan doanya kepada penulis.

2. Ibu Irawati Azhar, S.Hut., M.Si dan Bapak Rizwan, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

3. Ibu Siti Latifah S.Hut., M. Si., Ph.D selaku Ketua Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara beserta dosen pengajar.

4. Jotmer Sitompul selaku Sekretaris Desa Banuaji IV dan Hotben Siregar serta seluruh masyarakat desa Banuaji I, IV, Desa Simate-mate yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di Desa Banuaji.

5. Teman-teman selaku tim penelitian Eko Rumondang Marbun, Ijon Saragih, dan Donna Christy Pandiangan yang telah membantu dan bekerjasama selama melaksanakan penelitian.


(7)

6. Kelompok Tumbuh Bersama BOC Ka Line, Ribka Clara Sitorus, Safrina Lumbangaol, dan Riki Siallagan yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis selama mengerjakan skripsi.

7. Ferry Aulia R, Esty Nidianty, serta rekan-rekan Kehutanan 2010 atas semangat dan bantuannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Batang Toru ... 4

Luas, Topografi dan Letak Geografis ... 5

Kondisi Umum Kecamatan adiankoting ... 5

Inventarisasi Rotan ... 6

Deskripsi Rotan Secara Umum ... 7

Batang ... 7

Daun ... 8

Bunga ... 8

Buah ... 9

Akar ... 9

Rotan Sumatera Utara ... 9

Tempat Tumbuh Rotan ... 10

Asal dan Penyebaran Rotan ... 11

Iklim ... 11

Tinggi Tempat Dari Permukaan Laut (dpl)... 11

Potensi Rotan ... 12

Manfaat Rotan ... 13 METODE PENELITIAN


(9)

Alat dan Bahan Penelitian ... 15

Prosedur Penelitian ... 16

Pengumpulan Data ... 16

Penentuan Responden ... 17

Teknik Pengambilan Data ... 18

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Spesies Rotan ... 22

Kelimpahan Populasi Spesies Rotan ... 25

Potensi Rotan ... 29

Deskripsi Spesies Rotan ... 32

Persepsi Masyarakat Terhadap Rotan ... 48

Pemanfaatan Rotan ... 50

Jenis Rotan Yang Dimanfaatkan dan Bentuk Pemanfaatan Rotan .. 53

Sistem Pemanenan Rotan ... 61

Pengolahan Rotan Secara Sederhana ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 67

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian di hutan Batang Toru Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. ... 15

2. Posisi jalur berpetak (Line plot sampling) dalam inventarisasi Rotan ... ... 19

3. Peta Titik Sebaran Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. ... 25

4. Potensi Jumlah Rumpun Berdasarkan Klasifikasi Rotan Pada Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. ... 30

5. Hotang Buar-Buar (Calamus scipionum Loureiro) ... 33

6. Hotang Pulogos (Calamus trachycoleus Beccari) ... 35

7. Hotang Mallo (Khortalsia echinometra Becc.) ... 36

8. Hotang Dokkan (Plectocomiopsis geminiflora (Griff). Beccari) ... 37

9. Hotang Dekke (Calamus tetradactylus Hance) ... 39

10. Hotang Hotari (Calamus caesius Blume) ... 40

11. Hotang Pahu (Calamus exilis Griffith) ... 43

12. Hotang Maranak (Calamus ornatus Blume) ... 45

13. Hotang Bas-bason (Daemonorops hystrix Griff.) ... 46

14. Produk rotan yang dikenal masyarakat sebagai Bubuh ... 54

15. Produk Rotan yang dikenal Masyarakat dengan sebutan Keranjang ... 55

16. Produk Rotan yang dikenal Masyarakat dengan sebutan Hirang .... 55

17. Produk Rotan yang digunakan Penyekat Dinding ... 56

18. Produk Rotan yang digunakan sebagai Pemukul Tilam ... 56


(11)

20. Produk Rotan yang digunakan untuk Menjemur

Kacang (tampak bawahnya). ... 58

21. Produk Rotan yang dikenal dengan Keranjang Plastik ... 58

22. Produk Rotan yang digunakan sebagai Sangkar Burung ... 59

23. Produk Rotan yang digunakan sebagi Sendok Dasar Nasi ... ... 59

24. Produk Rotan yang digunakan sebagai Tas ... 60

25. Produk Rotan yang digunakan sebagai Sapu ... 61

26. Alat pemanenan rotan ... 63

27. Alat pengolahan rotan ... 65

28. Produk rotan ... 66


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan ... 14 2. Daftar spesies rotan pada kawasan Hutan Batang Toru Blok

Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

Utara ... 22 3. Kerapatan Relatif (%) spesies rotan berdasarkan jumlah batang

per hektar di 2 ketinggian tempat ... 26 4. Frekuensi Relatif (%) masing-masing spesies rotan di 2

Ketinggian tempat ... 27 5. Indeks Nilai Penting (%) setiap spesies rotan di 2 ketinggian

Tempat ... 27 6. Indeks Keanekaragaman (H’) spesies rotan di 2 ketinggian

tempat di Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 29 7. Jenis-jenis Rotan yang dimanfaatkan dan Bentuk Pemanfaatannya

Oleh Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 53


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisioner Penelitian Pemanfaatan Rotan oleh Masyarakat Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting

Kabupaten Tapanuli Utara ... 70 2. Kuisioner untuk Responden Umum ... 73 3. Karakteristik Responden di kawasan Hutan Batang Toru

Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

Utara ... 75 4. Responden yang memanfaatkan rotan di kawasan Hutan

Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting,

Kabupaten Tapanuli Utara ... 77 5. Analisis Data dan Jenis Rotan pada Ketinggian 900 m dpl ... 80 6. Analisis Data dan Jenis Rotan pada Ketinggian 1000 mdpl ... 81 7. Foto Landscape Hutan Batang Toru Blok Barat,

Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 82 8. Titik Koordinat Rotan di Hutan Batang Toru

Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten

Tapanuli Utara ... 83


(14)

ABSTRAK

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventarisasi dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli utara). Dibimbing Oleh: IRAWATI AZHAR S.Hut., M.Si dan RISWAN S.Hut., M.Si.

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai komersial yang tinggi dan keberadaannya cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara. Tetapi, belum ada penelitian tentang spesies rotan dan pemanfaatannya secara khusus di kawasan Hutan Batang Toru. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman spesies-spesies rotan dan pemanfaatannya di Hutan Batang Toru Blok Barat, Tapanuli Utara, di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2014. Spesies rotan yang dijumpai dicatat dan diidentifikasi berdasarkan kaarakteristik pelepah daun. Frekuensi setiap spesies rotan ditentukan berdasarkan kepadatan populasi setiap jenis pada dua ketinggian tempat. Metode yang digunakan adalah jalur berpetak yang dimana banyak tanaman rotan. Jalur yang dibuat sepanjang 100 m dengan ukuran lebar 20 m.

Potensi rotan dilokasi penelitian cukup tinggi dimana dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 9 spesies rotan. Sembilan spesies rotan tersebut tumbuh berumpun. Pada ketinggian 1000 mdpl spesies rotan yang ditemukan adalah Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, dan Calamus tetradactyllus.Sedangkan pada ketinggian 900 mdpl spesies rotan Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus tidak ditemukan pada ketinggian 900 mdpl. Keanekaragaman jenis di lokasi penelitian tergolong cukup tinggi. Pemanfaatan rotan oleh masyarakat sekitar hutan cukup tinggi.


(15)

ABSTRACT

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventory and Utilized of Rattan Species by People Around Forest (Case Study: Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, Tapanuli Utara Regency). Under the supervision of IRAWATI AZHARS.Hut., M.Si and RISWAN S.Hut., M.Si.

Rattans is non wood forest product has a high comercial value and high growing in North Sumatera. But, the research about inventory and utilized especially in Batang Toru Forest not yet. The research was purposed to obtain information about the diversity and utilization of rattans species in the Batang Toru Forest West Block, North Tapanuli, in North Sumatera. The research was done in April-Mei 2014. Species rattan which were found in the study area were identified based on charactheristics leafheath morphologies. Frequencies of each rattan species was calculated based on population density of each species at two levels of elevations. Method was use on this research is a line sampling method. A total of 500 plots of 20x10 m were laid on the study area in different elevation.

The potencial of rattans that found in around study area is high, the result from research was found that 9 species. Nine species of rattan found grew in clumps. Species rattan was found in 1000m above sea level was Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, and Calamus tetradactyllus. In 900m above sea level Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus was not found. The diversity species in study area is high. The utilization of rattan by forest communities is high.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber plasma nutfah yangmemiliki potensi untuk memenuhi berbagaikebutuhan manusia seperti papan, panganhingga obat-obatan. Saat ini hampir semuamanusia tergantung pada hutan, baik untukmengambil manfaatnya secara langsung maupuntidak langsung.Salah satu manfaat yang diambil langsung dari hutan adalah hasil hutan bukan kayu seperti hewanburuan, madu, tumbuhan pangan, tumbuhanobat, dan juga tumbuhan untuk pembuatankerajinan tradisional seperti anyaman. Salah satusumber hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkanoleh masyarakat adalah spesies-spesies rotanyang banyak digunakan baik sebagai bahananyaman, keperluan tali temali maupun untukdijadikan bahan sayuran (Jumiati, dkk, 2012).

Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan turunannya (timber product) dan hasil hutan bukan kayu (non-timber product) yang meliputi berbagai macam produk seperti rotan, gondorukem, damar, terpentin dan sebagainya. Hasil hutan berupa kayu akhir-akhir ini tidak dapat diandalkan lagi sebagai sumber pendapatan negara terbesar, sejalan dengan berbagai permasalahan dan krisis pada sektor kehutanan. Kondisi tersebut menyadarkan pemerintah untuk dapat meningkatkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Salah satunya yang mempunyai potensi cukup besar adalah hasil hutan bukan kayu berupa rotan. Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki peranan cukup besar bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dan juga sebagai sumber devisa bagi negara. Hal ini terlihat dari permintaan akan rotan yang terus meningkat baik


(17)

dapat dibuat dari bahan baku rotan dan telah diekspor dan memberikan kontribusi secara nyata kepada negara (Darusman, 2001).

Rotan merupakan salah satu tumbuhanhutan yang mempunyai nilai komersil cukuptinggi, selain itu sebagai sumber devisanegara yang pemanfaatannya banyakmelibatkan petani dan menjadi sumberkehidupan masyarakat di sekitarnya. Untukitu, rotan sebagai salah satuspesies flora perlu dikembangkandalam rangka meningkatkan pelestarian,pemanfaatan, dan konservasi sumber genetiknya (Kalima, dkk, 2010).

Terbatasnya penelitian rotan di habitat alam terutama penelitian dari aspek ekologi dan budidaya menyebabkan rendahnya perhatian terhadap kelestarian rotan alam. Hutan Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara merupakan hutan alam yang dimana sampai saat ini belum pernah dilakukan inventarisasi terhadap jenis-jenis rotan di hutan tersebut. Masyarakat sekitar Hutan Batang Toru Tapanuli Utara telah memanfaatkan rotan namun tidak secara optimal karena kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai hasil hutan bukan kayu jenis rotan yang terdapat di hutan tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian di daerah Hutan Batang Toru bagian Tapanuli Utara tersebut.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui jenis-jenis hasil hutan bukan kayu jenis rotan yang terdapat di Hutan Batang Toru khususnya Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.


(18)

2. Mengetahui manfaat hasil hutan bukan kayu jenis rotan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Hutan Batang Toru di Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat maupun dinas terkait seperti Dinas Kehutanan tentang potensi Hasil Hutan Bukan Kayu khususnya rotan di Hutan Batang Toru di Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Batang Toru

Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur, secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01° 27’ Lintang Utara. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan dengan luas hutan di masing-masing kabupaten sebagai berikut:

• Kabupaten Tapanuli Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk

kedalam daerah Tapanuli Utara adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas hutan. Air dari hutan Batang Toru di Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di lembah Sarulla dan hulunya dari DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di Tapanuli Utara. Pegunungan yang paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli Utara (Dolok Saut 1.802 m dpl)

• Kabupaten Tapanuli Tengah: hutan Batang Toru yang termasuk daerah

Tapanuli Tengah adalah seluas 15.492 ha atau 11,4% dari luas hutan. Kawasan hutan Batang Toru di Tapanuli Tengah merupakan daerah tangkapan air bagi PLTA Sipansihaporas. Areal sekitar Sipansihaporas merupakan hutan ditebing kapur yang sangat indah dengan banyak air terjun. Hulu DAS Garoga dan DAS Tapus berada di Tapanuli Tengah. Kawasan Bukit Anugerah yang sedang dibangun untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata Tapanuli Tengah, berada di tepi hutan Batang Toru.

• Kabupaten Tapanuli Selatan: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk ke


(20)

hutan. Air dari sungai Batang Toru dan Aek Garoga menjadi penting untuk perkebunan luas yang berada di daerah hilir.

(YEL, 2007).

Luas, Topografi dan Letak Geografis

Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam. Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803 m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang disiapkan usulan perubahan status untuk menjadikan hutan Batang Toru sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli (YEL, 2007).

Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting

Adiankoting dalam Angka (2012),secara geografis kecamatan Adiankoting terletak pada koordinat 98o50’21,37’’ BT – 01o58’40,02’’ Lintang Utara. Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan 502, 90 Km2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut :

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung.


(21)

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu

Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli, Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi kemenyan 524,07 ton/tahun (Adiankoting dalam Angka, 2012).

Inventarisasi Rotan

Pemanfaatan secara lestari rotan alam dapat dilakukan melalui perencanaan yang baik dengan mendasarkan pada informasi mengenai habitat, populasi, potensi, dan persebarannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Informasi tersebut merupakan data dasar yang dapat ditindaklanjuti dengan melakukan seleksi jenis, diikuti dengan penelitian, terutama yang berkaitan dengan fenologi dan silvikultur. Rangkaian kegiatan tersebut selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk budidaya secara komersial dalam skala besar untuk menjamin keberadaan rotan alam (Witono, dkk, 2003).

Rotan umumnya tumbuh secara alami, menyebar mulai daerah pantai hingga pegunungan, pada elevasi 0 - 2900 m di atas permukaan laut, secara ekologis rotan tumbuh dengan subur di berbagai tempat, baik dataran rendah maupun agak tinggi, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai (Kalima, 2008).

Tanaman rotan secara umum tumbuh berumpun dan mengelompok sehingga umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap panen juga berbeda. Oleh


(22)

karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara pemilihan atau tebang pilih, maksudnya rotan yang telah masak tebang saja yang dipungut. Ciri-ciri rotan yang telah siap panen pada rotan yang tumbuh secara alami maupun rotan dibudidayakan, yaitu daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman, sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan batang telah berwarna hijau (Januminro 2000).

Deskripsi Rotan Secara Umum

Secara umum taksonomi rotan dalam dunia tumbuh-tumbuhan menurut Januminro (2000) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Spacadiciflorae Family : Arecaceae

Batang

Menurut Rusmiati (1996) panjang batang rotan sangat bervariasi, tergantung jenis maupun individunya. Selanjutnya diterangkan bahwa jenis-jenis rotan digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan panjang ruas: ruas sangat pendek (0-10 cm); ruas pendek (10-20 cm); misalnya rotan udang, ruas, sit, dalun; ruas sedang (20-30 cm) misalnya rotan ayas, katok sega, denan; ruas rotan sangat panjang (40 cm ke atas). Diameter batang rotan secara umum akan sangat bergantung pada jenisnya.Batang rotan membulat dan beruas-ruas dimana pada tingkat pertumbuhan vegetatif, panjang ruas batang relatif pendek, namun pada


(23)

pertumbuhan selanjutnya panjang ruas akan mewakili ukuran yang relatif sama. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku.

Rotan ada yang berbatang tunggal dan ada yang berbatang lebih dari satu membentuk rumpun. Ciri ini sangat stabil untuk satu jenis. Dari segi ekonomisnya, ciri ini dapat dipakai sebagai dasar penentuan jenis mana yang dapat dipanen satu kali dan jenis yang dapat dipanen berulang. Permukaan batang rotan ada yang halus dan ada yang kasar. Ciri ini juga dapat membedakan antar jenis (Maturbongs, 1994).

Daun

Tumbuhan rotan berdaun majemuk, dimana duduk daun berada pada pelepah menyelimuti permukaan batang, anak daun yang tumbuh pada ibu tulang daun (Costa) sesuai dengan jenisnya dijumpai duduk sejajar, berseling atau dengan 2-4 helai daun berseling, arah ke ujung bila mencapai ketinggian/panjang batang sekitar 2-3 meter akan termodifikasi menjadi duri-duri pendek (cirrus). Pelepah daun yang duduk pada buku menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai penguat mengaitkan. Ukuran panjang daun dan anak daun setiap jenis berbeda-beda demikian pula bentuknya (Sumarna, 1991).

Bunga

Menurut (Alrasyid dan Dali, 1986) pada umunya rotan termasuk jenis berumah dua kecuali jenis dari genus Korthalsia. Kedudukan bunga pada batang


(24)

ada yang lateral dan terminal. Tipe pembungaannya ada dua yaitu Pleomatik dan Hapaxantik.

Buah

Kulit buah rotan bersisik halus hingga kasar. Daging buah dibungkus oleh selaput mesicarp. Rasa daging buah disukai oleh beberapa jenis satwaliar, seperti tupai, kelelawar dan lain-lain. Buah rotan pada waktu muda berwarna hijau, setelah tua berwarna kecoklatan hingga coklat kehitaman. Umumnya berbentuk bulat dan berbiji tunggal. Bentuk, warna, ukuran, dan jumlah sisik buah sering digunakan dalam menjelaskan pebedaan antara jenis rotan (Bless, 2011).

Akar

Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).

Rotan Sumatera Utara

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Propinsi Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan (Calamus sp) sebagai salah satu komoditas yang berguna, dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa taksiran potensi produksi rotan di wilayah Propinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun dengan luas kawasan mencapai 482.000 ha. Rotan yang dimanfaatkan secara komersil hanya 6 jenis yaitu :


(25)

1. Rotan manau (Calamus manan) 2. Rotan semambo (C. sciopionum) 3. Rotan sega (C. caesus)

4. Rotan getah (C. scipionum) 5. Rotan batu (C. dipenhorstii) 6. Rotan cacing (C. javensis) Tempat Tumbuh Rotan

Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000 mm-4000 mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24 oC-30 oC. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon (Januminro, 2000).

Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Pada umunya rotan tumbuh secara alami dari daerah pantai hingga pegunungan, pada ketinggian 0-2900 meter dpl pada jenis tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan dan semakin sedikit di daerah berbatu kapur dan juga semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan (Bless, 2011).


(26)

Asal dan Penyebaran Rotan

Penyebaran rotan di Indonesia meliputi: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan Pulau Papua (Rombe, 1986).

Rotan di dunia dikenal dalam 13 genera dan diperkirakan terdiri dari kurang lebih dari 600 jenis. Ketiga belas genera tersebut antara lain: Calamus, Daemonorops, Eremospatha, Korthalsia, Pongonatum, Ceratolobus, Retispatha, Plectocomia, Plectocomiopsis, Mirialepsis, Colospataha, Oncocalamus, dan Bedjudia (Dransfield, 1996).

Iklim

Tumbuhan rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2.000 mm - 4.000 mm per tahun menurut tipe iklim Schmid dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 240 C - 300 C. Persyaratan iklim masing-masing jenis rotan berbeda mulai dari beriklim basah (tipe A dan B menurut Schmid dan Ferguson) cocok unutk rotan irit, taman/sega, manau sampai agak kering (tipe C dan D) cocok untuk tumbuhnya rotan semambu (Djaswadi, 1986 dalam Maturbongs, 1988).

Tinggi Tempat Dari Permukaan Laut(dpl)

Berdasarkan keringgian tempat utmbuh dari permukaan laut, tempat tumbuh rotan secara umum dibedakan sebagai berikut (Dransfield, 1996):

− Jenis rotan yang tumbuh di dataran rendah di atas 300 meter dpl di Jawa :


(27)

viminalis, Calamus muricatu, Ceratolobus glaucescens, Daemonorops hystrix dan Korthalsia teymanii.

− Jenis yang tumbuh di dataran rendah di atas 800 meter dpl di Jawa: Calamus ornatus, Calamus burckianus, Calamus reinwardtii, Daemonorops rubra. − Jenis yang tumbuh di bukit pada ketinggian 500 meter sampai 1400 meter dpl:

Calamus asperimus, Calamus adspersus, Calamus ciliaris, Calamus spectabilis, Calamus heteroideus, Calamus rhomboideus,Daemonorops spp, Daemonorops oblonga, Ceratolobus concolor dan Korthalsia junghunii.

− Jenis yang tumbuh pada ketinggian 0-1800 meter dpl: Plectocomia elongata, Calamus javensis, Daemonorops melanochaetes.

Potensi Rotan

Indonesia menghasilkan lebih dari 75% pasokan rotan dunia. Rotan menghasilkan devisa lebih banyak dibandingkan hasil hutan lainnya kecuali kayu gelondongan. Volume ekspor rotan Propinsi Sumatra Utara pada tahun 2008 adalah 660,95 ton atau setara dengan US $ 1.840.000,-. Terhitung sejak tahun 1992 volume rata-rata perdagangan rotan Indonesia adalah 87.770 ton per tahun atau setara US $ 292.000.000,- (Dishut Prov. Sumatra Utara, 2008).

Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga propinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah Kalimantan Tengah (75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%) (Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, 2004). Ada beberapa kabupaten di Propinsi Sumatra Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan mencapai 672.620 ton per tahun, diantaranya adalah Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli


(28)

Tengah, Langkat, dan Mandailing Natal. Luas kawasan yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Manfaat Rotan

Bagian dari tanaman rotan yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian batangnya, terutama batang yang sudah tua. Batang rotan yang sudah tua umumnya dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Disamping bagian batang, bagian lain seperti akar, buah, dan getah dari beberapa jenis rotan juga dapat dimanfaatkan. Akar dan buah rotan digunakan sebagai bahan obat tradisional. Sementara getahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan industri farmasi. Tabel 2 menyajikan pemanfaatan dari beberapa jenis rotan. Setiap batang rotan juga memiliki kegunaan yang beragam, tergantung pada jenis hasil olahan, diantaranya:

1. Kulit rotan (peel) dimanfaatkan untuk berbagai jenis anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang, dan sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan didasarkan pada warna, elastisitas/ kekuatan, dan kelurusan bukunya.

2. Hati rotan dimanfaatkan untuk berbagai bahan pembuatan keranjang dan tali pengikat. Penggunaanya didasarkan pada elastisitas, tingkat keawetannya, kehalusan hasil serutan, dan ada tidaknya cacat.

3. Limbah kulit dan hati rotan dimanfaatkan untuk keperluan industri petasan, pengisian jok mobil/ kursi, dan lainnya.


(29)

Tabel 1. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan

Jenis Rotan Pemanfaatan

Tohiti

Umbul

Datu

Tarampu, Tanah

Taman, Irit, Cincin, Pulut Merah, Pulut Putih, Pulut Hijau, Manau, Batang

Sabutan, Ahas, Danan

Bahan mebel, penahan pasir di gurun pasir, sandaran kapal, pengisi batang sepeda, batang sapu lantai, pengganti kerangka baja, dan lainnya.

Bahan anyaman untuk pembuatan keranjang.

Bahan anyaman untuk pembuatan keranjang dan bahan pembuatan kursi. Bahan baku mebel.

Bahan kursi antik dan tali pengikat yang paling baik, bahan baku lampit rotan, tirai, dan lainnya.

Bahan baku mebel yang tidak dilekuk maupun dilekuk.

Bahan pembuatan alat penangkap ikan, pengikat rakit, dan lainnya.


(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2014. Lokasi penelitian dilakukan di Hutan Batang Toru Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di hutan Batang Toru Kecamatan Adiankoting,Kabupaten Tapanuli Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalahcamera digital, parang, kompas, Global Positioning System (GPS), patok kayu, pita ukur dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelititan ini adalah tanaman-tanaman rotan yang tumbuh di hutan alam, tali rafia, tally sheet, kuisioner, peta wilayah penelitian dokumen lain yang berhubungan dengan lokasi penelitian dan buku identifikasi rotan.


(31)

Prosedur Penelitian Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara berdasarkan pertanyaan pada kuisioner yang telah disiapkan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner dengan responden dianalisis secara deskriptif dan tabulasi. Adapun tujuan lainnya adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pemanfaatan rotan di lokasi tempat dilaksanakan penelitian. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan responden berdasarkan kuisoner yang telah disiapkan, dan observasi langsung dilapangan untuk mengumpulkan sampel tanaman rotan yang dimanfaatkan masyarakat.

Data primer merupakan hasil observasi dan wawancara terhadap responden di lapangan yang meliputi jenis-jenis hasil hutan bukan kayu khususnya rotan (nama ilmiah, nama lokal dan klasifikasinya) yang belum dimanfaatkan (tujuan pengambilan, bagian yang dimanfaatkan, cara pengolahan, lokasi pengambilan), jumlah dan frekuensi pengambilan dari hutan tersebut oleh masyarakat sekitar Hutan Batang Toru dan informasi sosial budaya masyarakat sekitar.

Data Primer yang dikumpulkan meliputi: 1. Informasi Pemanfaatan Rotan

Informasi ini menyangkut rotan yang dimanfaatkan masyarakat pada hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara meliputi nama lokal dan ilmiahnya serta bagian tumbuhan yang dimanfaatkan.


(32)

2. Informasi Sosiokultur

Data yang dikumpulkan meliputi identitas responden yaitu nama, umur,jenis kelamin, mata pencaharian, struktur sosial, serta pendidikan.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah yang meliputi letak, batas, dan luas wilayah, iklim, topografi, serta flora dan fauna. Keadaan sosial ekonomi yang meliputi pemerintahan, jumlah penduduk, sarana dan prasarana, serta peta lokasi yang diperoleh dari kantor distrik maupun instansi terkait yang dilakukan melalui studi literatur.

Penentuan responden

Penentuan responden dibagi menjadi 2 bagian yaitu responden umum dan responden kunci.

• Responden umum pada penelitian ini adalah masyarakat sekitar hutan Batang

Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara yang mengetahui jenis-jenis rotan dan memanfaatkan tumbuhan rotan.

• Responden kunci adalah kepala kampung, kepala suku, tokoh agama dan tokoh

masyarakat lainnya. Penentuan responden kunci dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Usman dan Purnomo, 2001) melalui wawancara dan kuisioner secara langsung kepada masyarakat.

Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

1. Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga, maka di ambil seluruh responden.


(33)

2. Apabila jumlah responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10%-15% dari jumlah kepala keluarga .

(Arikunto, 2002 dalam Lubis, 2011).

Teknik Pengambilan Data

1. Inventarisasi Rotan

Pengambilan spesimen dilapangan dengan menggunakan metode kombinasi metode jalur dan garis berpetak. Cara peletakan unit contohnya menggunakan cara systematic sampling with random start yang berarti penentuan petak awal yang dilakukan dengan cara random (acak), namun penentuan petak-petak berikutnya menggunakan cara sistematis (teratur). Intensitas sampling untuk inventarisasi rotan adalah 1% yang sudah dianggap mewakili seluruh kawasan penelitian dan berpotensi sebagai tempat tumbuh rotan. Menurut Kaban (2007) menyatakan bahwa semua bentuk metode inventarisasi sistematik berjalur dengan intensitas sampling yang lebih tinggi dari 0,5% yang telah dan sedang dilaksanakan dapat diterima.

Pengambilan sampel rotan dilaksanakan dengan metode deskriptif untuk mengetahui semua spesies rotan yang masih tumbuh di Hutan Batang Toru bagian Tapanuli Utara, Kecamatan Adiankoting. Pengambilan sampel dilakukan mulai dari pinggiran kawasan hutan pada ketinggian 900 mdpl dan 1000 mdpl. Di masing-masing ketinggian tempat dibuat cuplikan secara acak dengan metode yang digunakan adalah jalur berpetak (line plot sampling) bentuk petak pengamatan dengan ukuran masing-masing 100 m dan lebar 20 m. Selanjutnya petak dibuat 20 anak petak masing-masing berukuran 10 m x 10 m. Setelah itu di


(34)

setiap anak petak dihitung jumlah individu spesies rotannya untuk kemudian dapat ditentukan kerapatan populasinya.

Gambar 2. Posisi jalur berpetak (Line plot sampling) dalam inventarisasi rotan. 2. Observasi Lapangan

3. Wawancara dan Diskusi 4. Keseluruhan Data

Baik data primer maupun data sekunder yang selanjutnya ditabulasi sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis pihak terkait pemanfaatan tanaman rotan. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.

Analisis Data

Dari pengumpulan data akan diperoleh data-data primer dan data sekunder yang nantinya akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu memberikan gambaran-gambaran dan penjelasan-penjelasan yang sesuai dengan hasil lapangan. Dari hasil analisa akan diperoleh keterangan-keterangan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Semua spesies rotan yang ditemukan, diidentifikasi

10 m

100 m

10 m

10 m 10 m

10 m


(35)

berdasarkan karakteristik morfologi pelepah daun. Adapun parameter yang dikaji antara lain meliputi:

1. Hasil Inventarisasi Rotan

• Kerapatan suatu spesies (K) menurut Smith (1992)

K = ∑ individu suatu spesies Luas plot contoh (Ha)

• Kerapatan relatif suatu spesies (KR) menurut Smith (1992)

KR = K suatu spesies X 100%

∑ K seluruh spesies • Frekuensi suatu spesies (F) menurut Smith (1992)

F = ∑ plot ditemukan suatu spesies

∑ Seluruh pot pengamatan

• Frekuensi relatif suatu spesies (FR) menurut Smith (1992)

FR = F suatu spesies X 100%

∑ F seluruh spesies • Indeks Nilai Penting (INP) menurut Smith (1992)

INP = KR + FR

• Indeks keanekaragaman Shannon menurut Odum (1971)

H`=-∑ [��� ��ln�

ni N�]

� �=1

Keterangan:

H` = Indeks keanekaragaman Shannon

S = Jumlah spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan ni = Jumlah individu spesies ke-i


(36)

N = Total seluruh individu spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan Kriteria yang digunakan menurut Mason (1980):

• H` < 1, keanekaragaman tergolong rendah; • H` 1-3,keanekaragaman tergolong sedang; • H` > 3, keanekaragaman tergolong tinggi

− Indeks kemerataan Shanon menurut Odum (1971)

E = H`/ln (S) Keterangan:

E = Indeks kemerataan Shannon H` = Indeks keanekaragaman Shannon

S = Jumlah spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan Kriteria yang digunakan menurut Krebs (1985):

− Kemerataan dikatakan rendah jika 0 < E < 0,5 − Kemerataan dikatakan tinggi jika 0,5 < E < 1


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keragaman Spesies Rotan

Keragaman spesies rotan untuk mengetahui aneka ragam jumlah spesies rotan yang terdapat pada suatu kawasan hutan dengan mengetahui jenis dan kelompok marganya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting ditemukan bahwa terdapat 9 spesies rotan yang terdiri dari 4 marga diantaranya adalah Calamus (6 spesies), Khortalsia (1 spesies), Plectocomiopsis (1 spesies), Daemonorops (1 spesies). Pada tabel 2 di bawah ini disajikan spesies-spesies rotan yang diperoleh dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan.

Tabel 2. Daftar spesies rotan pada kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat

Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara

No Nama Daerah Nama Ilmiah Sifat Tumbuh Alat Panjat 1 Hotang Buar-buar Calamus scipionum Berumpun Flagela 2 Hotang Pulogos Calamus trachycoleus Berumpun Sirus 3 Hotang Mallo Khortalsia echinometra Berumpun Sirus 4 Hotang Hotari Calamus caesius Berumpun Sirus 5 Hotang Pahu Calamus exilis Berumpun Flagela 6 Hotang Maranak Calamus ornatus Berumpun Flagela 7 Hotang Bas-bason Daemonorops hystrix Berumpun Sirus 8 Hotang Dokkan Plectocomiopsis geminiflora Berumpun Sirus 9 Hotang Dekke Calamus tetradactylus Berumpun Flagela

Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa keanekaragaman spesies rotan di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara tergolong cukup tinggi bila dibandingkan hasil penelitian di daerah kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Riau ditemukan keanekaragaman jenis rotan sebanyak 3 jenis Wahyudi (2011). Hasil penelitian Kalima (2010) keanekaragaman jenis rotan di Hutan Lindung Batu Kapar,


(38)

Gorontalo Utara sebanyak 11 jenis. Hasil penelitian Bless (2011) keragaman jenis rotan yang terdapat pada areal hutan Distrik Ayamaru Kabupaten Maybrat Papua Barat ditemukan 9 jenis rotan. Jumiati (2012) memperoleh bahwa kenekaragaman jenis rotan di Dusun III Senami, Desa Jebak, Kabupaten Batanghari, Jambi sebanyak 19 jenis. Sedangkan hasil penelitian Purba (2014) bahwa jumlah spesies rotan yang ditemukan di kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 12 spesies rotan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 4 marga spesies rotan dari 9 marga rotan yang ada di Indonesia diantaranya terdapat marga Calamus, Khortalsia, Plectocomiopsis, dan Daemonorops. Untuk setiap marga terdapat beberapa ciri pembeda yang digunakan. Ciri utama yang membedakan antara marga adalah bentuk anak daun, dari marga Calamus bentuk daunnya bervariasi sedangkan marga lainnya ada yang berbentuk belah ketupat. Disamping itu juga kehadiran tangkai anak daun, bentuk ujung anak daun merupakan ciri yang tetap sehingga dapat digunakan karakter pembeda antar marga.

Nama rotan yang lazim digunakan oleh masyarakat di sekitar kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara merupakan nama daerah berdasarkan pengenalan secara turun temurun dari nenek moyang. Nama daerah tersebut berbeda dengan nama dagangnya yang dikenal secara umum sehingga memungkinkan untuk satu jenis rotan terdapat berbagai nama daerah karena dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya dan bahasa daerah dimana rotan tersebut tumbuh. Nama dagang yang secara umum digunakan untuk hotang buar-buar adalah rotan semambu, hotang pulogos dengan nama dagang


(39)

rotan irit, hotang pahu dengan nama dagang rotan paku atau rotan lilin, hotang bas-bason dengan nama dagang rotan sepet atau rotan uwi, hotang mallo dengan nama dagang rotan udang, hotang dokkan tidak ditemukan nama dagang yang umum digunakan namun di daerah Kalimantan dikenal dengan rotan batu dan di daerah Sumatera dikenal dengan rotan buluh, hotang maranak dikenal dengan rotan kesup di daerah Bengkulu dan rotan lambang di daerah Sulawesi Tenggara, hotang dekke dengan nama dagang rotan putih, dan hotang hotari nama dagang dikenal dengan rotan sega. Menurut Kalima (1996) dan Mogea (2002) mengatakan bahwa nama lokal sangat tidak akurat dan bahkan akan sangat menyesatkan apabila dilakukan konversi langsung ke nama ilmiah tanpa mengidentifikasi terlebih dahulu. Identifikasi berlaku untuk semua spesies dalam mendapatkan ketepatan nama ilmiah. Dengan demikian nama lokal tidak dapat untuk menentukan nama ilmiah.

Sifat tumbuh setiap rotan bervariasi tergantung dari jenis rotan tersebut dan dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh juga. Hasil pengamatan dari ke 9 spesies rotan tersebut diperoleh bahwa ke 9 jenis rotan tersebut sifat tumbuhnya merumpun dan tidak didapati yang tumbuhnya tunggal (soliter). Selain itu, rotan juga membutuhkan alat bantu untuk pertumbuhannnya yaitu sirus dan flagela yang digunakan untuk memanjat yang dapat menjadi pengait ujungnya pada tegakan pohon atau tumbuhan lain yang ada di dekatnya. Adapun jenis rotan yang menggunakan sirus sebagai alat panjatnya adalah sebanyak 5 spesies rotan dan flagela sebanyak 4 spesies rotan. Sirus dan flagela memegang peranan penting dalam pertumbuhan rotan hal ini sesuai dengan pernyataan Dransfield dan Manokaran (1996) yang menyatakan bahwa rotan tergolong dalam jenis


(40)

tumbuhan pemanjat yang memerlukan inang untuk proses pertumbuhan memanjang. Rotan tumbuh di antara pepohonan sebagai liana yang berdiri tegak karena undak pelepah (flagellum), undak daun (cirrus), dan rakisnya berpegangan erat pada cabang-cabang pohon terdekat.

2. Kelimpahan Populasi Spesies Rotan

Gambar 3. Peta Titik Sebaran Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Kelimpahanadalah jumlah seluruh individu dalam suatu areal. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) banyaknya individu dari suatu jenis pohon atau tumbuhan lain dapat ditaksir atau dihitung. Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan kerapatannya, frekuensi dan dominasi setiap jenis. Kelimpahan populasi rotan di Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan dua ketinggian tempat, kerapatan 9 spesies rotan cukup bervariasi (Tabel 3.)


(41)

Dari Tabel 3 terlihat bahwa di lokasi pengamatan pada ketinggian 900 -1000 mdpl, ditemukan sebanyak 9 spesies rotan diantaranya adalah Calamus (6 spesies), Khortalsia (1 spesies), Plectocomiopsis (1 spesies), Daemonorops (1 spesies) dengan kelimpahan populasi 178 batang/Ha di ketinggian 900 mdpl dan

387 batang/Ha di ketinggian 1000 mdpl. Spesies hotang buar-buar (Calamus tracycoleus), hotang mallo (Calamus caesius), dan hotang maranak

(Calamus ornatus) tidak ditemukan pada ketinggian 900 mdpl. Sedangkan pada ketinggian 1000 mdpl, 9 spesies rotan tersebut ditemukan keberadaannya bila dibandingkan dengan pernyataan Bless (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Hal ini tidak sesuai dengan yang telah ditemukan di lapangan.

Tabel 3. Kerapatan Relatif (%) spesies rotan berdasarkan jumlah batang per hektar di 2 ketinggian tempat

No Nama ilmiah (Scientific Name)

Ketinggian tempat (mdpl)

900 1000

Jlh btg/Ha KR (%) Jlh btg/Ha KR (%)

1 Calamus scipionum 81 51,26582 212 47,9638

2 Calamus trachycoleus 0 0 18 4,072398

3 Khortalsia echinometra 37 23,41772 69 15,61086

4 Calamus caesius 5 3,164557 36 8,144796

5 Calamus exilis 0 0 29 6,561086

6 Calamus ornatus 0 0 34 7,692308

7 Daemonorops hystrix 25 15,82278 4 0,904977

8 Plectocomiopsis geminiflora 5 3,164557 33 7,466063

9 Calamus tetradactylus 5 3,164557 7 1,58371

Total 158 100 442 100

Rendahnya jumlah spesies rotan ini diduga oleh faktor lingkungan seperti tanah, topografi dan unsur lainnya sebagai habitat rotan, pola sebaran dan bentuk hidupnya. Menurut Greig-Smith (1983) menyatakan bahwa kerapatan suatu jenis ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yaitu keadaan tempat tumbuh, kompetisi dengan jenis lain dan hubungannya dengan jenis lainnya. Kerapatan spesies rotan


(42)

(Calamus scipionum) yaitu 51,26 % dibandingkan dengan spesies rotan lainnya. Hal ini menunjukkan pertumbuhan hotang buar-buar (Calamus scipionum) merata dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Sedangkan pada ketinggian 1000 mdpl hotang buar-buar (Calamus scipionum) memiliki kerapatan tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu 47,96 %.

Tabel 4. Frekuensi Relatif (%) masing-masing spesies rotan di 2 ketinggian tempat

Berdasarkan analisis data frekuensi untuk 2 ketinggian tempat tersebut berbeda-beda persentasenya. Spesies rotan yang memiliki nilai frekuensi tinggi adalah jenis hotang buar-buar (Calamus scipionum) pada kedua ketinggian tersebut dan hotang maranak (Daemonorops hystrix) pada ketinggian 900 mdpl sebanyak 54,71698 dan pada ketinggian 1000 mdpl sebanyak 23,07692.

Tabel 5. Indeks Nilai Penting (%) setiap spesies rotaan di 2 ketinggian tempat

No Nama Ilmiah (Scientific Name)

Indeks Nilai Penting Ketinggian Tempat (m dpl) 900 1000

1 Calamus scipionum 105,9828 71,04072

2 Calamus trachycoleus 0 13,68778

3 Khortalsia echinometra 32,85168 38,68778

4 Calamus caesius 8,824934 12,95249

5 Calamus exilis 0 11,36878

6 Calamus ornatus 0 23,07692

7 Daemonorops hystrix 34,69071 2,828054

8 Plectocomiopsis geminiflora 8,824934 21,88914

9 Calamus tetradactylus 8,824934 4,468326

Total 200 200

No

Nama Ilmiah (Scientific Name)

Ketinggian Tempat (m dpl) 900 1000

1 Calamus scipionum 54,71698 23,07692

2 Calamus trachycoleus 0 9,615385

3 Khortalsia echinometra 9,433962 23,07692

4 Calamus caesius 5,660377 4,807692

5 Calamus exilis 0 4,807692

6 Calamus ornatus 0 15,38462

7 Daemonorops hystrix 18,86792 1,923077

8 Plectocomiopsis geminiflora 5,660377 14,42308

9 Calamus tetradactylus 5,660377 2,884615


(43)

Menurut Donbois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa besarnya nilai Indeks Nilai Penting menyatakan besarnya peranan suatu jenis terhadap jenis lain diantara komposisi permudaan alami dalam suatu komunitas. Kelimpahan jenis rotan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) di Hutan Batang Toru, Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara jenis hotang buar-buar (Calamus scipionum) mempunyai nilai tertinggi dari jenis lainnya pada semua

tingkat ketinggian pada ketinggian 900 mdpl diperoleh Indeks Nilai Penting (INP) 105, 92 % dan pada ketinggian 1000 mdpl diperoleh Indeks Nilai Penting (INP) 71, 04%. Kelimpahan jenis INP untuk rotan jenis hotang bas-bason (Daemonorops hystrix) tergolong rendah yaitu 2,82 % pada ketinggian 1000 mdpl sementara kelimpahan pada ketinggian 900 mdpl lebih tinggi yaitu 34, 69 %.

Tingkat kelimpahan atau populasi yang tinggi menggambarkan tingkat potensi tumbuhan yang tinggi pula. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa spesies rotan yang memiliki nilai penting tertinggi merupakan spesies yang memiliki tingkat potensi tumbuhan yang tinggi pula, sebaliknya nilai penting

rendah, tingkat potensi tumbuhannya rendah seperti jenis hotang buar-buar (Calamus tracycoleus), hotang mallo (Calamus caesius), dan hotang maranak


(44)

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman (H’) spesies rotan di 2 ketinggian tempat di kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

No Nama Ilmiah (Scientific Name)

Indeks Keanekaragaman H’ Ketinggian Tempat (m dpl) 900 1000

1 Calamus scipionum 0,359879 0,36706

2 Calamus trachycoleus 0 0,178302

3 Khortalsia echinometra 0,276994 0,312456

4 Calamus caesius 0,121459 0,173376

5 Calamus exilis 0 0,159156

6 Calamus ornatus 0 0,243208

7 Daemonorops hystrix 0,280909 0,05817

8 Plectocomiopsis geminiflora 0,121459 0,236255

9 Calamus tetradactylus 0,121459 0,082212

Total 1,350187401 1,845680447

Indeks keanekaragaman spesies (H’) rotan pada ketinggian 900-1000 mdpl secara keseluruhan hanya mencapai 1,350187401 pada ketinggian 900 mdpl dan 1,845680447 pada ketinggian 1000 mdpl. Hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa rotan-rotan pada ketinggian ini memiliki tingkat keanekaragaman sedang. Menurut Mason (1980) kriteria indeks keanekaragaman spesies sebagai berikut: jika H’<1 keanekaragaman tergolong rendah, H’ 1-3 keanekaragaman tergolong sedang, H’>3 keanekaragaman tergolong tinggi. Berdasarkan kisaran nilai tersebut maka nilai indeks keanekaragaman pada ketinggian 900-1000 mdpl tergolong sedang. Rendahnya indeks keanekaragaman spesies rotan ini diduga karena kawasan ini jauh dari segala aktivitas penduduk dan juga kondisi lokasi yang cukup terjal.

3. Potensi Rotan

Potensi rotan yang terdapat di kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan hasil penelitian telah diperoleh sebanyak 9 jenis yang terdiri dari 4 marga dan total keseluruhan ada sebanyak 565 rumpun.


(45)

Gambar 4. Potensi Jumlah Rumpun Berdasarkan Klasifikasi Rotan Pada Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah rumpun terbanyak ditunjukkan pada Hotang Buar-buar (Calamus scipionum Loureiro) dengan jumlah 600 rumpun yang mendominasi dari semua jenis rotan yang berada di kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini dipengaruhi oleh sifat pertumbuhan dari Hotang buar-buar yang dapat tumbuh dengan baik dan tumbuh secara merumpun, menyebar dalam jumlah yang banyak berdasarkan pernyataan Dransfield dan Manokaran (1996) menyatakan bahwa Calamus scipionum merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah yang tersebar luas dan terdapat di atas ketinggian 200 m. Tanaman ini menyukai tanah yang lebih baik seperti tanah aluvial. Tanaman ini sering terdapat di hutan sekunder.

Selain itu jenis Hotang Mallo juga tergolong banyak jumlahnya sebanyak 106 rumpun. Jenis rotan yang lainnya hanya terdapat dalam jumlah sedikit. Berdasarkan data yang diperoleh potensi rotan di kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara tergolong tinggi seperti

0 50 100 150 200 250 300 350 Jumlah Rumpun hotang buar-buar hotang pulogos hotang mallo hotang hotari hotang pahu hotang maranak hotang bas-bason hotang dokkan hotang dekke 293 18 106 41 29 34 38 12 29


(46)

diketahui Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2008) potensi penghasil rotan di Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun. Dan luas kawasan yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar. Keberadaan spesies rotan dengan jumlah yang banyak dan beranekaragam jenis tersebut dapat dijadikan sebagai peluang bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku baik untuk dijual maupun digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Data Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2008) terdapat 6 jenis rotan dari marga Calamus yang bernilai komersial di daerah Sumatera Utara. Hasil penelitian yang diperoleh terdapat 2 jenis rotan dari 6 jenis rotan yang

bernilai komersial tersebut diantaranya adalah hotang buar-buar (Calamus scipionum), dan hotang hotari (Calamus caesius). Ini menjadi peluang

yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting,

Kabupaten Tapanuli Utara terlebih lagi jumlah dari hotang buar-buar (Calamus scipionum) tergolong sangat banyak jumlahnya.


(47)

4. Deskripsi Spesies Rotan

Deskripsi spesies rotan bertujuan untuk menggambarkan dan mengidentifikasi ciri-ciri dari tanaman rotan berdasarkan data yang telah diperoleh di lapangan sehingga dapat menentukan jenis-jenis rotan yang telah ditemukan di lapangan sebagai informasi yang dapat digunakan untuk membantu dalam pengenalan jenis. Deskripsi spesies rotan dilakukan dengan cara mengamati secara visual maupun dengan indera peraba berdasarkan morfologi rotan tersebut sehingga dapat ditentukan perbedaan marga dari jenis rotan yang telah ditemukan di lapangan. Pengelompokkan jenis-jenis rotan secara lazim didasarkan atas persamaan ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman yaitu akar, batang, daun, bunga, buah, dan alat-alat tambahan. Dransfield (1974) menjelaskan bahwa bentuk dan sifat dari jenis rotan ditentukan menurut jumlah batang per rumpun, sistem perakaran, bentuk alat pemanjat, bentuk dan perkembangan dari daun, bunga dan buah. Sedangkan jumlah batang per rumpun setiap jenis rotan bervariasi baik batang tunggal maupun berkelompok.

Untuk dapat mengenal identitas suatu spesies rotan berikut ini disajikan ciri-ciri morfologi dan taksonomi rotan yang telah ditemukan di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara :


(48)

1. Hotang Buar-Buar (Calamus scipionum Loureiro)

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Hotang Buar-Buar (Calamus scipionum Loureiro) : (a) Batang, (b)Daun, (c) Perawakan.

Perawakan: memiliki sifat tumbuh merumpun secara masif, memanjat sampai tinggi mencapai panjang 50 m atau lebih.

Batang: diameter batang tanpa pelepah daun 25 –35 mm, dengan buku-buku menonjol dan membengkak pada satu titik, sepanjang 10 mm atau lebih sepanjang kelilingnya, pembengkakan timbul memanjang dari antar buku, jarak antar buku sangat panjang kadang sampai melebihi 1 m. Permukaan batang coklat muda sampai coklat lebih tua di seluruh panjangnya, atau dengan bercak-bercak coklat. Batang rotan ini tidak tidak silindris.

Duri pelepah daun

Batang Anak daun Tangkai daun


(49)

Pelepah daun: berwarna hijau, dilengkapi dengan duri-duri besar, berbentuk segitiga dan pipih, berwarna hitam dengan kekuningan terdapat pada pangkal dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm, dan indumentum kelabu yang melimpah ketika masih muda; lutut mencolok; okrea pendek, flagela masif, berwarna hijau tua, panjangnya melebihi 7 cm, dilengkapi dengan barisan duri melengkung berujung hitam; tangkai daun berukuran sampai sekitar 30 cm; pinak daun sampai 25 lembar pada tiap sisi tertata secara teratur.

Bunga: pembungaan jantan dan betina sepintas serupa dan panjangnya sekitar 6 m atau lebih dengan rakila yang melengkung ramping pada betina dan rakila yang bercabang halus pada jantan.

Buah: masak bulat telur berukuran sampai 14 mm x 9 mm, berparuh sangat pendek, ditutupi sisik hijau kusam sekitar 14-15 berbaris secara vertikal.

Biji: berbentuk bulat telur, sekitar 10 mm x 5 mm dengan ceruk yang bertebaran. Daun semai dengan 4 pinak daun yang tampak sebagai kipas.

Ekologi: Calamus scipionum merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah yang tersebar luas dan terdapat di atas ketinggian 200 m. Tanaman ini menyukai tanah yang lebih baik seperti tanah aluvial. Tanaman ini sering terdapat di hutan sekunder.


(50)

2. Hotang Pulogos (Calamus trachycoleus Beccari)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6. Hotang Pulogos (Calamus trachycoleus Beccari) : (a) Perawakannya, (b) Daun, (c) Batang, (d) Batang rotan yang telah dikupas dan

dikeringkan.

Perawakan: memiliki sifat tumbuh berumpun, berselantar, memanjat sampai 60 meter atau lebih.

Batang: batang dalam koloni terbuka dan baur berukuran sedang, berwarna hijau kekuningan, panjang batang mencapai 30 meter dengan diameter 4,5-13,5 mm dan panjang ruas 3-4 cm.

Pelepah: panjang pelepah daun sampai 95 cm, bagian atas daun berduri dengan duri yang berserak, berwarna cokelat tua ujungnya dan hijau pangkalnya.

Tulang daun

Anak daun

Duri pelepah daun


(51)

Daun: berkucir sampai 2,3 m panjangnya, bagian atas daun yang tersingkap berduri ditumbuhi duri besar yang berserak, cokelat tua ujungnya dan hijau pangkalnya, panjang 10 mmdan lebar pangkal 6 mm, penampang tangkai daun setengah lingkaran berduri seperti pelepah pada permukaan bawahnya.

Bunga: buga jantan dan betina sepintas mirip, panjangnya sampai 170 cm dan terdapat 11-14 pasang pembungaan parsial.

Buah: berbentuk bulat telur, diameter 1 cm, dengan 9 atau lebih baris terdapat sisik secara vertikal.

Ekologi: Calamus trachycoleus tumbuh paling baik di tanah aluvial yang terhindar dari dataran banjir musiman tetapi tidak tahan pada air yang menggenang dan dapat tumbuh dengan baik di pinggiran sungai dan yang melimpah pencahayaannya.

3. Hotang Mallo (Khortalsia echinometra Becc.)

(a) (b)

Gambar 7. Hotang Mallo (Khortalsia echinometra Becc.) : (a) Batang, (b) Daun.

Perawakan: tumbuh secara berumpun, memanjat dan bercabang pada kanopi hutan sampai 30 m tingginya; setelah berbunga tumbuhan mati. Tumbuhan bersifat hermaprodit. Diameter batang tanpa pelepah 1,8 cm dengan pelepah 2,5 cm; panjang ruas 12 cm-13 cm.

Anak daun Duri pelepah daun


(52)

Pelepah daun: pelepah warna hijau mengkilap; ditutupi oleh okrea yang menggelembung atau bentuk tonjolan kasar, berukuran panjang 9 cm dan lebar 6 cm, ditutupi duri warna hitam, rapat dan panjangnya 4 cm-5 cm; di dalam okrea terdapat banyak semut.

Daun: panjangnya 1,8 m termasuk sirus 75 cm panjang dan tangkai daun 10 cm-13 cm panjangnya.

Anak daun: permukaan bawah anak daun berwarna putih seperti kapur, jumlah anak daun 10-36 pasang melekat di kanan-kiri rakis, tersusun menyirip teratur, bentuk anak daun garis atau mendekati lanset, ujung anak daun luncip, annak daun berukuran 25 cm- 31 cm x 2 cm – 5cm. Perbungaan dan Buah: tidak ditemukan.

Tempat tumbuh: tumbuh pada hutan dataran rendah pada ketinggian 150 m di atas permukaan laut.

Ciri khas: okrea bentuk tonjolan dengan ditutupi duri warna hitam yang panjang dan lansing; bentuk anak daun garis atau mendekati lanset (Kalima, 2008).

4. Hotang Dokkan (Plectocomiopsis geminiflora (Griff). Beccari)

(a) (b)

Gambar 8. Hotang Dokkan (Plectocomiopsis geminiflora (Griff). Beccari) : (a) Batang, (b) Daun.

Tulang daun Anak daun Duri pelepah daun


(53)

Nama Botani: Plectomiopsis geminiflora (Griff). Beccari.

Sinonim: Calamus geminiflorus Griff., Calamus turbinatus Ridl., Plectocomia geminiflora (Griff.) H. Wendl., Plectocomiopsis geminiflora var. Billitonensis Beccari, Plectocomiopsis geminiflora var. Borneensis Beccari.

Daerah persebaran: Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaysia dan Thailand Selatan.

Perawakan: tumbuh berumpun, memanjat sampai 30 m tingginya. Diameter batang dengan pelepah daun 35 mm.

Batang: diameter tanpa pelepah 15-31 mm dengan panjang ruas 28-38 cm, tinggi buku rata-rata adalah 1,4-4,8 mm. Batang berwarna cokelat kehitaman.

Pelepah daun: berwarna hijau tua dengan indumentum warna cokelat keabu-abuan. Lutut tidak ada. Terdapat okrea.

Daun: termasuk sirus panjangnya 376 cm, tangkai daun sampai 7 cm; tangkai daun sirus dengan duri kelompok 1-5. Helaian anak daun berjumlah 28-30 pada satu sisi rakis, tersusun menyirip teratur, berukuran 30-48 cm x 3,4-4,5 cm, berbentuk ellips, berwarna hijau terang berkilau, tulang sekunder jelas berjumlah sebanyak 5.

Silvikultur: tempat tumbuh Plectocomiopsis geminiflora di hutan primer dipterokarpa dataran rendah, pada berbagai jenis tanah.


(54)

5. Hotang Dekke (Calamus tetradactylus Hance)

(a) (b)

(c)

Gambar 9. Hotang Dekke (Calamus tetradactylus Hance) : (a) Batang, (b) Daun, (c) Perawakan.

Batang: diameter batang tanpa pelepahdaun berkisar 5-8 mm.

Perawakan: berbentuk ramping, merumpun, memanjat samapai 30 m atau lebih.

Daun: keseluruhan panjangnya 80 cm termasuk pelepahnya. Pelepah daun berwarna hijau kusam, berduri yang terserak dengan ukuran kira-kira 0,5 mm x 0,2 mm; tangkai daun panjangnya sampai 15 cm pada batang yang masih muda, dan sangat pendek pada batang dewasa yang bersifat memanjat, ditumbuhi duri pendek, segitiga dan terserak; flagelum muncul pada pelepah daun, ditumbuhi duri pendek.

Batang Duri pelepah daun

Tulang daun Anak daun


(55)

Bunga: perbungaan muncul pada pelepah daun panjangnya sampai 1 m, bunga jantan dan bunga betina sepintas kelihatan serupa, banyaknya percabangan beragam sebanyak 4-7 percabangan.

Buah: buah masak berbiji 1 umumnya berbentuk bulat dengan ukuran diameter 7- 10 mm, berparuh agak mencolok, ditutupi sisik kuning keputih-putihan yang terkeluk rapi dalam barisan berbentuk vertikal, terdapat 10-12 sisik dalam tiap baris.

Biji: biji membulat berdiameter samapi 7 mm, dengan memiliki bobot kira-kira 0,1 gram, berlubang dan embrio terdapat pada pangkalnya.

Ekologi: Calamus tetradactyllus terdapat di dataran rendah sampai lereng bukit, di hutan tropis primer atau sekunder atau di dalam hutan daun lebar. Suhu udara untuk persyaratan pertumbuhan normal bagi tanaman ini adalah 200-300 C, curah hujan tahunan lebih dari 1300 mm dengan kelembapan di atas 78%, 50% cahaya matahari. Tanah yang subur dan lembab dengan kuantitas humus sedang sampai dengan tinggi dan nilai pH antara 4,5-6,5.

6. Hotang Hotari (Calamus caesius Blume)

(a) (b)

Anak daun Duri pelepah daun


(56)

(c)

Gambar 10. Hotang Hotari (Calamus caesius Blume) : (a) Perawakan, (b) Daun, (c) Batang rotan yang telah dikupas dan dikeringkan.

Perawakan: rotan merumpun, ukuran sedang dan memanjat tinggi, dan diesis. Dalam setiap rumpunnya bisa mencapai 100 batang dengan panjang setiap batang yang sudah mencapai dewasa 50 meter atau lebih.

Batang: berwarna hijau kekuningan dan berubah menjadi kuning telur dan mengkilap apabila sudah dirunti dan kering, panjangnya 100 m atau lebih, dengan rumpun cenderung berdekatan dengan tebal. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 7-12 mm, dengan pelepah menjadi sekitar 20 mm; jarak antar ruas sampai 50 cm atau lebih.

Daun: daun sampai 2 m panjangnya termasuk pelepahnya;pelepah daun berwarna hijau suram, dilengkapi dengan duri berbentuk segitiga, berwarna pucat yang jarang sampai 10 mm x 5 mm, antara duri-duri terdapat bulu abu-abu dan kadang dengan spikula (paku) kecil dan/atau sisik coklat; tangkai sampai 50 cm panjangnya pada pohon muda, sangat pendek ukurannya pada batang dewasa; rakis sekitar 75 cm panjangnya, berduri yang melengkung tersebar pada permukaan bawah, pada ujungnya rakis memanjang menjadi suatu kucir (cemeti) dengan panjang 75 cm, yang dilengkapi dengan kelompok duri melengkung mirip


(57)

jangkar; pinak daun sekitar 15 pada tiap sisi rakis, yang tertata secara tak teratur, biasanya dalam pasangan selang-seling, melanset, kira kira sampai 30 cm x 5 cm, permukaan atas hijau tua, permukaan bawah biasanya putih kebiru-biruan yang mencolok.

Perbungaan: muncul pada pelepah daun dari daun di atas ketiak yang berseberangan, panjang hingga 2 m, sepintas bunga jantan dan bunga betina mirip, yang jantan bercabang samapi tingkat 3, yang betina sampai tingkat 2, berdui dan berbulu jarang, cabang-cabang tingkat pertama 5-8 agak berjauhan; cabang memuat bunga yang agak ramping, panjangnya sampai 10 cm dalam bunga betina, lebih pendek dalam bunga jantan, bunga jantan kunig-kehijauan, kira-kira 5 mm x 3 mm; bunga betina lebih besar daripada jantan, masing-masing muncul dalam suatu pasangan bersama-sama bunga jantaan yang mandul. Buah masak berbiji 1, bulat telur, kira-kira 15 mm x 10 mm, dibungkus sisik putih kehijauan yang melengkung rapi, yang mengering menjadi kekuningan.

Buah: berbentuk lonjong, panjang mencapai 1,5 cm, kulit buahnya bersisik berwarna hijau dan akan berubah menjadi cokelat kekuning-kuningan bila sudah masak.

Biji: biji kira-kira berukuran 12 mm x 7 mm, dengan suatu salut, biji berdaging (sarkostesta); endosperma termamah. Daun semai menggarpu dengan dua cuping runcing hanya seperampat daun secara keseluruhan, dan terpasang sejajar satu sama lain, permukaan atas hijau tu, permukaan bawah kelabu putih.

Ekologi: biasanya Calamus caesius dijumpai di dataran rendah pada dataran aluvial, pinggiran sungai yang secara musiman tergenang banjir, dan tepi air tawar tau hutan rawa gambut tetapi tidak di dalam rawa yang abadi. Rotan ini juga di


(58)

jumpai pada lokasi yang lebih kering. Pada lokasi yang lebih kering ini, pertumbuhan kurang pesat. Meskipun rotan ini berkembang di daerah banjir musiman dan banjir sedang, semainya tidak tahan terhadap banjir yang hebat. 7. Hotang Pahu (Calamus exilis Griffith)

(a) (b)

(c)

Gambar 11. Hotang Pahu (Calamus exilis Griffith) : (a) Batang, (b) Daun, (c) Batang rotan yang telah dikupas.

Perawakan: hidup menyendiri atau merumpun. Batang: memanjat sampai 10 m atau kadang 15 m tingginya; batang tanpa pelepah daun berdiameter 4-8 mm, dengan pelepah 8-20 mm; jarak antar buku 15 cm atau lebih.

Daun: panjang daun 45-90 cm termasuk tangkai; pelepah daun berwarna cokelat kelabu kusam, armaturnya beragam, selalu tertutup rapat oleh duri-duri sangat

Anak daun Batang Tulang daun


(59)

kecil dan kasap, sering tidak ada lagi duri lain, dua atau lebih duri segitiga terdapat pada satu pelepah daun, atau pelepah daun rapat dilengkapi dengan duri segitiga pipih yang tertata secara tak teratur atau tertata dalam alur-alur parsial; terdapat lutut dan cemeti (flagellum) pada pelepah daun, tangkai daun panjang samapi 30 cm, kasap seperti pelepah; rakis sampai 60 cm panjangnya, dengan rambut-rambut warna karat sepanjang permukaan atass, dilengkapi dengan duri-duri tertebar pada permukaan bawah, pinak daun 22-40 pasang, tertata dengan sangat teratur, pita melanset, sampai 40 cm x 2 cm, permukaan atas biasanya berbulu lebat.

Perbungaan: sampai 1,5 m panjangnya, dengan cemeti terminal, secara sepintas bunga jantan dan betina mirip, biasanya bunga betina lebih kekar, percabangaan jantan samapi 3 orde, dan betina sampai 2 orde, seluruh perbungaan kasap seperti pelepahnya, bunga jantan kekuning-hijauan, bunga betina pada cakaram yang tangkainya mencolok.

Buah: buah masak bulat telur sampai lonjong, berukuran 22 mm x 8 mm, dengan sisik warna jerami.

Biji: berukuran 12 mm x 3 mm, beralur yang berkelok-kelok, mirip otak, tertutup dengan sarkotesta tipis hijau sangat pahit dan berbau busuk; endospermanya homogen, embrionya menyisi. Daun semai menyirip dengan bulu-bulu berwarna karat, sepanjang rakis dan kira-kira 10 pinak daun pada tiap sisi rakis, pinak teratas lebih besar dan luas daripada bagian bawahnya.

Ekologi: rotan ini dijumpai pada tipe hutan yang sangat beragam. Dijumpai dalam hutan rawa gambut, tetapi kebanyakan pada punggung bukit dan hutan pegunungan rendah.


(60)

8. Hotang Maranak (Calamus ornatus Blume)

(a) (b)

Gambar 12. Hotang Maranak (Calamus ornatus Blume) : (a) Batang, (b) Perawakan.

Perawakan: rotan merumpun secara masif, memanjat setinggi 50 m, diesis. Batang: batang tanpa pelepah daun sampai 40 mm, dengan pelepah sampai 70 mm, bukunya menonjol, jarak antar buku 30 cm.

Daun: masif, pelepah daun hijau pucat sampai hijau tua, ditumbuhi duri hitam dengan kelebatan yang beragam, berbentuk segirtiga pipih, ramping sampai besar, pangkal kekuningan 4 cm x 1 cm, duri ini tertata tak teratur dan agak berarah ke atas; lutut mencolok.

Okrea pendek, compang-camping, flagela masif, hijau tua, panjang sampai 10 m atau lebih, ditumbuhi duri pendek hitam dengan pangkal kuning dalam lingkaran parsial, tangkai daun memita, sampai 1 m x 4 cm, biasanya kurang; pinak daun teratur.

Perbungaan: mirip cemeti sampai 8 m panjangnya, ditumbuhi 4-6 perbungaan parsial yang panjangnya samapi 80 cm, bunga betina mempunyai rakila terkeluk balik yang kokoh, bunga jantan mempunyai lebih banyak rakila yang bercabang,.

Buah: masak elipsoid, berukuran 3 cm x 2 cm, berparuh pendek, tertutup dalam Anak daun

Duri pelepah daun Tangkai daun Batang


(1)

T3-306 1027 01°55.872' E/098°57.864' N

T3-307 1026 01°55.874' E/098°57.832' N

T3-308 Rotan buar-buar 5 1028 01°55.876' E/098°57.841' N T3-309 Mallo 2 1027 01°55.874' E/098°57.852' N T3-310 Mallo 3 1023 01°55.874' E/098°57.823' N

T3-311 1023 01°55.873' E/098°57.813' N

T3-312 Rotan maranak 1 1025 01°55.873' E/098°57.802' N T4-313 Rotan maranak 1 1026 01°55.872' E/098°57.791' N

IV T4-314 1045 01°55.711' E/098°57.999' N

T4-315 1045 01°55.708' E/098°58.008' N

T4-316 1046 01°55.705' E/098°58.010' N

T4-317 1052 01°55.698' E/098°58.014' N

T4-318 1050 01°55.694' E/098°58.023' N

T4-319 1052 01°55.687' E/098°58.030' N

T4-320 1046 01°55.681' E/098°58039.' N

T4-321 1049 01°55.673' E/098°58.045' N

T4-322 1052 01°55.671' E/098°58.056' N

T4-323 1056 01°55.667' E/098°58.066' N

T4-324 1056 01°55.661' E/098°58.074' N

T4-325 1055 01°55.651' E/098°58.075' N

T4-326 1052 01°55.643' E/098°58.081' N

T4-327 1052 01°55.639' E/098°58.091' N

T4-328 1050 01°55.632' E/098°58.100' N

T4-329 1051 01°55.632' E/098°58.109' N

T4-330 1051 01°55632.' E/098°58.109' N

T4-331 1050 01°55.630' E/098°58.120' N

T4-332 1047 01°55.619' E/098°58.130' N

T4-333 1048 01°55.617' E/098°58.140' N

T4-334 1044 01°55.618' E/098°58.151' N

T4-335 1042 01°55.619' E/098°58.160' N

T4-336 1044 01°55.621' E/098°58.170' N

T4-337 1045 01°55.625' E/098°58.179' N

T4-338 1043 01°55.626' E/098°58.184' N

T4-339 1044 01°55.626' E/098°58.197' N

T4-340 1043 01°55.626' E/098°58.206' N

T4-341 1040 01°55.624' E/098°58.214' N

T4-342 1041 01°55.626' E/098°58.222' N

T4-343 1042 01°55625.' E/098°58.229' N

T4-344 1042 01°55.625' E/098°58.235' N

T4-345 1035 01°55.626' E/098°58.244' N

T4-346 Rotan buar-buar 2 1032 01°55.624' E/098°58.253' N

T4-347 1032 01°55.621' E/098°58.262' N

T4-348 1033 01°55.620' E/098°58272.' N


(2)

T4-350 1030 01°55.618' E/098°58.296' N T4-351 Mallo 15 1026 01°55.615' E/098°58.305' N T4-352 Rotan hotari 20 1022 01°55.612' E/098°58.315' N T4-353 Rotan buar-buar 2 1017 01°55.606' E/098°58.326' N T4-354 Rotan hotari 10 1012 01°55.601' E/098°58.332' N T4-355 Rotan buar-buar 2 1015 01°55.600' E/098°58.344' N

T4-356 1009 01°55.599' E/098°58.354' N

T4-357 1008 01°55.598' E/098°58.364' N

T4-358 1013 01°55.595' E/098°58.374' N

T4-359 1011 01°55.593' E/098°58.382' N

T4-360 Rotan dekke 2 1009 01°55.591' E/098°58.391' N

T4-361 1003 01°55.592' E/098°58.401' N

T4-362 1008 01°55.594' E/098°58.411' N

T4-363 1009 01°55.592' E/098°58.421' N

T4-364 1005 01°55.589' E/098°58.430' N

T4-365 1005 01°55.587' E/098°58.440' N

T4-366 1004 01°55.585' E/098°58.450' N

T4-367 1003 01°55.580' E/098°58.460' N

T4-368 1002 01°55.579' E/098°58.470' N

T4-369 1005 01°55.579' E/098°58.480' N

T4-370 1007 01°55.580' E/098°58.491' N

T4-371 1005 01°55.579' E/098°58.502' N

T4-372 1003 01°55.579' E/098°58.509' N

T4-373 1001 01°55.582' E/098°58.519' N

T4-374 996 01°55.584' E/098°58.526' N

T4-375 996 01°55.586' E/098°58.536' N

T4-376 997 01°55.588' E/098°58.546' N

T4-377 997 01°55.590' E/098°58.570' N

T4-378 998 01°55.592' E/098°58.582' N

T4-379 992 01°55.591' E/098°58.590' N

T4-380 992 01°55.593' E/098°58.601' N

T4-381 996 01°55.589' E/098°58.618' N

T4-382 1000 01°55.595' E/098°58.622' N

T4-383 Rotan buar-buar 2 1035 01°55.593' E/098°58.633' N

T4-384 993 01°55.593' E/098°58.640' N

T4-385 995 01°55.589' E/098°58.645' N

T4-386 Rotan hotari 2 1034 01°55.589' E/098°58.569' N T4-387 Rotan dokkan 25 1027 01°55.591' E/098°58.576' N T4-388 Mallo 3 1024 01°55.679' E/098°58.666' N T4-389 Mallo 3 1017 01°55.573' E/098°58.674' N

T4-390 998 01°55.571' E/098°58.683' N

T4-391 997 01°55.568' E/098°58.694' N

T4-392 Mallo 2 1019 01°55.568' E/098°58.698' N


(3)

T4-394 999 01°55.567' E/098°58.710' N

T4-395 1002 01°55.569' E/098°58.721' N

T4-396 Rotan buar-buar 35 1001 01°55.571' E/098°58.728' N

T4-397 995 01°55.571' E/098°58.738' N

T4-398 990 01°55.567' E/098°58.747' N

T4-399 986 01°55.565' E/098°58.755' N

T4-400 Rotan dekke 2 1022 01°55.560' E/098°58.763' N T5-401 Rotan buar-buar 1 1021 01°55.556' E/098°58.774' N

V T5-402 1025 01°55.167' E/098°55.543' N

T5-403 1018 01°55.165' E/098°55.555' N

T5-404 1017 01°55.162' E/098°55.563' N

T5-405 1019 01°55.161' E/098°55.579' N

T5-406 1016 01°55.160' E/098°55.584' N

T5-407 1016 01°55.161' E/098°55.595' N

T5-408 1027 01°55.161' E/098°55.605' N

T5-409 1036 01°55.161' E/098°55.616' N

T5-410 1041 01°55.164' E/098°55.626' N

T5-411 1034 01°55.167' E/098°55.632' N

T5-412 1026 01°55.169' E/098°55.643' N

T5-413 1012 01°55.172' E/098°55.650' N

T5-414 1009 01°55.731' E/098°55.658' N

T5-415 1001 01°55.170' E/098°55.666' N

T5-416 Rotan dokkan 5 1050 01°55.177' E/098°55.671' N

T5-417 995 01°55.177' E/098°55.678' N

T5-418 Rotan buar-buar 3 1051 01°55.177' E/098°55.680' N

T5-419 994 01°55.172' E/098°55.690' N

T5-420 Mallo 5 1047 01°55.172' E/098°55.698' N T5-421 Rotan dokkan 3 1048 01°55.171' E/098°55.707' N T5-422 Mallo 1 1044 01°55.167' E/098°55.714' N

T5-423 990 01°55.166' E/098°55.717' N

T5-424 984 01°55.165' E/098°55.724' N

T5-425 988 01°55.170' E/098°55.731' N

T5-426 995 01°55.167' E/098°55.735' N

T5-427 993 01°55.163' E/098°55.742' N

T5-428 998 01°55.163' E/098°55.'754 N

T5-429 1001 01°55.162' E/098°55.764' N

T5-430 1001 01°55.160' E/098°55.768' N

T5-431 996 01°55.158' E/098°55.777' N

T5-432 992 01°55.150' E/098°55.781' N

T5-433 988 01°55.145' E/098°55.787' N

T5-434 985 01°55.140' E/098°55.'792 N

T5-435 978 01°55.132' E/098°55.797' N

T5-436 Rotan pahu 5 1033 01°55.129' E/098°55.803' N


(4)

T5-438 989 01°55.122' E/098°55.817' N

T5-439 991 01°55.155' E/098°55.822' N

T5-440 988 01°55.110' E/098°55.833' N

T5-441 992 01°55.107' E/098°55.838' N

T5-442 988 01°55.105' E/098°55.840' N

T5-443 990 01°55.100' E/098°55.850' N

T5-444 995 01°55.092' E/098°55.857' N

T5-445 989 01°55.088' E/098°55.861' N

T5-446 991 01°55.081' E/098°55.865' N

T5-447 1001 01°55.074' E/098°55.870' N

T5-448 999 01°55.070' E/098°55.874' N

T5-449 995 01°55.064' E/098°55.880' N

T5-450 991 01°55.060' E/098°55.887' N

T5-451 988 01°55.056' E/098°55.895' N

T5-452 984 01°55.051' E/098°55.901' N

T5-453 978 01°55.045' E/098°55.903' N

T5-454 974 01°55.046' E/098°55.910' N

T5-455 976 01°55.043' E/098°55.913' N

T5-456 978 01°55.041' E/098°55.915' N

T5-457 977 01°55.043' E/098°55.925' N

T5-458 976 01°55.038' E/098°55.928' N

T5-459 972 01°55.032' E/098°55.936' N

T5-460 976 01°55.030' E/098°55.942' N

T5-461 Mallo 1 1001 01°55.028' E/098°55.949' N

T5-462 985 01°55.025' E/098°55.954' N

T5-463 992 01°55.024' E/098°55.963' N

T5-464 Rotan pahu 5 994 01°55.025' E/098°55.973' N

T5-465 1002 01°55.028' E/098°55.979' N

T5-466 996 01°55.026' E/098°55.984' N

T5-467 996 01°55.022' E/098°55.989' N

T5-468 995 01°55.014' E/098°55.997' N

T5-469 987 01°55.017' E/098°56.005' N

T5-470 981 01°55.020' E/098°56.001' N

T5-471 975 01°55.024' E/098°55.015' N

T5-472 972 01°55.031' E/098°56.018' N

T5-473 965 01°55.038' E/098°56.027' N

T5-474 Rotan dokkan 5 974 01°55.043' E/098°56.026' N T5-475 Mallo 3 980 01°55.050' E/098°56.032' N

T5-476 983 01°55.053' E/098°56.036' N

T5-477 988 01°55.058' E/098°56.038' N

T5-478 996 01°55.067' E/098°56.040' N

T5-479 1006 01°55.076' E/098°56.041' N

T5-480 1008 01°55.086' E/098°56.039' N


(5)

T5-482 1007 01°55.102' E/098°56.042' N

T5-483 1002 01°55.108' E/098°56.047' N

T5-484 Rotan pulogos 2 1002 01°55.117' E/098°56.052' N

T5-485 1000 01°55.123' E/098°56.063' N

T5-486 997 01°55.126' E/098°56.068' N

T5-487 Rotan dekke 5 987 01°55.129' E/098°56.072' N

T5-488 982 01°55.133' E/098°56.079' N

T5-489 975 01°55.136' E/098°56.085' N

T5-490 971 01°55.136' E/098°56.088' N

T5-491 964 01°55.139' E/098°56.097' N

T5-492 959 01°55.142' E/098°56.109' N

T5-493 Rota hotari 10 967 01°55.145' E/098°56.121' N

T5-494 973 01°55.147' E/098°56.122' N

T5-495 978 01°55.150' E/098°56.128' N

T5-496 987 01°55.151' E/098°56.137' N

T5-497 992 01°55.151' E/098°56.143' N

T5-498 991 01°55.154' E/098°56.155' N

T5-499 Rotan pahu 5 994 01°55.150' E/098°56.163' N

T5-500 996 01°55.148' E/098°56.172' N

Total 600

Lampiran 8b. Data Potensi Rotan per Hektar di Hutan Batang Toru Blok

Barat Kecamatan Adiankotng, Kabupaten Tapanuli Utara

Ketinggian (mdpl)

Jenis Rotan yang Ditemukan

Jumlah

(Rumpun)

900

Rotan Buar-Buar

81

Mallo

37

Rotan Hotari

5

Rotan Bas-Bason

25

Rotan Dokkan

5

Rotan Dekke

5

Total

158

1000

Rotan Buar-buar

212

Rotan Pulogos

18

Mallo

69

Rotan Hotari

36

Rotan Pahu

29

Rotan Maranak

34

Rotan Bas-bason

4

Rotan Dokkan

33

Rotan Dekke

7


(6)

Lampiran 8c. Data Penyebaran Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat

Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara

Jalur Jumlah

Plot

Jumlah Plot Kosong Jumlah Plot Berisi

Persentase Penyebaran

I 113 87 26 17.4

II 100 55 45 11

III 100 73 27 14.6

IV 87 71 16 14.2

V 100 86 14 17.2

Total Plot Kosong 372 - 74.4

Total Plot Berisi - 128 25.6


Dokumen yang terkait

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 52 73

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 2 13

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 1 2

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 3

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 11

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 2

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 25

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 8

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 2

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 4