BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Dan Loyalitas Wisatawan Di Daerah Tujuan Wisata Pantai Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Ginting (2011), dalam penelitiannya dengan judul : “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan dan Loyalitas Wisatawan di Pemandian Air Panas Alam Berastagi”. Dalam studi ini terdapat 3 variabel penentu yaitu kepuasan wisatawan, hambatan peralihan dan keluhan wisatawan. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa secara serempak ketiga variabel tersebut mempengaruhi terhadap loyalitas wisatawan di pemandian air panas alam Berastagi. Temuan ini dapat membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan pemasaran untuk meningkatkan dan mempertahankan loyalitas wisatawan di pemandian air panas alam Berastagi.
Heriyana (2008) dalam penelitiannya yang berjudul : “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wisatawan Di Daerah Tujuan Wisata bahwa bukti fisik, keandalan, ketanggapan, jaminan dan empati berpengaruh high
significan terhadap kepuasan wisatawan dan kepuasan wisatawan mempunyai
hubungan dengan loyalitas wisatawan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan survey dengan jenis penelitian deskritptif kuantitatif dan bersifat eksplanatori.
Brkic and Dzeko (2008), melakukan penelitian dengan judul “Managing
Tourist Satisfaction and Retention: A Case Of Tourist Destination Canton
Sarajevo, Bosnia and Herzegovina”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada5 peringkat komponen yang mempengaruhi kepuasan wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata yaitu: masyarakatnya, keramahan dan kepedulian terhadap pelanggan, kualitas makanan dan minuman, harga dan nilai yang diperoleh, pertunjukan pariwisata, penginapan dan lingkungan sekitar.
Pertunjukan pariwisata, penginapan dan lingkungan sekitar merupakan komponen dengan rating cukup rendah yang menjadi sumber keprihatinan bagi manajer pariwisata di Sarajevo karena merupakan faktor yang seharusnya berada pada skala tertinggi. Hal yang sama juga terjadi pada komponen higenis dan bersih yang menerima rating kepuasan terendah dari semua komponen, meskipun peringkat tinggi menurut signifikansi. Ia juga mengamati bahwa pertama kali pengunjung ke Sarajevo memberikan peringkat sedikit lebih rendah dari pengunjung berulang, dan menunjukkan kurangnya kemauan untuk kunjungan berulang. Penelitian ini menggunakan metode komunikasi personal melalui kuesioner (survei) antara responden/ wisatawan. Alat ukur untuk penilaian kepuasan wisata yang digunakan adalah sevenpoint skala Likert, di mana poin berarti 'sangat puas', dengan kelas 4 menandakan posisi netral, " tidak puas atau tidak puas '.
Pawitra and Tan (2003), dengan judul penelitian “Tourist Satisfaction In
Singapore–A Perspective From Indonesian Tourist ”. Penelitian ini
mengintegrasikan Model Kano, SERVQUAL, dan penyebaran kualitas fungsi.
The Cronbach ce test digunakan untuk menentukan keandalan data yang
dikumpulkan. Skala yang dihasilkan ditemukan internal diandalkan (Cronbach a = 0.88). Ini melebihi standar minimal 0,70 disarankan oleh Nunnally (1978).
Korelasi item-to-total, yang merupakan indikasi tingkat hubungan item terhadap skor total, diperiksa juga. Nilai atribut yang ditemukan dapat diandalkan.
Singapura dianggap memiliki citra positif dalam hal atribut. Singapura terutama dianggap bersih, tenang, santai, dan menghibur. Para wisatawan juga melihat Singapura sebagai tempat yang baik untuk berbelanja, luas dan teduh. Adanya jalur, jalan layang, dan underpass untuk pejalan kaki sehingga leluasa bergerak.
Adapun suasana hati atau pengalaman di Singapura, wisatawan Indonesia pada umumnya merasa santai karena lingkungan tertib dan aman. Selain itu, mereka berpendapat bahwa Singapura adalah tempat yang menyenangkan dan menghibur untuk mengunjungi. Gambaran negatif muncul dari masyarakat setempat yang tidak ramah dan harga barang yang mahal, sebagaimana dibuktikan oleh nilai rata- rata yang relatif rendah untuk atribut ini (3,43 dan 3,4 untuk masing-masing).
2.2. Teori Tentang Pemasaran Pariwisata
2.2.1. Pengertian dan Karakteristik Pemasaran Pariwisata
“marketing” berasal dari kata market yang berarti pasar. Karena itu pulalah dalam kehidupan sehari-hari istilah marketing sering disamakan dengan “pemasaran” oleh kebanyakan orang.
Menurut Yoeti (1996), marketing bukan saja mencakup masalah jual beli yang terjadi dalam pasar, tetapi juga membicarakan secara sistematis segala yang perdagangan dalam arti seluas-luasnya, tidak hanya menyangkut barang-barang saja, tetapi juga menyangkut jasa (service). Pemasaran lebih merupakan suatu jembatan antara produsen dan konsumen. Kegiatannya dimulai semenjak suatu barang dan jasa diproduksi, mendistribusikannya sampai ke tangan konsumen akhir. Sedangkan menurut Kotler, John dan James (2002), pemasaran (marketing) adalah proses sosial dan manajerial yang mengakibatkan individu dan kelompok memperolah apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptan dan pertukaran produk dan nilai dengan pihak lain.
Marketing dalam kepariwisataan merupakan hal yang sangat kompleks sekali karena produk daripada industri pariwisata mempunyai ciri-ciri khas dibandingkan dengan produk berupa barang dan lagi pula produk pariwisata sering saling berkaitan dengan beberapa perusahaan, instansi dan lembaga dalam masyarakat. Krippendorf dalam Yoeti (1996), memberikan batasan tentang marketing dalam kepariwisataan sebagai berikut : “…Marketing in tourism to be understoodas the systematic and coordinated
execution of business policy by tourist undertaking wheter private or state owned
at local, regional, national or international level to achieve the optimal
an appropriate return ”.
Menurut Ginting (2005) “Pemasaran pariwisata adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana wisatawan dan penyedia jasa wisata mendapatkan kebutuhan dan keinginannya melalui pertukaran. Penyedia jasa menciptakan, menawarkan jasa dan bertukar jasa wisata yang berkualitas dengan uang wisatawan dan wisatawan dapat menikmati jasa wisata yang berkualitas yang ditawarkan sehingga kedua belah pihak memperoleh kepuasan.
Sebenarnya pemasaran pariwisata itu, seperti halnya dengan pemasaran barang-barang manufaktur, tidak lain adalah usaha mencari keseimbangan antara permintaan (Demand) dan penawaran (Supply) sedemikian rupa sehingga kedua belah pihak mencapai kepuasan bagi wisatawan dan keuntungan bagi perusahaan atau Daerah Tujuan Wisata. Sebelum memasarkan produk pariwisata, seorang penjual haruslah memahami dan mengerti benar sifat dan karakter produk yang ditawarkan kepada pembeli (wisatawan).
2.2.2. Pelaku Pariwisata
Di dalam pasar wisata banyak pelaku yang terlibat. Meskipun peran mereka berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan pariwisata.
1. Wisatawan
Menurut Damanik dan Weber (2006), Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini permintaan wisata. Gaji yang tidak bertambah, syarat-syarat kerja yang menurun, atau singkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat akan berpengaruh terhadap konstelasi permintaan produk wisata. Dalam hal ini bisa dimaklumi mengapa suatu daerah atau Negara bisa menjadi sumber wisatawan atau negara yang intensitas wisatanya tinggi, sebaliknya daerah atau negara lain hanya menempati posisi sebagai penerima wisatawan atau penyedia jasa semata.
Menurut Salmun dalam Sulistiyani (2010) wisatawan adalah seseorang yang melakukan perjalanan baik untuk kesenangan maupun untuk sesuatu urusan dengan meninggalkan tempat kedudukan atau paling tidak untuk bermalam. Sedangkan menurut Lundberg, Mink dan Krishnamoorthy (1997), seorang wisatawan didefenisikan sebagai seseroang yang berada jauh dari tempat tinggalnya (jarak jauhnya ini berbeda-beda).
2. Industri Pariwisata
Menurut Foster (2000), dalam artian luas, pariwisata adalah bisnis menyediakan informasi, transportasi, akomodasi, dan pelayanan lainnya bagi para pejalan. Industri perjalanan dan pariwisata terbentuk dari perusahaan yang menyediakan pelayanan untuk semua tipe pejalan, baik pejalan yang melakukan perjalanan untuk kepentingan bisnis atau untuk bersenang-senang. Menurut Yoeti (1996), Industri Pariwisata adalah kumpulan dari macam- macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya. jasa yang memiliki karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Kotler dan Amstrong (2001), menyatakan bahwa jasa memiliki 4 karakteristik utama, yaitu : a.
Tidak Berwujud (Intangibility), jasa mempunyai sifat tidak berwujud, karena tidak bisa dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa tersebut.
b.
Tidak terpisah (Inseparability), jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan melewati berbagai penjual baru dikonsumsi. Jika seseorang memberikan pelayanan, maka penyediaanya merupakan bagian dari jasa itu. Karena klien juga hadir saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia klien merupakan ciri khusus pemasaran jasa.
c.
Berubah-ubah (Variability), jasa tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa itu diberikan. Pembeli jasa menyadari keragaman yang tinggi dan sering membicarakan dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
d.
Ketidaktahanlamaan (Perishability), jasa tidak dapat disimpan karena tidak tahan lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa jasa dihasilkan pada saat ada permintaan akan jasa tersebut dan permintaan ini tidak dapat ditunda.
3. Pemerintah
otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata. Tidak hanya itu, pemerintah bertanggungjawab dalam menentukan araha yang dituju perjalanan pariwisata. Kebijakan makro yang ditempuh pemerintah merupakan panduan bagi stakeholder yang lain di dalam memainkan peran masing-masing. Beberapa peran yang mutlak menjadi tanggungjawab pemerintah adalah sebagai berikut: a.
Penegasan dan konsistensi tentang tata-guna lahan untuk pengembangan kawasan wisata, termasuk kepastian hak kepemilikan sistem persewaan dan sebagainya; b. Perlindungan lingkungan alam dan cagar budaya untuk mempertahankan daya tarik objek wisata, termasuk aturan pemanfaatan sumberdaya lingkungan tersebut; c. Penyediaan infrastruktur (jalan, pelabuhan, bandara, dan angkutan) pariwisata; d.
Fasilitas fiskal, pajak, kredit, dan izin usaha yang tidak rumit agar masyarakat lebih terdorong untuk untuk melakukan wisata dan usaha- usaha wisata semakin cepat berkembang; e. Keamanan dan kenyamanan berwisata melalui penugasan polisi khusus pariwisata di kawasan-kawasan wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata
(kendaraaan, jembatan, dan lain-lain); f. Jaminan kesehatan di daerah tujuan wisata melalui sertifikasi kualitas lingkungan dan mutu barang yang digunakan wisatawan; Pengauatan kelembagaan pariwisata dengan cara memfasilitasi dan memperluas jaringan kelompok dan organisasi kepariwisataan; h.
Pendampingan dalam promosi wisata, yakni perluasan dan intensifikasi jejaring kegiatan promosi di dalam dan luar negeri; i.
Regulasi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berusaha di sector pariwisata, melindungi UKM wisata, mencegah perang tarif, dan sebagainya; j. Pengembangan sumber daya manusia dengan menerapkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja pariwisata dan akreditasi lembaga pendidikan pariwisata.
4. Masyarakat Lokal Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata.
5. Lembaga Swadaya Masyarakat Banyak LSM, baik lokal, regional, maupun internasional yang melakukan kegiatan di kawasan wisata. Bahkan jauh sebelum pariwisata berkembang, organisasi non-pemerintah ini sudah melakukan aktivitasnya baik secara partikuler maupun bekerjasama dengan masyarakat.
(Damanik dan Weber, 2006)
2.3. Teori Tentang Kepuasan
2.3.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan
bersangkutan adalah untuk memuaskan konsumen. Hal ini dilakukan untuk dapat mengantisipasi perubahan perilaku konsumen yang terjadi terus menerus dan semakin cepat, karena konsumen di masa sekarang ini lebih terdidik dan memiliki tuntutan yang lebih tinggi. Untuk menghadapi persaingan dan perubahan perilaku konsumen itu, maka perusahaan yang berpusat pada konsumen yang dapat memberikan nilai superior kepada mereka dan memenangkan persaingan.
Kunci untuk mempertahankan wisatawan adalah dengan memberikan kepuasan wisatawan (customer satisfaction) yang lebih tinggi dibanding dengan para pesaing. Wisatawan yang merasa puas akan bersedia balik kembali mengulangi pembeliannya dan merekomendasikan kepada orang ain untuk membeli (Kasali, 1998).
Menurut Mowen dan Minor (2001) mendefenisikan kepuasan konsumen (consumer satisfaction) sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya. Ini merupakan penilaian evaluatif pascapemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan/ mengkonsumsi barang atau jasa tersebut.
Menurut Kotler, John dan James (2002), kepuasan terhadap produk ditentukan oleh seberapa baik produk itu memenuhi harapan pelanggan terhadap produk tersebut.
Untuk dapat memberikan kepuasan, maka pemasar perlu untuk mengetahui harapan-harapan yang diinginkan oleh konsumennya. Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Bitner (1994) dalam Suryani (2008), terdapat 3 (tiga) konsumen yaitu kualitas pelayanan, kualitas produk dan harga. Sedangkan 2 (dua) faktor lainnya, yaitu faktor situasional dan faktor personal di luar kendali pemasar.
Para peneliti di bidang jasa mengidentifikasi 5 (lima) dimensi di mana konsumen mengevaluasi kualitas jasa yang dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Dimensi Kualitas
Dimensi Kualitas Jasa 1.
Berwujud : Termasuk fasilitas fisik, peralatan dan penampilan perorangan.
2. Reliabilitas : Kemampuan personil untuk melaksanakan secara bebas dan akurat.
3. Tanggapan : Konsumen diberikan pelayanan dengan segera.
4. Jaminan : Pengetahuan dan etika pegawai, serta kemampuan mereka untuk membangkitkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.
5. Empati : Kepedulian akan kemampuan pegawai dan perhatian individu.
Sumber : A. Parasuraman, Valarie A. Zeithami, dan Leonard L. Berry, “SERVQUAL: A. Multiple-Item Scale for
Measuring Consumer Perception of Service Quality.” Journal of Retailing, Vol. 64 (Musim Semi 1988), hlm. 12-36.Menurut Irawan (2003), seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari pemasok, produsen atau penyedia jasa.
Value ini berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan pelanggan yang puas akan berbagi pengalaman dengan pelanggan lain, ini akan menjadi referensi bagi perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Kotler (2002), Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya”. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara hasil yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tingkat kepuasan berikut : 1. Bila kinerja produk lebih buruk dari harapan, pelanggan akan merasa sangat puas atau gembira. Pelanggan memang harus dipuaskan, sebab kalau mereka tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing, hal ini akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan menurunkan laba bahkan kerugian.
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan keperluan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila ia dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggannya. Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh pelanggan dalam menilai suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat dipercaya, kemampuan teknis, diharapkan, berkualitas dan harga yang sepadan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, pelanggan sendiri yang menilai tingkat kepuasan yang mereka terima dari barang atau jasa spesifik yang diberikan, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemberi pelayanan
Menurut Lupiyoadi (2001) bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu : 1.
Kualitas produk. Pelannggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan. Terutama untuk industri jasa. Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3. Emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum kepadanya bila menggunakan produk dengan tinggi.
4. Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relative murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5. Biaya. Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
2.3.2. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut Supranto (2006), Pengukuran tingkat kepuasan erat kaitannya dengan mutu produk (barang atau jasa). Suatu produk dikatakan bermutu bagi seseorang kalau produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Menurut Kotler (2000) kepuasan pelanggan dapat diukur dengan menggunakan metode sebagai berikut :
1. Sistem Keluhan dan Saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, dan lain-lain.
2. Ghost Shopping Mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman dalam pembelian produk-produk tersebut.
3. Lost Customer Analysis
Menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan Penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggan.
2.4. Teori Tentang Loyalitas
2.4.1. Pengertian Loyalitas Pelanggan
Loyalitas merupakan konsistensi wisatawan untuk selalu mengunjungi obyek wisata. Menurut Sulistiyani (2010) Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari transaksinya saja atau pembelian berulang (repeat customer). Ada beberapa ciri seorang pelanggan bisa dianggap loyal, antara lain:
1. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur
Pelanggan yang membeli untuk produk yang lain di tempat yang sama 3. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain 4. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah
Mowen dan Minor dalam Tjiptono (2005) menyatakan “Loyalitas sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang”.
Loyalitas merupakan respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen yang mendasari kontinuitas relasi dan biasanya tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun kendala pragmatis.
Kotler (2000) mengatakan “the long term success of the a particular brand
is not based on the number of consumer who purchase it only once, but on number who become repeat purchase ”. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumen
yang loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari berapa sering dia melakukan pembelian ulang, termasuk disini merekomendasikan orang lain untuk membeli.
Sedangkan menurut Zeithaml et al., (1996) tujuan akhir keberhasilan perusahaan menjalin hubungan relasi dengan Wisatawannya adalah untuk membentuk loyalitas yang kuat. Indikator dari loyalitas yang kuat adalah: 1.
Say positive things, adalah mengatakan hal yang positif tentang produk yang telah dikonsumsi.
2. Recommend friend, adalah merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi kepada teman.
Continue purchasing, adalah pembelian yang dilakukan secara terus menerus terhadap produk yang telah dikonsumsi.
Jadi loyalitas Wisatawan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang. Untuk membangun kesetiaan wisatawan terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas sudah pasti dilakukan oleh wisatawan, dimana istilah yang muncul biasanya selalu loyalitas wisatawan, bukan loyalitas konsumen. Hal inilah yang akhirnya membuat perbedaan antara wisatawan (customer) dan konsumen (consumer).
Seseorang dapat dikatakan sebagai wisatawan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. Selanjutnya Griffin (2005) menyatakan bahwa: Seseorang wisatawan dikatakan setia atau loyal apabila wisatawan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan wisatawan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan wisatawan dilakukan untuk mempengaruhi sikap wisatawan, sedangkan konsep loyalitas wisatawan lebih berkaitan dengan prilaku wisatawan daripada sikap dari wisatawan.
2.4.2. Mengukur Loyalitas
Jika kepuasan wisatawan menyangkut apa yang diungkapkan oleh wisatawan,
maka loyalitas wisatawan berkaitan dengan apa yang dilakukan wisatawan. Oleh
sebab itu parameter kepuasan lebih subjektif, lebih sukar dikuantifikasi, dan lebih
sukar diukur dari pada loyalitas wisatawan (Tjiptono,2005:386).Menurut Parasuraman, et al. (1988) hasil dari evaluasi harapan individual
terhadap suatu produk akan menimbulakn persepsi akan menimbulkan persepsi
terhadap nilai dan bertindak berdasarkan hal tersebut. Selanjutnya wisatawan akan
memperhitungkan penawaran mana yang akan memberikan nilai dan kepuasan
tertinggi. Penawaran yang mampu memenuhi harapan tersebut akan berdampak pada perilaku pembelian ulang (buyer’s repetation).Schmid dalam Paliati (2004) juga menegaskan bahwa loyalitas wisatawan merupakan proses pembangunan aktivitas pembelian-ulang (repeat-purchase) pada seorang pembeli.
Lebih jauh bila ditinjau dari pengukuran perilaku (behavioral measurements),
perilaku Wisatawan yang terpenuhi harapan terhadap kepuasan perusahaan akan
menyampaikan rasa puasnya tersebut kepada orang lain. Hal ini disebut juga
pengaruh dari mulut ke mulut (worth of mouth positive).Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Morgan dan Hunt (1994) yang menyatakan bahwa outcomes dari loyalitas diukur melalui voluntary partnership,
yaitu cooperation dan word of mouth recommendation. Selanjutnya Seymus Bolaglu
dalam Paliati (2004) mendefenisikan cooperation sebagai niat untuk mencapai tujuanbersama dan juga keinginan konsumen untuk membantu perusahaan. Sedangkan
rekomendasi termasuk juga promosi perusahaan, membuat cerita-cerita positif dan
berbisnis dengan perusahaan.Loyalitas memiliki konsekuensi motivasional, perceptual, dan behavioral (Dick dan
Basu, 1994) seperti dijelaskan berikut ini:1. Search motivation (motivasi pencarian), yaitu motivasi untuk mencari informasi mengenai produk, merek, atau pemasok alternatif cenderung semaklin berkurang siring dengan meningkatnya pengalaman, pembelajaran, kepuasan dan pembelian ulang konsumen bersangkutan. Pada umumnya, hubungan sikap relatif dan pola pembelian ulang yang kuat akan menyebabkan berkurangnya motivasi konsumen untuk mencari informasi alternatif.
2. Resistance to counterpersuasion (daya tahan untuk menolak bujukan), dimana konsumen yang memiliki komitmen yang kuat terhadap objek spesifik cenderung memiliki komitmen yang kuat terhadap objek spesifik cenderung memiliki resistace to counterpersuasion yang kuat pula.
3. World of mouth (getok tular), loyalitas Wisatawan juga berdampak pada perilaku getok tular (word of mouth behavior), terutama bila konsumen merasakan pengalaman emosional yang signifikan. Wisatawan yang loyal cenderung bersedia menceritakan pengelaman positifnya kepada orang lain
Selanjutnya Paliati (2004) mengemukakan bahwa ada beberapa variabel
pengukuran loyalitas Wisatawan, antara lain (1) pembelian ulang; (2) Rekomendasi;
dan (3) Menceritakan hal-hal positif.Loyalitas Wisatawan juga dapat ditelusuri lewat ukuran-ukuran seperti
defection rate , jumlah dan kontuinitas Wisatawan inti, longevity of core customer,
dan nilai bagi Wisatawan inti. Ukuran tersebut bias dalam bentuk penghematan yangdiperolah Wisatawan inti sebagai hasil kualitas, produktivitas, reduksi biaya, dan
waktu siklus yang singkat.Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa indikasi dan pengukuran loyalitas Wisatawan dapat berupa:
1. Pembelian ulang (buyer’s repetition) (Parasuraman, at al., 1988, Schmid 1997, Paliati 2004).
2. Komitmen merek (Dick dan Basu 1994).
3. Getok tular positif/rekomendasi (Morgan dan Hunt 1994, Dick dan Basu 1994, Paliati 2004).
2.4.3. Cara Meningkatkan Loyalitas Wisatawan
Pada dasarnya, upaya mempertahankan (retention) Wisatawan agar tetap
loyal bias dilakukan dengan banyak cara. Selain memuaskan Wisatawan melalui
atribut produk dan atribut pelayanan yang berkualitas, para pemasar harus terus
berupaya melakukan inovasi pemasaran. Misalnya, dengan customer bonding
(mengikat Wisatawan). Caranya, bisa melalui financial bonding (mengikat Wisatawan dengan memberikan program yang lebih kea rah keuangan, seperti bonus,promo, hadiah mobil dan rumah) atau bias juga dengan emotional bonding
(menciptakan program yang bias menyentuh sisi emosional Wisatawan, dengan
membuat club marketing program atau frequency marketing program.Aaker dalam Suryani (1998) menyatakan bahwa untuk meningkatkan loyalitas wisatawan perusahaan dapat melakukan tiga tindakan, yaitu:
Pertama, melalui frequent-buyer program. Program yang diilhami usaha untuk
memberikan penghargaan dan memperkuat perilaku pembelian ulang ini dianggap
efektif untuk meningkatkan kesetiaan wisatawan.Kedua, pembentukan customer club. Melalui customer club perusahaan dapat
berkomunikasi secara langsung dengan wisatawan sehingga akan lebih mengenal
dekat siapa wisatawannya, latar belakang, kebutuhan serta keinginan-keinginannya.
Dari hal ini perusahaan akan banyak mendapatkan informasi yang nantinya sangat
bermanfaaat untuk penyusunan database wisatawan.
Ketiga, database marketing. Adanya database yang baik mengenai wisatawan akan
sangat memudahkan bagi perusahaan untuk berkomunikasi mengenai produk dan
mendapatkan informasi mengenai kebutuhan dan keinginan yang tersembunyi. Tantangan terbesar dalam hal loyalitas adalah karena realita pasar yang terus-menerus berubah dengan cepat, maka sarana untuk loyalitas wisatawan akan terus berevolusi sejalan dengan meningkatnya ekspektasi wisatawan.2.5. Kerangka Konseptual
Layaknya seperti industri-industri yang lain, industri pariwisata juga menghasilkan produk. Produk yang dihasilkan adalah berupa layanan jasa sedangkan konsumen dari produk yang dihasilkan tidak lain ialah wisatawan itu sendiri. Banyak sekali jasa-jasa yang dibutuhkan oleh para wisatawan kalau hendak melakukan perjalanan wisata. Seorang wisatawan akan memerlukan jasa transportasi untuk dapat sampai ketempat tujuannya. Layanan transportasi harus didukung oleh fasilitas jalan raya yang layak dan memadai. Setelah sampai ditempat tujuan, wisatawan juga memerlukan tempat untuk menginap, makan dan masih banyak lagi jasa-jasa yang dibutuhkan selama berwisata.
Menurut Yoeti (2000), industri Pariwisata adalah kumpulan dari macammacam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya.
Oleh karena industri pariwisata sebagai suatu industri yang menghasilkan produk berupa jasa, maka kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan kebutuhan mereka terpenuhi. Pelanggan bukan hanya akan kembali, tetapi juga bakal menceritakan kepuasannya kepada orang lain. Kepuasan pelanggan yang mendatangkan laba merupakan tujuan sentral dari pemasaran pariwisata (Kotler, 2002).
Pengukuran kepuasan wisatawan dapat dilihat bagaimana persepsi mereka dalam melakukan wisata dengan menggunakan pelayanan yang ditawarkan industri pariwisata. Jika pelayanan yang ditawarkan sesuai dengan yang diharapkan maka wisatawan akan merasa senang dan akan kembali lagi untuk membeli produk/jasa tersebut. Terbentuknya kesetiaan atau loyalitas pelanggan adalah harapan bagi setiap perusahaan, karena efeknya yang sangat besar bagi kelangsungan hidup perusahaan. Kotler (2001) menyatakan “rata-rata perusahaan akan kehilangan setengah pelanggannya dalam waktu kurang dari 5 tahun.
Namun, perusahaan dengan tingkat kesetiaan terhadap merk yang tinggi akan kehilangan kurang dari 20% pelanggannya dalam 5 tahun. Anderson dalam Suhartanto (2001) banyak peneliti yang setuju bahwa konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi loyal.
Bila kepuasan pelanggan tidak dapat diandalkan, maka pengukuran apa yang terkait dengan pembelian ulang? Pengukuran tersebut adalah loyalitas pelanggan (customer loyalty). Di masa lalu, upaya untuk memperoleh kepuasan pelanggan telah berhasil mempengaruhi sikap pelanggan. Konsep loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behavior) daripada dengan sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan loyal, ia menunjukkan perilaku pembelian yang didefenisikan sebagai pembelian nonrandom yang diungkapkan pelanggan yang loyal memilik prasangka spesifik mengenai apa yang akan dibeli dan dari siapa. Selain itu, loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali (Griffin, 2003).
Dalam industri pariwisata terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata Pantai Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi loyalitas wisatawan. Adapun faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan yaitu keindahan alam lokasi, kebersihan lokasi, kesejukan lokasi, keamanan lokasi, ketertiban, keramahan masyarakat, keterampilan pemandu wisata, tarif jasa pemandu, fasilitas sosial bandara/pelabuhan/terminal, sarana komunikasi, citra destinasi, dan kenangan.
Inskeep (1991), mengatakan bahwa suatu objek wisata harus mempunyai 5 (lima) unsur penting, yaitu: 1.
Daya tarik Daya tarik merupakan faktor utama yang menarik wisatawan mengadakan perjalanan mengunjungi suatu tempat, baik suatu tempat primer yang menjadi tujuan utamanya, atau tujuan sekunder yang dikunjungi dalam suatu perjalanaan primer karena keinginannya untuk menyaksikan, merasakan, dan menikmati daya tarik tujuan tersebut. Sedangkan daya tarik sendiri dapat diklasifikan kedalam daya tarik lokasi yang merupakan daya tarik permanen.
2. Prasarana Wisata
wisata. Fasilitas ini cenderung berorientasi pada daya tarik wisata di suatu lokasi, sehingga fasilitas ini harus terletak dekat dengan objek wisatanya.
Prasarana wisata cenderung mendukung kecenderungan perkembangan pada saat yang bersamaan. Prasarana wisata ini terdiri dari: a. Prasarana akomodasi
Prasarana akomodasi ini merupakan fasilitas utama yang sangat penting dalam kegiatan wisata. Proporsi terbesar dari pengeluaran wisatawan biasanya dipakai untuk kebutuhan menginap, makan dan minum. Daerah wisata yang menyediakan tempat istirahat yang nyaman dan mempunyai nilai estetika tinggi, menu yang cocok, menarik, dan asli daerah tersebut merupakan salah satu yang menentukan sukses tidaknya pengelolaan suatu daerah wisata.
b. Prasarana pendukung Prasarana pendukung harus terletak ditempat yang mudah dicapai oleh wisatawan. Pola gerakan wisatawan harus diamati atau diramalkan untuk menentukan lokasi yang optimal mengingat prasarana pendukung akan digunakan untuk melayani mereka. Jumlah dan jenis prasarana pendukung ditentukan berdasarkan kebutuhan wisatawan.
3. Sarana Wisata
Sarana Wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.
Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu, selera pasar pun dapat menentukan tuntutan berbagai sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata antara lain biro perjalanan, alat transportasi, dan alat komunikasi, serta sarana pendukung lainnya. Tidak semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.
4. Infrastruktur Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik diatas permukaan tanah dan dibawah tanah, seperti: sistem pengairan, sumber listrik dan energi, sistem jalur angkutan dan terminal, sistem komunikasi, serta sistem keamanan atau pengawasan. Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
5. Masyarakat, Lingkungan, dan Budaya Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wistawan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan masyarakat, lingkungan dan budaya adalah sebagai berikut: a.
Masyarakat Masyarakat di sekitar obyek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut, sekaligus akan memberikan layanan yang diperlukan mempunyai kekhasan sendiri akan memberikan kesan yang mendalam. Untuk itu masyarakat di sekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan.
b.
Lingkungan Disamping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan alam di sekitar objek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tidak rusak dan tercemar. Lalu-lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistim dari fauna dan flora di sekitar objek wisata. Oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu objek wisata.
c.
Budaya Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini pun kelestariannya tak boleh tercemar oleh budaya asing , tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang mengesankan bagi setiap wisatawan yang berkunjung.
Menurut Inskeep (1991) dalam pariwisata terdapat sarana dan prasarana. Sarana pariwisata disebut sebagai ujung tombak usaha kepariwisataan dapat diartikan sebagai usaha yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata dimana sarana tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Akomodasi Wisatawan akan memerlukan tempat tinggal untuk sementara waktu selama dalam perjalanan untuk dapat beristirahat. Dengan adanya sarana ini, maka akan mendorong wisatawan untuk berkunjung dan menikmati objek dan daya tarik wisata dengan waktu yang relatif lebih lama. Informasi mengenai akomodasi ini mempengaruhi penilaian wisatawan pilihan jenis akomodasi yang dipilih, seperti jenis fasilitas dan pelayanan yang diberikan, tingkat harga, jumlah kamar yang tersedia dan sebagainya.
2. Tempat makan dan minum Wisatawan yang berkunjung ke suatu objek wisata tentunya ingin menikmati perjalanan wisatanya, sehingga pelayanan makanan dan minuman harus mendukung hal tersebut bagi wisatawan yang tidak membawa bekal. Bahkan apabila suatu daerah tujuan wisata mempunyai makanan yang khas, wisatawan yang datang disamping menikmati atraksi wisata juga menikmati makanan khas tersebut. Pertimbangan yang diperlukan dalam penyediaan fasilitas makanan dan minuman antara lain adalah jenis dan variasi makanan yang ditawarkan, tingkat kualitas makanan dan minuman, pelayanan yang diberikan, tingkat harga, tingkat kebersihan, dan hal-hal lain yang dapat menambah selera makan seseorang serta lokasi tempat makannya.
3. Tempat belanja pengeluaran wisatawan didistribusikan untuk berbelanja. Penilaian dalam penyediaan fasilitas belanja ini dilakukan terhadap ketersediaan barang- barang yang dijual dan pelayanan yang memadai, lokasi yang nyaman dan akses yang baik serta tingkat yang relatif terjangkau.
4. Fasilitas umum di lokasi objek wisata
Fasilitas umum yang akan dikaji adalah fasilitas yang biasanya tersedia di tempat rekreasi seperti tempat parkir, toilet umum, musholla, dan lain-lain.
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata prasarana dasar yang melayani penduduk lokal seringkali juga melayani kegiatan pariwisata, seperti jalan, sumber listrik dan energi, sumber air dan sistem pengairan, fasilitas kesehatan, sistem pembuangan kotoran/sanitasi, telekomunikasi, terminal angkutan, jembatan, dan sebagianya. Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata perlu disesuaikan dan mempertimbangkan kondisi dan lokasi yang akan meningkatkan aksesibilitas suatu objek wisata yang pada waktunya dapat meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri, selain itu juga diperlukan koordinasi dan dukungan antar instansi terkait. Dari uraian di atas, peneliti dapat membuat kerangka konseptual sebagai berikut :
Penataan sarana dan prasarana yang teratur (V1) Penataan sarana dan prasarana yang serasi (V2) Penggunaan tata warna pada sarana dan prasarana yang selaras dengan lingkungan sekitarnya serta menunjukkan sifat-sifat kepribadian nasional (V3) Kebersihan sarana dan prasarana (V4) Kebersihan sajian makanan dan minuman (V5) Kesehatan sajian makanan dan minuman (V6) Kebersihan perlengkapan wisata (V7) Pakaian dan penampilan petugas (V8) Terdapat penghijauan secara teratur (V9) Terdapat penghijauan secara indah dalam bentuk taman maupun di lingkungan sekitar (V10) Aman dari tindak kejahatan (V11) Aman dari serangan penyakit menular (V12) Aman dari kecelakaan yang disebabkan oleh alat perlengkapan dan fasilitas yang kurang baik (V13) Masyarakat di sekitar yang sangat baik (V14) Ketertiban Lalu lintas (V15) Alat angkutan yang berangkat tepat pada waktunya (V16) Alat angkutan yang datang tepat pada waktunya (V17) Tidak terdapat orang yang berdesakan ketika ingin mendapatkan atau membeli sesuatu yang diperlukan (V18) Bangunan dan lingkungan tertata rapi (V19) Informasi yang benar dan tidak membingungkan
Kepuasan seputar daerah tujuan wisata (V20) Keramahan masyarakat sekitar tujuan wisata (V21)
Wisatawan Masyarakat di sekitar suka membantu tanpa pamrih (V22) Keterampilan pemandu wisata (V23)
(Y1) Kemampuan pemandu wisata dalam berinteraksi dengan wisatawan (V24) Wawasan pemandu wisata tentang objek wisata yang digelutinya (V25) Kemampuan pemandu wisata dalam menjelaskan kelebihan-kelebihan yang ada pada daerah tujuan wisata (V26) Tarif jasa pemandu (V27) Kesesuaian informasi yang diperoleh dari pemandu dengan biaya yang dikeluarkan (V28) Kecepatan layanan transportasi (V29) Rute penerbangan dari dan menuju daerah wisata (V30) Ketersediaan sarana pendukung (WC, angkutan dari menuju bandara, kantin, dll) (V31) Jaringan komunikasi yang lancar dan tidak terputus-putus (internet dan telepon (selular) (V32) Kemudahan daalam melakukan pembelian pulsa (V33) Kualitas pelayanan (V34) Harga Layanan (V35) Kualitas tujuan wisata secara keseluruhan (V36) Waktu yang harus dikorbankan untuk menuju ke daerah sesuai dengan pengalaman yang diperoleh (V37) Akomodasi yang sangat nyaman (V38) Akomodasi yang sangat bersih (V39) Pertunjukan seni budaya (V40) Keragaman jenis makanan (V41) Kelezatan makanan (V42) Penampilan dan penyajian makanan (V43) Tampilan cendera mata (V44) Harga cendera mata(V45)
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Pertama X1 X2 Kepuasan LoyalitasX3 Wisatawan (Y1) Wisatawan (Y2)
X4 …Xn
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Kedua2.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka hipotesis dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk kerangka konseptual pertama, tidak diperlukan hipotesis karena penelitian ini bersifat explanotary factor analysis sehingga faktor yang ada akan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor.
2. Untuk kerangka konseptual kedua, terdapat 2 (dua) hipotesis yaitu :
Hipotesis pertama: H0: Variabel X1, X2, X3, X4…Xn tidak berpengaruh terhadap tingkat kepuasan wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung.
H1: Variabel X1, X2, X3, X4…Xn berpengaruh terhadap tingkat kepuasan wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung.
H0: Variabel X1, X2, X3, X4…Xn melalui variabel kepuasan wisatawan tidak berpengaruh terhadap loyalitas wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung. H1: Variabel X1, X2, X3, X4…Xn melalui variabel kepuasan wisatawan berpengaruh terhadap loyalitas wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung.