BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Mahasiswa Pada AMIK MBP Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

  Bayhaqi (2006) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis pengaruh kualitas layanan dan keunggulan produk terhadap kepuasan pelanggan dan dampaknya pada minat membeli ulang (studi kasus pada Auto Bridal Semarang). Alat analisis data dengan menggunakan Structural

Equation Modeling (SEM) yang dijalankan dengan perangkat lunak AMOS.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas layanan dan keunggulan produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dan kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat membeli ulang.

  Faizul (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi

Bauran Pemasaran dan Hubungannya Dengan Kepuasan Dan Loyalitas

Pelanggan pada Carefour”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan

menganalisis pengaruh bauran pemasaran yang berdiri dari produk, harga,

promosi, lokasi, desain kantor dan pelayanan terhadap pelanggan, dan

mengetahui dan menganalisis hubungan kepuasan dan loyalitas nasabah. Teknik

Pengumpulan data primer dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi

dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 97 responden. Sifat

penelitian adalah explanatory yang didukung oleh metode survey, pendekatan

penelitian deskriptif kuantitatif, dimana variabel yang diteliti diukur dengan

rating scale . Sedangkan hasil uji parsial menunjukkan terdapat pengaruh yang

  

signifikan terhadap produk, harga, lokasi, orang dan pelayanan. Variabel yang

dominan berpengaruh adalah harga (bagi hasil) (93,0%) dan pelayanan (89,6%).

  

Sementara variabel promosi dan proses tidak berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan pelanggan Carefour Medan. Pada Determinan (R2) menunjukkan

variabel bebas yang diteliti mampu menjelaskan variasi variabel terikat sebesar

47,9%. Sisanya sebesar 52,1% dijelaskan oleh variabel lain yang belum diteliti.

  Menurut Rezeki (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Mahasiswa Memilih Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) IBBI Medan”. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah produk (program studi), harga (uang kuliah), lokasi (tempat), promosi, orang, proses, pelayanan mempunyai pengaruh secara siqnifikan terhadap keputusan mahasiswa memilih belajar di STIE

  IBBI Medan. Secara uji parsial ditunjukkan bahwa promosi berpengaruh dominan terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih STIE IBBI Medan.

2.2 Loyalitas Konsumen

2.2.1 Pengertian Loyalitas Konsumen

  Loyalitas konsumen merupakan salah satu faktor sukses utama bagi perusahaan untuk memperoleh daya saing yang berkesinambungan (Lee and Cunningham, 2001). Pada umumnya perusahaan memakai ukuran kepuasan konsumen sebagai standar untuk memantau loyalitas konsumen. Namun kepuasan saja tidak akan menciptakan loyalitas konsumen tanpa ada kepercayaan (Lee and Cunningham, 2001).

  Loyalitas konsumen merupakan asset dan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan. Menurut Griffin (dalam Hurriyati, 2008) “Loyalty

  

is defined as noon random purchase expressed over time by some decision

making unit ”. Berdasarkan pengertian tersebut bahwa loyalitas lebih mengacu

  pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih. Dengan demikian kesimpulannya bahwa loyalitas terbentuk karena adanya pengalaman dalam menggunakan suatu barang atau jasa.

  Egan (2001) bahwa loyalitas merupakan nilai yang diperoleh dari hubungan jangka panjang karena seseorang merasa memperoleh banyak manfaat dari hubungan tersebut.

  Salah satu cara untuk mencapai keunggulan dan peningkatan laba yang berkelanjutan adalah melalui loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal akan melakukan kunjunagan yang berulang kali serta bersedia memberi rekomendasinya kepada teman, keluarga dan lainnya. Menurut Gaffar (2007), menyatakan bahwa “Loyalitas ialah kesetiaan seseorang dalam jangka waktu yang lama, dimana mereka melakukan pembelian secara teratur dan perilaku pembelian tidak dilakukan dengan acak (non random) beberapa unit keputusan”.

  Selanjutnya Tjiptono (2006) telah mengkombinasikan komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, sehingga diperoleh 4 (empat) situasi kemungkinan loyalitas konsumen, yaitu : (1) no loyalty, (2) spurious loyalty, (3) latent loyalty, (4) pure loyalty.

  1. No loyalty Bila sikap dan perilaku pembelian ulang konsumen sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, sikap yang lemah bisa terjadi bila suatu produk/jasa baru diperkenalkan dan/atau pemasarannya tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan produknya.

  Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa/sama. Konsekuensinya, pemasar mungkin sangat sukar membentuk sikap yang positif/kuat terhadap produk dan perusahaannya, namun pemasar bisa mencoba menciptakan spurious loyalty melalui lokasi yang strategis, promosi yang agresif, meningkatkan shelf space untuk mereknya dan lain-lain.

  2. Spurious loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai dengan pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau captive loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya norma subjektif dan faktor situasional. Situasi ini bisa dikatakan pula

  

inertia, di mana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori

  produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarty (karena penempatan produk yang strategis pada rak pajangan, lokasi outlet jasa di pusat perbelanjaan atau persimpangan jalan yang ramai) atau faktor diskon.

  Dalam konteks produk industrial, pengaruh sosial juga bisa menimbulkan spurious loyalty.

  3. Latent loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian uang.

  4. Loyalty Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan oleh pemasar, di mana konsumen bersikap positif terhadap produk/jasa atau penyedia produk/jasa bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

  Loyalitas dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan emosi yang terdiri dari dua dimensi, pertama adalah kecenderungan emosi yang terhadap suatu merek. Hal ini mengacu pada segi afektif (suka-tidak suka), perasaan takut, hormat ataupun perasaan kecewa terhadap suatu merek dibanding merek- merek lain yang ada di pasar. Kecenderungan emosi ini didapatkan oleh konsumen melalui pengalaman terdahulu terhadap suatu merek ataupun berasal dari informasi-informasi yang didapat dari orang lain, kedua dari loyalitas adalah kecenderungan mengevaluasi terhadap suatu merek. Kecenderungan ini meliputi evaluasi yang bersifat positif berdasarkan kriteria-kriteria yang dianggap relevan untuk menggambarkan kegunaan suatu merek bagi konsumen.

  Kecenderungan ini pun diperoleh o1eh konsumen melalui pengalaman terdahulu dan dari informasi-informasi yang didapat mengenai merek tersebut.

  Menurut Tjiptono (2002), setiap perusahaan yang memperhatikan kepuasan konsumen akan memperoleh beberapa manfaat pokok yaitu reputasi perusahaan yang makin positif dimata konsumen dan masyarakat, serta dapat mendorong terciptanya loyalitas konsumen memungkinkan bagi perusahaan, meningkatkan keuntungan, maka harmonisnya hubungan perusahaan dengan konsumennya, serta mendorong setiap orang dalam perusahaan untuk bekerja dengan tujuan yang lebih baik.

  Memiliki konsumen yang loyal adalah merupakan tujuan akhir dari semua perusahaan, tetapi kebanyakan perusahaan tidak menyadari bahwa loyalitas konsumen dibentuk melalui tahapan yang dimulai dari mencari calon konsumen potensial sampai dengan advocate customer yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk membentuk loyalitas, berikut definisi dari terjemahan loyalitas (customer loyalty) menurut Oliver (2002), menyatakan bahwa komitmen untuk bertahan secara mendalam dengan melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali dengan produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.

  Sedangkan Griffin (2001) menyatakan pendapatnya tentang loyalitas konsumen merupakan konsep loyalitas lebih mengarah kepada prilaku (behaviour) dibandingkan dengan sikap (attitude) dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan prilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli yang teratur dan diperlihatkan sepanjang waktu oleh beberapa unit pembuatan keputusan”. Kemudian Griffin (2001) juga mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal terhadap barang dan jasa, antara lain:

  1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal)

  2. Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan, pesanan dan lain-lain.

  3. Mengurangi biaya turn over konsumen karena menggantian konsumen yang lebih sedikit.

  4. Meningkatkan penjualan silang yang akan meningkatkan pangsa pasar.

  5. Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka puas.

  6. Mengurangi biaya kegagalan seperti biaya penggantian.

  Konsumen yang loyal, sudah pasti adalah konsumen yang puas. Hal seperti inilah yang mendorong perusahaan mengembangkan teknik untuk meningkatkan kepuasan konsumen demi mencapai konsumen yang loyal. Konsumen yang loyal adalah orang yang : 1.

  Melakukan pembelian berulang secara teratur 2. Membeli antarlini produk dan jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

  Loyalitas merupakan suatu konsep yang penting dalam marketing karena loyalitas merupakan salah satu faktor untuk dapat menentukan pangsa pasar (market share) dari suatu perusahaan. Pangsa pasar itu sendiri merupakan suatu aset dari suatu perusahaan, sejak perusahaan tersebut masuk dalam suatu pasar, perusahaan tersebut akan menghadapi suatu hambatan atau entry barrier, karena perusahaan tersebut belum memiliki market share (Faria, 2003).

  Loyalitas konsumen terhadap suatu produk yang ditawarkan oleh perusahaan dicerminkan dari kebisaaan konsumen dalam melakukan pembelian produk secara terus manerus sehingga hal ini harus diperhatikan oleh perusahaan. Dengan demikian perusahaan perlu mengamati loyalitas konsumen untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta tercapainya tujuan perusahaan. Pada dasarnya setiap perusahaan yang melakukan program kualitas pelayanan maka akan menciptakan kepuasan konsumen. Konsumen yang memperoleh kepuasan dalam pelayanan merupakan modal dasar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas konsumen.

  Membangun loyalitas memerlukan banyak usaha yang terus menerus. Biasanya media iklan untuk membangun awareness konsumen terhadap merek digunakan untuk membangun suatu citra merek dengan harapan bila citra merek yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa kuat, maka akan mampu membangun loyalitas konsumen ( Schoenbachler et al. 2004).

  Seseorang dapat dikatakan sebagai konsumen apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk/jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang- ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai konsumen tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen (Musanto, 2004).

  Banyak dari konsumen merupakan multi-brand buyers dan hanya sepersepuluh dari konsumen yang merupakan konsumen yang benar-benar loyal.

  Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumen yang terus meningkat melebihi kemampuan yang dapat ditawarkan oleh satu produk suatu perusahaan, sehingga konsumen seringkali melakukan mix dan match pada produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka (Egan, 2001).

  Pada umumnya, loyalitas adalah sesuatu yang menyebabkan konsumen dapat memilih suatu merek, jasa, toko, produk dan kegiatan-kegiatan tertentu.

  Loyalitas lebih kepada suatu fitur yang dimiliki oleh konsumen, dan bukan hanya kepada sesuatu yang berhubungan dengan suatu merek (Uncles, 2002).

  Loyalitas merupakan salah satu cara konsumen untuk mengekspresikan kepuasan mereka akan performance dari produk atau jasa yang mereka terima (Bloemer dan Kasper, dalam Ballester, 2001).

  Loyalitas konsumen merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan konsumen terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang- ulang tersebut (Olson, dalam Musanto, 2004).

  Konsumen yang loyal adalah konsumen yang memiliki perilaku yang mendukung suatu perusahaan, memiliki komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa perusahaan tersebut dan merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada pihak lainnya sehingga dapat dikatakan merupakan alat marketing yang luar biasa bagi perusahaan. Mereka dapat menyediakan rekomendasi dan menyebarkan word-of-mouth yang positif tentang perusahaan, dapat meningkatkan penjualan dengan membeli produk-produk lainnya dari perusahaan tersebut dan akan lebih sering membeli produk tersebut serta hanya membutuhkan biaya yang lebih kecil untuk memuaskan mereka karena mereka telah mengenal produk tersebut dan membutuhkan lebih sedikit informasi mengenai produk tersebut (Bowen dan Chen, 2001).

  Loyalitas tidak hanya berarti adanya keinginan konsumen untuk membeli kembali suatu merek yang sama di kemudian hari, tetapi juga konsumen tersebut memiliki suatu komitmen secara psikologis ataupun sikap terhadap merek tersebut. Dan konsumen yang loyal tidak hanya membeli merek tersebut tetapi juga menolak untuk berpindah ke merek lain walaupun merek lain menawarkan sesuatu yang lebih dibanding merek yang mereka gunakan Wells et al. (2003) dalam Schoenbachler et al. (2004).

  Konsumen yang loyal adalah yang tidak sensitif terhadap harga, menyampaikan rekomendasi yang positif mengenai merek dan bersedia mengeluarkan lebih banyak uang untuk perusahaan penghasil merek tersebut Dowling dan Uncles, dalam Schoenbachler et al.(2004). Penerimaan akan suatu merek ( Isbrecht et al. 2001). Ada pula yang menyatakan bahwa loyalitas adalah suatu perilaku membeli kembali (behaviour loyalty) suatu merek atau sekumpulan merek yang bersifat non-random yang melalui suatu proses pengevaluasian (menial loyalty) (Costabile, 2001).

  Loyalitas dapat pula berarti preferensi konsumen untuk membeli suatu merek tertentu dari suatu kategori produk. Hal tersebut terjadi karena konsumen merasa bahwa suatu merek mampu menawarkan fitur produk, citra produk atau tingkat kualitas produk yang sesuai dengan harganya. Pada dasarnya, pertama kali konsumen akan melakukan percobaan pembelian terhadap suatu produk, setelah mereka mencoba produk tersebut dan merasa puas, mereka akan menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan dan akan terus membeli produk yang sama karena mereka merasa produk tersebut lebih aman dan dikenal Giddens ( 2002).

  Ukuran untuk loyalitas konsumen bervariasi, salah satunya adalah melalui empat komponen, yaitu kesediaan konsumen untuk membeli/ menggunakan kembali produk atau jasa yang sama di masa yang akan datang, kesediaan konsumen untuk memberikan rekomendasi produk atau jasa yang mereka gunakan kepada orang lain, toleransi harga yang diterapkan untuk produk atau jasa tersebut dan kesediaan untuk melakukan adopsi silang yaitu membeli/menggunakan produk lainnya yang berasal dari merek atau perusahaan yang sama dengan produk yang telah mereka gunakan Gronholdt et

  al . (2000).

2.2.2 Faktor-faktor yang Menentukan Loyalitas

  Konsumen dapat menjadi konsumen yang loyal karena adanya beberapa faktor-faktor yang menentukan loyalitas terhadap suatu produk atau jasa.

  Menurut Egan (2001), ada lima faktor yang menentukan seorang konsumen loyal terhadap merek yang mereka gunakan, yaitu:

  1. nilai merek (brand value) 2. karakteristik individu yang dimiliki oleh konsumen 3. hambatan berpindah (switching barrier), 4. kepuasan konsumen dan 5. lingkungan pasar.

  Konsumen menilai suatu merek relatif terhadap kompetitornya dalam 3 (tiga) hal, yaitu: citra yang ditampilkan oleh merek, kualitas dan harga. Faktor tersebut sangat penting karena akan menghitung nilai ekonomi yang dikorbankan oleh konsumen dalam mengakuisisi merek tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap citra merek itu dibanding merek lain.

  Konsumen yang loyal sering kali mencari tahu tentang produk dari perusahaan sejenis karena konsumen selalu memiliki potensi untuk menjadi lebih puas dimanapun dan pada situasi apapun. Hal ini merupakan bukti dari suatu situasi dimana switching barriers rendah dan keuntungan dari membangun suatu hubungan yang erat dengan suplier dianggap bukan merupakan sesuatu hal yang penting oleh konsumen.

2.2.3 Tingkat Loyalitas Konsumen

  Untuk menjadi konsumen yang loyal, seseorang konsumen harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, melalui penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap, karena setiap tahap mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dengan memberikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal.

  Ada beberapa tahapan konsumen dikategorikan sebagai konsumen yang loyal yaitu:

  1. Suspect

  

Suspect meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa

  perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspect karena yakin bahwa mereka akan membeli tapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.

  2. Prospects

  

Prospects adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa

  tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospects ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut padanya.

  3. Disqualified Prospects

  

Disqualified prospects adalah prospects yang telah mengetahui keberadaan

  barang atau jasa tertentu. Tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.

  4. First Time Costumers

First time costumor adalah konsumen yang membeli untuk pertama kalinya.

  Mereka masih menjadi konsumen yang baru dari bagian atau jasa pesaing.

  5. Repeat Costumer

  

Repeat costumer adalah konsumen yang telah melakukan pembelian suatu

  produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.

  6. Clients

  Clients membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan yang mereka

  butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan persaingan produk lain.

  7. Advocates

  Advocates membeli seluruh barang atau jasa yang ditawarkan yang ia

  butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli barang atau jasa tersebut. Ia membicarakan tentang barang atau jasa tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut (Griffin, 2003).

2.3 Kepuasan konsumen

2.3.1 Pengertian Kepuasan Konsumen

  Kepuasan konsumen sebagai tujuan semua perusahaan. Untuk mencapai kepuasan seseorang, perusahaan harus mencari cara yang dapat membuat konsumen merasa senang dan tertarik dengan produk yang ditawarkan. Selain merasa senang dan tertarik dengan produk yang ditawarkan, perusahaan juga harus merancang produk yang dimilikinya mampu bersaing dengan jenis usaha sejenis. Oleh karena itu, konsumen atau pengguna jasa memegang peranan penting dalam mengukur kepuasan terhadap produk yang ditawarkan.

  Kotler (2007) dalam Isbandono (2010) mendefenisikan kepuasan konsumen sebagai evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (out come) sama atau melampaui harapan konsumen. Sedangkan ketidakpuasan apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan konsumen. Perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dihasilkan terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, konsumen tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, konsumen menjadi puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka konsumen amat puas.

  Kotler (2001) menyatakan bahwa, “Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Seandainya produk tersebut berada di bawah harapan konsumen, maka konsumen tersebut merasa dikecewakan (tidak puas) dan jika memenuhi harapan maka konsumen tersebut merasa puas”. Selanjutnya menurut Irawan (2004), “Kepuasan konsumen ditentukan oleh persepsi konsumen atas performance jasa dalam memenuhi harapan konsumen. Konsumen merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan konsumen terlampaui”.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen menurut Zheithami and Bitner (2004) dalam Sulistiarini ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen antara lain :

  1. Fitur produk atau jasa. Kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa secara signifikan dipengaruhi oleh evaluasi konsumen terhadap fitur produk atau jasa. Konsumen jasa akan membuat trade-off antara fitur jasa yang berbeda ( misalnya lokasi, fasilitas atau harga produk yang ditawarkan ) tergantung pada tipe jasa yang dievaluasi.

  2. Emosi konsumen. Emosi juga dapat mempengaruhi konsumen terhadap jasa yang ditawarkan. Pikiran atau perasaan konsumen (

  good mood atau bad mood ) dapat mempengaruhi respons konsumen

  terhadap jasa. Emosi juga dapat disebabkan oleh pengalaman konsumsi yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap jasa.

  Emosi positif seperti perasaan bahagia akan meningkatkan kepuasan konsumen. Sebaliknya, perasaan sedih, penyesalan dan kemarahan akan menurunkan tingkat kepuasan.

  3. Atribusi (memperkirakan apa yang menyebaban orang lain berperilaku tertentu) untuk kegagalan atau keberhasilan jasa. Ketika konsumen dikejutkan dengan hasil ( jasa lebih baik atau lebih buruk daripada harapan), konsumen cenderung membuat alasan dan penilaian mereka terhadap alasan akan dapat mempengaruhi kepuasan.

4. Persepsi terhadap kewajaran dan keadilan (equity and fairness).

  Konsumen bertanya kepada diri mereka: Apakah saya diperlakukan secara baik dibandingkan dengan konsumen yang lain? Apakah konsumen yang lain mendapatkan pelayanan yang lebih baik, fasilitas yang lebih baik, harga yang lebih baik? Apakah saya membayar dengan harga wajar untuk jasa yang saya beli? 5. Konsumen lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan konsumen juga dipengaruhi oleh orang lain. Pengalaman orang lain terhadap suatu jasa akan diceritakan kepada orang lain yang ingin memakai jasa tersebut.

  Melalui faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, maka menurut Kotler (2004) dalam Manullang (2008) diperlukan cara mengukur kepuasan konsumen, yaitu: 1.

  Sistem keluhan dan saran konsumen. Perusahaan yang berorientasi kepada konsumen memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada konsumen untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan. Adapun metode yang dilakukan melalui kotak saran ataupun melalui saluran telepon khusus.

  2. Survei kepuasan konsumen. Hal ini dapat dilakukan melalui survei, baik dengan telepon, pos, maupun wawancara langsung. Hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah: a.

  Pengukuran dapat dilakukan langsung dengan memberikan pertanyaan langsung seperti ungkapan seberapa puas anda terhadap peyediaan fasilitas.

  b.

  Konsumen diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapai berkaitan dengan penawaran perusahaan dan juga dimintai menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan.

  c.

  Responden dapat merangking berbagai elemen dan penawaran berdasarkan derajat penting setiap elemen, seberapa baik kinerja perusahaan dalam setiap elemen.

  3. Ghost shopping. Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang berperan sebagai pembeli yang memanfaatkan produk atau jasa perusahaan dan pesaing, sehingga dapat diprediksi tingkat kepuasan konsumen atas produk tersebut.

  4. Lost customer analysis. Dalam metode ini, perusahaan mengunjungi konsumen yang telah beralih ke pursahaan lain. Hal ini ditujukan untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya peralihan konsumen ke perusahaan lain, sehingga menjadi bahan evaluasi selanjutya.

2.3.3 Mengukur Kepuasan Konsumen

  Ada 6 (enam) konsep inti mengenai objek pengukuran kepuasan konsumen, yaitu: 1)

  Kepuasan Konsumen Keseluruhan (Overall Customer Satisfaction) Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan konsumen adalah langsung menanyakan kepada konsumen seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya, yaitu : a). Mengukur tingkat konsumen terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan, dan b). Menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan konsumen keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing.

2) Dimensi Kepuasan Konsumen.

  Berbagai penelitian memilah kepuasan konsumen ke dalam komponen- komponennya. Umumnya proses ini terdiri dari atas empat langkah, yaitu: a). Mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan konsumen, b). Meminta konsumen menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan konsumen, c). Meminta konsumen menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama, dan d). Meminta para konsumen untuk dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan konsumen secara keseluruhan. 3)

  Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectations) Dalam tingkat kepuasan ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja actual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting.

  4) Minat Pembeli Ulang (Repurchase Intent)

  Kepuasan konsumen diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah konsumen akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi.

  5) Kesediaan Untuk Merekomendasikan (Willingness to Recommend)

  Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian (seperti pembelian mobil, broker rumah, asuransi jiwa, tur keliling dunia, dan sebagainya), kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. 6)

  Ketidakpuasan Konsumen (Costumer Dissatisfaction) Beberapa aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan konsumen, meliputi : a). Komplain, b). Retur atau pengembalian produk, c).

  Biaya garansi, d). Penarikan kembali produk dari pasar (Product recall), e). Gethok tular negatif, defections (konsumen yang beralih ke pesaing). (Tjiptono, 2006).

2.4 Pemasaran

2.4.1 Pengertian Pemasaran

  Menurut Kotler dan Amstrong (2001) “Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain, yaitu barang dan jasa, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan guna mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi melalui penciptaan produk yang berkualitas”.

  Pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Menurut Lamb et al. (2001) pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi. Menurut Tjiptono (2002) memberikan definisi pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, pewarnaan, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain.

  Pemasaran secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan masyarakat melalui pendistribusian barang dan jasa. Pemasaran yang dikembangkan sebagai suatu pola yang tertata dan sistematis disebut sebagai ilmu dan pemasaran melalui improvisasi pelakunya disebut seni. Pemasaran eceran sebagai kegiatan pemasaran dalam eceran juga jalankan melalui kedua cara itu. Peran fungsi pemasaran adalah mencapai sasaran perusahaan dengan menghasilkan penjualan produk/jasa yang menguntungkan di pasar sasaran.

  Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang memunculkan konsep pemasaran. Menurut Kotler dan Armstrong (2004) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka inginkan dan butuhkan melalui penciptaan dan pertukaran barang dan nilai dengan pihak lain.

  Sedang menurut Mowen dan Minor (2002) pemasaran adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

  Menurut Rangkuti (2002), tujuan kegiatan pemasaran: (1) konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang dihasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan atas produk yang dihasilkan, (2) perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran meliputi kegiatan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, pengiriman produk kepada konsumen. Pemasar perlu memiliki pengetahuan, konsep, dan prinsip pemasaran agar tercapai sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen yang dituju. Konsep pemasaran merupakan kunci untuk mencapai tujuan organisasional dan harus lebih efektif dibandingkan pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai konsumen kepada pasar sasaran yang dipilih (Kotler, 2002).

2.4.2 Pengertian Bauran Pemasaran Bauran pemasaran sangat menentukan keberhasilan pemasaran.

  Sebuah Manajemen yang menerapkan bauran pemasaran yang tepat, akan mendapatkan keunggulan dan keuntungan yang lebih, dibandingkan dengan manajemen yang menerapkan bauran pemasaran ala kadarnya.

  Bauran pemasaran adalah suatu set taktik yang spesifik, detail, orientasi dan distribusi yang akan diikuti oleh perusahaan untuk menjangkau dan memuaskan keputusan target pasarnya. Dalam merencanakan bauran pemasaran harus dilakukan secara matang untuk membentuk citra dan persepsi yang baik. Marketing Mix is the set of the marketing tools that the

  firm uses to pursue its marketing objectives in the target market . Maksudnya

  adalah sejumlah alat-alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk menyakinkan objek pemasaran atau target pasar yang dituju (Kotler, 2005).

  Menurut Kotler dan Amstrong (2001) “bauran pemasaran adalah serangkaian alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan, yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkan dalam pasar sasaran”. “Lamb et al. (2001) bauran pemasaran adalah paduan strategi produk, distribusi, promosi dan penentuan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju”.

  Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.

  Bauran pemasaran menurut Kotler yang dikutip oleh Molan (2005), yaitu: “Kebijakan pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya dipasar sasaran.” Djaslim Saladin (2007) bahwa: “Bauran pemasaran (marketing mix) adalah serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran.” Setiap perguruan tinggi dalam memperoleh mahasiswanya tidak terlepas dari bauran pemasaran. Menurut Yazid (2003), bahwa “bauran pemasaran terdiri dari semua variable yang bisa dikontrol perusahaan dalam komunikasinya dengan dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran. Bauran pemasaran jasa dari 7 p’s yaitu: produk, harga, distribusi, promosi, orang, proses, dan bukti fisik”.

  Kotler (2008) menyatakan bahwa “bauran pemasaran adalah serangkaian variabel pemasaran terkendali yang dipakai oleh perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang dikehendaki perusahaan dari pasar sasarannya, bauran pemasaran terdiri dari segala hal yang biasa dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan atas produknya. Bauran pemasaran sebagaimana yang dimaksud adalah dari empat elemen yaitu: produk (product), harga (price), tempat/distribusi (place) dan promosi (promotion) .

  Bauran adalah bagaimana unsur-unsur ini digabungkan untuk membuat rencana tindakan yang sesuai untuk konsumen pada pasar yang ditargetkan. Setiap unsur memerlukan keputusan pemasaran yang dimasukkan kedalam program pemasaran. Dengan sejumlah penyesuaian semua variabel bauran pemasaran ini juga penting dalam pemasaran jasa.

2.4.2.1 Produk

  Produk merupakan hasil proses produksi dari pabrikan maupun perusahaan jasa dalam bentuk jasa. Kemudian dengan melihat cara-cara untuk mengklasifikasikan banyak jenis produk yang akan ditemukan dalam pasar-pasar konsumen dan industry, dengan harapan menemukan jalinan antara strategi pemasaran yang tepat dengan jenis-jenis produk. Kemudian dengan mengenali bahwa setiap produk bisa diubah menjadi sebuah merek, yang melibatkan beberapa keputusan. Produk juga bisa dikemas dan diberi label dan disertai berbagai jasa tambahan yang ditawarkan kepada konsumen.

  Amstrong (2008), menyatakan “produk (product) merupakan sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuskan suatu keinginan atau kebutuhan ”. Produk mencakup lebih dari sekedar barang-barang yang berwujud (tangible).

  Sedangkan Kotler (2008) menyatakan “produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan kepada sebuah pasar agar diperhatikan, diminta, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen”. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diamati, disukai dan dibeli untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan konsumen.

  Selanjutnya Adisaputro (2010) menyatakan “produk adalah sebagai tawaran (Market Offerings) yang meliputi produk fisiknya dengan berbagai kemampuan produk, jasa pelayanan, tawaran garansi, dan brand yang menunjukkan identitas produsennya.

  Kotler dan Amstrong (2008), menyatakan “Jasa adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat, atau kepuasaan yang ditawarkan untuk dijual dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu”.

  Sedangkan Lupiyoadi (2001), menyatakan empat karakteristik produk jasa: 1) Intangibility : jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, 2)

  

Heterogenity/variability : bersifat non standard dan sangat variable, 3)

Inseparability : umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang

  bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam prosesnya, 4) Perishability : jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk inventori.

  Produk dalam bentuk jasa dalam kajian adalah program studi yang merupakan elemen yang terpenting dari sebuah pemasaran jasa pendidikan, dengan upaya untuk memuaskan para konsumen atas keinginan dan kebutuhannya yang sifatnya tidak berwujud, yang dikonsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam prosesnya dan tidak mungkin disimpan. Jasa pendidikan harus tetap memperhatikan kebutuhan konsumen (peserta didik) dan relevansinya terhadap kebutuhan pasar kerja dan menjadi entrepreneur.

  Produk berupa jasa memerlukan pelayanan yang benar-benar baik. Jadi dalam hal ini jasa diarahkan pada tindakan intangible atau diarahkan pada mental manusia yaitu pendidikan. Gronroos dalam Kotler (2000) menyatakan: 1.

  Jasa tidak hanya membutuhkan Pemasaran Eksternal yaitu: pekerjaan normal perusahaan seperti menyiapkan produk, member harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa kepada konsumen kemudian.

  2. Tapi juga Pemasaran Internal yaitu menjelaskan pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melatih dan memotivasi pegawainya melayani konsumen dengan baik.

3. Serta Pemasaran Interaktif/ Informasi yaitu menggambarkan keahlian pegawai dalam melayani konsumen perusahaan.

2.4.2.2 Harga

  Strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap perusahaan, sebab harga seringkali digunakan sebagai indicator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Menurut Kotler (2008) ”harga adalah salah satu elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan elemen lain dari bauran itu menghasilkan biaya-biaya”. Harga jual mungkin merupakan elemen dalam program pemasaran yang paling mudah diubah, sedangkan fitur produk, saluran pemasaran, dan juga program promosi akan memakan waktu yang lebih lama untuk diubah. Menurut Payne (2001), bahwa “keputusan-keputusan penetapan harga sangat siqnifikan dalam menentukan nilai bagi konsumen dan memainkan peran sangat penting dalam pembentukan citra bagi jasa tersebut”.

  2.4.2.3 Promosi

  Penggunaan promosi sebagai bagian dari strategi pemasaran di perguruan tinggi. Kegiatan promosi dilakukan dengan cara mengunjungi SMA/Sederajat, memasang spanduk (di kampus, di jalan raya, di sekolah- sekolah, tempat-tempat iven), iklan di surat kabar, menempel brosur di tempat ramai, dan pengiriman brosur ke alamat calon mahasiswa.

  Menurut Sastradipoera (2003), menyatakan bahwa “promosi adalah setiap upaya marketing yang fungsinya adalah untuk memberikan informasi atau meyakinkan para konsumen actual atau potensial mengenai kegunaan (merits) suatu produk atau jasa tertentu dengan tujuan untuk mendorong konsumen baik melanjutkan atau memulai pembelian produk atau jasa perusahaan pada harga tertentu”.

  2.4.2.4 Tempat

  Tempat juga mempunyai arti penting karena lingkungan dimana jasa itu disampaikan, dan bagaimana jasa disampaikan, merupakan bagian dari nilai dan manfaat jasa yang dipersepsikan. Menurut Swasta (2002) “Lokasi adalah tempat dimana suatu usaha atau aktivitas usaha dilakukan”. Faktor penting dalam pengembangan suatu usaha adalah letak lokasi terhadap daerah perkotaan, cara pencapaian dan waktu tempuh ke lokasi tujuan.

  Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa “keputusan tentang lokasi dan system penyapaian harus sejalan dengan strategi lembaga pendidikan secara keseluruhan”. Jika strateginya adalah spesialisasi menawarkan produk tertentu pada pasar tertentu ini menunjukkan lokasi yang pasti. Contohnya sekolah seni menawarkan produk yang beragam karena loikasi dekat museum seni, galeri, teater dan sebagainya yang memperkaya peluang tersebut.

  Payne (2001) juga menjelaskan “lokasi berkenaan dengan keputusan perusahaan mengenai dimana operasi dan stafnya ditempatkan”. Pentingnya lokasi untuk jasa tergantung pada jenis dan tingkat interaksi yang terlibat. Interaksi antara penyedia jasa dan konsumen tersebut teriri dari: konsumen mendatangi penyedia jasa, penyedia jasa mendatangi konsumen atau penyedia jasa dan konsumen menstransaksikan bisnis dalam jarak jauh.

2.4.2.5 Orang

  Yazid (2001) menyatakan bahwa orang (people) adalah semua pelaku yang memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk dalam elemen ini adalah personil perusahaan, konsumen dan jasa lain dalam lingkungan jasa. Salah satu aspek penting dalam memandang person merupakan unsure vital dalam organisasi dan juga dalam bauran pemasaran karena perusahaan jasa banyak melakukan kontak dengan konsumen. Oleh karena itu apa yang diberikan oleh perusahaan/produsen maupun yang oleh konsumen akan sangat tergantung dengan apa yang terjadi pada saat terjadi kontak tersebut.

  Payne (2001) menyatakan bahwa pentingnya orang dalam pemasaran jasa mengarah pada minat yang lebih besar dalam pemasaran internal. Ini menyadari pentingnya menarik, memotivasi, melatih dan mempertahankan kualitas karyawan dengan mengembangkan pekerjaan-pekerjaan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu. People yang berfungsi sebagai

service provider sangat mempengaruhi kualitas jasa yang akan diberikan.

  Keputusan dalam people dalam mencapai kualitas sangat berhubungan dengan seleksi, training, motivasi dan manajemen sumber daya manusia.

  Pentingnya people dalam memberikan pelayanan berkualitas berkaitan dengan internal marketing. Internal marketing adalah interaksi antara setiap karyawan dan tiap departemen dalam organisasi.

  Orang merupakan staff perguruan tinggi yang terdiri dari staff pengajar dan staff administrasi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut, yang memainkan peranannya selama berlangsungnya proses dan komunikasi jasa.

2.4.2.6 Proses

  Menurut Lupiyoadi (2006), menyatakan bahwa “proses merupakan aktivitas dan hal-hal rutin dimana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen”. Proses atau operasi merupakan factor penting bagi konsumen yang kontak pelayanannya tinggi, yang seringkali merupakan perwakilan perusahaan tersebut. Misalnya pasien rumah sakit sangat terpengaruh dengan cara staf atau karyawan rumah sakit tersebut dalam menangani pasien tersebut.

  Proses yang sesuai di Perguruan Tinggi adalah dimulai dari prosedur penerimaan mahasiswa baru sampai dengan proses daftar ulang serta pembekalan mahasiswa baru untuk menjadi mahasiswa. Menurut Yazid aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan system penyajian atau operasi jasa”.

2.4.2.7 Pelayanan kepada konsumen

  Lupiyoadi (2006) menyatakan layanan konsumen sebagai hasil dari kegiatan distribusi dan logistik, dimana pelayanan diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa layanan konsumen seringkali dilihat sebagai bagian dari unsure bauran pemasaran tempat (place) dan dikaitkan dengan komponen distribusi dan logis dari unsur tersebut. Pemasaran interaktif membangun kualitas layanan dalam usahanya mendapatkan keunggulan bersaing jangka panjang.

2.5. Kerangka Konseptual

  Semua perusahaan ingin tetap melanjutkan perusahaannya berjalan dengan lancar dan tetap eksis, oleh karena itu dalam meningkatkan volume penjualannya tidak terlepas dari bauran pemasaran jasa. Menurut Kotler (2009) menyatakan bahwa Bauran Pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasaranya di pasar sasaran.

  Lupiyoadi (2006) menyatakan bahwa “Jasa adalah suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas tersebut tidak berwujud”. Selanjutnya Lupiyodi (2006) menyatakan bahwa “Elemen marketing mix services strategic (strategi bauran pemasaran jasa) memilih tujuh faktor dalam menetapkan keputusan pembelian oleh konsumen yaitu product, price, promotion, place, process, dan customer

  service”. Selanjutnya Lupiyoadi (2006) menyatakan bahwa “sebagai suatu bauran pemasaran, elemen tersebut (produk, harga, promosi, tempat, orang, proses, layanan konsumen) saling mempengaruhi satu sama lain sehingga bila salah satu tidak tepat pengorganisasiannya akan mempengaruhi strategi pemasaran secara keseluruhan”.

  Payne (2000) menyatakan bahwa “produk jasa, harga, ketersediaan jasa dan lokasi (tempat) jasa, promosi, orang, proses-proses, layanan konsumen dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi persepsi mahasiswa yang hendak kuliah”. Menurut Kuswadi (2004), menyatakan bahwa “Kepuasan konsumen yaitu perbedaan antara harapan konsumen dan persepsi konsumen terhadap apa yang diberikan perusahaan”. Selanjutnya menurut Irawan (2004), menyatakan bahwa “Kepuasan konsumen ditentukan oleh persepsi konsumen atas performance jasa dalam memenuhi harapan konsumen. Konsumen merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan konsumen terlampaui”.