BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efektivitas - Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Media Video dan Booklet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Efektivitas

  Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefenisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

  Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila terjadi ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H.Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S (1994) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Lebih lanjut lagi menurut Kuniawan (2005) mendefenisikan efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisai atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan tau ketegangan diantara pelaksanaannya.

  Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target yang telah dicapai oleh suatu organisasi, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

2.2. Promosi Kesehatan

2.2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

  Istilah dan pengertian promosi kesehatan adalah merupakan pengembangan dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti : Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi). Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. WHO merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.

  Dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya (Hartono,2010). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2005), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

  Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada era tahun 1986, ketika diselenggarakannya konfrensi Internasional pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1965. Pada waktu itu dicanangk an ”the Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada masa itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah penyuluhan kesehatan, dan disamping itu pula muncul dan populer istilah-istilah lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social

  

Marketing (Pemasaran Sosial), Mobilisasi Sosial dan lain sebagainya.(Bapenas,

  2012)

2.2.2. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

  Secara sederhana ruang lingkup promosi kesehatan diantaranya sebagai berikut :

  1. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.

  2. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan produk/jasa melalui kampanye.

  3. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi.

  4. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

  5. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana dan lain-lain di berbagai bidang /sektor, sesuai keadaan).

  6. Promosi kesehatan adalah juga pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.

  Ruang lingkup promosi kesehatan menurut Notoadmodjo (2008), ruang lingkup promosi kesehatan dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu: a).dimensi aspek pelayanan kesehatan, dan b).dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan.

  1. Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan Secara umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup 4 aspek pokok, yakni: promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan ahli lainnya membagi menjadi dua aspek, yakni :

  a. Aspek promotif dengan sasaran kelompok orang sehat, dan

  b. Aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan sasaran kelompok orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit dan kelompok yang sakit. Dengan demikian maka ruang lingkup promosi kesehatan di kelompok menjadi dua yaitu : a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif.

  b. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan.

  2. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Berdasarkan Tatanan Pelaksanaan Ruang lingkup promosi kesehatan ini dikelompokkan menjadi : a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga).

  b. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah.

  c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.

  d. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum.

  e. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

  3. Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pelayanan Pada ruang lingkup tingkat pelayanan kesehatan promosi kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari Leavel and Clark.

  a. Promosi Kesehatan.

  b. Perlindungan khusus (specific protection).

  c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment).

  d. Pembatasan cacat (disability limitation) e. Rehabilitasi (rehabilitation).

2.2.3. Visi dan Misi Promosi Kesehatan

  Perhatian utama dalam promosi kesehatan adalah mengetahui visi serta misi yang jelas. Dalam konteks promosi kesehatan “ Visi “ merupakan sesuatu atau apa yang ingin dicapai dalam promosi kesehatan sebagai salah satu bentuk penunjang program-program kesehatan lainnya. Tentunya akan mudah dipahami bahwa visi dari promosi kesehatan tidak akan terlepas dari koridor Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 serta organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization).

  Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.

  2. Pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat.

  Dalam mencapai visi dari promosi kesehatan diperlukan adanya suatu upaya yang harus dilakukan dan lebih dikenal dengan istilah “ Misi ”. Misi promosi kesehatan merupakan upaya yang harus dilakukan dan mempunyai keterkaitan dalam pencapaian suatu visi.

  Secara umum Misi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

  1. Advokasi (Advocation) Advokasi merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam rangka mendukung suatu isyu kebijakan yang spesifik. Dalam hal ini kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para pembuat keputusan (decission maker) agar dapat mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui kebijakan atau keputusan-keputusan.

  2. Menjembatani (Mediate) Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya suatu kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun lintas sektor yang terkait. Untuk itu perlu adanya suatu jembatan dan menjalin suatu kemitraan (partnership) dengan berbagai program dan sektor-sektor yang memiliki kaitannya dengan kesehatan. Karenanya masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut. Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran yang penting dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.

  3. Kemampuan/Keterampilan (Enable) Masyarakat diberikan suatu keterampilan agar mereka mampu dan memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Adapun tujuan dari pemberian keterampilan kepada masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga sehingga diharapkan dengan peningkatan ekonomi keluarga, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga akan meningkat.(Notoatmodjo, 2007)

2.2.4 Strategi Promosi Kesehatan

  Strategi merupakan cara untuk mencapai/mewujudkan visi dan misi pendidikan/promosi kesehatan tersebut secara efektif dan efisien. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam promosi kesehatan :

  1. Strategi Global (Global Strategy)

  • Advokasi (advocacy)
  • Dukungan sosial (social support)
  • Pemberdayaan masyarakat (empowerment)

  2. Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter) Konfrensi internasional promosi kesehatan di Ottawa-Canada tahun 1986 telah menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter), dan salah satunya adalah rumusan strategi promosi kesehatan yang telah dikelompokkan menjadi lima bagian diantaranya :

  • Kebijakan berwawasan kesehatan (healthy public policy).
  • Lingkungan yang medukung (supportive environment) * Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service).
  • Keterampilan individu (personal skill).
  • Gerakan masyarakat (community action).

2.2.5. Sasaran Promosi Kesehatan

  Berdasarkan pentahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi dalam tiga kelompok sasaran, yaitu :

  1. Sasaran Primer (Primary Target) Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, Ibu hamil dan menyusui anak untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) serta anak sekolah untuk kesehatan remaja dan lain sebagianya. Sasaran promosi ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).

  2. Sasaran Sekunder (Secondary Target) Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, serta orang-orang yang memiliki kaitan serta berpengaruh penting dalam kegiatan promosi kesehatan, dengan harapan setelah diberikan promosi kesehatan maka masyarakat tersebut akan dapat kembali memberikan atau kembali menyampaikan promosi kesehatan pada lingkungan masyarakat sekitarnya. Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan diharapkan pula agar dapat menjadi model dalam perilaku hidup sehat untuk masyarakat sekitarnya.

  3. Sasaran Tersier (Tertiary Target) Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah pembuat keputusan (decission maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini dilakukan dengan suatu harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut akan memiliki efek/dampak serta pengaruh bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha ini sejalan dengan strategi advokasi (advocacy)(Kemenkes,2011)

2.2.6. Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

  Ditinjau dari prinsip-prinsip yang dapat dipelajari dalam promosi kesehatan, pada pertengahan tahun 1995 dikembangkanlah strategi atau upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sebagai suatu bentuk operasional setidaknya merupakan embrio promosi kesehatan di Indonesia. Strategi tersebut dikembangkan dalam pertemuan baik internal, pusat penyuluhan kesehatan maupun eksternal secara lintas program dan lintas sektor, termasuk dengan organisasi profesi, FKM UI dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

  Adapun beberapa hal yang disarikan tentang pokok-pokok promosi kesehatan (health promotion) atau PHBS yang merupakan embrio promosi kesehatan di Indonesia ini adalah bahwa:

  1. Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang diberi definisi: Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (the process of enabling people to control over and improve their health), lebih luas dari Pendidikan atau Penyuluhan Kesehatan. Promosi Kesehatan meliputi Pendidikan/ Penyuluhan Kesehatan, dan di pihak lain Penyuluh/Pendidikan Kesehatan merupakan bagian penting (core) dari Promosi Kesehatan.

  2. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan (dapat dikatakan) menekankan pada upaya perubahan atau perbaikan perilaku kesehatan. Promosi Kesehatan adalah upaya perubahan/perbaikan perilaku di bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan.

  3. Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif (peningkatan) sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan) dan

  rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif.

  Promosi Kesehatan juga merupakan upaya untuk menjajakan, memasarkan atau menjual yang bersifat persuasif , karena sesungguhnya “kesehatan” merupakan

  “sesuatu” yang sangat layak jual, karena sangat perlu dan dibutuhkan setiap orang dan masyarakat.

  4. Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif, sedangkan pada promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang banyak dilakukan pada tingkat masyarakat di strata primer (di promosi kesehatan selanjutnya digunakan istilah gerakan pemberdayaan masyarakat), perlu dibarengi atau didahului dengan upaya advokasi, terutama untuk strata tertier (yaitu para pembuat keputusan atau kebijakan) dan bina suasana (social support), khususnya untuk strata sekunder (yaitu mereka yang dikategorikan sebagai para pembuat opini). Maka dikenalah strategi ABG, yaitu Advokasi, Bina Suasana dan Gerakan/pemberdayaan Masyarakat.

  5. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah diangkat dari apa yang ditemui atau dikenali masyarakat (yaitu masalah kesehatan atau masalah apa saja yang dirasa penting/perlu diatasi oleh masyarakat); Pada PHBS, masyarakat diharapkan dapat mengenali perilaku hidup sehat, yang ditandai dengan sekitar 10 perilaku sehat (health oriented). Masyarakat diajak untuk mengidentifikasi apa dan bagaimana hidup bersih dan sehat, kemudian mengenali keadaan diri dan lingkungannya serta mengukurnya seberapa sehatkah diri dan lingkungannya itu. Pendekatan ini kemudian searah dengan paradigma sehat, yang salah satu dari tiga pilar utamanya adalah perilaku hidup sehat.

  6. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan yang menonjol adalah pendekatan di masyarakat (melalui pendekatan edukatif), sedangkan pada PHBS/promosi kesehatan dikembangkan adanya 5 tatanan: yaitu di rumah/tempat tinggal (where

  

we live ), di sekolah (where we learn), di tempat kerja (where we work), di

  tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana kesehatan (where we get health services). Dari sini dikembangkan kriteria rumah sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, tempat umum sehat, dan lain-lain yang mengarah pada kawasan sehat seperti : desa sehat, kota sehat, kabupaten sehat, sampai ke Indonesia Sehat.

  7. Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor.

  8. Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau peningkatan perilaku individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan frekwensi kegiatan seperti: advokasi, bina suasana, gerakan sehat masyarakat, dan lain-lain. Karena dituntut untuk dapat mengukur hasil kegiatannya, maka promosi kesehatan mengaitkan hasil kegiatan tersebut pada jumlah tatanan sehat, seperti: rumah sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, dan seterusnya.(Kemenkes,2012)

2.2.7. Media Promosi Kesehatan

  Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektonika, dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Suhardjo (2003), media sebagai sarana belajar mengandung pesan atau gagasan sebagai perantara untuk menunjang proses belajar atau penyuluhan tertentu yang telah direncanakan.

  Menurut Notoatmodjo (2005), promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan disampaikan dengan mudah dipahami dan lebih menarik. Media juga dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, mempermudah pengertian. Disamping itu, dapat mengurangi komunikasi yang verbalistik dan memperlancar komunikasi. Dengan demikian sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan. Simnett dan Ewles (1994) menambahkan bahwa metode mengajar dan alat belajar seperti leaflet, poster dan video banyak dipakai dalam praktik promosi kesehatan.

  Arsyad (2010), mengelompokkan media promosi kesehatan berdasarkan pengembangan media pembelajaran, yaitu:

  1. Media berbasis manusia, seperti guru, tutor, main peran, dan lain-lain.

  2. Media berbasis cetakan, seperti buku, penuntun, dan lembaran lepas 3. Media berbasis visual, seperti grafik,peta, gambar, tranparansi atau slide).

  4. Media berbasis audio visual seperti video, film, slide dan tape serta televisi.

  5. Media berbasis komputer ( media dengan bantuan komputer) Menurut Notoatmodjo (2003), berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan- pesan kesehatan, media dibagi menjadi 3, yaitu:

  1. Media cetak, seperti booklet, leaflet, flyer, flip chart, rubrik/tulisan-tulisan poster, foto.

  2. Media elektronik, seperti televisi, radio , video compact disc, slide, film strip

  3. Media papan (bill board), yang mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum.

2.2.8. Video

  Video merupakan salah satu alat bantu dalam kegiatan promosi kesehatan

  yang sering disebut juga VCD (Video Compact Disk). VCD adalah video yang disimpan dalam piringan disk (CD). Video sebagai media elektronik adalah media komunikasi yang memiliki unsur audio-visual yaitu terdapat unsur narasi, musik, dialog, sound efect, gambar, teks, animasi dan grafik.(Arsyad,2010)

  Media audio visual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari sasaran, dimana penggunaan penggunaan audivisual melibatkan semua alat pembelajaran, sehingga semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi tersebut dapat di mengerti dan dipertahankan dalam ingatan (Juliantoro, 2009). Menurut penelitian para ahli, indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dan pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata.

  Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera lainnya.Film, cerita, iklan, video adalah contoh media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi (Notoadmodjo,2007).

  Kelebihan dari penggunaan video yaitu :  Lebih mudah dipahami  Lebih menarik  Sebagai informasi umum dan hiburan  Bertatap muka, mengikutsertakan seluruh panca indera  Penyajian dapat dikendalikan jangkauannya relatif besar

  Sementara kelemahannya, yaitu :  Biaya lebih tinggi  Sedikit rumit  Perlu listrik alat  Perlu persiapan  Perlu penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya

  (Notoatmodjo,2005)

2.2.9. Booklet

  Booklet merupakan salah satu media promosi kesehatan yang dikelompokkan dalam media cetak. Media cetak yaitu media statis yang mengutamakan pesan visual. Media cetak pada umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar, atau foto tata warna.

  Fungsi utama media cetak ini adalah memberi informasi dan menghibur. Kelebihan dari media ini adalah

   Tahan lama  Mencakup banyak orang  Biaya tidak tinggi  Tidak perlu listrik  Dapat dibawa kemana-mana  Dapat mengungkit rasa keindahan  Mempermudah pemahaman  Meningkatkan gairah belajar

  Sedangkan kelemahan dari media ini yaitu  Tidak dapat menstimulir efek suara  Efek gerak dan mudah terlipat (rusak/koyak).

  Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan. Promosi kesehatan di sekolah misalnya, merupakan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya dalam mengembangkan perilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).

2.3. Perilaku

  Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup berperilaku karena mereka semua mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya.

  Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari luar (Notoatmodjo, 1993).

2.3.1. Determinan Perilaku

  Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

  1. Determinan atau Faktor Internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

  2. Determinan atau Faktor Eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.(Notoatmodjo,2003)

2.3.2. Bentuk Perilaku

  Bloom (1956) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor) yang dikenal dengan taxonomi Bloom. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :a) Pengetahuan(knowledge), b) Sikap (attitude), c) Praktek atau tindakan (practice).

  Menurut Syah(2008), mengungkapkan uapaya pengembangan fungsi ranah koqnitif sendiri, melainkan juga terhadap ranah afektif dan psikomotor.

  A.Ranah Kognitif/Pengetahuan Ranah koqnitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut

  Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu enam aspek atau jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

  1.Pengetahuan (Knowledge)/C1 Yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya tanpa

  ,engharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan prosess ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.

  2.Pemahaman (Comprehension)/C2 Yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.

  3.Penerapan (Application)/C3 Yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret.

  4.Analisis (Analysis)/C4 Yaitu kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor ang satu dengan faktor-faktor lainnya.

  5.Penilaian (Evaluation)/C5 Yaitu merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, niali atau ide.

  6.Berkreasi (Create)/C6 Yaitu merupakan jenjang berpikir paling tinggi, dapat juga berarti merancang, membangun, merencanakan, menyempurnakan, memproduksikan, memproduksi, menemukan, meemperkuat dan memperindah.

  B. Ranah Afektif (Sikap) Merupakan perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Arti kata sikap secara umum dapat diterje mahkan sebagai “tendensi mental” atau “ kecendrungan mental” untuk diaktualkan dalam kecendrungan afektif, baik ke arah yang positif atau negatif. Jika dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sikap, kecendrungan afektif biasa diekspresikan dalam bentuk suka-tidak suka, setuju- tidak setuju, mencintai-membenci, menyukai- tidak menyukai dan sebagainya.

  Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu :

  1. Receiving atau Attending (menerima atau memperhatikan), adalah yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-akan membawa kerugian atau penyesalan. Contoh hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya : peserta didik memperhatikan sistem koloid dalam kehidupan sehari- harinya.

  2. Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara.

  3. Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.

  4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.

  5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. C.Ranah Psikomotorik/Keterampilan fisik

  Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor merupakan hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

  Taxonomi Bloom dapat digambarkan seperti dibawah ini :

  HOTS COMMUNICATION Bloom‟s Digital Taxonomy Higher Order Thingking Skills SPECTRUM Collaborating

  Moderating Designing,constructing, planning,

  Key Terms Negotiating producing, inventing, devising, making,

  Debating programming, fliming, animating,

  verbs

  Commenting Creating blogging,video blogging,mixing, re-mixing, Net meeting wiki-ing, publishing, videocasting, Skyping padcasting, directing, broadcasting Video (comperesing)

  Advertising

Cheching, hypotherising, critiquing,

  Questioning experimenting, judging, testing,

  Replaying detecting, monitoring

  Evaluating Posting & blogging

  verbs

  

Blog commenting, reviewing, posting,

Networking

moderating, collaborating, networking,

Contributing refactoring, testing Chatting e-maling

  Comparing, organising, deconstructing, twittering/Microblogging attributing, outlining, finding, stucturing,

  Instant messaging

integrating, mashing, linking, validating,

Texting Analysing

  verbs

  

reverse engineering, cracking, media

clipping

Implementing, carrying out, using,

executing

  verbs

  Applying

Running, loading, playing, operating,

hacking, uplouding, sharing, editing

Interpreting, summerising, inferring,

paraphrasing, classifying, comparing,

explaining, exemphlying, advanced searhes, boolean searches, blog journaling, twittering, Understanding

  verbs

  catergoring, tagging, comenting, annotating susbscribing.

  Recognising, usting, describing, identifying, retrieving, naming, locating,

  verbs

  Remembering finding, bullet ponting, highligting

bookmaking, social networking, social

bookmaking, favouriting/local bookmaking, seaching, googling LOTS

  Lower Order Thingking Skills

Gambar 2.1. Taxonomi Bloom Kemampuan di tingkat 1-3 adalah kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS), sedangkan nomor 4-6 termasuk kedalam kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Tingkatan ini menyiratkan, dalam proses pembelajaran, para pembelajar harus diarahkan mulai dari penguasaan kemampuan tingkat rendah, maka kemampuan berpikir tingkat tinggi mustahil bisa dilakukan dengan baik.

2.4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

  Menurut Roesli (2008), inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi menyusu dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi.

  Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan „penyelamatan kehidupan‟, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22 persen dari bayi yang meninggal se belum usia satu bulan. “Menyusu satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta, maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan mendukung suksesnya program tersebut, sehingga diharapkan akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas,“ ujar Ibu Negara pada suatu kesempatan.

2.4.1. Tahap-tahap dalam Inisiasi Menyusu Dini

  1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa ASI ke bayi yang nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi menyusu dini.

  2. Para petugas kesehatan yang membantu Ibu menjalani proses melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi caesar.

  3. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih) menyamankan kulit bayi.

  4. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan ibu diselimuti.

  5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.

  6. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.

  7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.

  8. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.

  9. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal. Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk beristirahat dan menyusui.(Kemenkes, 2011)

2.4.2. Manfaat Kontak Kulit Bayi ke Kulit Ibu

  1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat. Kulit ibu akan menyesuaikan suhunya dengan kebutuhan bayi. Kehangatan saat menyusu menurunkan risiko kematian karena hypothermia (kedinginan).

  2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga membantu pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Dengan demikian, bayi akan lebih jarang rewel sehingga mengurangi pemakaian energi.

  3. Bayi memperoleh bakteri tak berbahaya (bakteri baik) yang ada antinya di ASI ibu. Bakteri baik ini akan membuat koloni di usus dan kulit bayi untuk menyaingi bakteri yang lebih ganas dari lingkungan.

  4. Bayi mendapatkan kolostrum (ASI pertama), cairan berharga yang kaya akan antibodi (zat kekebalan tubuh) dan zat penting lainnya yang penting untuk pertumbuhan usus. Usus bayi ketika dilahirkan masih sangat muda, tidak siap untuk mengolah asupan makanan.

  5. Antibodi dalam ASI penting demi ketahanan terhadap infeksi, sehingga menjamin kelangsungan hidup sang bayi.

  6. Bayi memperoleh ASI (makanan awal) yang tidak mengganggu pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi. Makanan lain selain ASI mengandung protein yang bukan protein manusia (misalnya susu hewan), yang tidak dapat dicerna dengan baik oleh usus bayi.

  7. Bayi yang diberikan mulai menyusu dini akan lebih berhasil menyusu ASI eksklusif dan mempertahankan menyusu setelah 6 bulan.

  8. Sentuhan, kuluman/emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting karena:

   Menyebabkan rahim berkontraksi membantu mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan ibu.

   Merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi, lebih kuat menahan sakit/nyeri (karena hormon meningkatkan ambang nyeri), dan timbul rasa sukacita/bahagia.

   Merangsang pengaliran ASI dari payudara, sehingga ASI matang (yang berwarna putih) dapat lebih cepat keluar.(Kemenkes, 2011)

2.5. ASI Eksklusif

  ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa diberi tambahan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2000).

  ASI ekslusif adalah memberikan ASI saja tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (Depkes RI, 2003). Pada tahun 2002 World Health Organization menyatakan bahwa ASI eksklusif selama 6 bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup 4 bulan) sudah tidak berlaku lagi. Menyusui eksekusif adalah memberikan hanya ASI segera setelah lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan memberikan kolostrum (Depkes RI, 2005).

  Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai 6 bulan tanpa tambahan makanan/ cairan seperti susu formula, madu, air teh, jeruk, air putih atau makanan padat seperti pisang ,pepaya,bubur susu,biskuit ,nasi tim, dan sebagainya (Roesli, 2000).

  Menurut Depkes RI (2001), pemberian ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI segera setelah lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan memberikan kolostrum. Komposisi dan volume dapat berubah saat dilahirkan dan 6 bulan kemudian. Berdasarkan waktu produksinya, ASI digolongan dalam tiga kelompok yakni :

  1. Kolostrum Kolostrum (susu awal) adalah ASI yang keluar pada hari pertama. Setelah kelahiran bayi, berwarna kekuningan dan lebih kental, karena menagandung banyak vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi. Kolostrum juga mengandung vitamin A, E, dan K serta beberapa mineral seperti Natrium dan Zn (Depkes RI, 2001). Menurut Roesli (2000) kolostrum adalah ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 yang merupakan cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi. Volume kolostrum adalah 150 – 300 ml / 24 jam.

  2. ASI Transisi/Peralihan ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi matang. Biasanya diproduksi pada hari ke 4-10 setelah kelahiran.

  Kandungan protein akan makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi dibandingkan pada kolostrum, juga volume akan makin meningkat (Krisnatuti, 2000)

  3. ASI Matang/Mature ASI matang/mature adalah ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya komposisi relatif tetap (Roesli, 2000). Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuningan yang diakibatkan warna dari gambar Ca-casenat riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan (Soetjiningsih, 1997). Selama

  6 bulan pertama, volume ASI pada ibu sekurang-kurangnya sekitar 500

  • – 700 ml/hari, bulan kedua sekitar 400 – 600 ml/hari dan 300 – 500 ml/hari setelah bayi berusia satu tahun (Suhardjo, 1998).

2.6. Landasan Teori

  Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan promosi kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengendalikan determinan kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam upaya promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan proses komprehensif sosial dan politik, bukan hanya mencakup upaya peningkatan kemampuan dan ketrampilan individual, tetapi juga upaya yang bertujuan mengubah masyarakat, lingkungan, dan kondisi ekonomi, agar dampak negatif terhadap kesehatan individu dan masyarakat dapat dikurangi. Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), yang mendasari timbulnya perilaku dapat dikelompokkan menjadi faktor prediposing, enabling, dan reinforcing.

  Pada konsep Blum dijelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh empat faktor utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (hereditas), maka promosi kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka kedua konsep tersebut dapat di gambarkan pada ilustrasi seperti bagan Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan atau Promosi Kesehatan seperti berikut :

  Keturunan Pelayanan Status Lingkungan Kesehatan Kesehatan

  Perilaku Predisposing factor Enabling factor Reinforcingfactor (pengetahuan, sikap (ketersediaan (sikap dan perilaku Kepercayaan, tradisi sumber petugas, peraturan Nilai, dsb) sumber/fasilitas) UU,dll) Komunikasi Pemberdayaan Training (Penyuluhan) Masyarakat Advokasi, dll Edukasi (Pemberdayaan Sosial)

  Promosi Kesehatan

Gambar 2.2. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi kesehatan

  Dari bagan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat, salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap dimana peningkatannya dapat dilakukan dengan memberikan promosi kesehatan dengan media yang tepat yang dapat berupa elektronik (video) maupun media cetak (booklet).

2.7. Kerangka Konsep

  Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teoritis, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Promosi Kesehatan dengan Media

  1.Video

  2. Booklet PRE TEST

  POST TEST Pengetahuan dan

  Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil

  Sikap IBU hamil tentang IMD dan ASI Tentang IMD dan ASI Ekslusif

  Ekslusif

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

  Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, dapat diketahui bahwa variabel independen pada penelitian ini adalah media promosi kesehatan (video dan booklet), sedangkan variabel dependennya pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat.

Dokumen yang terkait

Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Media Video dan Booklet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2013

7 79 161

Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

1 39 117

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Bidan Praktek Swasta Tentang Inisiasi Menyusu Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa

0 43 72

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di Poliklinik Ibu Hamil RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010.

0 33 89

Efektivitas Media Promosi Kesehatan (LEAFLET) Dalam Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Dan Asi Eksklusif Di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2010

10 57 156

Pengetahuan dan Sikap ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di Poliklinik Ibu Hamil RSUD dr R.M Dr. R.M Djoelham Binjai

6 75 70

Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Bromo Kota Medan

10 130 90

Pengetahuan dan Sikap Bidan Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Timur Tahun 2010

0 33 57

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 3 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Tindakan Ibu Hamil Tentang Deteksi Dini Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Medan Deli Tahun 2015

0 1 25