Analisis Pupuk Cair dengan Bahan Baku Limbah Sayur Menggunakan Biosca Sebagai Starter

TINJAUAN PUSTAKA

  Sampah Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya lagi dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam (Amurwaraharja, 2006).

  Sumber sampah yang terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar tradisional. Sampah pasar khususnya, seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95 %) berupa sampah organik, sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75 % terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik (Sudradjat, 2006).

  Sampah memang kerap menjadi masalah besar. Sebenarnya permasalahan sampah bisa dikurangi jika penanganannya dimulai dari rumah ke rumah dengan cara mengolahnya menjadi kompos. Selama ini pupuk kompos yang dihasilkan dari sampah organik dalam bentuk padat memang banyak. Namun, jarang yang berbentuk cair, padahal kompos cair ini lebih praktis digunakan, proses pembuatannya relatif mudah, dan biaya pembuatan yang dikeluarkan juga tidak terlalu besar. Disamping itu penggunaan kompos cair sudah mulai merata penggunaannya di kalangan masyarakat baik di kalang menengah ke bawah atau menengah ke atas. (Hadisuwito, 2007).

  4

  Jenis-jenis Sampah 1.

  Sampah organik Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan untuk sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering adalah kayu atau ranting kering, dan dedaunan kering.

  2. Sampah anorganik Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal dari bahan yang bisa diperbaharui (recycle) dan sampah ini sangat sulit terurai oleh jasad renik. Jenis sampah ini misalnya bahan yang terbuat dari plastik dan logam.

  3. Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) Sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi manusia. Umumnya, sampah ini mengandung merkuri seperti kaleng bekas cat semprot atau minyak wangi. (Purwendro dan Nurhidayat, 2007).

  Pupuk Organik

  Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah. Bahkan penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia pupuk organik (Musnamar, 2007).

  Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).

  Ada beberapa macam pupuk dari bahan organik yang dikenal yaitu pupuk kandang, humus, pupuk hijau dan pupuk guano. Pupuk hijau dan guano tidak mengalami proses penguraian atau pengomposan sedangkan pupuk kandang humus melalui pengomposan (Indriani, 2004)

  Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dalam arti produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.

  Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :

  1. Pupuk organik alami. Jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar-benar langsung diambil dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan dan tanah baik dengan atau tanpa sentuhan teknologi yang berarti. Pupuk yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus dan pupuk burung.

  2. Pupuk organik buatan. Pupuk ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk, ukuran, dan kemasan yang praktis, mudah didapat, diaplikasikan serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur.

  (Marsono dan Paulus, 2001).

  Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

  1. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur.

  2. Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan kotoran manusia yang berbentuk padat (Hadisuwito, 2007). Jenis sampah yang organik yang bisa diolah menjadi pupuk organik adalah : 1.

  Sampah sayur baru 2. Sisa sayur basi tetapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya 3. Sisa nasi 4. Sisa ikan, ayam, kulit telur 5. Sampah buah (kulit jeruk, kulit semangka, apel, nanas dan lain-lain) tetapi tidak termasuk kulit buah yang keras seperti kulit salak

  Sampah organik yang tidak bisa diolah yaitu ; 1.

  Protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena mengundang lalat sehingga tumbuh belatung.

  2. Biji-biji yang utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat, dan sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti pepaya, melon, jeruk dan anggur.

3. Sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus dibilas air dan ditiriskan.

  ( Litauditomo, 2007).

  Pupuk Cair Organik

  Pupuk cair organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia didalamnya maksimum 5%. Kelebihan dari pupuk cair organik adalah mudah digunakan atau dipakai, unsur hara yang terdapat didalam pupuk cair mudah diserap tanaman, mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat dan pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut ( Simamora dkk, 2005).

  Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun sesering mungkin digunakan. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman. Dari pelitian di Cina menunjukkan penggunaan limbah cair organik mampu meningkatkan produksi pertanian 11% lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bahan organik yang lain.

  Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik sehingga sama dengan tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Didalam perendaman bahan-bahan organik pada pembuatan kompos cair terjadi aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad renik. Perubahan hayati yang penting yaitu sebagai berikut :

  1. Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa.

  2.

  2 dan air

  Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO 3. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali bila jasad-jasad renik tersebut mati.

  4. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.

  5. Akibat perubahan tersebut, berat, isi bahan kompos tersebut menjadi sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah dibanding C/N tanah (Murbondo, 2004).

  6. Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya untuk membentuk sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25-30 ( satuan berat n kering ), sedangkan C/N di akhir proses adalah 12-20. Pada rasio yang lebih rendah, amonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi akan terhambat. Harga C/N tanah adalah 10-

  20, sehingga bahan – bahan yang mempunyai nilai C/N mendekati C/N tanah dapat langsung digunakan (Damanhuri dan Padmi, 2007).

  Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam sumber. Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung sellulose 15% - 30%, lignin 5% - 30%, Protein, 5% - 40%, bahan mineral (Abu) 3% - 5%, disamping itu, terdapat bahan larut air panas dan dingin (Gula, pati asam amino, urea, garam ammonium) sebanyak 2% - 30% dan 1% - 15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami proses dekomposisi dibawah kondisi mesofilik dan termofilik. Pengomposan dengan menggunakan metode timbunan dipermukaan terhumifikasi berwarna gelap setelah 3 – 4 bulan dan merupakan sumber bahan organik untuk pertanian berkelanjutan (Sutanto, 2002).

  Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N, semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan semakin lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung unsur C dan N yang seimbang. Setiap bahan organik mempunyai kandungan C/N yang berbeda.

  Tabel 2. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik

  Jenis bahan organik Kandungan C/N Urine ternak 0,8 Kotoran ayam 5,6 Kotoran sapi 15,8 Kotoran babi 11,4 Kotoran manusia (tinja) 6-10 Darah

  3 Tepung tulang

  8 Urine manusia 0,8 Eceng gondok 17,6 Jerami gandum 80-130 jerami padi 80-130 Ampas tebu 110-120 Jerami jagung 50-60 Sesbania sp. 17,9 Serbuk gergaji 500 Sisa sayuran 11-27 Sumber : Gaur AC, 1983

  (Simamora dan Salundik, 2006).

  Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO

  2 dan air, 2) zat putih telur

  menjadi amonia, CO

  2 dan air, 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa

  yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Indriani, 2004).

  Hasil dari dekomposisi kompos secara aerobik adalah CO

  2 , H

  2 O (air),

  humus dan energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat disajikan dengan reaksi berikut.

  Bahan Organik + CO

  2 + Humus + Hara + Energi Selama hidupnya, mikro organisme mengambil air dan oksigen dari udara.

  Makanya diperoleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi produk metabolisme berupa karbondioksida (CO

  2 ), air ( H 2 O), humus dan energi.

  Mikroba Aerob Sebagian dari energi yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan reproduksi sisanya dibebaskan kelingkungan sebagai panas (Djuarnani, dkk, 2005).

  Pengomposan Anaerobik

  Proses pengomposan anerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya, proses ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk (hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi.

  Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH

  4 ),

  karbondioksida (CO ), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah

  2 seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.

  Gas metan bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padat ini yang disebut kompos padat dan yang cair yang disebut kompos cair (Simamora dan Salundik, 2006).

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan pupuk cair

  Pembuatan pupuk cair dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Nilai C/N bahan

  Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama. Proses pembuatan pupuk cair akan menurunkan C/N rasio sehingga menjadi 12-20.

2. Ukuran bahan

  Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.

  3. Komposisi Bahan Pembuatan pupuk cair dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.

  4. Jumlah mikroorganisme Dengan semakin banyaknya mikroorganisme maka proses pengomposan diharapkan akan semakin cepat.

  5. Kelembaban Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.

  6. Suhu Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40-60

  C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.

  7. Keasaman (pH) Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan (Indriani, 2004).

  Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversikan asam organik yang terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati normal (Djuarnani, dkk, 2005).

  Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan pemberian kapur. Namun dengan pemantauan suhu bahan kompos secara tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral tanpa pemberian kapur (Yuwono, 2006).

  Boisca

  Boisca adalah kultur bakteri yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan mikroorganisme didalam lingkungan hidup. Boisca dapat menekan mikroorganisme yang merugikan dan mendukung tanaman/ikan/ternak secara optimal. Bakteri indegenious mampu mengurai bahan organik dalam waktu singkat menjadi senyawa sederhana yang dibutuhkan tanaman. Kemampuannya memfermentasi bahan bahan organik telah memungkinkan ikan/ternak memperoleh pakan dan pencernaan yang sehat. Kekuatan dekomposisinya dapat mengubah limbah padat/cair menjadi bahan yang bermanfaat bagi lingkungan.

  Boisca dapat diaplikasikan pada budidaya berbagai jenis tanaman, ikan dan ternak, pembuatan kompos, pembuatan pakan ikan/ernak, perbaikan kualitas tanah pengolahan limbah sampah organik (Hadisuwito, 2007).

  Tabel 3. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur boisca serta peranannya

  Jenis organisme Peranan Bakteri Fotosintesis Mensintesis bahan-bahan organik menjadi

(Rhodopseudomonos sp) asam , asam nukleat, zat bioaktif, dan gula

dengan bantuan sinar matahari Bakteri asam laktat - menghasilkan asam laktat dari gula

  • menekan pertumbuhan jamur yang merugiKkan, seperti fusarium
  • Mempercepat penguraian bahan-bahan organik menjadi humus Ragi\ yeast membentuk zat anti bakteri
  • -

    - (Sachromices sp) meningkatkan jumlah sel akar dan perkembangan akar

  Actinomycetes Menghasilkan zat-zat bioaktif yang berfungsi menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri pathogen seperti fusarium

  

Jamur Fermentasi Menguraikan bahan organik (selulosa,

(Aspergillus sp) karbohidrat) dan mengubahnya menjadi

alkohol, ester, dan zat antimikroba Dapat menghilangkan bau

  (Indriani,2004).

  Perbandingan C/N

  Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam satuan bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta nitrogen (N) dalam jumlah kecil (Yuwono, 2005).

  Perbandingan C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika perbandingan C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25-35 (Simamora dan Salundik, 2006).

  Bahan organik yang mempunyai C/N yang tinggi berarti masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan bila langsung diberikan ke dalam tanah. Umumnya masalah utama pengomposan adalah kadar rasio C/N yang tinggi. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen (Yuwono, 2005).

  pH

  Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 - 8,0, derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan pada umumnya asam sampai netral (pH 6,0 - 7,0).

  Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Djuarnani, dkk., 2005).

  Rendemen

  Rendemen adalah perbandingan berat kering terhadap berat basah dan dinyatakan dalam persen. Menurut Taib dkk (1989) rendemen dapat ditentukan dengan cara bahan ditimbang sebelum diolah yang dinyatakan sebagai berat basah, kemudian setelah selesai diolah bahan ditimbang kembali dan dinyatakan sebagai berat kering. Kemudian rendemen dihitung dengan rumus :

  berat akhir

  Rendemen = x 100 % ................................................ ( 1 ) berat awal (Taib, dkk, 1989).

  Berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Damayanti Sinaga (2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis Boisca berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen pupuk cair.