Pemanfaatan Limbah Oil Sludge Pertamina Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Keramik Konstruksi

PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA
SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN
KERAMIK KONSTRUKSI

TESIS

Oleh
ABDUL HALIM DAULAY
077026001/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Abdul Halim Daulay : Pemanfaatan Limbah Oil Sludge Pertamina Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Keramik
Konstruksi, 2009

PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA
SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN
KERAMIK KONSTRUKSI


TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains
dalam Program Studi Magister Fisika pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh
ABDUL HALIM DAULAY
077026001/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Judul Tesis

: PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA

SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN
KERAMIK KONSTRUKSI
Nama Mahasiswa : Abdul Halim Daulay
Nomor Pokok
: 077026001
Program Studi
: Fisika

Menyetujui,
Komisi Pembimbing,

(Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S.)
Ketua

(Drs. H. Perdamean S, M.Si., APU)
Anggota

Ketua Program Studi,

Direktur,


(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc.)

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.)

Tanggal lulus: 3 Juni 2009

Telah diuji pada
Tanggal: 3 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua

: Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S.

Anggota

: 1. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si., APU
2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc.
3. Dra. Justinon, M.S.

4. Drs. Tenang Ginting, M.S.

ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan keramik untuk material konstruksi dengan bahan
baku serbuk sludge yang berasal dari limbah oil sludge Pertamina dan kaolin sebagai
bahan pengikat. Variasi komposisi serbuk sludge antara lain: 50, 55, 60, s.d. 95 %
(dalam % massa) serta penambahan kaolin: 5, 10, 15, s.d. 50 % (dalam % massa),
temperatur sinter adalah 1200 0C dengan variasi waktu penahanan selama 1, 2, dan 3
jam. Dimensi sampel uji yang dibuat dalam dua bentuk, yaitu silinder rigid dan balok.
Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, porositas, kuat tekan,
kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak, dan analisis mikrostruktur dengan X-ray
diffractometer (XRD). Hasil pengujian menunjukkan bahwa keramik yang dihasilkan
pada komposisi 50 % (massa) serbuk sludge, 50% (massa) kaolin, temperatur sinter
1200 0C, dan waktu penahanan selama 3 jam merupakan hasil yang optimum. Pada
komposisi tersebut, keramik yang dihasilkan memiliki karakteristik sebagai berikut:
densitas = 1,13 g/cm3, porositas = 34,48 %, kuat tekan = 662,32 kgf/cm2, kekerasan
vickers = 111,4 kgf/mm2, kuat patah = 326,44 kgf/cm2, dan kuat impak = 1,70 J/cm2.
Hasil analisis mikrostruktur dengan XRD menunjukkan bahwa phasa dominan yang
terbentuk adalah sodium-calcium-silicate dan sillimanite, dan phasa minor: cordierite,
arsenic-oxide, sodium-cadmium-phosphate, dan indialite.

Kata kunci: Kaolin, keramik konstruksi, oil sludge, X-ray diffractometer.

ABSTRACT
The making of ceramics for construction material based on sludge powder
(from Pertamina’s oil sludge) and kaolin (as a binder) has been done. Composition of
sludge powder varies from 50, 55, 60, to 95 % (in percent of mass) and that of kaolin
from 5, 10, 15, to 50 % (in percent of mass). The temperature of sintering is 1200 0C
with 1, 2, and 3 hours holding time. The dimension of sample test was made in two
types of bodies that are rigid cylinder and beam. The test parameters are consist of
density, water absorption, compressive strength, vicker’s hardness, flexural strength,
impact strength, and microstructure analysis by X-ray diffractometer (XRD). The
result indicates that the ceramics with the composition of variation of 50 % mass of
sludge powder, 50 % mass of kaolin, the temperature of sintering of 1200 0C, and 3
hours holding time is the optimum result. At that composition, the ceramics has the
following characteristics: density = 1,13 g/cm3, porosity = 34,48 %, compressive
strength = 662,32 kgf/cm2, vicker’s hardness = 111,4 kgf/mm2, flexural strength =
326,44 kgf/cm2, and impact strength = 1,70 J/cm2. The microstructure analysis by
XRD indicates that the major formed-phases are sodium-calcium-silicate and
sillimanite, and the minor formed-phases are cordierite, arsenic-oxide, sodiumcadmium-phosphate, and indialite.
Key words: Construction ceramics, kaolin, oil sludge, X-ray diffractometer.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, kasih
sayang, petunjuk, dan ridho-Nya maka tesis yang berjudul Pemanfaatan Limbah Oil
Sludge Pertamina Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Keramik Konstruksi
dapat penulis selesaikan. Adapun tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan S-2 pada Program Studi Magister Fisika Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Kendala dan masalah yang dihadapi penulis dapat dilalui berkat dukungan
dari berbagai pihak. Sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K), Rektor Universitas Sumatera Utara,
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., Ketua Program Studi Magister Fisika, Drs. M.
Nasir Saleh, M.Eng-Sc., Sekretaris Program Studi Magister Fisika, beserta
seluruh staf pengajar dan pegawai pada Program Studi Magister Fisika Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu pengetahuan dan
bantuan yang diberikan.
4. Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S., selaku pembimbing utama yang dengan
penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan, dan motivasi
kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si., APU., selaku pembimbing lapangan yang
dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya
tesis ini.

6. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., Dra. Justinon, M.S., dan Drs. Tenang
Ginting, M.S., selaku tim penguji yang dengan ikhlas dan penuh perhatian dalam
memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Seluruh staf dan pegawai Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan –
Sumatera Utara yang membantu dalam proses pengambilan data penelitian.
8. Ayahanda Drs. Aminuddin Daulay, M.A., Ibunda tercinta Dr. Siti Zubaidah,
M.Ag, saudara-saudaraku Sholihatul Hamidah Daulay, S.Ag., M.Hum., Nurika
Khalila Daulay, M.A., dan Zubair Aman Daulay, S.T., atas kesabaran, perhatian,
dukungan, serta doa yang diberikan.
9. Isteriku tersayang Ummu Khuzaimah, M.Psi., yang selalu setia mencintai dan
menemani penulis dalam menjalani segala suka dan duka kehidupan ini, serta

buah hati kami Hafylah Shulha Daulay, jangan pernah berhenti belajar ya nak..
10. Rekan-rekan mahasiswa S-2 pada Program Studi Magister Fisika Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya: Ety Jumiati, Maidayani,
dan Shinta Marito Siregar, atas kebersamaannya selama ini.
11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas peran sertanya
dalam penyelesaian tesis ini.
semoga segala bantuan yang diberikan dicatat oleh Allah SWT sebagai amal baik dan
dibalas dengan balasan yang berlipat ganda. Amiin.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga apa yang telah ditulis
dalam tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2009
Penulis,

Abdul Halim Daulay

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Abdul Halim Daulay, S.T., M.Si.
Tempat dan tanggal lahir

: Bangkalan, 6 November 1981

Alamat rumah

: Jl. Bromo Ujung No. 71 Medan 20228

Telepon/HP

: +6285270097090/+626191028711

e-mail

: halim_daulay@yahoo.com

Instansi tempat bekerja

: IAIN Sumatera Utara Medan


Alamat kantor

: Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371

Telepon/Fax

: +62616615683, +62616622925/+62616615683

DATA PENDIDIKAN
SD

: Sekolah Dasar Negeri No. 068006 Medan

Tamat: 1993

SMP

: Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan


Tamat: 1996

SMA

: Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan

Tamat: 1999

Strata-1 : Departemen Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung

Tamat: 2003

Strata-2 : Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Tamat: 2009

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .........................................................................................................

i

ABSTRACT .........................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................

v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ..............................................................................

1

1.1. Latar Belakang ...........................................................................

1

1.2. Perumusan Masalah ...................................................................

3

1.3. Batasan Masalah ........................................................................

3

1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................

4

1.5. Hipotesis .....................................................................................

4

1.6. Manfaat Penelitian .....................................................................

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

6

2.1. Limbah .......................................................................................

6

2.1.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) .................

6

2.1.2. Logam Berat ...................................................................

8

BAB I

2.2. Keramik ......................................................................................

9

2.2.1. Klasifikasi Keramik ....................................................... 10
2.2.1.1. Keramik tradisional ......................................... 10
2.2.1.2. Keramik halus (canggih) ................................. 10
2.2.2. Sifat Keramik ................................................................. 11
2.3. Kaolin ......................................................................................... 11
2.3.1. Perubahan Struktur ......................................................... 12
2.3.2. Kegunaan ....................................................................... 13
2.4. Sintering ..................................................................................... 13
2.5. Kekuatan dan Struktur ............................................................... 15
2.6. Pengujian Fisik dan Mekanik ..................................................... 16
2.6.1. Densitas .......................................................................... 16
2.6.2. Porositas .......................................................................... 17
2.6.3. Kuat Tekan ..................................................................... 19
2.6.4. Kekerasan ....................................................................... 19
2.6.5. Kuat Patah ....................................................................... 20
2.6.6. Kuat Impak ..................................................................... 22
2.7. Karakterisasi Struktur Mikro ...................................................... 22
2.7.1. Difraksi Sinar-X ............................................................. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 25
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 25
3.2. Bahan dan Peralatan ................................................................... 25

3.2.1. Bahan Baku .................................................................... 25
3.2.2. Peralatan ......................................................................... 26
3.3. Prosedur Penelitian .................................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 33
4.1. Densitas ...................................................................................... 33
4.2. Porositas ..................................................................................... 35
4.3. Kuat Tekan ................................................................................. 36
4.4. Kekerasan Vickers ..................................................................... 38
4.5. Kuat Patah .................................................................................. 39
4.6. Kuat Impak ................................................................................. 41
4.7. Analisis Mikrostruktur Dengan X-Ray Diffractometer (XRD) .. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 45
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 45
5.2. Saran ........................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

3.1.

Hasil Analisis Kimia Logam Berat Dari Serbuk Sludge ..................... 28

3.2.

Komposisi Perbandingan Serbuk Sludge Terhadap Kaolin Dalam
Pembuatan Sampel Keramik ............................................................... 29

4.1.

Fasa yang Terbentuk Pada Keramik Dengan Komposisi 50 % Serbuk
Sludge dan 50 % Kaolin Setelah Disinter Pada Suhu 1200 0C Selama
3 Jam ................................................................................................... 44

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1.

Tahap perubahan partikel pada saat sintering (a) partikel awal,
(b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, dan
(d) tahap akhir sintering Tahap perubahan partikel pada saat
sintering ............................................................................................... 14

2.2.

Pori terbuka dan pori tertutup ............................................................. 18

2.3.

Pori terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka yang tembus
(b) pori terbuka yang tidak tembus dan (c) pori terbuka campuran .... 18

2.4.

Pengukuran kuat patah metode tiga titik tumpu .................................. 21

2.5.

Difraksi Sinar-X .................................................................................. 23

3.1.

Diagram Alir Tahap Pertama: Pembuatan Serbuk Sludge .................. 27

3.2.

Diagram Alir Tahap Kedua: Pembuatan Sampel Keramik ................. 30

3.3.

Trayek sintering untuk sampel keramik konstruksi ............................ 31

4.1.

Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk sludge
setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam. ............................................................................................ 34

4.2.

Hubungan antara porositas terhadap penambahan serbuk sludge
setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam ............................................................................................. 36

4.3.

Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan serbuk sludge
setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam ............................................................................................. 37

4.4.

Hubungan antara kekerasan vickers terhadap penambahan serbuk
sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama
1, 2, dan 3 jam ..................................................................................... 39

4.5.

Hubungan antara kuat patah terhadap penambahan serbuk sludge
setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam ............................................................................................. 40

4.6.

Hubungan antara kuat impak terhadap penambahan serbuk sludge
setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam ............................................................................................. 42

4.7.

Pola difraksi sinar-X dari keramik dengan komposisi 50 % serbuk
sludge dan 50 % kaolin setelah disinter pada suhu 1200 0C
selama 3 jam ........................................................................................ 43

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul

Halaman

A

Data Pengukuran Densitas .................................................................. 50

B

Data Pengukuran Porositas ................................................................. 52

C

Data Pengukuran Kuat Tekan ............................................................. 54

D

Data Pengukuran Kekerasan Vickers .................................................. 56

E

Data Pengukuran Kuat Patah .............................................................. 58

F

Data Pengukuran Uji Impak ................................................................ 60

G

Data XRD (JCPDS) ............................................................................ 62

H

Data Analisis Kimia Logam Berat Sampel Limbah Sludge ................ 68

I

Surat Keterangan Praktek Penelitian ................................................... 69

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kemajuan di bidang industri mengakibatkan banyak aktifitas manusia yang

berdampak terhadap terganggunya ekosistem. Pertambahan jumlah industri dan
penduduk berakibat terhadap pencemaran lingkungan oleh pembuangan limbah
industri dan domestik, khususnya limbah yang mengandung logam berat.
Kebutuhan energi yang besar, khususnya minyak dan gas sekarang ini
menyebabkan Pertamina, sebagai salah satu industri penyumbang pendapatan terbesar
bagi APBN Indonesia semakin meningkatkan aktifitas eksplorasi dan produksinya.
Dampak dari peningkatan produksi adalah dihasilkan limbah industri berupa oil
sludge yang mengandung logam berat. Karena alasan biaya yang mahal, limbah ini
hanya ditimbun pada gudang-gudang penyimpanan limbah milik Pertamina tanpa
adanya proses pengolahan yang memadai. Timbunan limbah yang terus akan
bertambah, dikhawatirkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan akibat
kontaminasi logam berat.
Penelitian mengenai pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina menjadi
produk material rekayasa belum pernah dilakukan sebelumnya. Menyikapi hal
tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian dan penelitian yang bertujuan untuk
memanfaatkan kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina sebagai
bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.

Keramik adalah bahan inorganik dan non metalik yang merupakan campuran
atau paduan logam dan non logam yang terikat secara ionik atau kovalen (Sembiring,
1990). Hasil analisis di awal penelitian menunjukkan bahwa serbuk sludge yang
berasal dari limbah oil sludge Pertamina mengandung unsur-unsur logam berat dan
silikat yang semuanya merupakan bahan baku dalam pembuatan keramik. Serbuk
sludge yang dicampur dengan bahan pengikat kaolin dicetak dan disinter pada suhu
tinggi untuk menjadikannya keramik yang kuat sekaligus menghilangkan kandungan
logam beratnya. Dengan memvariasikan perbandingan komposisi serbuk sludge dan
kaolin serta variasi waktu penahanan pada suhu sintering akan diperoleh hubungan
korelasi terhadap sifat-sifat fisis (densitas, porositas), mekanis (kuat tekan, kekerasan,
kuat patah, kuat impak), dan mikrostruktur (X-Ray Diffractometer (XRD)) dari
keramik tersebut.
Meskipun persentase kandungan logam berat setelah proses pengolahan telah
berkurang atau berada pada ambang batas yang diizinkan. Dengan alasan keamanan,
peneliti hanya merekomendasikan limbah oil sludge Pertamina sebagai bahan baku
keramik konstruksi dan bukan sebagai bahan baku untuk jenis keramik yang
digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan sistem pernafasan dan pencernaan
(peralatan makan, peralatan kedokteran, dan lainnya).
Pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina untuk diolah dari bahan berbahaya
dan beracun (B3) menjadi suatu produk material rekayasa adalah sangat
menguntungkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan keramik konstruksi dalam

negeri, juga dapat membuka lapangan kerja baru, serta mampu meng-cover ongkos
pengolahan limbah yang mahal.

1.2.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana mereduksi dan mengikat kandungan logam berat pada limbah oil
sludge Pertamina agar stabil, serta memanfaatkannya sebagai bahan baku
dalam pembuatan keramik konstruksi.
b. Sejauh mana pengaruh perbandingan komposisi serbuk sludge Pertamina dan
kaolin terhadap karakteristik keramik konstruksi.
c. Apa pengaruh variasi waktu penahanan pada suhu sintering terhadap
karakteristik keramik konstruksi tersebut.

1.3.

Batasan Masalah
Penelitian dibatasi pada pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina yang

mengandung unsur logam berat untuk diubah menjadi material rekayasa yang bernilai
guna, yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.
Pembuatan sampel keramik dilakukan dengan pembentukan cetak kering (dry
press) serbuk sludge dan kaolin dengan variasi komposisi: 95:5, 90:10, 85:15, 80:20,
75:25, 70:30, 65:35, 60:40, 55:45, dan 50:50 (dalam persen massa).

Selanjutnya dilakukan proses sintering pada suhu 1200 0C dengan variasi
waktu penahanan selama 1, 2, dan 3 jam.

1.4.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menstabilkan kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina
sekaligus memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik
konstruksi.

b. Mengetahui pengaruh perbandingan komposisi serbuk sludge dan kaolin
terhadap karakteristik keramik konstruksi.
c. Mengetahui pengaruh variasi waktu penahanan pada suhu sintering terhadap
karakteristik keramik konstruksi.

1.5.

Hipotesis
Melalui kalsinasi limbah oil sludge dapat dihilangkan kandungan minyaknya

serta dapat dihasilkan serbuk sludge. Dengan mensintering serbuk sludge dapat
diperoleh keramik yang keras dan kuat dengan kandungan logam berat yang telah
terreduksi dan stabil, sehingga layak dipergunakan sebagai bahan komponen
konstruksi.

1.6.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Sebagai masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu fisika material,
khususnya yang berkaitan dengan keramik konstruksi.
b. Sebagai masukan dan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang
berminat untuk melakukan penelitian tentang keramik konstruksi.
c. Sebagai masukan dan sumber informasi dalam hal pemanfaatan limbah oil
sludge Pertamina.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Limbah

2.1.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari
suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu,
cair maupun padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau
berbahaya dan dikenal sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak
langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan
kesehatan manusia. Termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang
berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan,
tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan
pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu
atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan
toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Macam-macam limbah beracun adalah sebagai berikut:
a. Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan.
b. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan, atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
c. Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena
melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak
stabil dalam suhu tinggi.
d. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit
bila masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernafasan, atau pencernaan.
e. Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang
terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti
bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang
terkena infeksi.
f. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada
kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0
untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat
basa (http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah_beracun, 2009).

2.1.2. Logam Berat
Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat hubungannya
dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Keberadaan logam berat dalam
lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan
secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang
membusuk. Kedua dari hasil aktifitas manusia terutama hasil limbah industri. Dalam
neraca global, sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan
pembuangan limbah akhir dari industri terhadap lingkungan.
Logam berat dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia
tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun
yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses
metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai
penyebab alergi, mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya
adalah melalui kulit, pernafasan, dan pencernaan. Logam berat jika sudah terserap ke
dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya
hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila
suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat
maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam
dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang
berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah seng (Zn),

tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), mangan (Mn), dan sebagainya. Sedangkan jenis
kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam
tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti
merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr), dan lain-lain.

2.2. Keramik
Kata keramik berasal dari bahasa Yunani keramos yang artinya bahan yang
dibakar atau barang tembikar (Anderson et al, 1990). Kamus dan ensiklopedi tahun
1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk
menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin,
dan sebagainya (Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik, 2009). Saat ini
tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru
mencakup semua bahan bukan logam dan inorganik yang berbentuk padat yang
merupakan campuran logam dan non logam yang terikat secara ionik atau kovalen
(Sembiring, 1990).
Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia
dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah kaolin,
felspard, ball clay, kuarsa, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur
kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga
tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum
strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas. Kurangnya beberapa

elektron bebas keramik membuat sebagian besar bahan keramik secara kelistrikan
bukan merupakan konduktor dan juga menjadi konduktor panas yang jelek.
Pada umumnya keramik memiliki sifat-sifat yang baik yaitu keras, kuat, dan
stabil pada temperatur tinggi. Tetapi keramik bersifat getas dan mudah patah seperti
halnya pada porselen, keramik cina, atau pun gelas (Surdia dan Saito, 1984). Keramik
secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya.

2.2.1. Klasifikasi Keramik
Pada prinsipnya keramik dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: keramik
tradisional dan keramik halus (canggih).

2.2.1.1. Keramik tradisional
Keramik tradisional yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan
alam, seperti kuarsa, kaolin, dan lain-lain. Contoh keramik ini adalah: barang pecah
belah (dinnerware), keperluan konstruksi (tile, bricks), dan untuk industri
(refractory).

2.2.1.2. Keramik halus (canggih)
Keramik halus (keramik modern atau biasa disebut fine ceramics) adalah
keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-oksida logam atau logam, seperti
oksida logam Al2O3, ZrO2, MgO, dan lain-lain. Penggunaannya sebagai elemen
pemanas, semikonduktor, komponen turbin, dan pada bidang medis.

2.2.2. Sifat Keramik
Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis
keramik adalah brittle atau rapuh, hal ini dapat dilihat pada keramik jenis tradisional
seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya. Coba jatuhkan
piring yang terbuat dari keramik bandingkan dengan piring dari logam, pasti keramik
mudah pecah, walaupun sifat ini tidak berlaku pada jenis keramik tertentu, terutama
jenis keramik hasil sintering dan campuran sintering antara keramik dengan logam.
Sifat lainnya adalah tahan suhu tinggi (1200 0C), sebagai contoh keramik tradisional
yang terdiri dari clay, kaolin, flint dan felspard. Keramik engineering, seperti:
keramik oksida mampu tahan sampai dengan suhu 2000 0C. Kekuatan tekan tinggi,
sifat ini merupakan salah satu faktor yang membuat penelitian tentang keramik terus
berkembang.

2.3.

Kaolin
Kaolin merupakan mineral tanah liat dengan komposisi kimia Al2Si2O5(OH)4

(aluminum-silicate-hydroxide). Kaolin merupakan mineral silikat yang terlapisi
dengan satu sisi tetrahedral yang dihubungkan melalui atom-atom oksigen ke sisi
oktahedral alumina. Batuan yang kaya akan kaolin dikenal sebagai tanah liat cina atau
kaolin. Nama kaolin diturunkan dari Gaoling atau Kao-Ling (dataran tinggi) di
Jingdezhen, provinsi Jiangxi, China. Kaolin pertama kali disebut sebagai mineral
pada 1867 karena suatu peristiwa di sungai Jari, Brazil (http://en.wikipedia.org/
wiki/Kaolinite, 2009).

Kaolin merupakan mineral yang lembut, bersifat seperti tanah, biasanya
berwarna putih. Terbentuk oleh kerusakan karena iklim kimia mineral aluminium
silikat seperti feldspar. Di beberapa negara, kaolin berwarna pink-oranye-merah
seperti warna karat yang disebabkan oleh oksida besi. Konsentrasi yang lebih ringan
menghasilkan warna putih, kuning, atau oranye terang.

2.3.1. Perubahan Struktur
Kaolin jenis tanah liat mengalami serangkaian transformasi fasa atas
perlakuan panas di udara pada tekanan atmosfer. Dehidrasi (pengeringan) bermula
pada suhu 550 0C – 600 0C untuk menghasilkan metakaolin tak beraturan, Al2Si2O7,
tapi kerugian hidroksil (-OH) berkelanjutan diamati hingga suhu 900 0C.
2 Al2Si2O5(OH)4 —> 2 Al2Si2O7 + 4 H2O
Pemanasan lebih lanjut hingga 925 0C – 950 0C mengubah metakaolin
menjadi suatu cacat aluminium silikon spinel, Si3Al4O12, yang terkadang juga
merujuk sebagai struktur tipe γ -alumina
2 Al2Si2O7 —> Si3Al4O12 + SiO2
Kalsinasi hingga ~1050 0C, fasa spinel (Si3Al4O12) bernukleasi dan berubah
menjadi mullite, 3 Al2O3 · 2 SiO2, dan kristalin tinggi kristobalit, SiO2:
3 Si3Al4O12 —> 2 Si2Al6O13 + 5 SiO2
Ahli keramik, atau kebanyakan pembuat tembikar, menyatakan material
dalam bentuk oksida, formula untuk kaolin dapat dituliskan sebagai:

Al2O3 2(SiO2) 2(H2O)
Bentuk ini berguna untuk menjelaskan proses pembakaran tanah liat karena
kaolin kehilangan 2 buah molekul air ketika dibakar hingga suhu tertentu. Ini adalah
berbeda jika dibandingkan dengan kandungan air pada tanah liat yang akan hilang
secara sederhana akibat penguapan dan bukan merupakan bagian dari formula kimia
(Belotto et al, 1995).

2.3.2. Kegunaan
Kaolin digunakan dalam keramik, kedokteran, pelapisan kertas, sebagai aditif
makanan, pada pasta gigi, sebagai bahan menghamburkan cahaya dalam bola lampu
bercahaya putih, dan dalam kosmetik. Secara umum kaolin merupakan komponen
utama pada porselen. Kaolin juga digunakan dalam cat untuk meluaskan titanium
dioksida (TiO2). Penggunaan paling luas adalah pada produksi kertas, termasuk
menghaluskan permukaan kertas. Secara komersial, kaolin disediakan dan diangkut
dalam bentuk bubuk kering, semi-dry noodle, atau sebagai liquid slurry
(http://en.wikipedia.org/wiki/Kaolinite, 2009).

2.4.

Sintering
Sintering merupakan suatu proses perlakuan panas terhadap suatu padatan

serbuk pada suhu tinggi yang diawali oleh pemberian tekanan sebelum dipanaskan.
Suhu sintering biasanya lebih dari setengah titik leleh material yang disinter. Tujuan
sintering yaitu untuk mengurangi porositas padatan (http://aspdin.wifa.uni-

leipzig.de/institut/lacer, 2008). Saat padatan serbuk disinter, material tersebut
mengalami perubahan kekuatan dan pengaturan elastisitas, kekerasan dan kekuatan
patahan, konduktivitas listrik dan termal, permeabilitas gas dan cairan, ukuran dan
bentuk partikel, distribusi ukuran dan bentuk partikel, ukuran dan bentuk pori,
distribusi ukuran dan bentuk pori, komposisi kimia, dan struktur kristal (Kartika,
2008).

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 2.1. Tahap perubahan partikel pada saat sintering (Mulder, M., 1996)
(a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan
sintering, dan (d) tahap akhir sintering
Gambar 2.1. memperlihatkan tahap perubahan partikel pada saat sintering.
Selama tahap awal sintering, terjadi peleburan tanpa penyusutan padatan dan
pembentukan leher (necking) yang menghasilkan cekungan. Selama tahap sintering

selanjutnya

terjadi

pertumbuhan

leher

(necking),

pembentukan

pori

dan

dimungkinkan partikel-partikel akan saling mendekat sehingga terjadi penyusutan
padatan. Selama tahap akhir sintering tidak terjadi pertumbuhan pori (German, R.M.,
1996). Sebelum disinter, material keramik harus terlebih dahulu dicetak. Berbagai
proses pencetakan material tersebut antara lain: dry pressing, slip casting, tape
casting, extrusion, injection molding, isostatic pressing, dan rolling. Dalam penelitian
ini, material dicetak menggunakan cara cetak kering (dry pressing).

2.5.

Kekuatan dan Struktur
Kekuatan keramik sangat sensitif terhadap struktur suatu bahan. Faktor utama

yang mempengaruhi struktur keramik dan juga kekuatannya ialah kehalusan
permukaan, volume dan bentuk dari pori, ukuran dan bentuk butir, jenis dan bentuk
fasa batas butir, dan cacat yang disebabkan oleh tegangan dalam seperti halnya
tegangan termal.
Hubungan antara kekuatan dan

porositas suatu bahan keramik dapat

dituliskan sebagai berikut (Surdia dan Saito, 1984):

σ = σ 0 exp(− bV p )

(2-1)

dimana:

σ 0 = kekuatan bahan keramik pada porositas nol

b = konstanta dengan harga berkisar antara 3 dan 11, umumnya kira-kira 5
V p = porositas bahan keramik

Pada umumnya, jika porositas suatu bahan keramik semakin kecil maka
kekuatannya juga meningkat (Sembiring, 1990).

2.6.

Pengujian Fisik dan Mekanik

Pengujian sifat fisik meliputi: densitas dan porositas, sedangkan pengujian
sifat mekanik: kuat tekan, kekerasan (Vickers), kuat patah, dan kuat impak.

2.6.1. Densitas

Densitas atau kerapatan didefinisikan sebagai massa per satuan volume
material, bertambah secara teratur dengan meningkatnya nomor atomik pada setiap
sub kelompok. Kebalikan densitas adalah volume spesifik v, sedangkan hasil kali v
dengan massa atomik relatif W disebut volume atomik

. Densitas dapat ditentukan

dengan metode pencelupan biasa atau menggunakan metode sinar-X.
Pada proses perpaduan, densitas campuran bahan berubah. Hal ini terjadi
karena massa atom terlarut berbeda dengan massa pelarut, selain itu parameter kisi
juga mengalami perubahan karena perpaduan. Perubahan parameter dapat ditentukan
dengan hukum Vegard yang mengasumsikan bahwa parameter kisi larutan padat
bergantung secara linier dengan konsentrasi atom, namun dijumpai berbagai
penyimpangan dari perilaku ideal ini.
Densitas

jelas

bergantung

pada

massa

atom,

ukuran,

serta

cara

penumpukannya. Logam berwujud padat karena terdiri dari atom yang berat dan
memiliki penumpukan padat. Keramik memiliki densitas yang lebih rendah

dibandingkan logam karena mengandung atom ringan, baik C, N, atau O. Polimer
memiliki densitas rendah karena terdiri dari untaian atom ringan (Smallman dan
Bishop, 2004).
Pengukuran densitas sampel keramik yang telah disintering dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan (Thornton dan Colangelo, 1985):

ρ=

M
V

(2-2)

dimana:

ρ = densitas sampel [kg/cm3]

M = massa sampel [kg]
V = volume sampel [cm3]

2.6.2. Porositas

Porositas sangat menentukan struktur mikro suatu material. Pada keramik,
pori terbentuk karena terperangkapnya molekul air atau udara di antara badan
keramik yang mulai mengeras pada proses pengeringan dan pemanasan, dimana uap
air akan menguap sehingga akan meninggalkan rongga kosong yang disebut pori.
Dikenal ada dua jenis pori:
a. Pori terbuka (open pore) yang kontak dengan udara luar
b. Pori tertutup (close pore) yang terperangkap di dalam bahan

Porositas Tertutup

Porositas Terbuka

Gambar 2.2. Pori terbuka dan pori tertutup
Pori terbuka terbagi atas:
a. Pori terbuka yang tembus
b. Pori terbuka yang tidak tembus
c. Pori terbuka campuran
Perbedaan ketiga pori tersebut ditunjukkan pada gambar 2.3.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.3. Pori terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka yang tembus, (b) pori
terbuka yang tidak tembus, dan (c) pori terbuka campuran (Septiani,
1999)
Pengukuran

porositas

dari

sampel

keramik

yang

telah

disintering

menggunakan persamaan (Smallman dan Bishop, 2004):
Porositas =

Mb − Mk
× 100 %
Mk

dimana:
Mk = massa sampel kering [kg]
Mb = massa sampel basah [kg]

(2-3)

2.6.3. Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan sampel keramik yang telah disintering menggunakan
Ultimate Testing Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan konstan sebesar 4
mm/menit. Nilai kuat tekan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Surdia
dan Saito, 1985):

σC =

PMAX
A

(2-4)

dimana:

σC

PMAX
A

= kuat tekan [kgf/cm2]
= beban tekan maksimum yang diberikan [kgf]
= luas penampang bidang sentuh [cm2]

2.6.4. Kekerasan

Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai,
karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai
spesifikasi. Kekerasan suatu bahan adalah ketahanan (daya tahan) suatu bahan
terhadap daya benam dari bahan lain yang lebih keras dan dibenamkan kepadanya.
Maksud pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui kekerasan bahan, yang mana
data ini sangat penting dalam proses perlakuan panas. Nilai kekerasan bahan
mempunyai korelasi dengan nilai tegangan-regangan pada uji tarik (Departemen
Perindustrian, 1994).
Uji kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: Mohs,
Brinell, Vickers, Rockwell, dan Knoop. Kekerasan Brinell adalah suatu indeks

kekerasan yang dihitung dari luas daerah lekukan yang ditimbulkan oleh penekan
bulat yang besar. Lekukan ini ditimbulkan oleh bola baja karbida tungsten yang keras
terhadap bahan standar. Kekerasan Rockwell merupakan indeks kekerasan lain yang
digunakan dalam teknik. Besaran ini ditentukan dengan menghitung kedalaman
penetrasi, suatu penekan standar yang kecil. Pada penelitian ini, pengujian keramik
dilakukan dengan menggunakan metode Vickers.
Pengujian keras yang dilakukan mengikuti prosedur ASTM C1327 (Standard
Test Method for Vickers Indentation Hardness of Advanced Ceramics). Pengukuran

kekerasan Vickers sampel keramik yang telah disintering dilakukan dengan
menggunakan Microhardness Tester. Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985 dan Ajie, 2008):
Hv = 1,8544 ×

P
D2

(2-5)

dimana:
H v = kekerasan Vickers [kgf/mm2]
P
= beban penekanan [kgf]
D
= panjang rata-rata garis diagonal jejak indentor [mm]

2.6.5. Kuat Patah

Umumnya terhadap keramik tidak dilakukan pengujian tarik langsung karena
keramik sangat peka terhadap cacat permukaan. Pertama, sulit untuk menerapkan
tegangan tarik uniaksial. Penjepitan benda uji dapat merusak permukaan dan adanya
pelenturan pada spesimen sewaktu pengujian menimbulkan kegagalan dini. Kedua,

pembuatan spesimen dengan bagian tengah yang lebih kecil dan sisi yang halus tanpa
cacat mahal biayanya. Oleh karena itu, pada keramik dan gelas diterapkan uji patah.
Cara ini telah lama diterapkan pada material tidak ulet seperti beton dan besi cor
kelabu (Smallman dan Bishop, 2004).
Pada metode uji patah tiga titik, lihat gambar 2.4., spesimen berbentuk batang
ditempatkan pada tumpuan dan dengan hati-hati diterapkan beban dengan laju
regangan konstan. Pengukuran kuat patah sampel keramik yang telah disintering
menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dengan metode tiga titik tumpu dan
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985):

σf =

3PL
2bh 2

(2-6)

dimana:

σ f = kuat patah [kgf/cm2]

P
L
b
h

=
=
=
=

beban yang diberikan [kgf]
jarak kedua titik tumpu [cm]
lebar sampel [cm]
ketebalan sampel [cm]
P
h
b
L

Gambar 2.4. Pengukuran kuat patah metode tiga titik tumpu

2.6.6. Kuat Impak

Material yang dalam keadaan biasa bersifat liat kemungkinan dapat berubah
menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba (beban kejut) pada suatu kondisi tertentu.
Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak
biasanya diukur dengan uji impak Izod atau Charpy terhadap benda uji bertakik atau
tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan
mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan (Smallman dan
Bishop, 2004).
Dalam menentukan nilai impak dilakukan perhitungan nilai Charpy dengan
menggunakan persamaan berikut (Departemen Perindustrian, 1994 dan Smallman dan
Bishop, 2004):
KC =

E
A

(2-7)

dimana:
KC = Nilai impak Charpy [J/mm2]
E = Energi disipasi [J]
A = Luas Penampang [mm2]

2.7.

Karakterisasi Struktur Mikro

2.7.1. Difraksi Sinar-X

Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ( λ )
yang pendek yaitu sekitar 10-5 Å hingga 100 Å. Ketika sinar-X dihamburkan oleh

kristal, terjadi gangguan antara sinar yang dihamburkan. Difraksi dihasilkan pada saat
jarak antara pusat hamburan sama besar dengan panjang gelombang radiasi.
Ketika gelombang sinar-X mengenai permukaan kristal pada sudut θ ,
sebagian akan dihamburkan oleh lapisan atom pada permukaan. Sinar yang tidak
dihamburkan akan menembus ke lapisan atom kedua yang nantinya akan
dihamburkan kembali dan sisanya akan melewati lapisan ketiga. Prinsip ini dapat
diamati pada gambar 2.5.

θ

θ
d

θθ
d sin θ

Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X
W.L. Bragg menyatakan bahwa:
nλ = 2d sin θ

(2-8)

Dengan n merupakan bilangan bulat, λ merupakan panjang gelombang, d
merupakan jarak antar bidang dalam kristal sedangkan θ merupakan besarnya sudut
hamburan (Hanke, L. D., 2000).
Komponen instrumen difraktometer sinar-X sama dengan komponen
instrumen spektroskopi optik, yaitu terdiri dari sumber cahaya, monokromator, wadah
sampel, detektor atau transducer, dan signal processor serta read out. Teknik analisis

XRD digunakan untuk menganalisis padatan kristalin seperti keramik, logam,
material geologi, dan polimer. Material yang akan dianalisis dapat berupa serbuk,
kristal, lapisan tipis, serat, atau amorf (Kartika, 2008).
Penelitian ini mengunakan teknik XRD untuk mengamati fasa keramik yang
berbahan baku serbuk sludge dan kaolin, serta untuk mengetahui kandungan logam
beratnya setelah proses sintering.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu:
a. Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan – Sumatera Utara, meliputi:
preparasi sampel keramik, sintering, karakterisasi fisik dan mekanik.
b. Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Serpong – Banten, meliputi: analisis kimia dan mikrostruktur.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan April 2009.

3.2. Bahan dan Peralatan

Untuk melakukan suatu kegiatan penelitian untuk pembuatan keramik teknik
maka diperlukan bahan baku utama sebagai raw material dan peralatan proses serta
karakterisasinya.

3.2.1. Bahan Baku

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk sludge yang
dihasilkan dari limbah oil sludge Pertamina Pangkalan Susu – Sumatera Utara.
Sedangkan sebagai bahan pengikat digunakan Kaolin.

3.2.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. lemari pengering;
b. ball mill;
c. saringan 100 mesh;
d. alat timbangan;
e. mortar tangan;
f. mesin press pencetak sampel;
g. tungku listrik;
h. peralatan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS);
i. X-ray diffractometer (XRD);
j. Universal Testing Machine (UTM);
k. Microhardness Tester (uji kekerasan vickers);
l. peralatan uji impak;
m. gelas ukur.

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi dua tahapan proses preparasi sampel, yaitu: tahap
pertama membuat serbuk sludge dan analisis kimia serbuk sludge dengan alat Atomic
Absorption Spectroscopy (AAS), tahap kedua membuat dan mensintering sampel
keramik dari campuran bahan serbuk sludge yang dihasilkan pada tahap pertama dan
kaolin serta dilakukan karakterisasi yang meliputi: densitas, porositas, kuat tekan,

kekerasan, kuat patah, kuat impak, dan mikrostruktur dengan X-Ray Diffractometer
(XRD).
Diagram alir untuk preparasi sampel tahap pertama dapat dilihat pada gambar
3.1. berikut:
LIMBAH
OIL SLUDGE

KALSINASI
500 0C, selama 6 jam

PEMBUTIRAN
dgn ball mill, 100 mesh
Serbuk Sludge
ANALISIS KIMIA
dengan peralatan AAS

Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap Pertama: Pembuatan Serbuk Sludge
Limbah oil sludge yang diperoleh dari Pertamina dikalsinasi dalam oven
pengering pada suhu 500 0C selama 6 jam untuk menghilangkan kandungan
minyaknya. Selanjutnya dilakukan pembutiran menggunakan ball mill hingga
diperoleh serbuk halus sludge yang lolos saringan 100 mesh. Kemudian serbuk
sludge yang diperoleh dianalisis menggunakan alat Atomic Absorption Spectroscopy
(AAS) untuk mengidentifikasi kandungan logam beratnya.

Prosedur analisis serbuk sludge menggunakan alat AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy) adalah sebagai berikut:
a. Sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram dan dimasukkan ke dalam gelas kimia.
b. Dilarutkan menggunakan aquregia dengan perbandingan campuran HCl dan
HNO3 adalah 3:1.
c. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman 40 (kertas
saring kuantitatif).
d. Filtrat kemudian diukur dengan AAS menggunakan lampu katoda untuk
masing-masing unsur (1 lampu katoda hanya berlaku untuk 1 unsur).
Hasil analisis kandungan kimia logam berat pada serbuk sludge dapat dilihat
pada tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1. Hasil Analisis Kimia Logam Berat Dari Serbuk Sludge
No

Parameter

Kandungan
(mg/l)

1
2
3
4
5
6
7
8

Arsen (As)
Barium (Ba)
Boron (B)
Chromium (Cr)
Cadmium (Cd)
Mercury (Hg)
Timbal (Pb)
Zinkum (Zn)

0,18
80,73
448,64
34,69
21,76
407,79
142,97

Diagram alir untuk preparasi sampel tahap kedua dapat dilihat pada gambar
3.2. Pada tahap ini serbuk sludge yang diperoleh dari tahap pertama dicampur dengan
kaolin dengan komposisi perbandingan serbuk sludge terhadap kaolin dapat dilihat
pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Komposisi Perbandingan Serbuk Sludge Terhadap Kaolin
Dalam Pembuatan Sampel Keramik

No

Kode Sampel

Serbuk Sludge
(% massa)

Kaolin
(% massa)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

I.1.
II.1.
III.1.
I.2.
II.2.
III.2.
I.3.
II.3.
III.3.
I.4.
II.4.
III.4.
I.5.
II.5.
III.5.
I.6.
II.6.
III.6.
I.7.
II.7.
III.7.
I.8.
II.8.
III.8.
I.9.
II.9.
III.9.
I.10.
II.10.
III.10.

95
95
95
90
90
90
85
85
85
80
80
80
75
75
75
70
70
70
65
65
65
60
60
60
55
55
55
50
50
50

5
5
5
10
10
10
15
15
15
20
20
20
25
25
25
30
30
30
35
35
35
40
40
40
45
45
45
50
50
50

Waktu
Penahanan
(Jam)
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

SERBUK
SLUDGE

KAOLIN

PENIMBANGAN

PENCAMPURAN
Dengan Mortar Tangan

PEMBENTUKAN CETAK
Dry Press, beban 5000 kgf
Dikeringkan selama 30 menit
pada suhu kamar

SINTERING
1200 0C (1, 2, & 3 jam)

SAMPEL KERAMIK

KARAKTERISASI
Pengamatan Fisis
- Densitas
- Porositas

Pengujian Mekanik
- Kuat tekan
- Kekerasan Vickers
- Kuat patah
- Kuat Impak

Analisis Kualitatif
- XRD

Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Kedua: Pembuatan Sampel Keramik

Kedua bahan dicampur mengunakan mortar tangan hingga tercampur dengan
homogen, kemudian dilakukan pembentukan cetak (dry press) berbentuk silinder
rigid dan balok menggunakan alat cetak tekan dengan beban 5000 kgf. Cetakan
silinder berukuran diameter 50 mm dan tebal 30 mm dan cetakan balok berukuran
panjang 100 mm, lebar 25 mm, dan tingi 35 mm. Setelah dicetak masing-masing
sampel dikeringkan pada suhu kamar selama 30 menit untuk selanjutnya disintering
menggunakan tung