BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien, Financial Distress, Opini Going Concern, dan Reputasi Auditor Terhadap Auditor Switching (studi kasus pada perusahaan manufaktur terdaftar di BEI periode 2008-2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

  Berikut akan diuraikan beberapa teori yang melandasi penelitian ini, yatu :

2.1.1 Kewajiban Audit Suatu Perusahaan

  Audit atas laporan keuangan terutama diperlukan oleh perusahaan berbentuk Perseroan terbatas (PT) yang dikelola oleh manajemen profesional yang ditunjuk oleh pemegang saham. Biasanya setahun sekali dalam Rapat Umum pemegang saham (RUPS) para pemegang saham akan meminta pertanggungjawaban manajemen perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Statement of Financial Accounting

  

Concepts No. 2 (Pernyataan Konsep Akuntansi Keuangan No. 2) yang dikeluarkan

  oleh FASB menyatakan bahwa relevansi dan reabilitas merupakan dua kualifikasi utama yang membuat informasi akuntansi dapat berguna bagi pengambilan keputusan. Pengguna laporan keuangan melihat adanya keyakinan bahwa kedua hal tersebut di atas telah dipenuhi sebagaimana tercantum dalam laporan auditor independen.

  Laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen perlu diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena alasan sebagai berikut (Agoes, Sukrisno, 2004:9) :

  i i a.

  Jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

  Karena itu laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut.

  b.

  Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini Unqualified (wajar tanpa pengecualian) dari KAP, berarti pengguna laporan keuangan bisa yakin bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

  c.

  Mulai tahun 2001 perusahaan yang total assetnya Rp. 25 milyar ke atas harus memasukkan audited financial statements nya ke Departemen Perdagangan dan Perindustrian.

  d.

  Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan audited financial statements nya ke Bapepam paling lambat 90 hari setelah tahun buku.

  e.

  SPT yang didukung oleh laporan keuangan yang belum diaudit. Berdasarkan ketentuan Bapepam dan LK, Laporan keuangan yang disampaikan baik untuk Penawaran Umum maupun untuk laporan berkala, wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bapepam dan LK. Kewajiban audit tersebut berlaku bagi Emiten dan Perusahaan Publik yang merupakan entitas tunggal maupun sebagai induk perusahaan dari anak perusahaan yang dimilikinya.

  Hal mengenai kewajiban audit laporan keuangan suatu perusahaan juga dapat dilihat dengan memperhatikan pasal 68 ayat (1) UU No. 40 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan Bapepam dan LK, laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik wajib diaudit. Jika anak perusahaan dan perusahaan asosiasi dari Emiten atau Perusahaan Publik tersebut bukan merupakan Emiten atau Perusahaan Publik namun memenuhi kriteria yang ada pada pasal 68 UUPT, maka laporan keuangan perusahaan tersebut wajib diaudit dan diberikan opini oleh akuntan. Peraturan Bapepam dan LK tidak mengatur secara khusus tentang kewajiban audit atas laporan keuangan anak perusahaan dan perusahaan asosiasi dari Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam hal tersebut, Bapepam dan LK mengikuti ketentuan yang diatur dalam standar profesi yang ditetapkan oleh asosiasi profesi bersangkutan. Berdasarkan UUPM (Undang-undang Pasar Modal) dan peraturan nomor IX.A.2, IX.C.1 serta

  IX.C.2 laporan keuangan yang disampaikan dalam Pernyataan Pendaftaran harus disajikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun terakhir atau sejak berdirinya bagi perusahaan yang berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun buku dan seluruh periode yang disajikan tersebut wajib diaudit oleh akuntan yang terdaftar di Bapepam dan LK.

  Basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang telah cukup sering digunakan selama ini adalah teori agensi (Agency Theory). Dalam teori agensi, auditor independen berperan sebagai penengah kedua belah pihak (agent and

  

principle ) yang berbeda kepentingan. Auditor independen juga berfungsi untuk

  mengurangi biaya agensi yang timbul dari perilaku mementingkan diri sendiri oleh agen (manajer).

  Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dalam hubungan suatu agensi, seperti memutuskan untuk melakukan auditor switching karena adanya ketidaksepakatan atas praktik akuntansi tertentu, maka agen akan pindah ke auditor yang dapat

  i bersepakat dengan agen. Teori agensi dalam penelitian ini sebagai dasar hipotesis pertama karena Menurut Jones (1996), Meludav dan Ziv (1997) dalam Sinarwati bahwa jika suatu perusahaan mendapatkan opini audit going concern maka perusahaan tersebut akan mendapatkan respon negatif terhadap harga sahamnya, sehingga perusahaan kemungkinan besar akan melakukan pergantian KAP.

  Teori agensi juga digunakan sebagai dasar hipotesis keempat bahwa klien dengan tekanan finansial cenderung untuk menggantikan KAP mereka dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih sehat (Schwartz dan Menon, 1985; Hudaib dan Cooke, 2005). Kemudian juga digunakan sebagai dasar hipotesis kelima karena menurut Schwartz dan Menon (1985) bahwa perusahaan yang melakukan pergantian manajemen akan mengganti KAP-nya karena manajemen akan mencari KAP yang sesuai dengan keinginan perusahaan.

  Dalam menanggapi berbagai isu yang berkembang mengenai independensi auditor dalam pemberian jasa audit kepada sejumlah perusahaan, maka pemerintah selaku regulator yang diharapkan dapat memfasilitasi kepentingan semua pihak dalam pelaksanaan jasa audit telah menetapkan Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Keputusan tersebut dijadikan sebagai pedoman yang mengatur dan mewajibkan adanya rotasi auditor maupun masa kerja audit (audit tenure).

  Peraturan tersebut kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa

  i Akuntan Publik” pasal 3. Peraturan ini mengatur tentang pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut, dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

2.1.2 Auditor Switching

  Auditor switching merupakan perpindahan auditor (KAP) yang dilakukan oleh perusahaan klien. Bukti teoritis didasarkan pada teori agensi dan informasi ekonomi.

  Dalam kedua kasus, permintaan layanan audit muncul terutama dari adanya asimetri informasi. Dalam teori agensi, audit independen berfungsi untuk mengurangi biaya agensi yang timbul dari perilaku mementingkan diri sendiri oleh agen (manajer). Tingkat biaya tersebut bervariasi pada organisasi, tergantung pada variabel seperti ukuran perusahaan, gearing, dan kepemilikan saham manajemen. Dalam informasi ekonomi, pemilihan auditor yang dapat dipercaya digunakan sebagai sinyal kejujuran manajemen (Dopuch dan Simunic, 1980; Dopuch dan Simunic, 1982 dalam Nasser et

  al ., 2006).

  Pergantian auditor secara wajib dengan secara sukarela bisa dibedakan atas dasar pihak mana yang menjadi fokus perhatian dari isu independensi auditor. Jika pergantian auditor terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien. Sebaliknya, jika pergantian terjadi secara wajib, perhatian utama beralih kepada auditor (Febrianto, 2009). Klien mengganti auditornya ketika tidak ada aturan yang

  i mengharuskan pergantian dilakukan, yang terjadi adalah salah satu dari dua hal yaitu auditor mengundurkan diri atau auditor diberhentikan oleh klien. Manapun di antara keduanya yang terjadi, perhatian utama adalah pada alasan mengapa peristiwa itu terjadi dan ke mana klien tersebut akan berpindah. Jika alasan pergantian tersebut adalah karena ketidaksepakatan atas praktik akuntansi tertentu, maka diekspektasi klien akan pindah ke auditor yang dapat bersepakat dengan klien. Jadi, fokus perhatian peneliti adalah pada klien.

2.1.3 Ukuran Perusahaan Klien

  Ukuran perusahaan klien merupakan suatu skala yang mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan yang berhubungan dengan financial perusahaan. Dimana perusahaan yang besar dipercayai dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil (Mutchler, 1985). Dalam hal ini di proyeksikan pada total aset. Keputusan ketua Bapepam No. Kep.11/PM/1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya diatas seratus milyar.

  Simunic, et al. (1987), Francis,et al. (1988), dan Abbott,et al. (2000) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara ukuran klien dengan pemilihan perusahaan audit yang memiliki kualitas yang tinggi. Idealnya, ukuran perusahaan audit harus sesuai dengan ukuran perusahaan klien dan jenis layanan yang

  i dibutuhkan. Sebuah ketidaksesuaian ukuran antara perusahaan klien yang besar diaudit oleh perusahaan audit yang kecil dapat menyebabkan berakhirnya keterlibatan audit (Hudaib dan Cooke, 2005), yaitu auditor switching.

  2.1.4 Financial Distress Financial distress merupakan kondisi perusahaan yang sedang dalam keadaan

  kesulitan keuangan. Perusahaan cenderung akan berpindah auditor ketika mengalami kesulitan keuangan. Ada dorongan yang kuat untuk berpindah auditor pada perusahaan yang terancam bangkrut. Kesulitan keuangan signifikan mempengaruhi perusahaan yang terancam bangkrut untuk berpindah KAP (Schwartz dan Menon, 1985).

  Menurut Schwartz dan Soo (dalam Sinarwati, 2010) bahwa perusahaan yang bangkrut (kesulitan keuangan) lebih sering untuk berpindah KAP daripada perusahaan yang tidak bangkrut (tidak kesulitan keuangan). Auditor switching juga bisa disebabkan karena perusahaan sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar biaya audit yang dibebankan oleh KAP yang diakibatkan penurunan kemampuan keuangan perusahaan (Wijayanti, 2010).

  2.1.5 Opini Audit going concern

  Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya. Mengacu pada PSA

  i

  29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), yang dinyatakan oleh auditor. Going

  concern (kelangsungan hidup) merupakan asumsi kelangsungan hidup dalam

  pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi sebaliknya, entitas tersebut menjadi bermasalah.

  PSAK 30 (IAI, 2011) menyatakan bahwa going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu badan usaha adalah berhubungan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu badan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar atau kegiatan operasi lainnya.

  Berdasarkan SA Seksi 341, (IAI, 2011: SPAP, paragraf 05) menyebutkan bahwa auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas dengan cara sebagai berikut:

  i

  1. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan dapat mengidentifikasi keadaan atau peristiwa yang secara keseluruhan menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Mungkin diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti- bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor.

  2. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.

  3. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Paragraf 11 sampai dengan 18 mengatur tindakan yang harus diambil oleh auditor apabila auditor memiliki kesangsian mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

  4. Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan berakhir kelangsungan hidupnya setelah menerima laporan dari auditor yang tidak memperlihatkan kesangsian besar, dalam jangka waktu satu tahun setelah tanggal laporan keuangan, tidak berarti dengan sendirinya menunjukkan kinerja audit yang tidak memadai. Oleh karena itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan auditor tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

  Dalam SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) seksi 341 paragraf 05 juga dijelaskan panduan untuk mempertimbangkan pernyataan pendapat atau tidak memberikan pendapat dalam hal auditor menghadapi masalah kesangsian atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini

  i Apakah ada kondisi dan/ atau peristiwa SA Seksi 508 yang berdampak terhadap

  (PSA No. 29) kelangsungan hidup entitas?

  Ya

  Apakah auditor Apakah ada

  Ya Tidak

  sangsi atas rencana kelansungan manjemen? hidup entitas?

  Tidak memberikan pendapat

  Ya

  Apakah rencana

  Tidak

  manjemen dapat dilaksanakan?

  Tidak

  Tidak memberikan pendapat

  Apakah cukup pengungkapan?

  Tidak Ya

  Pendapat wajar Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan Pendapat wajar dengan tanpa paragraf penjelasan berkaitan dengan pengecualian atau pengecualian kelangsungan hidup entitas atau penekanan pendapat tidak wajar atas suatu hal (Emphasis of a Master)

Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Pendapat Going Concern

  i (Sumber: IAI,2001: SA Seksi 341.Lampiran)

2.1.6 Reputasi Auditor

  Reputasi auditor dapat dinilai dari besar kecilnya Kantor Akuntan Publik yaitu dengan melihat ukuran KAP tersebut. Ukuran Kantor Akuntan Publik dapat dikatakan besar jika KAP tersebut berafiliasi dengan Big 4, mempunyai cabang dan klienya perusahaan-perusahaan besar serta mempunyai tenaga profesional diatas 25 orang.

  Sedangkan Ukuran Kantor Akuntan Publik dikatakan kecil jika tidak berafiliasi dengan Big 4, tidak mempunyai kantor cabang dan klienya perusahaan kecil serta jumlah profesionalnya kurang dari 25 orang (Arens, et al,2003).

  Investor akan lebih cenderung untuk memakai data akuntansi yang dihasilkan dari auditor yang bereputasi (Praptitorini dan Januarti, 2007, seperti dikutip Sinarwati, 2010). Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 16 disebutkan bahwa KAP dapat berbentuk: a.

  Perseorangan; KAP yang berbentuk badan usaha perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Akuntan Publik yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin.

  b.

  Persekutuan; KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan (persekutuan perdata atau persekutuan firma) hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang Akuntan Publik, dimana masing-masing sekutu merupakan rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan.

  i Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan untuk menilai reputasi Kantor Akuntan Publik adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan Publik. McKinley et al. (1985) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyatakan, ketika sebuah Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut, mereka menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengganggu nama besar mereka. Adapun KAP yang termasuk dalam kelompok KAP Big 4 (data diperoleh dari wikipedia.org) yaitu :

  1. Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte) yang berafiliasi dengan Hans Tuanakotta Mustofa & Halim; Osman Ramli Satrio & Rekan; Osman Bing Satrio & Rekan.

  2. Ernst & Young (EY) yang berafiliasi dengan Prasetio, Sarwoko & Sandjaja; Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.

  3. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan Siddharta Siddharta & Widjaja.

  4. PricewaterhouseCooper (PwC) yang berafiliasi dengan Haryanto Sahari & Rekan; Tanudiredja, Wibisena & Rekan.

  Selain daftar KAP big four di atas, berikut ini merupakan daftar susunan KAP non

  

big four yang masuk dalam peringkat 10 besar (data diperoleh dari situs resmi

  Accounting Age:yaitu Grant Thornton UK, BDO (Binder Dijker Otte & Co.), RSM Tenon Group UK, Smith &

  i i

  Williamson UK, Baker Tilly UK, dan Moore Stephens UK. Dari argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan diaudit oleh KAP Big four, maka perusahaan cenderung akan mempertahankan KAP Big four daripada KAP non Big

  four . Berarti bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP Big four memliki kecendurungan untuk berpindah auditor lebih rendah daripada KAP non Big four.

  Akan tetapi tidak selamanya perusahaan akan mempertahankan KAP Big four tersebut karena adanya kewajiban rotasi auditor.

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu Penelitian ini merujuk pada penelitian terdahulu dalam tabel 2.1. berikut ini. Riset Variabel Obyek Penelitian Alat Analisis Variabel yang Signifikan Dependen Independen Nasser ,et al.

  (2006). Auditor client relationship. The case of audit tenure and auditor switching in malaysia auditor switching ukuran perusahaan klien, ukuran KAP, Financial distress, dan tingkat pertumbuhan klien.

  Perusahaan yang terdaftar di KLSE & Bursa Malaysia pada tahun 1990- 2000 dengan menggunakan metode purposive sampling dan terpilih 297 perusahaan .

  Regresi Logistik Ukuran perusahaan klien , financial distress i Sinarwati (2010).

  Mengapa perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI melakukan pergantian KAP auditor switching

  Pergantian manajemen, financial distress, opini going concern, dan reputasi auditor

  Perusahaan manufaktir yang terdaftar di BEI pada tahun 2003- 2007 menggunakan staritified random sampling dan terpilih 78 perusahaan manufaktur Regresi

  Logistik Pergantian manajemen, financial distress

  Suparlan dan Andayani (2010). Analisis Empiris pergantian KAP setelah ada kewajiban Rotasi Audit auditor switching kepemilikan publik, penambahan saham, ukuran klien, kepemilikan institusional, dewan komisaris, pergantian manajemen, leverage, dan ROE

  Perusahaan nonkeuangan dan investasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2006- 2008 dan terpilih 76 perusahaan Regresi

  Logistik Kepemilikan publik, penambahan saham , ukuran klien

  Wijayani (2011). Alasan terjadinya pergantian auditor pada perusahaan go publik di BEI. auditor switching

  Pergantian manajemen, ukuran KAP, opini audit, financial distress, persentase perubahan ROA, dan ukuran klien

  Perusahaan go publik non keuangan yang terdaftar pada BEI antara tahun 2003-2009 menggunakan purposive sampling dan terpilih 912 perusahaan Regresi

  Logistik Pergantian manajemen, ukuran KAP

  Sumber : Hasil Olahan Peneliti (2013)

2.3 Kerangka Konseptual

  Auditor Switching merupakan perilaku pergantian auditor yang dilakukan oleh

  perusahaan. Pergantian tersebut wajib dilakukan untuk menjaga independensi auditor karena audit tenure yang panjang dapat mempengaruhi independensi. Banyak hal yang mendasari terjadinya pengambilan keputusan pihak manajemen perusahaan termasuk pengambilan keputusan untuk melakukan pergantian KAP yang mengaudit laporan keuangan perusahaan bersangkutan. Beberapa hal yang mendasari pengambilan keputusan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan perilaku yang terdapat dalam perumusan teori akuntansi (pendekatan deksriptif). Pendekatan perilaku terhadap perumusan teori akuntansi menitikberatkan relevansi pengambilan keputusan dari informasi yang diberitakan dan pada perilaku individu serta perilaku kelompok yang disebabkan oleh pemberitaan informasi. Pendekatan perilaku terhadap perumusan suatu teori akuntansi dikaitkan dengan perilaku manusia selama perilaku manusia itu menyangkut masalah dan informasi akuntansi (dalam Belkaoui, 1986:48-49).

  Oleh karena itu informasi akuntansi, ditinjau dari isi dan bentuknya, dapat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan individu. Terdapat beberapa faktor yang mendasari pendekatan perilaku ini, yaitu : kecukupan pengunkapan, kegunaan data laporan keuangan, sikap praktek pelaporan perusahaan, pertimbangan materialitas, dan akibat keputusan prosedur akuntansi alternatif (dalam Belkaoui, 1986:49). Berdasarkan pendekatan perilaku yang ada dalam perumusan teori akuntansi tersebut, maka terbentuklah suatu kerangka konseptual yang menjelaskan bahwa pelaksanaan auditor switching berkaitan erat dengan perilaku pengguna individu atau kelompok (dalam hal ini antara pihak manajemen perusahaan sebagai agen dan pihak investor selaku prinsipal serta auditor yang menjembatani

  i kepentingan pihak agen dan prinsipal) yang menggunakan informasi akuntansi dalam pengambilan keputusannya. Adapun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku individu atau kelompok tersebut dalam pengambilan keputusan melakukan pergantian KAP (auditor switching), yaitu ukuran perusahaan klien, financial

  distress , opini going concern dan reputasi auditor. Hubungan antara ukuran

  perusahaan klien, financial distress, opini going concern dan reputasi auditor terhadap pelaksanaan auditor switching dapat digambarkan dalam kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.2.

  Variabel Independen Variabel Dependen

  H1 Ukuran perusahaan klien (X1)

  H2

  Pelaksanaan Financial distress (X2)

  H5

  Auditor Swtiching

  H3 Opini going concern (X3)

  H4 Reputasi Auditor (X4)

  Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dan tidak dapat mengetahui pengaruhnya secara

  i simultan karena hasil pengujian dengan metode regresi logistik hanya ada pengujian secara parsial.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis. Hipotesis untuk hubungan masing-masing variabel indenpenden terhadap variabel dependen diuraikan berikut ini.

2.4.1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien terhadap Auditor Switching

  Selain efek kemungkinan jenis KAP pada panjangnya audit tenure, pilihan perusahaan audit dapat dikaitkan dengan ukuran auditee dan jenis layanan yang diperlukan. Auditee yang lebih besar, karena kompleksitas operasi mereka dan peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan, sangat memerlukan KAP yang dapat mengurangi agency cost (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Nasser et

al ., 2006) dan ancaman kepentingan pribadi auditor (Hudaib dan Cooke, 2005).

  Selain itu, sebagai ukuran peningkatan perusahaan, kemungkinan bahwa jumlah konflik agensi juga meningkat dan ini mungkin akan meningkatkan permintaan untuk membedakan kualitas auditor (Palmrose, 1984 dalam Nasser et al., 2006).

  Berdasarkan argumen di atas, audit tenure pada klien besar lebih panjang daripada klien yang lebih kecil. Dengan kata lain, kecenderungan untuk beralih auditor lebih rendah untuk klien besar daripada rekan-rekan mereka yang lebih kecil. Hal ini membawa kepada hipotesis berikut:

  i

  H1 : Ukuran perusahaan klien berpengaruh negatif terhadap kemungkinan pelaksanaan auditor switching.

2.4.2. Pengaruh Financial Distress terhadap Auditor Switching

  Ada dorongan yang kuat untuk berpindah auditor pada perusahaan yang terancam bangkrut. Kesulitan keuangan signifikan mempengaruhi perusahaan yang terancam bangkrut untuk berpindah KAP (Schwartz dan Menon, 1985). Selain itu, Schwartz dan Soo (1995) dalam Damayanti dan Sudarma (2007) menyatakan bahwa perusahaan yang bangkrut lebih sering berpindah auditor daripada perusahaan yang tidak bangkrut.

  Posisi keuangan auditee mungkin memiliki implikasi penting pada keputusan mempertahankan KAP. Kondisi perusahaan klien yang terancam bangkrut cenderung meningkatkan evaluasi subjektivitas dan kehati-hatian auditor. Dalam kondisi seperti ini suatu perusahaan akan cenderung melakukan auditor switching. Auditor switching juga bisa disebabkan karena perusahaan sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar biaya audit yang dibebankan oleh KAP yang diakibatkan penurunan kemampuan keuangan perusahaan.

  Klien dengan tekanan finansial cenderung untuk menggantikan KAP mereka dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih sehat (Schwartz dan Menon, 1985; Hudaib dan Cooke, 2005). Dengan demikian, auditor pada distressed clients memiliki audit tenure yang lebih pendek dibandingkan dengan rekan-rekan audit

  i mereka pada klien yang lebih sehat dan pada gilirannya akan cenderung diganti. Hipotesis berikutnya dinyatakan sebagai berikut:

  H2 : Financial distress berpengaruh negatif terhadap kemungkinan pelaksanaan auditor switching .

2.4.3. Pengaruh Opini Going Concern terhadap Auditor switching

  Jika auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian (tidak dengan harapan perusahaan), perusahaan akan berpindah KAP yang mungkin dapat memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan perusahaan (Tandirerung, 2006 dalam Damayanti dan Sudarma, 2007). Manajemen akan memberhentikan auditornya atas opini yang tidak diharapkan perusahaan atas laporan keuangannya dan berharap untuk mendapatkan auditor yang lebih lunak/more pliable (Carcello dan Neal, 2003 dalam Damayanti dan Sudarma, 2007). Chow dan Rice (1982) mendapatkan bukti empiris bahwa perusahaan cenderung berpindah KAP setelah menerima qualified

  

opinion atas laporan keuangannya. Oleh karena itu dapat dinayatakan hipotesis

  bahwa:

  H3 : Opini going concern berpengaruh positif terhadap kemungkinan pelaksanaan auditor switching.

2.4.4. Pengaruh Reputasi auditor terhadap Auditor Switching

  Perusahaan akan mencari KAP yang kredibilitasnya tinggi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan itu

  i

  (Halim, 1997 dalam Damayanti dan Sudarma, 2007). Expertise KAP merupakan salah satu atribut dalam servis KAP besar (Mardiyah, 2002). Adanya faktor expertise itu akan menentukan perubahan auditor oleh perusahaan sehingga perusahaan lebih memilih KAP besar. Eichenseher dan Shields dalam Kartika (2006) mengemukakan fenomena bahwa persepsi expensive/mahalnya kantor akuntan akan menentukan kesuksesan klien.

  Telah diusulkan dalam literatur bahwa KAP yang lebih besar (Big 4) biasanya dianggap lebih mampu mempertahankan tingkat independensi yang memadai daripada rekan-rekan mereka yang lebih kecil karena mereka biasanya menyediakan berbagai layanan untuk klien dalam jumlah yang besar, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada klien tertentu (Dopuch, 1984; Wilson dan Grimlund, 1990 dalam Nasser et al., 2006). Selain itu, KAP yang lebih besar umumnya dianggap sebagai penyedia kualitas audit yang tinggi dan menikmati reputasi tinggi dalam lingkungan bisnis dan karena itu, akan berusaha untuk mempertahankan independensi mereka untuk menjaga image mereka (DeAngelo, 1981; Dopuch, 1984; Wilson dan Grimlund, 1990 dalam Nasser et al., 2006).

  Terlebih lagi, KAP yang lebih besar juga dianggap lebih independen daripada rekan-rekan mereka yang lebih kecil dalam menahan tekanan manajemen pada saat terjadi perselisihan ketika mereka biasanya memiliki lebih banyak klien dan mampu untuk menyerahkan sebagian dari klien mereka yang lebih sulit (Chow dan Rice, 1982). Oleh karena itu, H4 dinyatakan sebagai berikut:

  i

  H4 : Reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap kemungkinan pelaksanaan auditor switching.

2.4.5. Pengaruh Ukuran erusahaan Klien, Financial Distress, Opini

  Going Concern, dan Reputasi Auditor terhadap Auditor Switching Selain menetapkan hipotesis pengaruh tiap variabel independen secara

  individual terhadap variabel dependen yakni auditor switching, maka selanjutnya peneliti akan menetapkan hipotesis pengaruh keseluruhan variabel independen tersebut secara bersamaan terhadap variabel dependen. Penetapan hipotesis ini perlu dilakukan berkaitan dengan uji simultan yang akan dilakukan terhadap keseluruhan variabel independen dengan tujuan untuk melihat pengaruhnya secara bersamaan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu maka hipotesis lima (H5) dinyatakan sebagai berikut :

  H5 : Ukuran perusahaan klien, Financial Distress, Opini Going Concern,

  dan Reputasi Auditor berpengaruh positif terhadap kemungkinan pelaksanaan auditor switching.

  i

Dokumen yang terkait

Pengaruh Client Size, Finacial Distress, Return on Asset, dan Public Ownership Terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Real Estate & Property yang Terdaftar di BEI

7 274 85

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien, Financial Distress, Opini Going Concern, dan Reputasi Auditor Terhadap Auditor Switching (studi kasus pada perusahaan manufaktur terdaftar di BEI periode 2008-2011).

1 80 116

Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 79 80

Pengaruh Financial Distress, Pergantian Mnajemen, Opini Audit, Ukuran KAP, AuditTenure, Fee Audit Terhadap Auditor Switching Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

6 63 92

Analisis agency cost terhadap kecendrungan income smoothing (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006-2009)

20 122 94

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerimaan Opini Audit Going Concern Ditinjau Dari Prediksi Financial Distress, Profitability Ratio, Dan Auditor Switching

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Auditor Switching - Pengaruh Client Size, Finacial Distress, Return on Asset, dan Public Ownership Terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Real Estate & Property yang Terdaftar di BEI

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Likuiditas - Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013.

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien, Financial Distress, Opini Going Concern, dan Reputasi Auditor Terhadap Auditor Switching (studi kasus pada perusahaan manufaktur terdaftar di BEI periode 2008-201

0 0 9

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien, Financial Distress, Opini Going Concern, dan Reputasi Auditor Terhadap Auditor Switching (studi kasus pada perusahaan manufaktur terdaftar di BEI periode 2008-2011).

0 0 12